Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
SKRIPSI
OLEH :
Anindyajati Tyas Nareshwarie NIM: 108101000037
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
ii Skripsi, Mei 2013
Anindyajati Tyas Nareshwarie, NIM: 108101000037
Gambaran Sistem Informasi Gizi Di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013
xix + 130 halaman, 24 tabel, 4 bagan, 1 grafik, 3 gambar, 8 lampiran.
ABSTRAK
Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menunjukkan angka rata-rata nasional gizi kurang dan buruk sebesar 18,4% pada tahun 2007, (Kemenkes, 2007) dan sebesar 17,9% pada tahun 2010 (Kemenkes,2010). Pemerintah diharuskan membuat program khusus untuk menanggulangi kasus kurang gizi. Dalam menanggulangi permasalahan gizi masyarakat yang ada, Pemerintah memerlukan informasi yang tepat yaitu melalui sistem informasi gizi. Namun, saat ini persentase pelaporan informasi gizi melalui sistem informasi gizi masih dibawah target. Persentase pelaporan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sebesar 13,08% yang seharusnya dapat mencapai 100%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan instrument Health Metrics Network (WHO, 2008) yaitu dengan melakukan skoring terhadap komponen sistem informasi gizi di Suku Dinas kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa beberapa komponen sistem informasi gizi masih belum memadai terutama dalam hal sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi serta diseminasi dan penggunaan informasi. Komponen yang sudah memadai hanya indikator. Masalah yang dihadapi antara lain tidak tersedianya kebijakan berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi, penyebaran sarana berupa ICT yang belum merata atau koneksi internet di Puskesmas, kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan di posyandu, masih adanya keterlambatan dalam pelaporan, dan indikator yang belum konsisten dan format pelaporan yang berubah-ubah sehingga belum user-friendly bagi tenaga pelaksana. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan, kepastian indikator yang harus dilaporkan melalui sistem informasi gizi serta perlu ditambahkan kegiatan sosialisasi mengenai pentingnya kegiatan posyandu agar pelaksanaan sistem informasi gizi menjadi lebih baik. Selain itu, informasi yang dibutuhkan dapat dijadikan acuan untuk melakukan intervensi peningkatan kualitas gizi masyarakat baik di tingkat daerah maupun nasional.
iii Skripsi, May 2013
Anindyajati Tyas Nareshwarie, NIM: 108101000037
Description of Nutrition Information System in Health Sub-department South Jakarta Administration 2013
xix+ 130 page, 24 table, 4 draw, 1 graph, 3 picture, 8 attachment.
ABSTRACT
Riskesdas data showed the average number of national malnutrition about 18,4% in 2007 (Kemenkes, 2007) and 17,9% in 2010 (Kemenkes,2010). The Government was required to make special program to handle some cases malnutrition. In overcoming the nutritional problem, the Government requires the right information through a system that nutritional information. However, for this moment the percentage of nutritional information report by the nutritional information system is still missing the target. Health Sub-department South Jakarta Administration’s percentage report is about 13,08% where it should reach 100%.
This study aims to describe the implementation and the problems experienced in the implementation of nutrition information system in Health Sub-department South Jakarta Administration in 2013. The research method used is a qualitative method based on approximation theory Health Metrics Network (HMN) is to do the scoring of the components of nutrition information system in Health Sub-department South Jakarta Administration.
From the research, there are several not adequate components of the nutrition information system especially in terms of resources, data sources, data management, information product and information dissemination and use of information. Components that are already adequate only indicator. Problems encountered include the unavailability of the policy containing the framework for nutrition information system, deployment of ICT facilities or internet connection in Puskesmas such as uneven, lack of community participation to follow the Posyandu activities, there is still a delay in reporting, and inconsistencies of indicators and the reporting format is fickle cause yet user-friendly for implementer. Therefore, policies are needed, the consistency of indicators that should be reported through the nutrition information system and need addition for socialization activities about the importance of Posyandu’s activities for better implementation of nutrition information system. Furthermore, the information needed can be used as reference to intervene in improving the quality of public nutrition both at the regional and national levels.
vi Data Diri
Nama lengkap : Anindyajati Tyas Nareshwarie
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Mei 1990
Alamat : Taman Asri Jalan Gaga 1A Blok E12 No. 7B
Larangan - Tangerang
Telepon : 0813-18722945
021-7316280
Email : nareshwarie@gmail.com
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Belum menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Riwayat pendidikan
1996 – 2002 : SD Negeri Larangan 01, Ciledug.
2002 – 2005 : SMP Islam Al-Azhar 03, Bintaro.
2005 – 2008 : SMA Islam Al-Azhar 03 Pusat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
vii
- Paduan suara SMP Islam Al-Azhar 03 Bintaro.
- Tari saman SMA Islam Al-Azhar 03 Pusat Jakarta.
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Saya yang bersangkutan,
viii Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Berkat dan Rahmat-Nya
yang telah diberikan kepada penulis, berupa nikmat kesehatan dan kemudahan dalam
menjalankan segala urusan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
beserta salam tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga, sahabat dan pengikut mereka dalam kebajikan
hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari mahasiswa dalam
memenuhi kewajibannya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
kesehatan masyarakat. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Amarno. Y. Wiyono dan Ibu Primastuti Laksitarini, Orang tua penulis
atas kasih sayang yang tidak terhingga yang telah mendidik dan membesarkan
penulis hingga saat ini, mengajarkan begitu banyak hal kepada penulis tentang arti
syukur, cinta dan pengorbanan.
2. Prof.Dr.dr.H.M.K.Tadjudin,Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Febrianti, M.si. Selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
ix
ilmu pengetahuan dalam penyusunan laporan skripsi ini.
5. Staff gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, Puskesmas
Jagakarsa, dan Puskesmas Tebet serta kader dari Puskesmas Jagakarsa dan Tebet
sebagai informan dalam penelitian ini.
6. Eyang, kakak, dan keluarga, untuk semangat dan motivasinya supaya aku dapat
menyelesaikan skripsi ini dan memberikan yang terbaik bagi keluarga.
7. Sahabat dan orang-orang terdekat penulis, yang selalu menyemangati dan
mendoakan untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman Kesehatan Masyarakat ‘08 (Stoopelth) yang senantiasa menyemangati penulis selama penyusunan skripsi.
9. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.
Jakarta, Juni 2013
x
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xvi
DAFTAR GRAFIK ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6
1.4 Tujuan ... 6
1.4.1 Tujuan Umum ... 6
1.4.2 Tujuan Khusus ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan ... 7
1.5.2 Bagi Suku Dinas Kesehatan ... 7
1.5.3 Bagi Peneliti Lain ... 8
1.5.4 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 8
1.6 Ruang Lingkup ... 8
xi
2.1.2Tujuan Sistem Informasi Gizi ... 12
2.1.3Komponen Sistem Informasi Gizi ... 13
2.2 Surveilans Gizi ... 18
2.2.1Pengertian Surveilans Gizi ... 18
2.2.2Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi ... 18
2.2.3Manfaat Surveilans Gizi ... 18
2.2.4Tujuan Surveilans Gizi ... 18
2.2.5Ruang Lingkup Surveilans Gizi ... 20
2.2.6Kegiatan Surveilans Gizi ... 20
2.2.7Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat ... 26
2.2.8Hubungan Surveilans gizi dan Sistem Informasi Gizi ... 29
2.3 Sistem Informasi Kesehatan... 29
2.3.1Tujuan Sistem Informasi Kesehatan ... 30
2.3.2Assessment terhadap Determinan Teknis Sistem Informasi Kesehatan ... 31
2.3.3Identifikasi Kebutuhan Informasi ... 32
2.4 Health Metrics Network/ HMN... 33
2.5 Kerangka Teori ... 52
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ... 54
3.1 Kerangka Pikir ... 54
3.2 Definisi Istilah ... 56
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 59
4.1 Metode Penelitian ... 59
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59
4.3 Informan Penelitian ... 59
4.4 Instrumen Penelitian ... 60
4.5 Sumber Data ... 61
xii
4.9 Penyajian Data ... 65
4.10 Analisis Data ... 65
BAB V HASIL ... 66
5.1 Gambaran Umum Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan... 66
5.1.1Visi dan Misi ... 66
5.1.2Keadaan Umum Wilayah ... 67
5.1.3Kependudukan ... 69
5.1.4Struktur Organisasi ... 69
5.1.5Gambaran Umum Seksi Kesehatan Masyarakat Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 71
5.2 Gambaran Umum Informan Penelitian ... 72
5.3 Ruang lingkup Sistem informasi Gizi ... 73
5.4 Hasil penelitian ... 76
5.4.1Gambaran Sumber Daya Sistem Informasi Gizi ... 76
5.4.2Gambaran Indikator Sistem Informasi Gizi ... 84
5.4.3Gambaran Sumber Data Sistem Informasi Gizi ... 86
5.4.4Gambaran Manajemen Data Sistem Informasi Gizi ... 90
5.4.5Gambaran Produk Sistem Informasi Gizi ... 94
5.4.6Gambaran Diseminasi dan Penggunaan Informasi ... 99
5.4.7Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 103
BAB VI PEMBAHASAN ... 106
6.1 Keterbatasan Penelitian ... 106
6.2 Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi ... 106
6.3 Sumber Daya Sistem Informasi Gizi ... 107
6.4 Indikator Sistem Informasi Gizi ... 110
6.5 Sumber Data Sistem Informasi Gizi ... 112
xiii
6.9 Sistem Informasi Gizi Berdasarkan Skoring HMN ... 119
6.10 Masalah dan Alternatif Solusi Sistem Informasi Gizi ... 122
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 125
7.1 Simpulan ... 125
7.2 Saran ... 127
7.2.1Bagi Kementerian Kesehatan ... 127
7.2.2Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 127
7.2.3Bagi Peneliti Selanjutnya ... 128
xiv
Nomor Halaman
2.1 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Kebijakan dan Koordinasi
35
2.2 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana dan Tenaga Pelaksana
36
2.3 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana
37
2.4 Penilaian Indikator Sistem Informasi Kesehatan Nasional 40 2.5 Penilaian Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional 42 2.6 Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan
Nasional
43
2.7 Penilaian Produk Sistem Informasi Kesehatan Nasional : Kualitas Data
46
2.8 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan dan Analisis
49
2.9 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, implementasi dan Aksi
50
2.10 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, Pengaturan Prioritas, Alokasi Sumber Daya
51
4.1 Triangulasi Sumber 63
4.2 Triangulasi Metode 64
5.1 Penilaian Sumber Daya : Kebijakan dan Koordinasi 76 5.2 Penilaian Sumber Daya : Dana dan Tenaga Pelaksana 79
5.3 Penilaian Sumber Daya: Sarana 82
xv
5.7 Penilaian Produk Informasi : Kualitas Data 95
5.8 Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan and Analisis
99
5.9 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, implementasi dan Aksi
101
5.10 Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, Pengaturan Prioritas,Alokasi Sumber Daya
102
5.11 Penilaian komponen sistem informasi gizi 104
xvi
Nomor Halaman
2.1 Kerangka Teori 53
3.1 Kerangka Pikir Sistem Informasi Gizi 55
5.1 Struktur Organisasi Sudinkes Kota Jakarta Selatan 70
xvii
Nomor Halaman
xviii
Nomor Halaman
2.1 5.1
Kegiatan Surveilans Gizi
Contoh Pencapaian Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Bulanan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2012
21 71
5.2 Grafik data SKDN wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2011
xix Nomor
1 Surat Ijin Penelitian
2 Lembar Persetujuan Responden
3 Pedoman Wawancara untuk Staf Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 4 Pedoman Wawancara untuk TPG
5 Pedoman Wawancara untuk Kader 6 Pedoman Observasi
7 Pedoman Telaah Dokumen
1 1.1Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa
pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat baik
dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif agar setiap warga
masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik,
mental, dan sosial serta harapan berumur panjang.
Salah satu indikator pencapaian pembangunan kesehatan adalah status gizi
anak usia bawah lima tahun (balita). Kurang gizi pada anak dapat menyebabkan
kegagalan pertumbuhan fisik dan menghambat perkembangan kognitif,
meningkatkan resiko kematian, dan mempengaruhi status kesehatan pada usia
remaja dan dewasa. Gizi yang cukup dan baik merupakan dasar dari pembangunan
kesehatan dan kelangsungan hidup generasi sekarang dan yang akan datang
(Kemenkes, 2011).
Gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
pembangunan, yang dapat memberikan konstribusi dalam mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimal dalam
pembangunan. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin
Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan sehingga harus dijaga status gizi dan
kesehatannya (Yayuk Farida,dkk, 2004).
Berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, angka
rata-rata nasional kurang gizi sebesar 18,4% yang terdiri dari gizi buruk sebesar 5,4% dan
gizi kurang sebesar 13% (Depkes RI, 2007). Pada tahun 2010, angka rata-rata
nasional kurang gizi sebesar 17,9% yang terdiri dari gizi buruk sebesar 4,9% dan gizi
kurang sebesar 13% (Depkes RI,2010). Dilihat dari data tersebut, terjadi penurunan
pada gizi buruk walaupun penurunan tersebut tidak besar. Berdasarkan RPJMN
tahun 2010-2014 target angka rata-rata nasional kurang gizi yaitu setinggi-tingginya
15%, data riskesdas menunjukkan bahwa angka kejadian kurang gizi masih belum
mancapai target.
Masih adanya kasus kurang gizi di setiap tahunnya mengharuskan pemerintah
untuk membuat program untuk menanggulanginya. Dalam menanggulangi
permasalahan gizi masyarakat yang ada, diperlukan informasi yang tepat. Salah satu
upaya untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai permasalahan gizi yang
ada ialah melalui sistem pelaporan berbasis website atau sistem informasi gizi
(Kemenkes, 2011).
Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui website
sigizi dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari
kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan
teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan (Depkes, 2012).
Sistem informasi gizi merupakan subsistem dari surveilans gizi sebagai fasilitas
beberapa data cakupan indikator, antara lain data penimbangan balita di posyandu
(D/S), data kasus gizi buruk, dan data cakupan tablet Fe pada ibu hamil. Informasi
yang didapatkan dari sistem informasi gizi berguna sebagai pemantauan kinerja gizi.
Pada tingkat nasional yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sistem
informasi gizi yaitu Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia yang bertugas dalam rekapitulasi data laporan kinerja pembinaan gizi
masyarakat yang berasal dari daerah. Untuk saat ini kontribusi pelaporan kinerja
pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi masih belum
optimal, sebagian besar daerah belum memanfaatkan website sistem informasi gizi
secara maksimal sebagai fasilitas dalam pelaporan pembinaan gizi masyarakat untuk
dilaporkan ke tingkat nasional.
Pada tingkat daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas ini
adalah Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota untuk
tingkat kabupaten/kota. Secara teknis pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi
masyarakat melalui sistem informasi gizi di tingkat daerah yaitu dilaksanakan oleh
seksi gizi Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan seksi gizi Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Pemerintah daerah
sebagaimana tugas dan fungsinya tersebut memiliki peran yang penting dalam sistem
informasi gizi tingkat daerah. Pada tingkat provinsi pelaporan mengenai pemantauan
status gizi dilaporkan ke tingkat pusat, sedangkan pada tingkat kabupaten/kota
pelaporan mengenai pemantauan status gizi dapat dilaporkan melalui dinas
Alur pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat dimulai dari tingkat
posyandu yang melakukan kegiatan pelayanan kesehatan bagi balita, kemudian
dilaporkan ke tingkat puskesmas untuk selanjutnya dilaporkan ke tingkat dinas
kesehatan kabupaten/kota. Dari alur pelaporan tersebut dapat diketahui bahwa
sumber data untuk pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem
informasi gizi berasal dari posyandu dan puskesmas. Berdasarkan data dari Ditjen
Bina Gizi dan KIA pada tahun 2010, jumlah posyandu yang tersebar di wilayah
Indonesia terdapat 266.827 posyandu dan jumlah puskesmas sebanyak 9.005
puskesmas. Sedangkan jumlah balita yang ada di Indonesia sebanyak 21.805.008
balita (Pusdatin Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa pelaporan ini melibatkan banyak pihak mulai dari tingkat posyandu dan
puskesmas, sehingga kontribusi dari tingkat posyandu maupun puskesmas sebagai
sumber data sangat penting dalam kegiatan pelaporan pembinaan gizi masyarakat
melalui website sistem informasi gizi.
Berdasarkan data riskesdas tahun 2007, di Provinsi DKI Jakarta prevalensi gizi
buruk sebesar 2,9% dan prevalensi gizi kurang sebesar 10%. Dibandingkan dengan
data di Tahun 2010, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang mengalami penurunan
yaitu prevalensi gizi buruk sebesar 2,6% dan prevalensi gizi kurang sebesar 8,7%.
Untuk daerah Kota Jakarta Selatan, berdasarkan data riskesdas tahun 2007,prevalensi
gizi buruk dan gizi kurang sebesar 8,3%. Berdasarkan data dalam website sistem
informasi gizi, persentase pelaporan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Selatan sebesar 13,08%. Persentase tersebut masih jauh dari target nasional
2012) sehingga informasi mengenai pembinaan gizi masyarakat yang telah
dilaksanakan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan masih kurang. Hal tersebut
dapat menghambat pemantauan status gizi secara nasional dan dapat mempengaruhi
pemerintah dalam perancangan program untuk menanggulangi masalah gizi.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui pelaksanaan dan masalah yang
dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Selatan. Hal ini karena pentingnya pelaporan dari tingkat
daerah untuk mendapatkan informasi mengenai permasalahan gizi yang ada untuk
dilaporkan ke tingkat pusat sehingga peneliti akan melakukan penelitian tentang “Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Selatan Tahun 2013”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan data pada bulan Januari–Juni tahun 2012, persentase pelaporan
kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi yang dilakukan
oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan masih jauh dari target
yaitu sebesar 13,08% sedangkan target yang ditetapkan sebesar 100%. Oleh karena
itu, peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami
dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota
1.3Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam
pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Selatan pada tahun 2013?
1.4Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam
pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya ruang lingkup sistem informasi gizi di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.
2. Diketahuinya gambaran sumber daya sistem informasi gizi di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.
3. Diketahuinya gambaran indikator sistem informasi gizi di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.
4. Diketahuinya gambaran sumber data sistem informasi gizi di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.
5. Diketahuinya gambaran manajemen data sistem informasi gizi di Suku
6. Diketahuinya gambaran produk informasi sistem informasi gizi di Suku
Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.
7. Diketahuinya gambaran diseminasi dan penggunaan informasi sistem
informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta
Selatan pada tahun 2013.
8. Diketahuinya gambaran sistem informasi gizi dengan skoring
berdasarkan HMN (Health Metrics Network) di Suku Dinas Kesehatan
Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.
9. Diketahuinya masalah dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.
10.Diketahuinya alternatif solusi dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan
Mendapatkan informasi mengenai kendala apa saja yang dihadapi dalam
pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat kabupaten/kota.
1.5.2 Bagi Suku Dinas Kesehatan
1. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi
gizi.
2. Mendapatkan masukan dan solusi untuk menangani kendala yang
1.5.3 Bagi Peneliti Lain
Sebagai media pembelajaran dan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya
dalam melakukan penelitian mengenai sistem informasi gizi.
1.5.4 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Dapat memberikan masukan dan menjadi referensi bagi mahasiswa mengenai
sistem informasi gizi.
1.6Ruang Lingkup
Penelitian ini berjudul Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013. Bertujuan mengetahui
pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Selatan tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran ruang
lingkup, indikator, sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi,
diseminasi serta penggunaan informasi dalam pelaporan melalui sistem informasi
gizi yang terdapat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan
Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan penelitian
kualitatif dengan menggunakan instrument Health Metrics Network (WHO,2008).
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan
telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Kota
9 2.1Sistem Informasi Gizi
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Gizi
Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui
website sigizi dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar
pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga
prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat
dipetakan (Kemenkes, 2012). Terdapat beberapa laporan yang ada di sistem
informasi gizi yaitu berupa laporan bulanan dan semesteran. Laporan ini
berisi 6 indikator cakupan program pembinaan gizi masyarakat dari 8
indikator cakupan program yang telah ditetapkan, yaitu diantaranya :
1. Cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat
Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat berat yang ditandai
dengan adanya tanda-tanda klinis gizi buruk dan atau berat badan sangat
rendah, tidak sesuai dengan tinggi anak. Kasus gizi buruk seringkali
disertai dengan penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy,
kelainan jantung, TB dan HIV/AIDS sehingga bila tidak dirawat sesuai
standar memiliki risiko kematian sangat tinggi.
Perawatan gizi buruk dilaksanakan melalui prosedur rawat inap dan rawat
dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit, dan TFC. Sedangkan bagi anak gizi
buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan. Perawatan anak di rumah
dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader.
2. Cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S)
Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui penimbangan
berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS),
berfungsi sebagai instrumen penilaian pertumbuhan anak merupakan
dasar strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sejak
awal 1980-an. Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 fungsi utama,
yang pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan
masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan
intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan
kesehatan anak (misalnya imunisasi, pemberian kapsul vitamin A,
pencegahan diare, dll) untuk meningkatkan kesehatan anak.
3. Cakupan bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan lain kecuali
obat, vitamin dan mineral. Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan
kematian bayi sebesar 13% dan dapat menurunkan balita pendek.
4. Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium
5. Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A
Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi kepada balita setiap 6 bulan
morbiditas dan mortalitas. Distribusi kapsul Vitamin A dilakukan setiap
tahun pada bulan Februari dan Agustus.
6. Cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet
Tablet Fe (Tablet Tambah Darah) merupakan suplementasi gizi mikro
khususnya zat besi dan folat yang diberikan kepada ibu hamil sebanyak
90 tablet untuk mencegah kejadian anemia gizi besi selama kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa pemberian tablet Fe di Indonesia
dapat menurunkan kematian neonatal sekitar 20%. Pemberian tablet Fe
merupakan salah satu komponen standar pelayanan neonatal.
Sedangkan dua cakupan lainnya yaitu :
1. Cakupan kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi
Tujuan penyelenggaraan surveilans gizi adalah membantu pengelolaan
program pangan dan gizi di tingkat kabupaten dan kota melalui
penyediaan informasi yang cepat dan akurat. Kegiatan surveilans meliputi
pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan
data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan khususnya indikator
yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat.
Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai
tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh, dapat berupa
tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang
serta perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten
Pelaporan secara online melalui website sigizi adalah bentuk fasilitas
yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan
dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal
penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan.
2. Cakupan penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana
Dalam rangka mengantisipasi kejadian luar biasa yang berdampak pada
status gizi dan kesehatan masyarakat, Direktorat Bina Gizi setiap tahun
menyediakan MP-ASI buffer stock dalam bentuk biskuit.
MP_ASI buffer stock khususnya diberikan pada balita umur 6-24 bulan
yang terkena bencana (situasi darurat) dan situasi khusus (daerah-daerah
rawan gizi) dalam rangka mencegah terjadinya gizi kurang/buruk.
Untuk laporan bulanan, berisi 3 indikator cakupan program yaitu terdiri
dari cakupan perawatan balita gizi buruk, cakupan pemantauan
pertumbuhan (D/S) dan cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil.
2.1.2 Tujuan Sistem Informasi Gizi
Terdapat beberapa tujuan dari sistem informasi gizi (Kemenkes, 2011), yaitu:
1. Menjalin kesinambungan informasi dan pelaporan tentang pelaksanaan
kinerja pembinaan gizi masyarakat antara daerah dan pusat.
2. Menyediakan informasi dan pelaporan hasil pelaksanaan kinerja
pembinaan gizi masyarakat bagi para pengambil keputusan secara cepat
3. Menyediakan data dan informasi kinerja pembinaan gizi secara berkala,
bulanan maupun tahunan yang dapat dijadikan acuan untuk pemantauan
dan evaluasi berkala serta tindak lanjutnya.
4. Meningkatkan kinerja pelaksana dan penanggungjawab pengelola
program gizi di daerah melalui perbandingan gambaran informasi antar
wilayah propinsi maupun kabupaten/kota.
2.1.3 Komponen Sistem Informasi Gizi (Kemenkes, 2012) 1. Input
a. Data
Data yang dikumpulkan yaitu berupa laporan pembinaan gizi
masyarakat Dinas Kabupaten/Kota yang berasal dari puskesmas dimana
data tersebut pelaporannya bersifat rutin dalam periode bulanan
maupun semesteran yang terdiri dari data cakupan penimbangan
posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan
pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul
vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium. Data yang
dikumpulkan sesuai dengan formulir pengisian yang terdiri dari
formulir 1 (F1) dan formulir 6 (F6) yang berasal dari puskesmas
kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Tenaga Pelaksana
Tenaga pelaksana sistem informasi gizi yang ada di tingkat daerah
perbaikan gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang telah terlatih
dalam melakukan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui
website sistem informasi gizi.
c. Dana
Anggaran dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi
masyarakat melalui website sistem informasi gizi tedapat dalam
anggaran kegiatan suveilans yang berasal dari tingkat pusat berupa dana
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan Dekon.
Sedangkan untuk dana yang berasal dari daerah sendiri yaitu berupa
APBD dalam pemenuhan sarana penunjang dalam pelaksanaan
pelaporan melalui sistem informasi gizi.
d. Sarana
Sarana yang terkait dalam pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat
melalui website sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yaitu diantaranya berupa juknis panduan operasional
sistem pelaporan gizi, juknis surveilans gizi dan formulir pelaporan.
Selain itu adanya perangkat pendukung sistem informasi gizi
diantaranya komputer dan perangkat komunikasi lainnya seperti jaringan
internet.
2. Proses
a. Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang dilakukan di tingkat dinas kesehatan
seluruh puskesmas yang berada di wilayah kerja dinas kesehatan
kabupaten/kota tersebut. Data yang berasal dari puskesmas yaitu berupa
laporan dalam bentuk formulir isian data bulanan (F1) sistem informasi
gizi berbasis jaringan. Pengumpulan F1 dari puskesmas dilakukan tiap
bulan, setiap tanggal 5-10 laporan sudah diberikan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota yang bersangkutan.
b. Pengolahan dan Analisis Data
Data indikator pembinaan gizi berasal dari puskesmas, dimana data
tersebut berisi kinerja pembinaan gizi berdasarkan formulir 1 dan
formulir 6 kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dari Dinas Kabupaten/Kota melaporkan melalui
sistem informasi gizi sebagai kegiatan pelaporan kepada tingkat pusat.
Data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber data yang ada
kemudian dilakukan pengolahan dan penyajian untuk memudahkan
dalam proses analisis dan interpretasi data. Data yang telah diolah
disajikan ke dalam bentuk tabel yang tampil pada halaman website
sistem informasi gizi.
Dalam hal ini kegiatan analisis data dilakukan dengan membandingkan
antara target cakupan program dengan standar yang telah ditetapkan,
misalnya cakupan program suplementasi vitamin A yang ditargetkan
3. Output
a. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat
Laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yaitu data cakupan
indikator pembinaan gizi masyarakat bulanan yang disajikan dalam
bentuk tabel. Indikator pembinaan gizi berupa: cakupan balita gizi
buruk ditangani/dirawat, cakupan balita ditimbang berat badannya
(D/S), cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, data cakupan
konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A,
dan data cakupan ASI eksklusif.
Penilaian output dari sistem informasi gizi dapat dilihat berdasarkan
dari kelengkapan, ketepatan waktu, aksessibilitas dan keakuratan
data.
a) Kelengkapan data yaitu data yang ada tersedia sesuai dengan
kebutuhan dan standar yang ada pada petunjuk teknis surveilans
gizi. Data yang diperlukan untuk pemantauan status gizi dan
kinerja pembinaan gizi masyarakat adalah data data cakupan
penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita
gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil,
cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi
garam beriodium.
b) Ketepatan waktu yaitu data yang ada tersedia tepat pada
waktunya. Untuk data sistem informasi gizi ini terbagi menjadi
berguna untuk mengetahui kinerja pembinaan gizi masyarakat
yang telah dilaksanakan. Data bulanan terdiri dari data data
cakupan penimbangan posyandu, kasus balita gizi buruk, dan
cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil dimana untuk
tingkat puskesmas pelaporannya ke tingkat dinas kesehatan
kabupaten/kota dilakukan setiap tanggal 10, untuk tingkat dinas
kesehatan ke pusat dilaporkan pada pertengahan bulan.
Sedangkan untuk data semesteran terdiri dari cakupan ASI
eksklusif, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan
konsumsi garam beriodium.
c) Aksessibilitas yaitu kemampuan untuk mengakses website
sistem informasi gizi dalam memperoleh informasi mengenai
cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat. Informasi yang
diperoleh melalui website sistem informasi gizi seharusnya
dapat diperoleh lebih mudah dan cepat serta dapat dilihat oleh
seluruh masyarakat.
d) Keakuratan data yaitu data yang dihasilkan merupakan hasil dari
pengukuran yang sesuai dengan definisi operasional yang telah
2.2Surveilans gizi (Kemenkes, 2012) 2.2.1 Pengertian Surveilans Gizi
Surveilans gizi yaitu suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi
informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang
indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat (Kemenkes,
2012).
2.2.2 Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi
1 Tersedianya data yang akurat dan tepat waktu
2 Ada proses analisis atau kajian data
3 Tersedianya informasi yang sistematis dan terus-menerus
4 Ada proses penyebarluasan informasi, umpan balik dan pelaporan
5 Ada tindak lanjut sebagai respon perkembangan informasi
2.2.3 Manfaat Surveilans Gizi
Kegiatan surveilans gizi bermanfaat untuk memberikan informasi pencapaian
kinerja dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka
pendek dan menengah serta perumusan kebijakan, baik di kabupaten/kota,
provinsi dan pusat. Selain itu kegiatan surveilans gizi juga bermanfaat untuk
mengevaluasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat.
2.2.4 Tujuan Surveilans Gizi
Terselenggaranya kegiatan surveilans gizi untuk memberikan gambaran
perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator
khusus lain yang diperlukan secara cepat, akurat, teratu dan berkelanjutan
dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek
dan menengah serta perumusan kebijakan.
2) Tujuan Khusus Surveilans Gizi
a. Tersedianya informasi secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan
mengenai perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi:
1) Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan;
2) Persentase balita yang ditimbang berat badannya;
3) Persentase bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif;
4) Persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium;
5) Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A;
6) Persentase ibu hamil mendapat 90 tablet Fe;
7) Persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi;
8) Persentase penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana.
b. Tersedianya informasi indikator gizi lainnya secara berkala jika
diperlukan, seperti:
1) Prevalensi balita gizi kurang berdasarkan antropometri;
2) Prevalensi status gizi anak usia sekolah, remaja dan dewasa;
3) Prevalensi risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia
4) Prevalensi anemia gizi besi dan Gangguan Akibat Kurang Iodium
(GAKI), Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah gizi mikro lainnya;
5) Tingkat konsumsi zat gizi makro (energi dan protein) dan mikro
(defisiensi zat besi, defisiensi iodium);
6) Data pendistribusian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI)
dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT);
7) Data terkait lainnya yang diperlukan.
2.2.5 Ruang Lingkup Surveilans Gizi
Ruang lingkup surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan data dari
laporan rutin atau survei khusus, pengolahan dan diseminasi hasilnya yang
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau tindakan cepat,
perumusan kebijakan, perencanaan kegiatan dan evaluasi hasil kegiatan.
Dalam petunjuk pelaksanaan ini ruang lingkup kegiatan surveilans gizi
mencakup pencapaian indikator kinerja kegiatan pembinaan gizi masyarakat
dan data terkait lainnya di seluruh kabupaten/kota dan provinsi.
2.2.6 Kegiatan Surveilans Gizi
Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan
data, penyajian serta diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan.
Informasi dari surveilans gizi dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan
jangka pendek, menengah maupun jangka panjang serta untuk perumusan
kebijakan, seperti pada gambar di bawah ini
Gambar 2.1. Kegiatan Surveilans Gizi
Sumber: Jahari, Abas Basuni. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), 2006 dalam Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi (Kemenkes, 2012)
Penjelasan kegiatan surveilans yang tercantum dalam gambar tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dari
berbagai kegiatan surveilans gizi sebagi sumber informasi, yaitu:
a. Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan
pelaporan kasus gizi buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil,
pendistribusian kapsul vitamin A balita, dan pemberian ASI
b. Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan,
seperti konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan
PMT, pemantauan status gizi anak dan ibu hamil dan Wanita Usia
Subur (WUS) risiko Kurang Energi Kronis (KEK) atau studi yang
berkaitan dengan masalah gizi lainnya.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak
melapor atau melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan
atau tidak akurat maka petugas Dinkes Kabupaten/Kota perlu
melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data. Kegiatan ini
dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service (SMS) atau
kunjungan langsung ke puskesmas.
2. Pengolahan Data dan Penyajian Informasi
Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik,
yang disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan peta, atau bentuk
penyajian informasi lainnya
3. Diseminasi Informasi
Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi
surveilans gizi kepada pemangku kepentingan. Kegiatan diseminasi
informasi dapat dilakukan dalam bentuk pemberian umpan balik,
sosialisasi atau advokasi. Umpan balik merupakan respon tertulis
mengenai informasi surveilans gizi yang dikirimkan kepada pemangku
kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan lintas program
gizi dalam forum koordinasi atau forum-forum lainnya sedangkan
advokasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dengan harapan
memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan.
4. Pemanfaatan Hasil Surveilans Gizi
Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai
tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh. Tindak
lanjut atau respon dapat berupa tindakan segera, perencanaan jangka
pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan pembinaan
gizi masyarakat baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Contoh
tindak lanjut atau respon yang perlu dilakukan terhadap pencapaian
indikator adalah sebagai berikut:
1. Jika hasil analisis menunjukkan peningkatan kasus gizi buruk, respon
yang perlu dilakukan adalah:
a. Melakukan konfirmasi laporan kasus gizi buruk
b. Menyiapkan Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit untuk
pelaksanaan tatalaksana gizi buruk.
c. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit
dalam melakukan surveilans gizi.
d. Memberikan PMT pemulihan untuk balita gizi buruk rawat jalan
dan paska rawat inap.
e. Melakukan pemantauan kasus yang lebih intensif pada daerah
f. Melakukan penyelidikan kasus bersama dengan lintas program dan
lintas sektor terkait.
2. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan
rendah, respon yang dilakukan adalah:
a. Meningkatkan promosi dan advokasi tentang Peningkatan
Pemberian Air Susu Ibu (PP ASI).
b. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit
dalam melakukan konseling ASI.
c. Membina puskesmas untuk memberdayakan konselor dan
motivator ASI yang telah dilatih.
3. Jika hasil analisis menunjukan masih banyak ditemukan rumah
tangga yang belum mengonsumsi garam beriodium, respon yang
dilakukan adalah:
a. Melakukan koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten/Kota untuk melakukan operasi pasar
garam beriodium.
b. Melakukan promosi/kampanye peningkatan penggunaan garam
beriodium.
4. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan distribusi vitamin A rendah
maka respon yang harus dilakukan adalah:
a. Bila ketersediaan kapsul vitamin A di puskesmas tidak mencukupi
b. Bila kapsul vitamin A masih tersedia, maka perlu meminta
Puskesmas untuk melakukan sweeping.
c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah.
5. Jika hasil analisis menunjukan cakupan distribusi TTD (Fe3) rendah,
respon yang dilakukan adalah meminta Puskesmas agar lebih aktif
mendistribusikan TTD pada ibu hamil, dengan beberapa alternatif:
a. Bila ketersediaan TTD di puskesmas dan bidan di desa tidak
mencukupi maka perlu mengirim TTD ke puskesmas.
b. Bila TTD masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk
melakukan peningkatan integrasi dengan program KIA khususnya
kegiatan Ante Natal Care (ANC).
c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah.
6. Jika hasil analisis menunjukan D/S rendah dan atau cenderung
menurun, respon yang perlu dilakukan adalah pembinaan kepada
puskesmas untuk:
a. Melakukan koordinasi dengan Camat dan PKK tingkat kecamatan
untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu.
b. Memanfaatkan kegiatan pada forum-forum yang ada di desa, yang
bertujuan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu.
c. Melakukan promosi tentang manfaat kegiatan di posyandu.
2.2.7 Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat (Kemenkes, 2012)
Untuk memperoleh informasi pencapaian kinerja pembinaan gizi
masyarakat secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan, perlu
dilaksanakan kegiatan surveilans gizi di seluruh wilayah provinsi dan
kabupaten/kota. Pelaksananan surveilans gizi akan memberikan indikasi
perubahan pencapaian indikator kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Berikut
ini merupakan definisi operasional indikator kinerja pembinaan gizi
masyarakat:
A. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
Kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita gizi
buruk yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan
kesehatan dan masyarakat.
Rumus :
B. Balita Yang Ditimbang Berat Badannya
Persentase balita yang ditimbang berat badannya (% D/S Balita) adalah
jumlah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi balita yang berasal dari
seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu dikali 100%.
C. Bayi 0-6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif
Persentase bayi umur 0–6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah jumlah
bayi 0–6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral, berdasarkan recall 24 jam dibagi
jumlah seluruh bayi umur 0 – 6 bulan yang datang dan tercatat dalam register pencatatan/KMS di wilayah tertentu dikali 100%.
Rumus:
D. Rumah Tangga Mengonsumsi Garam Beriodium
Persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah
jumlah desa/kelurahan dengan garam baik dibagi jumlah seluruh
desa/kelurahan yang diperiksa di satu wilayah tertentu dikali 100%.
E. Balita 6-59 Bulan Mendapat Kapsul Vitamin A
Persentase balita mendapat kapsul vitamin A adalah jumlah bayi 6-11
bulan ditambah jumlah balita 12-59 bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul
vitamin A pada periode 6 (enam) bulan dibagi jumlah seluruh balita 6-59
bulan yang ada di satu wilayah kabupaten/kota dalam periode 6 (enam)
bulan yang didistribusikan setiap Februari dan Agustus dikali 100%
Rumus:
F. Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Tambah Darah (TTD) atau Tablet Fe
Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah jumlah ibu
hamil yang mendapat 90 TTD atau tablet Fe dibagi jumlah seluruh ibu
hamil yang ada di satu wilayah tertentu dikali 100%.
Perhitungan dengan rumus di atas dilakukan untuk menghitung
cakupan dalam satu tahun
2.2.8 Hubungan Surveilans gizi dan Sistem Informasi Gizi
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan dijelaskan bahwa surveilans merupakan
subsistem dari Sistem Informasi Kesehatan Nasional. Surveilans mempunyai
fungsi strategis sebagai intelijen penyakit dan masalah-masalah kesehatan
yang mampu berkontribusi dalam penyediaan data dan informasi untuk
mewujudkan Indonesia Sehat dalam rangka ketahanan nasional.
Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran
informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan
(WHO, 2004). Komponen kunci dalam sistem informasi kesehatan adalah
surveilans dimana surveilans memiliki fokus utama untuk menemukan
masalah dan menyediakan tindakan yang berbasis waktu. Adanya kebutuhan
dalam informasi dan tindakan yang tepat waktu memaksakan adanya
persyaratan tambahan pada sistem informasi kesehatan (WHO, 2008).
2.3Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang
operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu
organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan
laporan-laporan yang diperlukan (Sutabri, 2005).
Sistem informasi kesehatan adalah suatu tatanan yang proses pengalihbentukan
data menjadi informasi menghasilkan informasi kesehatan bagi keperluan
pengambilan keputusan sehingga dapat dilakukan berbagai bentuk tindakan
pembangunan kesehatan. Informasi yang dihasilkan bagi pembangunan kesehatan
meliputi juga untuk keperluan pelayanan kesehatan (Siregar, 1992).
Menurut WHO (2000) sistem informasi kesehatan mengintegrasikan
pengumpulan data, pengolahan, pelaporan, dan penggunaan informasi yang
diperlukan untuk meningkatkan manajemen layanan kesehatan yang efektif dan
efisien di semua tingkat pelayanan kesehatan.
2.3.1 Tujuan Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan bertujuan memberikan informasi yang
akurat, tepat waktu dan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan untuk
(Depkes, 2007) :
1. pengambilan keputusan diseluruh tingkat administrasi dalam rangka
perencanaan, penggerakkan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan
penilaian
2. mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui isyarat dini dan upaya
3. meningkatkan peran masyarakat dan meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk menolong dirinya sendiri
4. meningkatkan penggunaan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang kesehatan
2.3.2 Assessment terhadap Determinan Teknis Sistem Informasi Kesehatan Upaya pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) harus dimulai
dengan kegiatan penilaian secara menyeluruh kondisi sistem kesehatan yang
ada serta kebutuhan terhadap pengembangan ke depan. Assessment tersebut
akan determinan teknis SIK yang meliputi (Depkes, 2007) :
1. input data : yang mencakup keakuratan dan kelengkapan pencatatan dan
pengumpulan data
2. analisis, pengiriman dan pelaporan data : meliputi efisiensi, kelengkapan
dan mutunya di semua tingkatan
3. penggunaan informasi : meliputi pengambilan keputusan dan tindakan
yang diambil berkaitan dengan kebijakan di tingkat unit pelayanan
perorangan/masyarakat, program maupun pengambil kebijakan tingkat
tinggi
4. sumber daya sistem informasi : meliputi ketersediaan, kecukupan dan
penggunaan sumber daya esensial, anggaran, staff yang terdidik dan
terampil, fasilitas untuk penyimpanan data, peralatan untuk komunikasi
data, penyimpanan, analisis, dan penyiapan dokumen
2.3.3 Identifikasi Kebutuhan Informasi
Terdapat tahapan dalam mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan
yaitu sebagai berikut (WHO,2000) :
1. Melakukan analisis fungsional pada setiap tingkat manajemen sistem
pelayanan kesehatan yaitu mendefinisikan kebutuhan informasi dimulai
dengan analisis fungsi dari tingkat manajemen yang berbeda dari sistem
kesehatan. Analisis fungsional ini harus fokus pada prioritas masalah
kesehatan, strategi dan tujuan nasional, pelayanan dasar dan
manajemen, sumber daya kesehatan untuk melaksanakan pelayanan,
dan proses manajemen yang dibutuhkan untuk merencanakan,
memantau, dan mengendalikan layanan dan sumber daya baik yang
meliputi perawatan individu maupun pusat kesehatan masyarakat.
2. Identifikasi informasi yang dibutuhkan dan pilih indikator yang layak.
Setelah prioritas pelayanan dan sumber daya diketahui dapat
memungkinkan untuk mengidentifikasi informasi yang relevan untuk
memonitor fungsi dari sistem. Informasi yang dibutuhkan menjadi
dasar dalam penentuan indikator. Dalam pemilihan indikator dilakukan
dengan melihat validitas, spesifisitas dan sensitivitasnya; sumber daya
yang dibutuhkan untuk pengumpulan data; dan keputusan yang
dihasilkan dari indikator tersebut relevan.
Informasi yang dibutuhkan pada tiap tingkatan manajemen kesehatan (tingkat
pusat, provinsi dan kabupaten/kota) memiliki manfaat yang bervariasi. Pada
strategi. Pada tingkat regional atau provinsi, kebutuhan informasi diarahkan
untuk mendukung dalam perencanaan jangka menengah. Sedangkan pada
tingkat daerah atau kabupaten/kota informasi dibutuhkan untuk kebutuhan
operasional dalam mengukur fungsi sistem kesehatan kabupaten/kota.
2.4 Health Metrics Network/ HMN (WHO, 2008)
HMN menggunakan kekuatan dari sebuah jaringan global untuk
mengkoordinasi dan penyelarasan dari mitra di seluruh kerangka yang harmonis
untuk mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan negara. Bagian
dari kerangka HMN ini menggambarkan enam komponen sistem informasi
kesehatan dan standar yang dibutuhkan untuk masing-masing sistem informasi
kesehatan. Terdapat nilai yang jelas dalam mendefinisikan apa itu sistem informasi
kesehatan dan bagaimana komponennya saling terkait satu sama lain untuk
menghasilkan informasi yang lebih baik untuk keputusan yang lebih baik dan
kesehatan yang lebih baik.
Selain enam komponen, sistem informasi kesehatan dapat dibagi lagi menjadi
input, proses, dan output. Input mengacu pada sumber daya, proses mengacu tentang
bagaimana indikator dan sumber data yang dipilih dan data yang dikumpulkan dan
dikelola, sedangkan output menjelaskan mengenai penyebaran, produksi dan
penggunaan informasi yang dihasilkan.
Enam komponen dari sistem informasi kesehatan serta penilaian komponen
tersebut adalah sebagai berikut:
Terdiri dari peraturan legistatif dan kerangka kerja perencanaan yang
diperlukan untuk memastikan informasi kesehatan yang berfungsi penuh, dan
sumber daya yang merupakan prasyarat untuk suatu sistem untuk menjadi
fungsional.
Sumber daya juga melibatkan personil, pembiayaan, dukungan logistik,
informasi dan teknologi komunikasi (ICT) serta mekanisme koordinasi di dalam
dan antar enam komponen.
a.) Kebijakan dan Koordinasi
Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan tergantung
bagaimana lembaga-lembaga dan unit fungsi dan berinteraksi. Hukum dan
peraturan dalam kesehatan sangat penting karena mereka memungkinkan
mekanisme untuk ditetapkan untuk memastikan ketersediaan data. Adanya
kerangka hukum dan kebijakan yang konsisten dengan standar internasional,
dapat menentukan parameter etis untuk pengumpulan data, dan penyebaran
informasi dan menggunakan. Kerangka kebijakan kesehatan informasi harus
mengidentifikasi pelaku utama dan koordinasi mekanisme, memastikan link
Tabel 2.1–Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Kebijakan dan Koordinasi
Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi
kurang
1 Dinas Kesehatan Kabupaten memiliki regulasi yang up-to-data berisi kerangka kerja untuk sistem informasi
2 Ada kegiatan rutin untuk pemantauan kinerja sistem
3 Terdapat kebijakan resmi untuk melakukan pertemuan di tingkat daerah dan kecamatan untuk meninjau
Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)
b.) Dana dan Tenaga Pelaksana
Perbaikan sistem informasi kesehatan Nasional tidak dapat dicapai kecuali
perhatian diberikan kepada pelatihan, penyebaran, remunerasi dan karir
pengembangan sumber daya manusia di semua tingkat. Pada tingkat nasional,
terampil epidemiologi, statistik dan ahli kependudukan yang diperlukan
untuk mengawasi kualitas data dan standar untuk koleksi, dan untuk
memastikan sesuai analisis dan penggunaan informasi. Pada tingkat perifer,
staf informasi kesehatan harus bertanggung jawab untuk pengumpulan data,
Tabel 2.2– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana dan Tenaga Pelaksana
Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi
kurang
2 Aktivitas kapasitasi tenaga telah terjadi selama setahun untuk staf fasilitas kesehatan
3 Ada anggaran tertentu dalam anggaran nasional untuk berbagai sektor untuk memberikan secara memadai untuk berfungsi nya untuk semua sumber data yang relevan dalam pelayanan kesehatan
c.) Sarana
Kebutuhan infrastruktur nasional seperti pensil dan kertas, web-terhubung,
ICT. Pada tingkat paling dasar pencatatan, ada kebutuhan untuk menyimpan,
file dan mengambil catatan. Namun, ICT memiliki potensi untuk
meningkatkan ketersediaan, penyebaran dan penggunaan data yang
berhubungan dengan kesehatan. Sementara teknologi informasi dapat
meningkatkan jumlah dan kualitas data yang dikumpulkan, teknologi
komunikasi dapat meningkatkan ketepatan waktu, analisis dan penggunaan
informasi.
Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana
Item Sangat
Memadai
Memadai Ada tetapi kurang memadai
Tidak adekuat sama sekali
3 2 1 0
1 Formulir, kertas, pensil dan
2 Formulir, kertas, pensil dan
Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana (lanjutan)
Item Sangat
Memadai
Memadai Ada tetapi
kurang memadai
2. Indikator
Satu set inti dari indikator dan sasaran yang terkait untuk tiga domain
informasi kesehatan berupa determinan kesehatan, sistem kesehatan, dan status
kesehatan adalah dasar untuk rencana dan strategi sistem informasi kesehatan.
Indikator harus mencakup faktor-faktor penentu kesehatan, input sistem
kesehatan, keluaran dan hasil, dan status kesehatan. Indikator kesehatan harus
valid, dapat dipercaya, spesifik, sensitive dan layak/terjangkau dalam
pengukuran. Selain itu juga harus relevan dan berguna untuk pengambilan
keputusan di tingkat pengumpulan data, atau dimana kebutuhan yang jelas ada
untuk data di tingkat yang lebih tinggi.
Indikator sangat penting untuk memperkuat sistem informasi kesehatan dan
dapat dipandang sebagai tulang punggung dari sistem, menyediakan paket
informasi minimum yang diperlukan untuk mendukung fungsi sistem kesehatan.
Data diperlukan untuk berbagai kebutuhan, termasuk informasi untuk
meningkatkan penyediaan layanan kepada klien individu, statistik untuk
perencanaan dan pengelolaan Layanan Kesehatan, dan pengukuran untuk
Tabel 2.4 Penilaian Indikator Sistem Informasi Kesehatan Nasional
Item Sangat
Memadai
Memadai Ada tetapi
kurang memadai
2 Indikator yang untuk mengukur kesehatan 3 Pelaporan indikator
terjadi secara teratur
Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)
3. Sumber data
Sumber data dibagi menjadi dua kategori utama yaitu data berbasis
populasi (sensus, pencatatan sipil, dan survey populasi) dan data berbasis
lembaga (catatan individu, catatan layanan dan catatan sumber daya). Satu set
dasar standar untuk setiap sumber dan elemen strategis dalam mencapai standar
ini yaitu data sistem informasi kesehatan biasanya dihasilkan baik secara
itu untuk data yang berbasis lembaga menghasilkan data sebagai akibat dari
administrasi dan kegiatan operasional.
Kegiatan ini tidak terbatas pada sektor kesehatan, termasuk pula catatan
polisi (seperti laporan kecelakaan atau kematian kekerasan), pekerjaan laporan
(seperti workrelated cedera), dan makanan dan catatan pertanian (seperti tingkat
produksi pangan dan distribusi). Perlu dicatat bahwa sejumlah pendekatan
pengumpulan data dan sumber lainnya ada yang tidak cocok dengan salah satu
kategori diatas, tetapi dapat memberikan informasi penting yang mungkin tidak
tersedia di tempat lain. Dalam hal ini termasuk survey kesehatan, penelitian, dan
informasi yang dihasilkan oleh organisasi berbasis masyarakat.
Sistem informasi kesehatan Nasional harus menggambarkan seperangkat
sumber data. Dalam banyak kasus, pengukuran indikator yang sama dengan data
dari berbagai sumber dapat berkontribusi untuk informasi berkualitas lebih baik
sambil mempertahankan efisiensi. Dalam kasus lain, itu lebih efisien untuk
menghindari duplikasi. Pilihan optimal akan tergantung pada berbagai faktor
termasuk epidemiologi, karakteristik tertentu dari instrumen pengukuran, biaya
dan kapasitas pertimbangan, dan kebutuhan program.
Pemilihan sumber data juga harus didasarkan pada penilaian kelayakan,
periodisitas, efektivitas biaya dan keberlanjutan. Periodisitas pengukuran
tergantung pada kemungkinan kecepatan perubahan indikator dan biaya.
Menentukan item mana informasi yang paling tepat dihasilkan melalui kesehatan
rutin informasi sistem (dan yang memerlukan survei khusus), harus menjadi
Tabel 2.5 – Penilaian Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional
1 Terdapat surveilans yang representatif dalam mengukur persentase penduduk yang relevan mengenai pelayanan kesehatan ibu dan anak (misalnya, keluarga rencana tahunan untuk mengkoordinasikan waktu, variabel yang diukur yang mengukur indikator kesehatan
Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)
4. Manajemen data
Manajemen data adalah satu set prosedur untuk pengumpulan,
Penyimpanan, jaminan kualitas dan aliran, pengolahan dan analisis data.
Negara-negara harus memiliki penyimpan data (sebaiknya elektronik) terpusat yang