• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Sistem Informasi Gizi Di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Sistem Informasi Gizi Di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

SKRIPSI

OLEH :

Anindyajati Tyas Nareshwarie NIM: 108101000037

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

ii Skripsi, Mei 2013

Anindyajati Tyas Nareshwarie, NIM: 108101000037

Gambaran Sistem Informasi Gizi Di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013

xix + 130 halaman, 24 tabel, 4 bagan, 1 grafik, 3 gambar, 8 lampiran.

ABSTRAK

Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menunjukkan angka rata-rata nasional gizi kurang dan buruk sebesar 18,4% pada tahun 2007, (Kemenkes, 2007) dan sebesar 17,9% pada tahun 2010 (Kemenkes,2010). Pemerintah diharuskan membuat program khusus untuk menanggulangi kasus kurang gizi. Dalam menanggulangi permasalahan gizi masyarakat yang ada, Pemerintah memerlukan informasi yang tepat yaitu melalui sistem informasi gizi. Namun, saat ini persentase pelaporan informasi gizi melalui sistem informasi gizi masih dibawah target. Persentase pelaporan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sebesar 13,08% yang seharusnya dapat mencapai 100%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan instrument Health Metrics Network (WHO, 2008) yaitu dengan melakukan skoring terhadap komponen sistem informasi gizi di Suku Dinas kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa beberapa komponen sistem informasi gizi masih belum memadai terutama dalam hal sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi serta diseminasi dan penggunaan informasi. Komponen yang sudah memadai hanya indikator. Masalah yang dihadapi antara lain tidak tersedianya kebijakan berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi, penyebaran sarana berupa ICT yang belum merata atau koneksi internet di Puskesmas, kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan di posyandu, masih adanya keterlambatan dalam pelaporan, dan indikator yang belum konsisten dan format pelaporan yang berubah-ubah sehingga belum user-friendly bagi tenaga pelaksana. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan, kepastian indikator yang harus dilaporkan melalui sistem informasi gizi serta perlu ditambahkan kegiatan sosialisasi mengenai pentingnya kegiatan posyandu agar pelaksanaan sistem informasi gizi menjadi lebih baik. Selain itu, informasi yang dibutuhkan dapat dijadikan acuan untuk melakukan intervensi peningkatan kualitas gizi masyarakat baik di tingkat daerah maupun nasional.

(4)

iii Skripsi, May 2013

Anindyajati Tyas Nareshwarie, NIM: 108101000037

Description of Nutrition Information System in Health Sub-department South Jakarta Administration 2013

xix+ 130 page, 24 table, 4 draw, 1 graph, 3 picture, 8 attachment.

ABSTRACT

Riskesdas data showed the average number of national malnutrition about 18,4% in 2007 (Kemenkes, 2007) and 17,9% in 2010 (Kemenkes,2010). The Government was required to make special program to handle some cases malnutrition. In overcoming the nutritional problem, the Government requires the right information through a system that nutritional information. However, for this moment the percentage of nutritional information report by the nutritional information system is still missing the target. Health Sub-department South Jakarta Administration’s percentage report is about 13,08% where it should reach 100%.

This study aims to describe the implementation and the problems experienced in the implementation of nutrition information system in Health Sub-department South Jakarta Administration in 2013. The research method used is a qualitative method based on approximation theory Health Metrics Network (HMN) is to do the scoring of the components of nutrition information system in Health Sub-department South Jakarta Administration.

From the research, there are several not adequate components of the nutrition information system especially in terms of resources, data sources, data management, information product and information dissemination and use of information. Components that are already adequate only indicator. Problems encountered include the unavailability of the policy containing the framework for nutrition information system, deployment of ICT facilities or internet connection in Puskesmas such as uneven, lack of community participation to follow the Posyandu activities, there is still a delay in reporting, and inconsistencies of indicators and the reporting format is fickle cause yet user-friendly for implementer. Therefore, policies are needed, the consistency of indicators that should be reported through the nutrition information system and need addition for socialization activities about the importance of Posyandu’s activities for better implementation of nutrition information system. Furthermore, the information needed can be used as reference to intervene in improving the quality of public nutrition both at the regional and national levels.

(5)
(6)
(7)

vi Data Diri

Nama lengkap : Anindyajati Tyas Nareshwarie

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Mei 1990

Alamat : Taman Asri Jalan Gaga 1A Blok E12 No. 7B

Larangan - Tangerang

Telepon : 0813-18722945

021-7316280

Email : nareshwarie@gmail.com

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

Status pernikahan : Belum menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Riwayat pendidikan

1996 – 2002 : SD Negeri Larangan 01, Ciledug.

2002 – 2005 : SMP Islam Al-Azhar 03, Bintaro.

2005 – 2008 : SMA Islam Al-Azhar 03 Pusat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

(8)

vii

- Paduan suara SMP Islam Al-Azhar 03 Bintaro.

- Tari saman SMA Islam Al-Azhar 03 Pusat Jakarta.

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Saya yang bersangkutan,

(9)

viii Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Berkat dan Rahmat-Nya

yang telah diberikan kepada penulis, berupa nikmat kesehatan dan kemudahan dalam

menjalankan segala urusan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat

beserta salam tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga, sahabat dan pengikut mereka dalam kebajikan

hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari mahasiswa dalam

memenuhi kewajibannya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana

kesehatan masyarakat. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Dr. Amarno. Y. Wiyono dan Ibu Primastuti Laksitarini, Orang tua penulis

atas kasih sayang yang tidak terhingga yang telah mendidik dan membesarkan

penulis hingga saat ini, mengajarkan begitu banyak hal kepada penulis tentang arti

syukur, cinta dan pengorbanan.

2. Prof.Dr.dr.H.M.K.Tadjudin,Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Febrianti, M.si. Selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

(10)

ix

ilmu pengetahuan dalam penyusunan laporan skripsi ini.

5. Staff gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, Puskesmas

Jagakarsa, dan Puskesmas Tebet serta kader dari Puskesmas Jagakarsa dan Tebet

sebagai informan dalam penelitian ini.

6. Eyang, kakak, dan keluarga, untuk semangat dan motivasinya supaya aku dapat

menyelesaikan skripsi ini dan memberikan yang terbaik bagi keluarga.

7. Sahabat dan orang-orang terdekat penulis, yang selalu menyemangati dan

mendoakan untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman Kesehatan Masyarakat ‘08 (Stoopelth) yang senantiasa menyemangati penulis selama penyusunan skripsi.

9. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta, Juni 2013

(11)

x

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan ... 6

1.4.1 Tujuan Umum ... 6

1.4.2 Tujuan Khusus ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan ... 7

1.5.2 Bagi Suku Dinas Kesehatan ... 7

1.5.3 Bagi Peneliti Lain ... 8

1.5.4 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 8

1.6 Ruang Lingkup ... 8

(12)

xi

2.1.2Tujuan Sistem Informasi Gizi ... 12

2.1.3Komponen Sistem Informasi Gizi ... 13

2.2 Surveilans Gizi ... 18

2.2.1Pengertian Surveilans Gizi ... 18

2.2.2Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi ... 18

2.2.3Manfaat Surveilans Gizi ... 18

2.2.4Tujuan Surveilans Gizi ... 18

2.2.5Ruang Lingkup Surveilans Gizi ... 20

2.2.6Kegiatan Surveilans Gizi ... 20

2.2.7Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat ... 26

2.2.8Hubungan Surveilans gizi dan Sistem Informasi Gizi ... 29

2.3 Sistem Informasi Kesehatan... 29

2.3.1Tujuan Sistem Informasi Kesehatan ... 30

2.3.2Assessment terhadap Determinan Teknis Sistem Informasi Kesehatan ... 31

2.3.3Identifikasi Kebutuhan Informasi ... 32

2.4 Health Metrics Network/ HMN... 33

2.5 Kerangka Teori ... 52

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ... 54

3.1 Kerangka Pikir ... 54

3.2 Definisi Istilah ... 56

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 59

4.1 Metode Penelitian ... 59

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59

4.3 Informan Penelitian ... 59

4.4 Instrumen Penelitian ... 60

4.5 Sumber Data ... 61

(13)

xii

4.9 Penyajian Data ... 65

4.10 Analisis Data ... 65

BAB V HASIL ... 66

5.1 Gambaran Umum Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan... 66

5.1.1Visi dan Misi ... 66

5.1.2Keadaan Umum Wilayah ... 67

5.1.3Kependudukan ... 69

5.1.4Struktur Organisasi ... 69

5.1.5Gambaran Umum Seksi Kesehatan Masyarakat Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 71

5.2 Gambaran Umum Informan Penelitian ... 72

5.3 Ruang lingkup Sistem informasi Gizi ... 73

5.4 Hasil penelitian ... 76

5.4.1Gambaran Sumber Daya Sistem Informasi Gizi ... 76

5.4.2Gambaran Indikator Sistem Informasi Gizi ... 84

5.4.3Gambaran Sumber Data Sistem Informasi Gizi ... 86

5.4.4Gambaran Manajemen Data Sistem Informasi Gizi ... 90

5.4.5Gambaran Produk Sistem Informasi Gizi ... 94

5.4.6Gambaran Diseminasi dan Penggunaan Informasi ... 99

5.4.7Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 103

BAB VI PEMBAHASAN ... 106

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 106

6.2 Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi ... 106

6.3 Sumber Daya Sistem Informasi Gizi ... 107

6.4 Indikator Sistem Informasi Gizi ... 110

6.5 Sumber Data Sistem Informasi Gizi ... 112

(14)

xiii

6.9 Sistem Informasi Gizi Berdasarkan Skoring HMN ... 119

6.10 Masalah dan Alternatif Solusi Sistem Informasi Gizi ... 122

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 125

7.1 Simpulan ... 125

7.2 Saran ... 127

7.2.1Bagi Kementerian Kesehatan ... 127

7.2.2Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 127

7.2.3Bagi Peneliti Selanjutnya ... 128

(15)

xiv

Nomor Halaman

2.1 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Kebijakan dan Koordinasi

35

2.2 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana dan Tenaga Pelaksana

36

2.3 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana

37

2.4 Penilaian Indikator Sistem Informasi Kesehatan Nasional 40 2.5 Penilaian Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional 42 2.6 Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan

Nasional

43

2.7 Penilaian Produk Sistem Informasi Kesehatan Nasional : Kualitas Data

46

2.8 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan dan Analisis

49

2.9 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, implementasi dan Aksi

50

2.10 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, Pengaturan Prioritas, Alokasi Sumber Daya

51

4.1 Triangulasi Sumber 63

4.2 Triangulasi Metode 64

5.1 Penilaian Sumber Daya : Kebijakan dan Koordinasi 76 5.2 Penilaian Sumber Daya : Dana dan Tenaga Pelaksana 79

5.3 Penilaian Sumber Daya: Sarana 82

(16)

xv

5.7 Penilaian Produk Informasi : Kualitas Data 95

5.8 Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan and Analisis

99

5.9 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, implementasi dan Aksi

101

5.10 Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, Pengaturan Prioritas,Alokasi Sumber Daya

102

5.11 Penilaian komponen sistem informasi gizi 104

(17)

xvi

Nomor Halaman

2.1 Kerangka Teori 53

3.1 Kerangka Pikir Sistem Informasi Gizi 55

5.1 Struktur Organisasi Sudinkes Kota Jakarta Selatan 70

(18)

xvii

Nomor Halaman

(19)

xviii

Nomor Halaman

2.1 5.1

Kegiatan Surveilans Gizi

Contoh Pencapaian Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Bulanan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2012

21 71

5.2 Grafik data SKDN wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2011

(20)

xix Nomor

1 Surat Ijin Penelitian

2 Lembar Persetujuan Responden

3 Pedoman Wawancara untuk Staf Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 4 Pedoman Wawancara untuk TPG

5 Pedoman Wawancara untuk Kader 6 Pedoman Observasi

7 Pedoman Telaah Dokumen

(21)

1 1.1Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa

pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat baik

dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif agar setiap warga

masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik,

mental, dan sosial serta harapan berumur panjang.

Salah satu indikator pencapaian pembangunan kesehatan adalah status gizi

anak usia bawah lima tahun (balita). Kurang gizi pada anak dapat menyebabkan

kegagalan pertumbuhan fisik dan menghambat perkembangan kognitif,

meningkatkan resiko kematian, dan mempengaruhi status kesehatan pada usia

remaja dan dewasa. Gizi yang cukup dan baik merupakan dasar dari pembangunan

kesehatan dan kelangsungan hidup generasi sekarang dan yang akan datang

(Kemenkes, 2011).

Gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

pembangunan, yang dapat memberikan konstribusi dalam mewujudkan sumber daya

manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimal dalam

pembangunan. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin

(22)

Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan sehingga harus dijaga status gizi dan

kesehatannya (Yayuk Farida,dkk, 2004).

Berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, angka

rata-rata nasional kurang gizi sebesar 18,4% yang terdiri dari gizi buruk sebesar 5,4% dan

gizi kurang sebesar 13% (Depkes RI, 2007). Pada tahun 2010, angka rata-rata

nasional kurang gizi sebesar 17,9% yang terdiri dari gizi buruk sebesar 4,9% dan gizi

kurang sebesar 13% (Depkes RI,2010). Dilihat dari data tersebut, terjadi penurunan

pada gizi buruk walaupun penurunan tersebut tidak besar. Berdasarkan RPJMN

tahun 2010-2014 target angka rata-rata nasional kurang gizi yaitu setinggi-tingginya

15%, data riskesdas menunjukkan bahwa angka kejadian kurang gizi masih belum

mancapai target.

Masih adanya kasus kurang gizi di setiap tahunnya mengharuskan pemerintah

untuk membuat program untuk menanggulanginya. Dalam menanggulangi

permasalahan gizi masyarakat yang ada, diperlukan informasi yang tepat. Salah satu

upaya untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai permasalahan gizi yang

ada ialah melalui sistem pelaporan berbasis website atau sistem informasi gizi

(Kemenkes, 2011).

Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui website

sigizi dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari

kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan

teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan (Depkes, 2012).

Sistem informasi gizi merupakan subsistem dari surveilans gizi sebagai fasilitas

(23)

beberapa data cakupan indikator, antara lain data penimbangan balita di posyandu

(D/S), data kasus gizi buruk, dan data cakupan tablet Fe pada ibu hamil. Informasi

yang didapatkan dari sistem informasi gizi berguna sebagai pemantauan kinerja gizi.

Pada tingkat nasional yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sistem

informasi gizi yaitu Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia yang bertugas dalam rekapitulasi data laporan kinerja pembinaan gizi

masyarakat yang berasal dari daerah. Untuk saat ini kontribusi pelaporan kinerja

pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi masih belum

optimal, sebagian besar daerah belum memanfaatkan website sistem informasi gizi

secara maksimal sebagai fasilitas dalam pelaporan pembinaan gizi masyarakat untuk

dilaporkan ke tingkat nasional.

Pada tingkat daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas ini

adalah Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota untuk

tingkat kabupaten/kota. Secara teknis pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi

masyarakat melalui sistem informasi gizi di tingkat daerah yaitu dilaksanakan oleh

seksi gizi Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan seksi gizi Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Pemerintah daerah

sebagaimana tugas dan fungsinya tersebut memiliki peran yang penting dalam sistem

informasi gizi tingkat daerah. Pada tingkat provinsi pelaporan mengenai pemantauan

status gizi dilaporkan ke tingkat pusat, sedangkan pada tingkat kabupaten/kota

pelaporan mengenai pemantauan status gizi dapat dilaporkan melalui dinas

(24)

Alur pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat dimulai dari tingkat

posyandu yang melakukan kegiatan pelayanan kesehatan bagi balita, kemudian

dilaporkan ke tingkat puskesmas untuk selanjutnya dilaporkan ke tingkat dinas

kesehatan kabupaten/kota. Dari alur pelaporan tersebut dapat diketahui bahwa

sumber data untuk pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem

informasi gizi berasal dari posyandu dan puskesmas. Berdasarkan data dari Ditjen

Bina Gizi dan KIA pada tahun 2010, jumlah posyandu yang tersebar di wilayah

Indonesia terdapat 266.827 posyandu dan jumlah puskesmas sebanyak 9.005

puskesmas. Sedangkan jumlah balita yang ada di Indonesia sebanyak 21.805.008

balita (Pusdatin Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa pelaporan ini melibatkan banyak pihak mulai dari tingkat posyandu dan

puskesmas, sehingga kontribusi dari tingkat posyandu maupun puskesmas sebagai

sumber data sangat penting dalam kegiatan pelaporan pembinaan gizi masyarakat

melalui website sistem informasi gizi.

Berdasarkan data riskesdas tahun 2007, di Provinsi DKI Jakarta prevalensi gizi

buruk sebesar 2,9% dan prevalensi gizi kurang sebesar 10%. Dibandingkan dengan

data di Tahun 2010, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang mengalami penurunan

yaitu prevalensi gizi buruk sebesar 2,6% dan prevalensi gizi kurang sebesar 8,7%.

Untuk daerah Kota Jakarta Selatan, berdasarkan data riskesdas tahun 2007,prevalensi

gizi buruk dan gizi kurang sebesar 8,3%. Berdasarkan data dalam website sistem

informasi gizi, persentase pelaporan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Selatan sebesar 13,08%. Persentase tersebut masih jauh dari target nasional

(25)

2012) sehingga informasi mengenai pembinaan gizi masyarakat yang telah

dilaksanakan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan masih kurang. Hal tersebut

dapat menghambat pemantauan status gizi secara nasional dan dapat mempengaruhi

pemerintah dalam perancangan program untuk menanggulangi masalah gizi.

Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui pelaksanaan dan masalah yang

dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi Jakarta Selatan. Hal ini karena pentingnya pelaporan dari tingkat

daerah untuk mendapatkan informasi mengenai permasalahan gizi yang ada untuk

dilaporkan ke tingkat pusat sehingga peneliti akan melakukan penelitian tentang “Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Selatan Tahun 2013”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan data pada bulan Januari–Juni tahun 2012, persentase pelaporan

kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi yang dilakukan

oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan masih jauh dari target

yaitu sebesar 13,08% sedangkan target yang ditetapkan sebesar 100%. Oleh karena

itu, peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami

dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota

(26)

1.3Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam

pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Selatan pada tahun 2013?

1.4Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam

pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya ruang lingkup sistem informasi gizi di Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran sumber daya sistem informasi gizi di Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

3. Diketahuinya gambaran indikator sistem informasi gizi di Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

4. Diketahuinya gambaran sumber data sistem informasi gizi di Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

5. Diketahuinya gambaran manajemen data sistem informasi gizi di Suku

(27)

6. Diketahuinya gambaran produk informasi sistem informasi gizi di Suku

Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

7. Diketahuinya gambaran diseminasi dan penggunaan informasi sistem

informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta

Selatan pada tahun 2013.

8. Diketahuinya gambaran sistem informasi gizi dengan skoring

berdasarkan HMN (Health Metrics Network) di Suku Dinas Kesehatan

Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

9. Diketahuinya masalah dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

10.Diketahuinya alternatif solusi dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan

Mendapatkan informasi mengenai kendala apa saja yang dihadapi dalam

pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat kabupaten/kota.

1.5.2 Bagi Suku Dinas Kesehatan

1. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi

gizi.

2. Mendapatkan masukan dan solusi untuk menangani kendala yang

(28)

1.5.3 Bagi Peneliti Lain

Sebagai media pembelajaran dan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya

dalam melakukan penelitian mengenai sistem informasi gizi.

1.5.4 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Dapat memberikan masukan dan menjadi referensi bagi mahasiswa mengenai

sistem informasi gizi.

1.6Ruang Lingkup

Penelitian ini berjudul Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013. Bertujuan mengetahui

pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Selatan tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran ruang

lingkup, indikator, sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi,

diseminasi serta penggunaan informasi dalam pelaporan melalui sistem informasi

gizi yang terdapat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan

Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan penelitian

kualitatif dengan menggunakan instrument Health Metrics Network (WHO,2008).

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan

telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Kota

(29)

9 2.1Sistem Informasi Gizi

2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Gizi

Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui

website sigizi dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar

pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga

prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat

dipetakan (Kemenkes, 2012). Terdapat beberapa laporan yang ada di sistem

informasi gizi yaitu berupa laporan bulanan dan semesteran. Laporan ini

berisi 6 indikator cakupan program pembinaan gizi masyarakat dari 8

indikator cakupan program yang telah ditetapkan, yaitu diantaranya :

1. Cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat

Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat berat yang ditandai

dengan adanya tanda-tanda klinis gizi buruk dan atau berat badan sangat

rendah, tidak sesuai dengan tinggi anak. Kasus gizi buruk seringkali

disertai dengan penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy,

kelainan jantung, TB dan HIV/AIDS sehingga bila tidak dirawat sesuai

standar memiliki risiko kematian sangat tinggi.

Perawatan gizi buruk dilaksanakan melalui prosedur rawat inap dan rawat

(30)

dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit, dan TFC. Sedangkan bagi anak gizi

buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan. Perawatan anak di rumah

dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader.

2. Cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S)

Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui penimbangan

berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS),

berfungsi sebagai instrumen penilaian pertumbuhan anak merupakan

dasar strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sejak

awal 1980-an. Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 fungsi utama,

yang pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan

masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan

intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan

kesehatan anak (misalnya imunisasi, pemberian kapsul vitamin A,

pencegahan diare, dll) untuk meningkatkan kesehatan anak.

3. Cakupan bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan lain kecuali

obat, vitamin dan mineral. Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan

kematian bayi sebesar 13% dan dapat menurunkan balita pendek.

4. Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium

5. Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A

Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi kepada balita setiap 6 bulan

(31)

morbiditas dan mortalitas. Distribusi kapsul Vitamin A dilakukan setiap

tahun pada bulan Februari dan Agustus.

6. Cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet

Tablet Fe (Tablet Tambah Darah) merupakan suplementasi gizi mikro

khususnya zat besi dan folat yang diberikan kepada ibu hamil sebanyak

90 tablet untuk mencegah kejadian anemia gizi besi selama kehamilan.

Penelitian terakhir membuktikan bahwa pemberian tablet Fe di Indonesia

dapat menurunkan kematian neonatal sekitar 20%. Pemberian tablet Fe

merupakan salah satu komponen standar pelayanan neonatal.

Sedangkan dua cakupan lainnya yaitu :

1. Cakupan kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi

Tujuan penyelenggaraan surveilans gizi adalah membantu pengelolaan

program pangan dan gizi di tingkat kabupaten dan kota melalui

penyediaan informasi yang cepat dan akurat. Kegiatan surveilans meliputi

pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan

data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan khususnya indikator

yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai

tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh, dapat berupa

tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang

serta perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten

(32)

Pelaporan secara online melalui website sigizi adalah bentuk fasilitas

yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan

dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal

penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan.

2. Cakupan penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana

Dalam rangka mengantisipasi kejadian luar biasa yang berdampak pada

status gizi dan kesehatan masyarakat, Direktorat Bina Gizi setiap tahun

menyediakan MP-ASI buffer stock dalam bentuk biskuit.

MP_ASI buffer stock khususnya diberikan pada balita umur 6-24 bulan

yang terkena bencana (situasi darurat) dan situasi khusus (daerah-daerah

rawan gizi) dalam rangka mencegah terjadinya gizi kurang/buruk.

Untuk laporan bulanan, berisi 3 indikator cakupan program yaitu terdiri

dari cakupan perawatan balita gizi buruk, cakupan pemantauan

pertumbuhan (D/S) dan cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil.

2.1.2 Tujuan Sistem Informasi Gizi

Terdapat beberapa tujuan dari sistem informasi gizi (Kemenkes, 2011), yaitu:

1. Menjalin kesinambungan informasi dan pelaporan tentang pelaksanaan

kinerja pembinaan gizi masyarakat antara daerah dan pusat.

2. Menyediakan informasi dan pelaporan hasil pelaksanaan kinerja

pembinaan gizi masyarakat bagi para pengambil keputusan secara cepat

(33)

3. Menyediakan data dan informasi kinerja pembinaan gizi secara berkala,

bulanan maupun tahunan yang dapat dijadikan acuan untuk pemantauan

dan evaluasi berkala serta tindak lanjutnya.

4. Meningkatkan kinerja pelaksana dan penanggungjawab pengelola

program gizi di daerah melalui perbandingan gambaran informasi antar

wilayah propinsi maupun kabupaten/kota.

2.1.3 Komponen Sistem Informasi Gizi (Kemenkes, 2012) 1. Input

a. Data

Data yang dikumpulkan yaitu berupa laporan pembinaan gizi

masyarakat Dinas Kabupaten/Kota yang berasal dari puskesmas dimana

data tersebut pelaporannya bersifat rutin dalam periode bulanan

maupun semesteran yang terdiri dari data cakupan penimbangan

posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan

pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul

vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium. Data yang

dikumpulkan sesuai dengan formulir pengisian yang terdiri dari

formulir 1 (F1) dan formulir 6 (F6) yang berasal dari puskesmas

kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

b. Tenaga Pelaksana

Tenaga pelaksana sistem informasi gizi yang ada di tingkat daerah

(34)

perbaikan gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang telah terlatih

dalam melakukan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui

website sistem informasi gizi.

c. Dana

Anggaran dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi

masyarakat melalui website sistem informasi gizi tedapat dalam

anggaran kegiatan suveilans yang berasal dari tingkat pusat berupa dana

APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan Dekon.

Sedangkan untuk dana yang berasal dari daerah sendiri yaitu berupa

APBD dalam pemenuhan sarana penunjang dalam pelaksanaan

pelaporan melalui sistem informasi gizi.

d. Sarana

Sarana yang terkait dalam pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat

melalui website sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota yaitu diantaranya berupa juknis panduan operasional

sistem pelaporan gizi, juknis surveilans gizi dan formulir pelaporan.

Selain itu adanya perangkat pendukung sistem informasi gizi

diantaranya komputer dan perangkat komunikasi lainnya seperti jaringan

internet.

2. Proses

a. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data yang dilakukan di tingkat dinas kesehatan

(35)

seluruh puskesmas yang berada di wilayah kerja dinas kesehatan

kabupaten/kota tersebut. Data yang berasal dari puskesmas yaitu berupa

laporan dalam bentuk formulir isian data bulanan (F1) sistem informasi

gizi berbasis jaringan. Pengumpulan F1 dari puskesmas dilakukan tiap

bulan, setiap tanggal 5-10 laporan sudah diberikan kepada dinas

kesehatan kabupaten/kota yang bersangkutan.

b. Pengolahan dan Analisis Data

Data indikator pembinaan gizi berasal dari puskesmas, dimana data

tersebut berisi kinerja pembinaan gizi berdasarkan formulir 1 dan

formulir 6 kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Dari Dinas Kabupaten/Kota melaporkan melalui

sistem informasi gizi sebagai kegiatan pelaporan kepada tingkat pusat.

Data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber data yang ada

kemudian dilakukan pengolahan dan penyajian untuk memudahkan

dalam proses analisis dan interpretasi data. Data yang telah diolah

disajikan ke dalam bentuk tabel yang tampil pada halaman website

sistem informasi gizi.

Dalam hal ini kegiatan analisis data dilakukan dengan membandingkan

antara target cakupan program dengan standar yang telah ditetapkan,

misalnya cakupan program suplementasi vitamin A yang ditargetkan

(36)

3. Output

a. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat

Laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yaitu data cakupan

indikator pembinaan gizi masyarakat bulanan yang disajikan dalam

bentuk tabel. Indikator pembinaan gizi berupa: cakupan balita gizi

buruk ditangani/dirawat, cakupan balita ditimbang berat badannya

(D/S), cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, data cakupan

konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A,

dan data cakupan ASI eksklusif.

Penilaian output dari sistem informasi gizi dapat dilihat berdasarkan

dari kelengkapan, ketepatan waktu, aksessibilitas dan keakuratan

data.

a) Kelengkapan data yaitu data yang ada tersedia sesuai dengan

kebutuhan dan standar yang ada pada petunjuk teknis surveilans

gizi. Data yang diperlukan untuk pemantauan status gizi dan

kinerja pembinaan gizi masyarakat adalah data data cakupan

penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita

gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil,

cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi

garam beriodium.

b) Ketepatan waktu yaitu data yang ada tersedia tepat pada

waktunya. Untuk data sistem informasi gizi ini terbagi menjadi

(37)

berguna untuk mengetahui kinerja pembinaan gizi masyarakat

yang telah dilaksanakan. Data bulanan terdiri dari data data

cakupan penimbangan posyandu, kasus balita gizi buruk, dan

cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil dimana untuk

tingkat puskesmas pelaporannya ke tingkat dinas kesehatan

kabupaten/kota dilakukan setiap tanggal 10, untuk tingkat dinas

kesehatan ke pusat dilaporkan pada pertengahan bulan.

Sedangkan untuk data semesteran terdiri dari cakupan ASI

eksklusif, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan

konsumsi garam beriodium.

c) Aksessibilitas yaitu kemampuan untuk mengakses website

sistem informasi gizi dalam memperoleh informasi mengenai

cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat. Informasi yang

diperoleh melalui website sistem informasi gizi seharusnya

dapat diperoleh lebih mudah dan cepat serta dapat dilihat oleh

seluruh masyarakat.

d) Keakuratan data yaitu data yang dihasilkan merupakan hasil dari

pengukuran yang sesuai dengan definisi operasional yang telah

(38)

2.2Surveilans gizi (Kemenkes, 2012) 2.2.1 Pengertian Surveilans Gizi

Surveilans gizi yaitu suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi

informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang

indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat (Kemenkes,

2012).

2.2.2 Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi

1 Tersedianya data yang akurat dan tepat waktu

2 Ada proses analisis atau kajian data

3 Tersedianya informasi yang sistematis dan terus-menerus

4 Ada proses penyebarluasan informasi, umpan balik dan pelaporan

5 Ada tindak lanjut sebagai respon perkembangan informasi

2.2.3 Manfaat Surveilans Gizi

Kegiatan surveilans gizi bermanfaat untuk memberikan informasi pencapaian

kinerja dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka

pendek dan menengah serta perumusan kebijakan, baik di kabupaten/kota,

provinsi dan pusat. Selain itu kegiatan surveilans gizi juga bermanfaat untuk

mengevaluasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat.

2.2.4 Tujuan Surveilans Gizi

(39)

Terselenggaranya kegiatan surveilans gizi untuk memberikan gambaran

perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator

khusus lain yang diperlukan secara cepat, akurat, teratu dan berkelanjutan

dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek

dan menengah serta perumusan kebijakan.

2) Tujuan Khusus Surveilans Gizi

a. Tersedianya informasi secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan

mengenai perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi:

1) Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan;

2) Persentase balita yang ditimbang berat badannya;

3) Persentase bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif;

4) Persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium;

5) Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A;

6) Persentase ibu hamil mendapat 90 tablet Fe;

7) Persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi;

8) Persentase penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana.

b. Tersedianya informasi indikator gizi lainnya secara berkala jika

diperlukan, seperti:

1) Prevalensi balita gizi kurang berdasarkan antropometri;

2) Prevalensi status gizi anak usia sekolah, remaja dan dewasa;

3) Prevalensi risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia

(40)

4) Prevalensi anemia gizi besi dan Gangguan Akibat Kurang Iodium

(GAKI), Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah gizi mikro lainnya;

5) Tingkat konsumsi zat gizi makro (energi dan protein) dan mikro

(defisiensi zat besi, defisiensi iodium);

6) Data pendistribusian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI)

dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT);

7) Data terkait lainnya yang diperlukan.

2.2.5 Ruang Lingkup Surveilans Gizi

Ruang lingkup surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan data dari

laporan rutin atau survei khusus, pengolahan dan diseminasi hasilnya yang

digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau tindakan cepat,

perumusan kebijakan, perencanaan kegiatan dan evaluasi hasil kegiatan.

Dalam petunjuk pelaksanaan ini ruang lingkup kegiatan surveilans gizi

mencakup pencapaian indikator kinerja kegiatan pembinaan gizi masyarakat

dan data terkait lainnya di seluruh kabupaten/kota dan provinsi.

2.2.6 Kegiatan Surveilans Gizi

Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan

data, penyajian serta diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan.

Informasi dari surveilans gizi dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan

(41)

jangka pendek, menengah maupun jangka panjang serta untuk perumusan

kebijakan, seperti pada gambar di bawah ini

Gambar 2.1. Kegiatan Surveilans Gizi

Sumber: Jahari, Abas Basuni. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), 2006 dalam Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi (Kemenkes, 2012)

Penjelasan kegiatan surveilans yang tercantum dalam gambar tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dari

berbagai kegiatan surveilans gizi sebagi sumber informasi, yaitu:

a. Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan

pelaporan kasus gizi buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil,

pendistribusian kapsul vitamin A balita, dan pemberian ASI

(42)

b. Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan,

seperti konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan

PMT, pemantauan status gizi anak dan ibu hamil dan Wanita Usia

Subur (WUS) risiko Kurang Energi Kronis (KEK) atau studi yang

berkaitan dengan masalah gizi lainnya.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak

melapor atau melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan

atau tidak akurat maka petugas Dinkes Kabupaten/Kota perlu

melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data. Kegiatan ini

dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service (SMS) atau

kunjungan langsung ke puskesmas.

2. Pengolahan Data dan Penyajian Informasi

Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik,

yang disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan peta, atau bentuk

penyajian informasi lainnya

3. Diseminasi Informasi

Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi

surveilans gizi kepada pemangku kepentingan. Kegiatan diseminasi

informasi dapat dilakukan dalam bentuk pemberian umpan balik,

sosialisasi atau advokasi. Umpan balik merupakan respon tertulis

mengenai informasi surveilans gizi yang dikirimkan kepada pemangku

kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan lintas program

(43)

gizi dalam forum koordinasi atau forum-forum lainnya sedangkan

advokasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dengan harapan

memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan.

4. Pemanfaatan Hasil Surveilans Gizi

Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai

tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh. Tindak

lanjut atau respon dapat berupa tindakan segera, perencanaan jangka

pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan pembinaan

gizi masyarakat baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Contoh

tindak lanjut atau respon yang perlu dilakukan terhadap pencapaian

indikator adalah sebagai berikut:

1. Jika hasil analisis menunjukkan peningkatan kasus gizi buruk, respon

yang perlu dilakukan adalah:

a. Melakukan konfirmasi laporan kasus gizi buruk

b. Menyiapkan Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit untuk

pelaksanaan tatalaksana gizi buruk.

c. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit

dalam melakukan surveilans gizi.

d. Memberikan PMT pemulihan untuk balita gizi buruk rawat jalan

dan paska rawat inap.

e. Melakukan pemantauan kasus yang lebih intensif pada daerah

(44)

f. Melakukan penyelidikan kasus bersama dengan lintas program dan

lintas sektor terkait.

2. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan

rendah, respon yang dilakukan adalah:

a. Meningkatkan promosi dan advokasi tentang Peningkatan

Pemberian Air Susu Ibu (PP ASI).

b. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit

dalam melakukan konseling ASI.

c. Membina puskesmas untuk memberdayakan konselor dan

motivator ASI yang telah dilatih.

3. Jika hasil analisis menunjukan masih banyak ditemukan rumah

tangga yang belum mengonsumsi garam beriodium, respon yang

dilakukan adalah:

a. Melakukan koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kabupaten/Kota untuk melakukan operasi pasar

garam beriodium.

b. Melakukan promosi/kampanye peningkatan penggunaan garam

beriodium.

4. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan distribusi vitamin A rendah

maka respon yang harus dilakukan adalah:

a. Bila ketersediaan kapsul vitamin A di puskesmas tidak mencukupi

(45)

b. Bila kapsul vitamin A masih tersedia, maka perlu meminta

Puskesmas untuk melakukan sweeping.

c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah.

5. Jika hasil analisis menunjukan cakupan distribusi TTD (Fe3) rendah,

respon yang dilakukan adalah meminta Puskesmas agar lebih aktif

mendistribusikan TTD pada ibu hamil, dengan beberapa alternatif:

a. Bila ketersediaan TTD di puskesmas dan bidan di desa tidak

mencukupi maka perlu mengirim TTD ke puskesmas.

b. Bila TTD masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk

melakukan peningkatan integrasi dengan program KIA khususnya

kegiatan Ante Natal Care (ANC).

c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah.

6. Jika hasil analisis menunjukan D/S rendah dan atau cenderung

menurun, respon yang perlu dilakukan adalah pembinaan kepada

puskesmas untuk:

a. Melakukan koordinasi dengan Camat dan PKK tingkat kecamatan

untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu.

b. Memanfaatkan kegiatan pada forum-forum yang ada di desa, yang

bertujuan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu.

c. Melakukan promosi tentang manfaat kegiatan di posyandu.

(46)

2.2.7 Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat (Kemenkes, 2012)

Untuk memperoleh informasi pencapaian kinerja pembinaan gizi

masyarakat secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan, perlu

dilaksanakan kegiatan surveilans gizi di seluruh wilayah provinsi dan

kabupaten/kota. Pelaksananan surveilans gizi akan memberikan indikasi

perubahan pencapaian indikator kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Berikut

ini merupakan definisi operasional indikator kinerja pembinaan gizi

masyarakat:

A. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita gizi

buruk yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan

kesehatan dan masyarakat.

Rumus :

B. Balita Yang Ditimbang Berat Badannya

Persentase balita yang ditimbang berat badannya (% D/S Balita) adalah

jumlah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu

wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi balita yang berasal dari

seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu

tertentu dikali 100%.

(47)

C. Bayi 0-6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif

Persentase bayi umur 0–6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah jumlah

bayi 0–6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral, berdasarkan recall 24 jam dibagi

jumlah seluruh bayi umur 0 – 6 bulan yang datang dan tercatat dalam register pencatatan/KMS di wilayah tertentu dikali 100%.

Rumus:

D. Rumah Tangga Mengonsumsi Garam Beriodium

Persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah

jumlah desa/kelurahan dengan garam baik dibagi jumlah seluruh

desa/kelurahan yang diperiksa di satu wilayah tertentu dikali 100%.

(48)

E. Balita 6-59 Bulan Mendapat Kapsul Vitamin A

Persentase balita mendapat kapsul vitamin A adalah jumlah bayi 6-11

bulan ditambah jumlah balita 12-59 bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul

vitamin A pada periode 6 (enam) bulan dibagi jumlah seluruh balita 6-59

bulan yang ada di satu wilayah kabupaten/kota dalam periode 6 (enam)

bulan yang didistribusikan setiap Februari dan Agustus dikali 100%

Rumus:

F. Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Tambah Darah (TTD) atau Tablet Fe

Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah jumlah ibu

hamil yang mendapat 90 TTD atau tablet Fe dibagi jumlah seluruh ibu

hamil yang ada di satu wilayah tertentu dikali 100%.

(49)

Perhitungan dengan rumus di atas dilakukan untuk menghitung

cakupan dalam satu tahun

2.2.8 Hubungan Surveilans gizi dan Sistem Informasi Gizi

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem

Surveilans Epidemiologi Kesehatan dijelaskan bahwa surveilans merupakan

subsistem dari Sistem Informasi Kesehatan Nasional. Surveilans mempunyai

fungsi strategis sebagai intelijen penyakit dan masalah-masalah kesehatan

yang mampu berkontribusi dalam penyediaan data dan informasi untuk

mewujudkan Indonesia Sehat dalam rangka ketahanan nasional.

Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan

interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran

informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan

(WHO, 2004). Komponen kunci dalam sistem informasi kesehatan adalah

surveilans dimana surveilans memiliki fokus utama untuk menemukan

masalah dan menyediakan tindakan yang berbasis waktu. Adanya kebutuhan

dalam informasi dan tindakan yang tepat waktu memaksakan adanya

persyaratan tambahan pada sistem informasi kesehatan (WHO, 2008).

2.3Sistem Informasi Kesehatan

Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang

(50)

operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu

organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan

laporan-laporan yang diperlukan (Sutabri, 2005).

Sistem informasi kesehatan adalah suatu tatanan yang proses pengalihbentukan

data menjadi informasi menghasilkan informasi kesehatan bagi keperluan

pengambilan keputusan sehingga dapat dilakukan berbagai bentuk tindakan

pembangunan kesehatan. Informasi yang dihasilkan bagi pembangunan kesehatan

meliputi juga untuk keperluan pelayanan kesehatan (Siregar, 1992).

Menurut WHO (2000) sistem informasi kesehatan mengintegrasikan

pengumpulan data, pengolahan, pelaporan, dan penggunaan informasi yang

diperlukan untuk meningkatkan manajemen layanan kesehatan yang efektif dan

efisien di semua tingkat pelayanan kesehatan.

2.3.1 Tujuan Sistem Informasi Kesehatan

Sistem informasi kesehatan bertujuan memberikan informasi yang

akurat, tepat waktu dan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan untuk

(Depkes, 2007) :

1. pengambilan keputusan diseluruh tingkat administrasi dalam rangka

perencanaan, penggerakkan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan

penilaian

2. mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui isyarat dini dan upaya

(51)

3. meningkatkan peran masyarakat dan meningkatkan kemampuan

masyarakat untuk menolong dirinya sendiri

4. meningkatkan penggunaan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam bidang kesehatan

2.3.2 Assessment terhadap Determinan Teknis Sistem Informasi Kesehatan Upaya pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) harus dimulai

dengan kegiatan penilaian secara menyeluruh kondisi sistem kesehatan yang

ada serta kebutuhan terhadap pengembangan ke depan. Assessment tersebut

akan determinan teknis SIK yang meliputi (Depkes, 2007) :

1. input data : yang mencakup keakuratan dan kelengkapan pencatatan dan

pengumpulan data

2. analisis, pengiriman dan pelaporan data : meliputi efisiensi, kelengkapan

dan mutunya di semua tingkatan

3. penggunaan informasi : meliputi pengambilan keputusan dan tindakan

yang diambil berkaitan dengan kebijakan di tingkat unit pelayanan

perorangan/masyarakat, program maupun pengambil kebijakan tingkat

tinggi

4. sumber daya sistem informasi : meliputi ketersediaan, kecukupan dan

penggunaan sumber daya esensial, anggaran, staff yang terdidik dan

terampil, fasilitas untuk penyimpanan data, peralatan untuk komunikasi

data, penyimpanan, analisis, dan penyiapan dokumen

(52)

2.3.3 Identifikasi Kebutuhan Informasi

Terdapat tahapan dalam mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan

yaitu sebagai berikut (WHO,2000) :

1. Melakukan analisis fungsional pada setiap tingkat manajemen sistem

pelayanan kesehatan yaitu mendefinisikan kebutuhan informasi dimulai

dengan analisis fungsi dari tingkat manajemen yang berbeda dari sistem

kesehatan. Analisis fungsional ini harus fokus pada prioritas masalah

kesehatan, strategi dan tujuan nasional, pelayanan dasar dan

manajemen, sumber daya kesehatan untuk melaksanakan pelayanan,

dan proses manajemen yang dibutuhkan untuk merencanakan,

memantau, dan mengendalikan layanan dan sumber daya baik yang

meliputi perawatan individu maupun pusat kesehatan masyarakat.

2. Identifikasi informasi yang dibutuhkan dan pilih indikator yang layak.

Setelah prioritas pelayanan dan sumber daya diketahui dapat

memungkinkan untuk mengidentifikasi informasi yang relevan untuk

memonitor fungsi dari sistem. Informasi yang dibutuhkan menjadi

dasar dalam penentuan indikator. Dalam pemilihan indikator dilakukan

dengan melihat validitas, spesifisitas dan sensitivitasnya; sumber daya

yang dibutuhkan untuk pengumpulan data; dan keputusan yang

dihasilkan dari indikator tersebut relevan.

Informasi yang dibutuhkan pada tiap tingkatan manajemen kesehatan (tingkat

pusat, provinsi dan kabupaten/kota) memiliki manfaat yang bervariasi. Pada

(53)

strategi. Pada tingkat regional atau provinsi, kebutuhan informasi diarahkan

untuk mendukung dalam perencanaan jangka menengah. Sedangkan pada

tingkat daerah atau kabupaten/kota informasi dibutuhkan untuk kebutuhan

operasional dalam mengukur fungsi sistem kesehatan kabupaten/kota.

2.4 Health Metrics Network/ HMN (WHO, 2008)

HMN menggunakan kekuatan dari sebuah jaringan global untuk

mengkoordinasi dan penyelarasan dari mitra di seluruh kerangka yang harmonis

untuk mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan negara. Bagian

dari kerangka HMN ini menggambarkan enam komponen sistem informasi

kesehatan dan standar yang dibutuhkan untuk masing-masing sistem informasi

kesehatan. Terdapat nilai yang jelas dalam mendefinisikan apa itu sistem informasi

kesehatan dan bagaimana komponennya saling terkait satu sama lain untuk

menghasilkan informasi yang lebih baik untuk keputusan yang lebih baik dan

kesehatan yang lebih baik.

Selain enam komponen, sistem informasi kesehatan dapat dibagi lagi menjadi

input, proses, dan output. Input mengacu pada sumber daya, proses mengacu tentang

bagaimana indikator dan sumber data yang dipilih dan data yang dikumpulkan dan

dikelola, sedangkan output menjelaskan mengenai penyebaran, produksi dan

penggunaan informasi yang dihasilkan.

Enam komponen dari sistem informasi kesehatan serta penilaian komponen

tersebut adalah sebagai berikut:

(54)

Terdiri dari peraturan legistatif dan kerangka kerja perencanaan yang

diperlukan untuk memastikan informasi kesehatan yang berfungsi penuh, dan

sumber daya yang merupakan prasyarat untuk suatu sistem untuk menjadi

fungsional.

Sumber daya juga melibatkan personil, pembiayaan, dukungan logistik,

informasi dan teknologi komunikasi (ICT) serta mekanisme koordinasi di dalam

dan antar enam komponen.

a.) Kebijakan dan Koordinasi

Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan tergantung

bagaimana lembaga-lembaga dan unit fungsi dan berinteraksi. Hukum dan

peraturan dalam kesehatan sangat penting karena mereka memungkinkan

mekanisme untuk ditetapkan untuk memastikan ketersediaan data. Adanya

kerangka hukum dan kebijakan yang konsisten dengan standar internasional,

dapat menentukan parameter etis untuk pengumpulan data, dan penyebaran

informasi dan menggunakan. Kerangka kebijakan kesehatan informasi harus

mengidentifikasi pelaku utama dan koordinasi mekanisme, memastikan link

(55)

Tabel 2.1–Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Kebijakan dan Koordinasi

Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi

kurang

1 Dinas Kesehatan Kabupaten memiliki regulasi yang up-to-data berisi kerangka kerja untuk sistem informasi

2 Ada kegiatan rutin untuk pemantauan kinerja sistem

3 Terdapat kebijakan resmi untuk melakukan pertemuan di tingkat daerah dan kecamatan untuk meninjau

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

b.) Dana dan Tenaga Pelaksana

Perbaikan sistem informasi kesehatan Nasional tidak dapat dicapai kecuali

perhatian diberikan kepada pelatihan, penyebaran, remunerasi dan karir

pengembangan sumber daya manusia di semua tingkat. Pada tingkat nasional,

terampil epidemiologi, statistik dan ahli kependudukan yang diperlukan

untuk mengawasi kualitas data dan standar untuk koleksi, dan untuk

memastikan sesuai analisis dan penggunaan informasi. Pada tingkat perifer,

staf informasi kesehatan harus bertanggung jawab untuk pengumpulan data,

(56)

Tabel 2.2– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana dan Tenaga Pelaksana

Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi

kurang

2 Aktivitas kapasitasi tenaga telah terjadi selama setahun untuk staf fasilitas kesehatan

3 Ada anggaran tertentu dalam anggaran nasional untuk berbagai sektor untuk memberikan secara memadai untuk berfungsi nya untuk semua sumber data yang relevan dalam pelayanan kesehatan

(57)

c.) Sarana

Kebutuhan infrastruktur nasional seperti pensil dan kertas, web-terhubung,

ICT. Pada tingkat paling dasar pencatatan, ada kebutuhan untuk menyimpan,

file dan mengambil catatan. Namun, ICT memiliki potensi untuk

meningkatkan ketersediaan, penyebaran dan penggunaan data yang

berhubungan dengan kesehatan. Sementara teknologi informasi dapat

meningkatkan jumlah dan kualitas data yang dikumpulkan, teknologi

komunikasi dapat meningkatkan ketepatan waktu, analisis dan penggunaan

informasi.

Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Formulir, kertas, pensil dan

2 Formulir, kertas, pensil dan

(58)

Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana (lanjutan)

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi

kurang memadai

(59)

2. Indikator

Satu set inti dari indikator dan sasaran yang terkait untuk tiga domain

informasi kesehatan berupa determinan kesehatan, sistem kesehatan, dan status

kesehatan adalah dasar untuk rencana dan strategi sistem informasi kesehatan.

Indikator harus mencakup faktor-faktor penentu kesehatan, input sistem

kesehatan, keluaran dan hasil, dan status kesehatan. Indikator kesehatan harus

valid, dapat dipercaya, spesifik, sensitive dan layak/terjangkau dalam

pengukuran. Selain itu juga harus relevan dan berguna untuk pengambilan

keputusan di tingkat pengumpulan data, atau dimana kebutuhan yang jelas ada

untuk data di tingkat yang lebih tinggi.

Indikator sangat penting untuk memperkuat sistem informasi kesehatan dan

dapat dipandang sebagai tulang punggung dari sistem, menyediakan paket

informasi minimum yang diperlukan untuk mendukung fungsi sistem kesehatan.

Data diperlukan untuk berbagai kebutuhan, termasuk informasi untuk

meningkatkan penyediaan layanan kepada klien individu, statistik untuk

perencanaan dan pengelolaan Layanan Kesehatan, dan pengukuran untuk

(60)

Tabel 2.4 Penilaian Indikator Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi

kurang memadai

2 Indikator yang untuk mengukur kesehatan 3 Pelaporan indikator

terjadi secara teratur

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

3. Sumber data

Sumber data dibagi menjadi dua kategori utama yaitu data berbasis

populasi (sensus, pencatatan sipil, dan survey populasi) dan data berbasis

lembaga (catatan individu, catatan layanan dan catatan sumber daya). Satu set

dasar standar untuk setiap sumber dan elemen strategis dalam mencapai standar

ini yaitu data sistem informasi kesehatan biasanya dihasilkan baik secara

(61)

itu untuk data yang berbasis lembaga menghasilkan data sebagai akibat dari

administrasi dan kegiatan operasional.

Kegiatan ini tidak terbatas pada sektor kesehatan, termasuk pula catatan

polisi (seperti laporan kecelakaan atau kematian kekerasan), pekerjaan laporan

(seperti workrelated cedera), dan makanan dan catatan pertanian (seperti tingkat

produksi pangan dan distribusi). Perlu dicatat bahwa sejumlah pendekatan

pengumpulan data dan sumber lainnya ada yang tidak cocok dengan salah satu

kategori diatas, tetapi dapat memberikan informasi penting yang mungkin tidak

tersedia di tempat lain. Dalam hal ini termasuk survey kesehatan, penelitian, dan

informasi yang dihasilkan oleh organisasi berbasis masyarakat.

Sistem informasi kesehatan Nasional harus menggambarkan seperangkat

sumber data. Dalam banyak kasus, pengukuran indikator yang sama dengan data

dari berbagai sumber dapat berkontribusi untuk informasi berkualitas lebih baik

sambil mempertahankan efisiensi. Dalam kasus lain, itu lebih efisien untuk

menghindari duplikasi. Pilihan optimal akan tergantung pada berbagai faktor

termasuk epidemiologi, karakteristik tertentu dari instrumen pengukuran, biaya

dan kapasitas pertimbangan, dan kebutuhan program.

Pemilihan sumber data juga harus didasarkan pada penilaian kelayakan,

periodisitas, efektivitas biaya dan keberlanjutan. Periodisitas pengukuran

tergantung pada kemungkinan kecepatan perubahan indikator dan biaya.

Menentukan item mana informasi yang paling tepat dihasilkan melalui kesehatan

rutin informasi sistem (dan yang memerlukan survei khusus), harus menjadi

(62)

Tabel 2.5 – Penilaian Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional

1 Terdapat surveilans yang representatif dalam mengukur persentase penduduk yang relevan mengenai pelayanan kesehatan ibu dan anak (misalnya, keluarga rencana tahunan untuk mengkoordinasikan waktu, variabel yang diukur yang mengukur indikator kesehatan

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

4. Manajemen data

Manajemen data adalah satu set prosedur untuk pengumpulan,

Penyimpanan, jaminan kualitas dan aliran, pengolahan dan analisis data.

Negara-negara harus memiliki penyimpan data (sebaiknya elektronik) terpusat yang

Gambar

Gambar 2.1.
Tabel 2.1–Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Kebijakan dan Koordinasi
Tabel 2.2–  Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana dan Tenaga Pelaksana
Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indikator pembinaan gizi berupa: cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat, cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S), cakupan ibu hamil mendapat Fe 90

Oleh sebab itu karyawan Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi perlu meningkatkan kedisiplinan dalam bekerja khususnya untuk dapat datang tepat waktu agar dapat

Kebijakan Mutu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat Sudinkes Jakarta Barat mengutamakan kepuasan pelanggan dalam rangka mewujudkan masyarakat sehat, mandiri dengan sumber daya

Untuk mencapai sasaran mutu tersebut, maka proses perizinan Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) yang dilayani oleh Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) di Suku Dinas

Salah satu seksi di Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Utara adalah Seksi Sumber Daya Kesehatan yang membawahi Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan, Farmasi,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kewenangan antar Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Dinas Kesehatan Kota Makassar tersebut apakah sudah

Tujuan umum disusunnya Profil Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat adalah diperolehnya gambaran tentang situasi kesehatan di Kota

Serta untuk konsistensi informasi yang diberikan Suku Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Energi Kota Administrasi Jakarta Utara dalam melaksanakan kebijakan Implementasi Program Balai