• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI 28 JUNI 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI 28 JUNI 2013"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI SUKU DINAS KESEHATAN

KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

PERIODE 17 JUNI – 28 JUNI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

WULAN PANDUWI M., S.Farm.

1206330242

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI SUKU DINAS KESEHATAN

KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

PERIODE 17 JUNI – 28 JUNI 2013

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

WULAN PANDUWI M., S.Farm.

1206330242

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan praktek kerja ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas izin dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt sebagai Pejabat Sementara Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.

3. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 4. Bapak Deden Muliadi, S.Si, Apt., selaku pembimbing dan Koordinator

Farmasi Makanan dan Minuman di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan pengetahuan kepada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA ini.

4. Bapak dr. H. Kurnianto Amien, MM., selaku Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

5. Ibu dr. Dewi R. Anggraini, M.Kes. selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Tebet yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di Puskesmas Kecamatan Tebet.

(6)

6. Ibu Nuril Astuti, S.Si, Apt., Ibu Halida, Ibu Ida Qomariah yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis selama melaksanakan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

7. Ibu Dra. Endang W, MM, Apt., selaku Apoteker di Apotek Puskesmas Kecamatan Tebet yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan dan menyusun laporan PKPA selama berada di apotek Puskesmas Kecamatan Tebet.

8. Seluruh staf di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, khususnya staf Seksi Sumber Daya Kesehatan.

9. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker.

10. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan dukungan moral serta materi sehingga program PKPA dan penyusunan laporan ini dapat dilaksanakan dengan lancar.

11. Rekan-rekan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan yang telah berbagi ilmu, pengalaman dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA.

12. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI selaku teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Penulis

(7)
(8)

ABSTRAK

Nama : Wulan Panduwi M., S.Farm.

NPM : 1206330242

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan

Kota Administrasi Jakarta Selatan Periode 17 Juni – 28 Juni 2013

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Selatan dan juga memahami tugas pokok dan fungsi dari koordinator tenaga kesehatan, koordinator standarisasi mutu kesehatan dan koordinator farmasi, makanan dan minuman yang termasuk di dalam seksi sumber daya kesehatan (SDK). Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk memahami informasi yang perlu disampaikan dalam pemberian informasi penggunaan obat Metformin dalam bentuk brosur dan leaflet sesuai dengan peran dan tanggung jawab apoteker.

Kata kunci : Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, Bagian farmasi, makanan dan minuman

Tugas umum : xi + 37 halaman; 18 lampiran Tugas khusus : iv + 21 halaman; 2 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 18 (1990-2011) Daftar Acuan Tugas Khusus : 2 (2006-2012)

(9)

ABSTRACT

Name : Wulan Panduwi M., S.Farm.

NPM : 1206330242

Program Study : Apothecary Profession

Title : Pharmacist Internship Program Report at Regional Health Department

of South Jakarta Period of June 17 - June 28 2013

Pharmacist Internship Program Report at Regional Health Department of South Jakarta aims to understand the duties and functions of parts of South Jakarta Health Office and also to understand the duties and functions of health personnel coordinator, health quality standardization coordinator, pharmaceutical, food and beverage coordinatorincluded in the resources in the health section (SDK). While the purpose of the special task is to understand the information needs to be conveyed in provision of Metphormine drug use information in the form of brochures and leaflets in accordance with the roles and responsibilities of pharmacists.

Key Word : Pharmacist Internship Program Report at Regional Health Department of South Jakarta, pharmaceutical, food and beverage coordinatorincluded in the resources in the health section (SDK)

General Assignment : xi + 37 page; 18 appendixes Spesific Assignment : iv + 21 page; 2 appendixes References of General Assignment : 18 (1990-2011) References of Specific Assignment : 2 (2006-2012)

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii ABSTRACT ... ix DAFTAR ISI ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM ... 4

2.1 Tinjauan Umum Suku Dinas Kesehatan ... 4

2.2 Visi dan Misi ... 5

2.3 Susunan Organisasi ... 6

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS KOORDINATOR FARMASI MAKANAN DAN MINUMAN ... 13

3.1 Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman ... 13

3.2 Dasar Hukum ... 15

3.3 Perizinan Sarana Pelayanan Kesehatan Farmasi Makanan dan Minuman ... 16

3.4 Pembinaan Pengawasan dan Pengendalian Sarana Pelayanan Kesehatan Farmasi Makanan dan Minuman ... 22

BAB 4 METODOLOGI ... 24

4.1 Waktu dan Tempat ... 24

4.2 Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ... 24

BAB 5 PEMBAHASAN ... 25

5.1 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK), Subseksi Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin) ... 25

5.2 Kegiatan Pembinaan Pengawasan dan Pengendalian (Binwasdal) Pukesmas Di Jakarta Selatan ... 28

5.3 Laporan Pemakaian dan Laporan Permintaan Obat (LPLPO) ... 28

5.4 Gudang Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 31

5.5 Kegiatan Pelayanan di Puskesmas Kecamatan Tebet ... 32

5.6 Kegiatan Penyuluhan Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Tebet ... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1 Kesimpulan ... 36

6.2 Saran ... 36

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota

Administasi Jakarta Selatan ... 39

Lampiran 2. Formulir Permohonan Surat Izin Apotek ... 40

Lampiran 3. Formulir Persyaratan Permohonan Izin Apotek... 42

Lampiran 4. Berita Acara Pemeriksaan Sarana Apotek ... 44

Lampiran 5. Formulir Pernyataan Siap Melakukan Kegiatan ... 48

Lampiran 6. Formulir Permohonan Izin Pedagang Eceran Obat ... 49

Lampiran 7. Formulir Permohonan Izin Cabang/Sub Penyalur Alat Kesehatan (Form 1) ... 51

Lampiran 8. Berita Acara Pemeriksaan Sarana CPAK (Form 2) ... 53

Lampiran 9. Laporan Hasil Pemeriksaan CPAK (Form 3) ... 56

Lampiran 10. Pernyataan Siap Beroperasi (Form 4) ... 57

Lampiran 11. Penundaan Izin CPAK (Form 5) ... 58

Lampiran 12. Surat Keputusan CPAK (Form 6) ... 59

Lampiran 13. Keputusan Pencabutan Izin CPAK (Form 7) ... 61

Lampiran 14. Formulir Permohonan Sertifikasi Produksi Pangan ... 62

Lampiran 15. Denah Ruangan Gedung Obat Sudinkes Jakarta Selatan ... 63

Lampiran 16. Alur dalam pemberian izin Cabang PAK ... 65

Lampiran 17. Denah Ruangan Gudang Obat Sudinkes Jakarta Selatan ... 66

Lampiran 18. BrosurPenyuluhan Mengenai Penggunaan Obat Minum yang Benar ... 67

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Suatu usaha melalui pelayanan kesehatan perlu dilakukan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, dinyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman bermutu, dan terjangkau. Pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan ketersediaan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau melalui perencanaan, pengaturan,

penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan atas penyelenggaraan

upaya/pelayanan kesehatan di masyarakat (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Upaya kesehatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah atau masyarakat. Pembangunan kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Sumber daya di bidang kesehatan yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan adalah tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, perbekalan kesehatan dan teknologi kesehatan.

Dalam upaya melindungi masyarakat dari pelayanan kesehatan yang tidak memenuhi syarat, pemerintah membuat kebijakan dan pedoman serta persyaratan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan dimulai dari pelayanan perizinan, pembinaan, pengawasan serta pengendalian dari ketersediaan/penyelenggaraan sumber daya kesehatan. Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dengan adanya otonomi daerah, maka terdapat beberapa kewenangan dan tugas dari pemerintah yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Selain itu untuk memperlengkapi Undang-Undang tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang pembagian urusan antara pemerintah, pemerintah provinsi

(13)

dan pemerintah kabupaten/kota yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007. Peraturan Pemerintah tersebut memuat bahwa aspek kesehatan merupakan salah satu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan dalam urusan pemerintah daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar.

Dengan adanya sistem otonomi daerah, maka dalam perwujudan pembangunan kesehatan dibuatlah peraturan daerah tentang sistem kesehatan daerah (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009a). Sistem kesehatan daerah bertujuan agar terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009a). Kewenangan tersebut mendorong terbentuknya Suku Dinas Kesehatan di tiap kota administratif di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Suku Dinas Kesehatan merupakan unit kerja Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Di dalam struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan terdapat seksi Sumber Daya Kesehatan yang membawahi koordinator farmasi makanan dan minuman. Koordinator farmasi makanan dan minuman merupakan salah satu wadah bagi apoteker dalam menjalankan tugas profesi kefarmasiannya di lingkup pemerintahan.

Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan pengalaman di dunia kerja, pengetahuan, dan pemahaman tentang peran apoteker di pemerintahan. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung dari tanggal 17 Juni hingga 28 Juni 2013 diharapkan memberikan wawasan kepada calon apoteker mengenai perannya di suku dinas kesehatan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan adalah agar mahasiswa program profesi apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia:

(14)

1. Memahami gambaran umum suku dinas kesehatan beserta peran dan fungsinya.

2. Memahami gambaran umum Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK).

3. Memahami pelaksanaan tugas dan fungsi koordinator farmasi makanan minuman (farmakmin), baik yang terkait dengan perizinan maupun yang terkait dengan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sarana kesehatan pada lingkup Kota Administrasi Jakarta Selatan.

(15)

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Tinjauan Umum Suku Dinas Kesehatan (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009)

Suku Dinas Kesehatan merupakan unit kerja Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah Kepala Dinas Kesehatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan, serta secara operasional berkedudukan di bawah Walikota dan bertanggung jawab kepada Walikota (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009b). Suku Dinas Kesehatan yang membentukannya mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2008 merupakan gabungan dari Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat. Berdasarkan peran dan fungsinya Dinas Kesehatan Provinsi berperan sebagai regulator, sedangkan Suku Dinas Kesehatan berperan sebagai auditor.

Suku Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Untuk melaksanakan tugas pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat, Suku Dinas Kesehatan mempunyai fungsi (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009b):

a. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), Dokumen Pelaksanaan

Anggaran (DPA) dan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan (PPK) suku dinas. b. Melaksanakan dokumen pelaksanaan anggaran dan petunjuk pelaksanaan

kegiatan suku dinas.

c. Melaksanakan koordinasi administrasi kesehatan pada lingkup wilayah kota administrasi.

d. Mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan memanfaatkan data dan informasi

kesehatan pada lingkup kota administrasi.

e. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian pelayanan kesehatan pada lingkup administrasi.

(16)

kota administrasi.

g. Melaksanakan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan. h. Melaksanakan penyediaaan, penatausahaaan, penggunaan, pemeliharaan, dan

perawatan prasarana dan sarana kerja suku dinas.

i. Mengelola kepegawaian, keuangan, barang, dan ketatausahaan.

j. Pelaksanaan pemungutan, penatausahaan, penyetoran, pelaporan, dan

pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima suku dinas kesehatan.

k. Pemberian, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi, perizinan atau rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan.

l. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup kabupaten/kota administrasi.

m. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat.

n. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan, dan pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan, khusus, tradisional, dan keahlian pada lingkup kabupaten/kota administrasi. o. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan, dan perawatan

prasarana dan sarana suku dinas kesehatan. p. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang.

q. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan.

r. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara suku dinas kesehatan. s. Penyiapan bahan laporan dinas kesehatan kabupaten/kota yang terkait dengan

tugas dan fungsi suku dinas kesehatan.

t. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi suku dinas kesehatan.

2.2 Visi dan Misi Suku Dinas Kesehatan

Visi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan adalah masyarakat Jakarta Selatan yang mandiri untuk hidup sehat. Sedangkan misi yang diemban oleh Suku Dinas Kesehatan untuk mencapai visi tersebut adalah:

(17)

a. Meningkatkan mutu dan profesionalisme tenaga kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan.

b. Mengendalikan dan menanggulangi gizi buruk dan penyakit menular, penyakit tidak menular, dan penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan.

c. Menggalang kemitraan dengan berbagai sektor dan seluruh potensi yang ada di masyarakat.

d. Mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) sesuai dengan kemajuan teknologi.

e. Meningkatkan mutu sistem pemasaran sosial kesehatan yang inovatif.

2.3 Susunan Organisasi

Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 150 Tahun 2009, terdiri dari :

1. Kepala Suku Dinas 2. Subbagian Tata Usaha 3. Seksi Kesehatan Masyarakat 4. Seksi Pelayanan Kesehatan

5. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan 6. Seksi Sumber Daya Kesehatan

2.3.1. Kepala Suku Dinas

Kepala Suku Dinas selaku pimpinan di Suku Dinas mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi suku dinas. b. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas subbagian, seksi dan subkelompok

jabatan fungsional.

c. Melaksanakan kerjasama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan/atau instansi pemerintah/swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi suku dinas.

(18)

d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi suku dinas.

2.3.2 Subbagian Tata Usaha

Subbagian Tata Usaha merupakan satuan kerja staf Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Subbagian tata usaha dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berkedudukan di bawah Kepala Suku Dinas dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Subbagian tata usaha mempunyai tugas:

a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Kerja dan Angggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas.

d. Melaksanakan monitoring, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas.

e. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang suku dinas. f. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan suku dinas

g. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan, dan perawatan prasarana dan sarana kerja suku dinas.

h. Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan, dan ketertiban kantor. i. Melaksanakan pengelolaan ruang rapat/pertemuan suku dinas.

j. Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara, dan pengaturan acara suku dinas.

k. Menerima, mencatat, membukukan, menyetorkan, dan melaporkan

penerimaan retribusi suku dinas kesehatan.

l. Menyiapkan bahan laporan suku dinas yang terkait dengan tugas subbagian tata usaha.

m. Mengkoordinasikan penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja, dan akuntabilitas) suku dinas.

n. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas subbagian tata

(19)

2.3.3 Seksi Kesehatan Masyarakat

Seksi kesehatan masyarakat merupakan satuan kerja Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi kesehatan masyarakat dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berkedudukan di bawah Kepala Suku Dinas dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas :

a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas sesuai ruang lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas sesuai

dalam lingkup tugasnya.

c. Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelaksanaan kesehatan keluarga termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita, dan asuhan keperawatan.

d. Mengkoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan pengendalian program kesehatan masyarakat.

e. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi.

f. Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan masyarakat.

g. Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat kota administrasi/kabupaten.

h. Melaksanakan manajemen basis data kesehatan melalui sistem informasi manajemen kesehatan yang terintegrasi.

i. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi dan Pembinaan Peran Serta Masyarakat (PPSM).

j. Menerapkan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).

k. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi kesehatan masyarakat.

l. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi kesehatan masyarakat.

(20)

2.3.4. Seksi Pelayanan Kesehatan

Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan satuan kerja Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah Kepala Suku Dinas dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas.

Seksi Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas:

a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian

tatalaksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.

d. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan,

memanfaatkan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan.

e. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar pelayanan kesehatan masyarakat.

f. Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pelaksanaan akreditasi sarana pelayanan kesehatan.

g. Memberikan rekomendasi/perizinan sarana pelayanan kesehatan. h. Memberikan tanda daftar kepada usaha pengobatan tradisional.

i. Melaksanakan siaga 24 jam Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan

(Pusdaldukkes).

j. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan.

k. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi pelayanan kesehatan.

l. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi pelayanan kesehatan.

2.3.5 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan

(21)

Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi pengendalian masalah kesehatan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berkedudukan di bawah Kepala Suku Dinas dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas.

Seksi Pengendalian Masalah kesehatan mempunyai tugas:

a. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.

b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.

c. Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah/Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan.

d. Melaksanakan kegiatan pembinaan pelaksanaan kesehatan haji.

e. Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular/tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.

f. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan teknis

peningkatan kompetensi surveilans epidemiologi, tenaga kesehatan

pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.

g. Melaksanakan kegiatan koordinasi, kerja sama dan kemitraan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan/atau instansi pemerintah/swasta/masyarakat.

h. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan imunisasi.

i. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan dan

memanfaatkan data dan informasi surveilans epidemiologi sebagai Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup kabupaten/kota administrasi.

j. Melaksanakan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan.

(22)

k. Meningkatkan sistem jaringan informasi wabah/Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans.

l. Melaksanakan kegiatan pengendalian surveilans kematian.

m. Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan wabah/Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans.

n. Melaksanakan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan

lingkungan meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan lingkungan kumuh penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengelolaan lingkungan/upaya pemantauan lingkungan.

o. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang kesehatan lingkungan.

p. Penyajian materi pelatihan teknis dalam bidang kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja.

q. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi pengendalian masalah kesehatan.

r. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi

pengendalian masalah kesehatan.

2.3.6 Seksi Sumber Daya Kesehatan

Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berkedudukan di bawah Kepala Suku Dinas dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas:

a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

(23)

c. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan, dan minuman.

d. Memberikan rekomendasi/perizinan praktek tenaga kesehatan. e. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.

f. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.

g. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan.

h. Melaksanakan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem manajemen mutu.

i. Melaksanakan survei kepuasan pelanggan kesehatan.

j. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan penerapan sistem manajemen mutu kepada Puskesmas.

k. Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator. l. Melaksanakan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur,

dan auditor mutu pelayanan kesehatan.

m. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sarana farmasi makanan minuman, yang meliputi industri kecil obat tradisional, sub penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga.

n. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat generik dan persediaan cadangan obat esensial.

o. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup kabupaten/kota administrasi.

p. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan.

q. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi sumber daya kesehatan.

r. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi sumber daya kesehatan.

Seksi Sumber Daya Kesehatan dibagi menjadi tiga koordinator untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi seksi sumber daya kesehatan. Koordinator yang terdapat pada seksi Sumber Daya Kesehatan adalah koordinator

(24)

tenaga kesehatan, koordinator pengelola standarisasi mutu kesehatan, dan koordinator farmasi makanan dan minuman.

(25)

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS KOORDINATOR FARMASI MAKANAN DAN MINUMAN 3.1 Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta merupakan regulator yang berperan membuat pedoman, kebijakan, maupun persyaratan dalam pelaksanaan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. Regulasi yang telah dibuat Dinas Kesehatan diaudit oleh Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) untuk dilaksanakan oleh subjek atau sasaran regulasi tersebut. Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 150 tahun 2009, Suku Dinas Kesehatan memiliki struktur organisasi yang terdiri dari seksi Sumber Daya Kesehatan, seksi Pelayanan Kesehatan, seksi Kesehatan Masyarakat, seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dan seksi Sumber Daya Kesehatan.

Seksi Sumber Daya Kesehatan secara garis besar memiliki peran dalam lingkup tenaga kesehatan, mutu kesehatan, serta kefarmasian, makanan, dan minuman. Masing-masing peran tersebut dibagi menjadi beberapa koordinator untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing. Koordinator yang terdapat pada seksi Sumber Daya Kesehatan terdiri dari koordinator tenaga kesehatan, koordinator pengelola standardisasi mutu kesehatan, serta koordinator farmasi makanan dan minuman. Setiap koordinator memiliki fungsi dan tugas khusus yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas dan seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK). Koordinator pada seksi SDK yang akan dipaparkan pada bab ini adalah farmasi makanan dan minuman (Farmakmin).

Tugas pokok koordinator farmasi makanan minuman adalah:

a. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), Dokumen Pelaksanaan

Anggaran (DPA), dan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan (PPK) seksi sumber daya kesehatan.

b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Petunjuk

Pelaksanaan Kegiatan (PPK) seksi sumber daya kesehatan.

c. Melaksanakan supervisi dalam rangka rekomendasi perizinan sarana

farmakmin seperti apotek, apotek rakyat, Cabang Penyalur Alat Kesehatan, Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Pangan Industri Rumah Tangga

(26)

(PIRT), dan Pedagang Eceran Obat (PEO).

d. Melaksanakan pengelolaan dan layanan perizinan apotek, apotek rakyat, cabang penyalur alat kesehatan, industri kecil obat tradisional, pangan industri rumah tangga, dan pedagang eceran obat.

e. Melakukan Bimbingan, Pengawasan dan Pengendalian (Binwasdal) terhadap sarana pelayanan kesehatan kefarmasian pemerintahan dan swasta.

f. Melakukan akreditasi dan pengawasan mutu pelayanan kesehatan. g. Mengendalikan mutu pelayanan kefarmasian klinik.

h. Melakukan pengelolaan bidang obat suku dinas kesehatan.

i. Melaksanakan rekapitulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) Puskesmas.

j. Melaksanakan pemantauan harga obat generik, dan persediaan cadangan obat esensial.

k. Melakukan pengamanan obat, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, makanan, dan minuman.

l. Memantau dampak lingkungan.

m. Pembinaan produsen, distributor dan penggunaan obat, termasuk narkotika, psikotropika dan zat aditif (NAPZA).

n. Melaksanakan pengelolaan laporan narkotika.

o. Melaksanakan pengelolaan penyuluhan keamanan pangan serta memberikan sertifikat penyuluhan industri rumah tangga makanan dan minuman.

p. Melaksanakan pencatatan surat masuk dan keluar serta pendistribusiannya. q. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian komunitas, melalui saran,

rekomendasi perbaikan, penilaian, pemberian penghargaan, sanksi dan rehabilitasi terhadap sarana farmasi, makanan, dan minuman.

r. Pengelolaan terhadap hasil supervisi.

s. Memfasilitasi penyelesaian permasalahan yang dilaporkan profesi dan masyarakat.

t. Mensosialisasikan perundang-undangan dan program.

u. Bekerjasama dalam tim dengan koordinator standardisasi mutu dan

koordinator tenaga kesehatan.

(27)

w. Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh atasan langsung.

3.2 Dasar Hukum

Dasar hukum yang yang menjadi pijakan pelaksanaan peran dan fungsi dari Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman yaitu:

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. c. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/2007 tentang Apotek Rakyat.

e. Keputusan Menteri Kesehatan No. 497/Menkes/SK/VII/2006 tentang Daftar Obat Esensial Nasional.

f. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang

Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan No. 167/Kab/B.VII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat.

g. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang

Peredaran Psikotropika.

i. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. j. Peraturan Menteri Kesehatan No. 142/Menkes/Per/III/1991 tentang Penyalur

Alat Kesehatan.

k. Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 970 tahun 1990 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat di Wilayah DKI Jakarta. l. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 006 tahun 2012 tentang Industri dan

Usaha Obat Tradisional.

m. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker.

n. Keputusan Menteri Kesehatan No. 2912/B/SK/IX/1986 tentang Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga.

(28)

3.3 Perizinan Sarana Pelayanan Kesehatan Farmasi Makanan dan Minuman

Setiap orang dan/atau badan hukum yang menyiapkan, meracik, dan/atau mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, serta industri rumah tangga yang memproduksi, mengolah, dan mendistribusikan makanan dan minuman, wajib mengajukan perizinan. Perizinan diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan, namun dengan adanya otonomi daerah, maka perizinan diajukan ke Suku Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten Administrasi. Perizinan yang dikelola oleh Suku Dinas Kesehatan adalah izin apotek, izin pedagang eceran obat, izin cabang penyalur alat kesehatan, izin industri kecil obat tradisional, dan sertifikasi produksi pangan industri rumah tangga bagi industri kecil makanan dan minuman. Selain itu, terdapat apotek rakyat yang perizinannya juga diajukan ke Suku Dinas Kesehatan, dimana izin penyelenggaraannya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 284 tahun 2007.

3.3.1 Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Dalam menjalankan praktek kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian yang merupakan pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Pemerintah Republik Indonesia, 2009a).

Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan, salah satunya adalah apoteker yang merupakan tenaga kefarmasian. Setiap tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi, dimana untuk apoteker adalah Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) yang dikeluarkan oleh Menteri, dan berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun berikutnya apabila memenuhi syarat. Untuk memperoleh STRA, maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah:

a. Ijazah apoteker

(29)

c. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker

d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek

e. Membuat surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

Sebelum melaksanakan kegiatan di apotek, Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). Izin apotek berlaku selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melaksanakan tugasnya dan masih memenuhi persyaratan. Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk membuka apotek di tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1.

b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan.

c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3.

d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap

(30)

melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh formulir APT-4.

e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir APT-5.

f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana.

i. Pemilik sarana yang dimaksud (poin h) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan

APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib

mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan

menggunakan formulir model APT-7. 3.3.2 Apotek Rakyat

Apotek rakyat adalah sarana pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan dan tidak melakukan peracikan. Apotek rakyat juga tidak menjual narkotika serta harus mengutamakan obat generik. Pengaturan apotek rakyat bertujuan untuk:

(31)

a. Pedoman bagi toko obat yang ingin meningkatkan pelayanan dan status usahanya menjadi apotek rakyat.

b. Pedoman bagi perorangan atau usaha kecil yang ingin mendirikan apotek rakyat.

c. Melindungi masyarakat untuk dapat memperoleh pelayanan kefarmasian (Departemen Kesehatan RI, 2007).

Setiap orang atau badan usaha dapat mendirikan apotek rakyat, dimana apotek rakyat harus memiliki izin yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Setiap apotek rakyat harus memiliki 1 (satu) orang apoteker sebagai penangung jawab dan dapat dibantu oleh asisten apoteker. Permohonan izin pendirian apotek rakyat diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan akan dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tata cara memperoleh izin Apotek Rakyat sama dengan Apotek (Departemen Kesehatan RI, 2007).

3.3.3 Pedagang Eceran Obat

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 167 Tahun 1972, pedagang eceran obat adalah orang atau badan hukum Indonesia yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat bebas terbatas (daftar W) untuk dijual secara eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat dapat diusahakan oleh perusahaan negara, perusahaan swasta atau perorangan, di mana pedagang eceran obat menjual obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas dalam bungkusan dari pabrik yang membuatnya secara eceran. Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan. Obat-obat bebas terbatas harus disimpan dalam lemari khusus dan tidak boleh dicampur dengan obat-obat atau barang-barang lain (Departemen Kesehatan RI, 2002a).

Permohonan perizinan sarana pedagang eceran obat diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Penerbitan izin setiap pedagang eceran obat harus disampaikan tembusan oleh Kepala Dinas Kesehatan

(32)

Kabupaten/Kota kepada Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi serta Kepala Balai POM setempat (Departemen Kesehatan RI, 2002a). Izin usaha pedagang eceran obat berlaku selama 2 (dua) tahun terhitung dari mulai tanggal ditetapkan dan 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku izin berakhir harus mengajukan permohonan perpanjangan izin pedagang eceran obat.

3.3.4 Usaha Obat Tradisional

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Industri di bidang obat tradisional meliputi IOT (Industri Obat Tradisional) dan IEBA (Industri Ekstrak Bahan Alam). Usaha di bidang obat tradisional meliputi UKOT (Usaha Kecil Obat Tradisional), UMOT (Usaha Mikro Obat Tradisional), Usaha Jamu Racikan danUsaha Jamu Gendong (Menkes RI, 2012).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Industri Obat Tradisional, IOT adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional; IEBA adalah industri yang khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir; UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen; UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan; Usaha Jamu Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen; dan Usaha Jamu Gendong adalah usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen (Menkes RI, 2012).

Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri, kecuali usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan. Selain wajib memiliki izin, industri dan usaha obat tradisional wajib memenuhi ketentuan

(33)

peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal. Izin usaha obat tradisional berlaku seterusnya selama industri dan usaha obat tradisional yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Menteri mendelegasikan kewenangan pemberian izin IOT dan IEBA kepada Direktorat Jenderal, UKOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan UMOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Permohonan izin UKOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai setempat. Permohonan Izin UMOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Menkes RI, 2012).

3.3.5 Cabang Penyalur Alat Kesehatan

Cabang penyalur alat kesehatan adalah perwakilan usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah mendapat izin. Dalam hal ini apabila suatu perusahaan atau distributor besar ingin melaksanakan atau memiliki perwakilan usaha di suatu daerah, perusahaan atau distributor tersebut dapat mengajukan perizinan sub penyalur alat kesehatan kepada Suku Dinas Kesehatan. Kebanyakan usaha penyalur alat kesehatan yang ada saat ini dilakukan oleh perorangan tanpa keberadaan badan usaha yang jelas. Artinya, usaha ini dilakukan oleh perorangan jika mendapatkan suatu tender proyek peralatan kesehatan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap cabang penyalur alat kesehatan ini harus dilakukan dengan ketat. Segala bentuk perubahan yang terjadi baik fisik maupun non fisik wajib dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan untuk diurus perizinan perubahan tersebut.

3.3.6 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)

Pangan Industri Rumah Tangga adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di lokasi pemukiman dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Dalam menjalankan PIRT ini, perusahaan pangan harus mempunyai Seritifkat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga atau SPP-IRT. Sesuai Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 antara lain tentang Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), SPP-IRT bertujuan untuk:

(34)

a. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan. b. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang

pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen.

c. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan PIRT.

3.4 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian Sarana Pelayanan Kesehatan Farmasi Makanan dan Minuman

Pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan dalam bentuk pemberian informasi, sosialisasi peraturan, memberi penyegaran, memberikan bimbingan teknis secara langsung ke lapangan maupun tidak langsung untuk meningkatkan konsistensi petugas agar memenuhi persyaratan. Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang kesehatan dan upaya kesehatan (Undang-Undang RI No. 36, 2009).

Pembinaan yang dilakukan pemerintah diarahkan untuk memenuhi kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan; menggerakkan dan melaksanakan penyelenggaraan upaya kesehatan; memfasilitasi dan menyelenggarakan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan; memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perbekalan kesehatan, termasuk sediaan farmasi dan alat kesehatan serta makanan dan minuman; memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan standar dan persyaratan; melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan (Undang-Undang RI No. 36, 2009).

Bentuk pembinaan yang dilaksanakan oleh pemerintah antara lain (Undang-Undang RI No. 36, 2009):

a. Komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat b. Pendayagunaan tenaga kesehatan

(35)

Tujuan besar dari pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah adalah untuk melindungi pihak-pihak yang ada maupun terlibat dalam upaya kesehatan. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan, pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pihak lain, misalnya Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Kepala Dinas Provinsi, dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang berperan di bidang kesehatan. Pengawasan pada sarana kefarmasian dilaksanakan secara langsung ke sarana farmasi oleh Dinas Kesehatan, Suku Dinas Kesehatan, dan lintas sektor terkait untuk mengetahui apakah pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, sedangkan pengendalian dilaksanakan sebagai upaya tindak lanjut dari pengawasan yang dapat berupa sanksi administrasi, berupa teguran, peringatan, sampai pencabutan izin.

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi melaksanakan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan, yaitu melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap teknis pelaksanaan program di kota administrasi misalnya apotek, puskesmas, dan rumah sakit. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi dapat memberikan teguran dan pencabutan izin. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian berfungsi untuk memantau proses dan produk- produk layanan di bidang kesehatan secara efektif dan efisien dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga kepuasan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan dapat dipenuhi secara optimal sesuai dengan sumber daya yang ada.

(36)

BAB 4 METODOLOGI

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan yang terletak di Jalan Radio 1 Nomor 8 Kebayoran Baru; gudang penyimpanan obat Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan yang terletak di Jalan Raya Kebagusan, Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dan Puskesmas Kecamatan Tebet yang terletak di Jalan Prof. Supomo SH No. 54 Jakarta Selatan. PKPA dilaksanakan mulai tanggal 17 Juni 2013 sampai 28 Juni 2013.

4.2 Kegiatan Pratek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

Kegiatan yang dilakukan mahasiswa selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan adalah sebagai berikut :

a. Mengamati struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dan tugas pokok dan fungsi sub seksi Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin).

b. Mengamati pelaksanaan Binwasdal Sarana Farmakmin.

c. Merekapitulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) pada tahun 2011-2013.

d. Mengamati pengelolaan obat di gudang Suku Dinas Jakarta Selatan. e. Mengamati kegiatan pelayanan di Puskesmas Kecamatan Tebet.

(37)

BAB 5 PEMBAHASAN

Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung selama dua minggu dimulai pada tanggal 17 Juni hingga 28 Juni 2013. Selama kegiatan PKPA berlangsung, mahasiswa mendapatkan pengetahuan lebih mengenai kegiatan yang dilakukan di Suku Dinas Kesehatan dengan ikut serta dalam beberapa kegiatan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi subseksi Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin) di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Pada laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, pembahasan dikhususkan pada sub seksi Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin), Seksi Sumber Daya Kesehatan, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Beberapa kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah pembinaan Puskesmas sebagai salah satu agenda Binwasdal (Pembinaan, Pengawasan, dan

Pengendalian) Sarana Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin); pembuatan

rekapitulasi bulanan LPLPO (Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) dari tiap puskesmas kecamatan dalam wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan; mempelajari alur proses pembuatan Surat Izin Apotek (SIA), Surat Izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT); menyusun dokumen instrumen pemutakhiran data; mempelajari pengelolaan obat di gudang obat Suku Dinas Kesehatan; mempelajari pengelolaan dan alur pengeluaran obat di gudang Puskesmas Kecamatan Tebet; mempelajari pelaksanaan pelayanan obat di Apotek Puskesmas Kecamatan Tebet; serta memberikan penyuluhan kepada pasien di Puskesmas Kecamatan Tebet.

5.1 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK), dan Subseksi Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin)

Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2008,

(38)

di setiap Kota Administrasi dibentuk Suku Dinas Kesehatan yang merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10 Tahun 2008, struktur organisasi Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Selatan terdiri dari Kepala Suku Dinas, Subbagian Tata Usaha, Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan, dan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan. Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota Administasi Jakarta Selatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Masing-masing bagian dipimpin oleh Kepala Seksi yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Suku Dinas (Kasudin). Setiap bagian membawahi beberapa subbagian dan masing-masing subbagian dipimpin oleh seorang koordinator yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan oleh masing-masing Kepala Seksi.

Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) memiliki tiga subseksi yaitu Tenaga Kesehatan (Nakes), Standarisasi Mutu Kesehatan, dan Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin). Setiap koordinator memiliki tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan oleh Kepala Seksi SDK. Tugas pokok Seksi Sumber Daya Kesehatan diantaranya adalah melaksanakan pemberian rekomendasi sarana kefarmasian tertentu dan sarana lainnya yang berhubungan dengan kesehatan serta pelaksanaan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap perbekalan kesehatan. Tugas-tugas tersebut dikelola oleh koordinator farmasi makanan dan minuman.

Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 150 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, struktur organisasi dan pelaksanaan tugas dari Farmasi Makanan dan Minuman telah sesuai antara lain memegang peranan dalam perizinan, pengawasan, dan pengendalian sarana kesehatan, baik yang dikendalikan oleh pemerintah maupun perorangan. Beberapa kegiatan yang dikendalikan oleh subseksi farmasi makanan dan minuman adalah melaksanakan pengelolaan perizinan Apotek, Apotek Rakyat, Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), dan Pedagang Eceran Obat (PEO); melaksanakan supervisi dan pengelolaan hasil supervisi dalam rangka rekomendasi perizinan

(39)

sarana Farmakmin; melaksanakan Binwasdal terhadap sarana pelayanan kesehatan kefarmasian, baik pemerintah maupun swasta; melaksanakan pengelolaan penyuluhan keamanan pangan; melaksanakan pengelolaan Laporan Narkotika dan Psikotropika; melakukan pengelolaan bidang obat Suku Dinas Kesehatan; melaksanakan pemantauan harga obat narkotika, dan persediaan cadangan obat esensial; serta melaksanakan rekaptulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari Puskesmas Kecamatan dalam satu wilayah Kota Administrasi.

Proses perizinan sarana kesehatan dilaksanakan dengan sistem satu atap yaitu di kantor Walikota, tepatnya pada bagian Pelayanan Terpadu (Yandu). Pemohon datang ke Kantor Pelayanan Terpadu Bagian Kesehatan untuk menyampaikan keinginan dalam mendapatkan perizinan untuk Apotek, Apotek Rakyat, Cabang Penyalur Alat Kesehatan, produksi Pangan Industri Rumah Tangga, ataupun Pedagang Eceran Obat, Usaha Mikro Obat Tradisional. Pemohon akan mendapatkan formulir yang berisi data kelengkapan sebagai persyaratan mendapatkan perizinan. Setelah persyaratan selesai disiapkan, pemohon datang kembali ke kantor Pelayanan Terpadu untuk menyerahkan berkas persyaratan perizinan sarana kesehatan. Apabila ada berkas yang kurang sesuai/lengkap, pemohon diminta untuk memperbaiki atau melengkapi.

Berkas yang diserahkan oleh pemohon di kantor Pelayanan Terpadu kemudian dibawa ke kantor Suku Dinas Kesehatan. Berkas permohonan yang sudah lengkap persyaratan administrasinya kemudian dikirimkan ke Subbagian Tata Usaha untuk registrasi surat masuk. Setelah didisposisi oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan, berkas diserahkan ke Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi Makanan dan Minuman. Petugas bagian Farmasi Makanan dan Minuman akan memeriksa kembali dokumen tersebut sebelum proses pemeriksaan kelengkapan sumber daya sarana kesehatan dilakukan dalam bentuk inspeksi lapangan. Dalam proses tersebut petugas suku dinas kesehatan memeriksa kesesuaian antara persiapan persyaratan dokumen tertulis yang diserahkan pemohon dengan kondisi di lapangan.

(40)

5.2 Kegiatan Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian (Binwasdal) Puskemas di Jakarta Selatan

Pelaksanaan kegiatan Binwasdal di Suku Dinas Kesehatan dilakukan berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang telah ditetapkan. Kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian (Binwasdal) bertujuan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjamin dan terjangkau bagi masyarakat dengan sarana kesehatan yang menunjang pelayanan kesehatan prima dan sumber daya manusia yang profesional dan responsif. Fungsi pembinaan dilakukan melalui kegiatan seminar atau kuliah, fungsi pengawasan dilakukan dengan melakukan inspeksi langsung terhadap sarana Farmakmin, sedangkan fungsi pengendalian dilakukan sebagai tindak lanjut terhadap hasil pengawasan. Kegiatan Binwasdal dilakukan terhadap sarana Farmakmin seperti Apotek, Apotek Rakyat, CPAK (Cabang Penyalur Alat Kesehatan), UMOT (Usaha Mikro Obat Tradisional), dan PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga).

Mahasiswa turut berpartisipasi dalam kegiatan Binwasdal yang dilakukan Suku Dinas Kesehatan terhadap apoteker, asisten apoteker dan tenaga kesehatan lainnya tentang implementasi pengelolaan apotek di Puskesmas, penanganan obat narkotik dan prekursornya, penanganan psikotropik, serta penjelasan mengenai Undang-Undang yang mengatur tentang peredaran obat narkotika dan psikotropika. Materi tersebut disampaikan oleh narasumber yang berkompeten di bidangnya yang kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi atau tanya jawab. Kendala yang timbul saat berlangsungnya kegiatan pembinaan tersebut adalah banyak apoteker yang telah diundang secara langsung oleh pihak Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan yang tidak hadir dalam kegiatan tersebut. Sementara itu, kehadiran apoteker penanggung jawab merupakan hal yang penting bagi pengetahuan dan pemahamannya mengenai materi yang disampaikan dalam kegiatan tersebut.

5.3 Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)

Lingkup kerja Koordinator Farmakmin Sudinkes Kota Adminstrasi Jakarta Selatan satu diantaranya adalah membuat LPLPO yang mencakup 10 (sepuluh)

(41)

Puskesmas Kecamatan. Kesepuluh kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pancoran, Pasar Minggu, Pesanggrahan, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Cilandak, Tebet, Jagakarsa, Mampang Prapatan, dan Setiabudi. Setiap bulan Puskesmas Kecamatan wajib membuat laporan pemakaian dan lembar permintaan obat kepada Sudinkes Kota administrasi Jakarta Selatan sehingga dapat diketahui jumlah dan jenis persediaan obat.

Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) adalah formulir terpadu yang digunakan dalam sistem informasi obat digunakan dalam sistem informasi obat di tingkat kabupaten/kota, puskesmas dan puskesmas pembantu. Laporan pemakaian dan permintaan obat (LPLPO) digunakan sebagai laporan pemakaian obat bulanan oleh penanggung jawab obat puskesmas sekaligus sebagai lembar permintaan kebutuhan obat bulan berikutnya kepada Dinas Kesehatan Kota. Permintaan tambahan obat dapat dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, sedangkan untuk mengatasi kekosongan obat di puskesmas dapat dilakukan setiap saat sesuai kebutuhan diluar jadwal yang telah ditetapkan.

Pembuatan LPLPO oleh Puskesmas, menurut Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang di terbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, merupakan salah satu rangkaian kegiatan administrasi di Puskesmas dalam rangka penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan maupun pengelolaan resep agar lebih mudah dimonitor dan dievaluasi. Fungsi LPLPO antara lain untuk melaporkan pemakaian obat bulanan, melaporkan jumlah kunjungan resep, sebagai dokumen bukti atau sumber informasi tentang pengeluaran obat, dokumen bukti atau sumber informasi untuk penerimaan obat dan perencanaan kebutuhan obat di puskesmas. Hal tersebut juga digunakan sebagai sumber informasi untuk melakukan supervisi dan pembinaan, dan sarana untuk meningkatkan kepatuhan petugas dalam menyampaikan laporan. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat dibuat rangkap tiga, yaitu lembar asli untuk unit pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten/Kota, Lembar Salinan 1 dikirim untuk instansi penerima (RS/puskesmas), dan Lembar Salinan 2 untuk arsip dinas kesehatan dati kabupaten/kota. Isi Laporan Pemakaian

(42)

dan lembar Permintaan Obat (LPLPO) terdiri dari: a. Nomor dan tanggal pelaporan dan atau permintaan

b. Nama puskesmas yang bersangkutan

c. Nama kecamatan dari wilayah kerja puskesmas

d. Nama kabupaten/kota dari wilayah kecamatan yang bersangkutan

e. Tanggal pembuatan dokumen

f. Bulan bersangkutan untuk satuan kerja puskesmas

g. Jika hanya melaporkan data pemakaian dan sisa stok obat maka diisi dengan nama bulan bersangkutan.

h. Jika dengan mengajukan permintaan obat (termasuk pelaporan data obat) diisi dengan periode distribusi bersangkutan.

Alur pelaporan LPLPO oleh unit pelayanan kesehatan dan daerah dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu LPLPO Puskesmas Kelurahan melaporkan ke Puskesmas Kecamatan paling lambat tanggal 1 pada bulan berikutnya. Puskesmas Kecamatan mengirimkan LPLPO ke Suku Dinas Kesehatan Kotamadya/Kabupaten selambat-lambatnya tanggal 8 pada bulan berikutnya. LPLPO Kotamadya/Kabupaten dikirim kepada Dinas Kesehatan Propinsi setiap 3 bulan. Dinas Kesehatan Propinsi melaporkan LPLPO paling lambat tanggal 15 setiap bulannya ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Informasi yang dapat diperoleh dari LPLPO adalah jenis dan jumlah sisa stok atau stok awal obat, jenis dan jumlah persediaan obat, perbandingan antara jumlah persediaan dengan jumlah pemakaian obat perbulan, perbandingan antara pemakaian obat dengan resep, dan perbandingan antara jumlah persediaan dengan jumlah pemakaian obat perbulan. Data dan informasi yang diperoleh dari LPLPO ini sangat dibutuhkan untuk perencanaan kebutuhan obat, pendistribusian obat serta kegiatan pengendalian persediaan obat. Data LPLPO dikirim oleh puskesmas via surat elektronik kepada petugas Subseksi Farmasi Makanan dan Minuman. Mahasiswa memiliki kesempatan untuk membantu merekapitulasi LPLPO Suku Dinas Kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2011-2013. Kendala yang timbul pada pelaksanaan LPLPO adalah ketidaktepatan waktu pengiriman LPLPO dari pihak Puskesmas Kecamatan yang mungkin disebabkan kurangnya jumlah tenaga kefarmasian dan tenaga teknis kefarmasian

(43)

baik pada Puskesmas Kecamatan maupun Kelurahan.

5.4 Gudang Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan

Selama PKPA, mahasiswa berkesempatan mengunjungi gudang

penyimpanan obat Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan yang terletak di Jalan Raya Kebagusan, Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Gudang penyimpanan obat dan alat kesehatan ini dijaga oleh satu orang petugas. Gudang penyimpanan obat Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan terdiri dari dua lantai. Lantai 1 (satu) terdiri dari ruang gudang penyimpanan obat Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan (buffer), ruang gudang penyimpanan obat program, ruang gudang penyimpanan obat Dinas Kesehatan, dan ruang gudang penyimpanan obat Puskesmas Kecamatan lain yang berada di Jakarta Selatan yang dititipkan di gudang Sudinkes. Lantai 2 (dua) terdiri dari kantor. Denah gudang dicantumkan pada Lampiran 17.

Obat-obat yang terdapat dalam gudang penyimpanan disusun berdasarkan golongan program obat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pengambilan obat program dari gudang Suku Dinas Kesehatan dan pendistribusian ke bagian program obat di Suku Dinas Kesehatan. Mahasiswa juga turut serta membantu melakukan pendataan sisa stok dan tanggal kadaluarsa dari obat program, obat dinkes, dan obat buffer yang disimpan di gudang obat Suku Dinas Kesehatan Kota Adminsitrasi Jakarta Selatan.

Obat buffer adalah obat yang pengadaannya dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan untuk mencukupi kekurangan dan kebutuhan tiap kecamatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan, dan untuk antisipasi terjadinya kondisi gawat darurat atau ketika ada kejadian luar biasa (KLB). Obat yang berasal dari Dinas Kesehatan juga digunakan untuk mengantisipasi terjadinya konsisi gawat darurat atau kejadian luar biasa (KLB). Obat program dialokasikan sesuai program yang dicanangkan seperti program pemberantasan penyakit menular, TB paru, penyakit ISPA, filariasis, malaria, program kesehatan ibu dan anak, dan sebagainya.

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum terungkap bahwa paket program coaching yang telah dikembangkan bisa memenuhi kondisi sebagaimana tercantum pada poin 1-3 (Tabel 3). Satu-satunya aspek yang dirasa

Penelitian ini menghadapi kendala pada pengukuran kinerja pemasaran, dimana pada berdasarkan hasil pengamatan pada gambar pada grafik analisis full model (Gambar 4.3)

Hasil penelitian koleksi anggrek yang terkumpul dari pulau Wawonii dengan didukung hasil penelusuran pustaka tentang anggrek Sulawesi (Schlechter, 1911; Smith, 1929; dan Thomas

Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan Kuesioner Pengalaman Bullying pada Pelajar/Mahasiswa (PBP/M) yang diadaptasi dari Astuti (2008).

Skill atau kerampilan para peserta juga masih belum memadai, keterampilan yang dimiliki hanya merupakan hasil dari pengalaman mengerjakan mebel selama bertahun –

Areal kemitraan kehutanan yang diperjanjikan merupakan hutan lindung seluas 320 hektar yang digarap oleh 470 KK yang merupakan penduduk asli Desa Mekar SariG. Kondisi tofografi

bersabda: Barang siapa yang berserikat dengan orang lain dalam memiliki rumah atau pohon kurma, maka ia tidak boleh menjualnya sebelum memberitahukan kawan serikatnya, apabila ia

Untuk memastikan bahwa suatu unit pengumpul/suplier menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan terhadap sanitasi dan higiene penanganan ikan