• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE AGUSTUS 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE AGUSTUS 2013"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI

JAKARTA TIMUR

JL. MATRAMAN RAYA NO. 218

PERIODE 19-30 AGUSTUS 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LINDA JULI ASTUTI, S.Farm

1206329770

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI

JAKARTA TIMUR

JL. MATRAMAN RAYA NO. 218

PERIODE 19-30 AGUSTUS 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

LINDA JULI ASTUTI, S.Farm

1206329770

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)

Karya Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Linda Juli Astuti, S. Farm.

NPM : 1206329770

Tanda Tangan :

(4)

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama / NPM : Linda Juli Astuti, S.Farm/ 1206329770 Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No. 218 Periode 19-30 Agustus 2013

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia

(5)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Dalam penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Dyan Sulistyorini, Apt., selaku Pembimbing I dan Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama periode PKPA.

2. Dr. Berna Elya, M.Si., Apt. selaku Pembimbing II yang telah memberikan masukan selama penulisan laporan.

3. Drg. Murni Hayati, M.Si selaku Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.

4. drg. Yuditha Enda P. M.Kes. selaku Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. 5. drg. Roselyne Tobing, selaku Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan yang

telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.

6. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI.

7. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS selaku Pjs. Fakultas Farmasi UI sampai dengan tanggal 20 Desember 2013.

8. Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia sekaligus Pembimbing Akademis yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA, sekaligus sebagai pembimbing akademis yang telah memberikan masukan selama masa kuliah.

(6)

10. Orang tua, adik dan Andrianto Cahyo Dwi Laksono, SE. tercinta yang selalu memberikan doa serta dukungan kepada penulis.

11. Rekan-rekan mahasiswa Apoteker angkatan 77 yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker di Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Penulis

(7)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Linda Juli Astuti, S.Farm.

NPM : 1206329770

Program Studi : Profesi Apoteker

Fakultas : Farmasi

Jenis karya : Laporan Praktek Kerja

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No. 218 Periode 19 - 30 Agustus 2013

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 16 Januari 2014 Yang menyatakan

(8)

Nama : Linda Juli Astuti, S. Farm.

Program Studi : Farmasi

Judul :.Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No. 218, Jakarta Timur Periode 19-30 Agustus 2013

Pemerintah bertugas untuk mengatur penyelenggaraan upaya kesehatan di seluruh wilayah Indonesia secara merata, terjangkau dan bermutu dalam rangka mewujudkan pembangunan kesehatan agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Salah satu provinsi di Indonesia yang menerapkan sistem otonomi daerah adalah Provinsi DKI Jakarta. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan bagian dari struktur organisasi Dinas Kesehatan pada tingkat kota administrasi di Provinsi DKI Jakarta. Suku Dinas Kesehatan merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi dalam mengelola bidang kesehatan yang terdiri dari lima seksi, yaitu sub bagian tata usaha, seksi kesehatan masyarakat, seksi pelayanan kesehatan, seksi sumber daya kesehatan dan seksi pengendalian masalah. Sumber Daya Kesehatan memiliki tiga bagian, yaitu Tenaga Kesehatan, Standarisasi Mutu Kesehatan, dan Farmasi Makanan dan Minuman. Bagian Farmasi Makanan dan Minuman merupakan salah satu sarana bagi apoteker dalam menjalankan tugas profesinya di pemerintahan. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No. 218, Jakarta Timur Periode 19-30 Agustus 2013 untuk memberikan pembekalan, pengetahuan, pemahaman dan gambaran singkat calon apoteker mengenai perannya di Suku Dinas Kesehatan.

Kata Kunci : Farmasi Makanan dan Minuman, Pembanguan Kesehatan,

Praktek Kerja Profesi Apoteker, Suku Dinas Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan.

Tugas Umum : xii + 61 halaman; 10 lampiran Tugas Khusus : v + 30 halaman; 12 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 7 (1991-2012) Daftar Acuan Tugas Khusus : 10 (1992-2013)

(9)

Name : Linda Juli Astuti, S. Farm.

Study Program : Pharmacy

Title : Report of Pharmacist Internship Program at

Sub-Department Health of Administrative City East Jakarta Jl. Matraman Raya No. 218, East Jakarta Time Period August 9th- 30th, 2013

Government responsible for managing the implementation of health activities in all parts of Indonesia are equitable, affordable and quality health care in order to realize development that aims to manifest optimal health status. One of the provinces in Indonesia to implement regional autonomy system is Jakarta Province. Sub-Department of Health is part of the organizational structure of the Department of Health at the municipal level of administration in the province of Jakarta. Sub-Department of Health is an extension of the Provincial Health Office in managing the health sector which consists of five sections, namely sub-section administration, public health, health services, health resources and control problems section. Health resources has three parts, namely part medicals, quality health standards and pharmaceutical food and beverage section. Pharmaceutical food and beverage section is one of the means for the pharmacist profession in performing their duties in the administration. Pharmacist Internship Program (PKPA) in Sub-Department of Health East Jakarta at Jl . Matraman Raya No. 218, East Jakarta time period August 19th - 30th 2013, to provide supplies, knowledge, understanding and a brief overview of the role of pharmacists candidate in Sub-Department of Health.

Keyword : Development of Health, Health Resources,

Pharmaceutical Food and Beverage Section, Pharmacist Internship Program, Sub-Department of Health.

General Assignment : xii + 61 pages; 10 appendixes Specific Assignment : v + 30 pages; 12 appendixes Bibliography of General Assignment : 7 (1991-2012) Bibliography of Specific Assignment : 10 (1992-2013)

(10)

HALAMAN SAMPUL... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ... vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan... 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR... 3

2.1 Instansi Kesehatan... 3

2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi ... 4

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN... 14

3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan... 14

3.2 Dasar Hukum... 14

3.3 Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman ... 17

3.4 Koordinator Tenaga Kesehatan ... 35

3.5 Koordinator Standarisasi Mutu dan Kesehatan ... 45

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Bagian Tenaga Kesehatan.. ... 48

4.2 Bagian Standardisasi Mutu Kesehatan... 51

4.3 Bagian Farmasi, Makanan dan Minuman ... 52

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1 Kesimpulan... 58

5.2 Saran... 58

(11)

Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas di sepuluh Kecamatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur berdasarkan Hasil Rekapitulasi………... 50 Tabel 4.2 Daftar hasil rekapitulasi pemakaian dua puluh obat terbanyak di

empat Puskesmas Kecamatan (Makasar, Pasar rebo, Duren sawit dan Matraman) periode April - Juli 2013………... 54 Tabel 4.3 Daftar hasil rekapitulasi obat terbanyak yang digunakan pada

asing-masing 4 Puskesmas Kecamatan pada periode April-Juli 2013...……... 55 Tabel 4.4 Jumlah sarana farmasi, makanan, dan minuman yang melakukan

perizinan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada periode Januari-Juli 2013………... 56 Tabel 4.5 Perizinan sarana farmasi makanan dan minuman yang dilakukan

oleh Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada periode Januari-Juli 2013 (dengan

Standar maksimal 12 hari

kerja)………... 57

(12)

Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan... 62 Lampiran 2. Bagan Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta

Timur... 63

Lampiran 3. Cek List Binwasdal ke Rumah Sakit……… 64

Lampiran 4. Formulir Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

(Binwasdal) Sarana Farmasi, Makanan dan Minuman

(Farmakmin) Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Timur………

65 Lampiran 5. Persyaratan/Lembar Evaluasi Administrasi Izin Apotek yang

Bekerjasama dengan Pihak Lain………... 66

Lampiran 6. Persyaratam Izin Apotek yang Berasal dari Toko

Obat/Apotek Sederhana……… 67

Lampiran 7. Ceklis Persyaratan UMOT………... 68

Lampiran 8. Form Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah

Tangga……… 69

Lampiran 9. Persyaratan Sub Penyalur Alat Kesehatan……….. 70

Lampiran 10. Check List Penyalur Alat Kesehatan Suku Dinas Kesehatan

(13)

1.1 Latar Belakang

Pemerintah bertugas untuk mengatur penyelenggaraan upaya kesehatan di seluruh wilayah Indonesia secara merata, terjangkau dan bermutu dalam rangka mewujudkan pembangunan kesehatan yang merupakan bagian dari pembangunan

nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom menjelaskan bahwa sistem pemerintahan saat ini adalah sistem desentralisasi. Pemerintah pusat memberikan keleluasaan kepada

daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan

kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional ( Presiden RI, 1999).

Salah satu provinsi di Indonesia yang menerapkan sistem otonomi daerah adalah Provinsi DKI Jakarta. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta. Dinas Kesehatan merupakan wujud pelaksanaan Peraturan Daerah yang merupakan perangkat perangkat yang mengurusi masalah kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 58 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mendirikan Suku Dinas Kesehatan di setiap kotamadya yang berada di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Pusat Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan bagian dari struktur organisasi Dinas Kesehatan pada tingkat kota administrasi di Provinsi DKI Jakarta yang dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas. Suku Dinas Kesehatan merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi dalam mengelola bidang kesehatan. Suku Dinas Kesehatan secara teknis administratif bertanggung

(14)

jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional bertanggung jawab kepada Walikota administrasi yang bersangkutan.

Suku Dinas Kesehatan terdiri dari lima seksi, yaitu sub bagian tata usaha, seksi kesehatan masyarakat, seksi pelayanan kesehatan, seksi sumber daya kesehatan, dan seksi pengendalian masalah. Sub bagian dipimpin oleh seorang kepala sub bagian dan setiap seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan memiliki tiga bagian, yaitu Bagian Tenaga Kesehatan, Bagian Standarisasi Mutu Kesehatan, dan Bagian Farmasi Makanan dan Minuman. Bagian Farmasi Makanan dan Minuman merupakan salah satu sarana bagi apoteker dalam menjalankan tugas profesinya di pemerintahan.

Untuk mengetahui perannya di pemerintahan maka calon apoteker perlu dibekali dengan pengetahuan dengan melakukan praktek kerja secara langsung di Suku Dinas Kesehatan Kota. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan oleh Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia untuk memberikan pembekalan, pengetahuan, pemahaman dan gambaran singkat calon apoteker Universitas Indonesia. Oleh karena itu, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur mengadakan kegiatan PKPA yang berlangsung dari tanggal 19 Agustus 2013 sampai dengan 30 Agustus 2013 untuk memberikan wawasan kepada calon apoteker mengenai perannya di Suku Dinas Kesehatan.

2.1 Tujuan

Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur adalah agar mahasiswa program profesi apoteker Fakultas Farmasi UI :

2.1.1 Memahami tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur.

2.1.2 Memahami tugas pokok dan fungsi bagian Tenaga Kesehatan, bagian Standarisasi Mutu Kesehatan dan bagian Farmasi Makanan dan Minuman pada lingkup Kota Administrasi Jakarta Timur yang termasuk dalam Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK).

(15)

SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

2.1. Instansi Kesehatan

Ada beberapa instansi pemerintah yang khusus menangani bidang kesehatan. Secara hirarki instansi tersebut dapat dibagi menjadi:

a. Kementerian Kesehatan

Kementerian Kesehatan (dahulu Departemen Kesehatan) merupakan badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian kesehatan berada di bawah Presiden, bertanggung jawab kepada Presiden, bertugas membantu Presiden dan menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang berfungsi sebagai regulator di tingkat nasional (Presiden RI, 2009).

b. Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan adalah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Dinas dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah yang berfungsi sebagai regulator di tingkat daerah DKI Jakarta (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009). Struktur Oranisasi Dinas Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

c. Suku Dinas Kesehatan

Suku Dinas Kesehatan adalah Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi/Dinas Kesehatan Kabupaten Administrasi sebagai perangkat pada tingkat kota administrasi/kabupaten administrasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang diangkat dari pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional kepada Walikota Administrasi yang berfungsi sebagai auditor di wilayahnya (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009).

(16)

d. Puskesmas

Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004, puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Jumlah Puskesmas yang tercatat sampai saat ini sekitar 7.277 unit Puskesmas Kecamatan dengan 1.818 unit diantaranya mempunyai fasilitas ruang rawat inap, 21.587 unit Puskesmas kelurahan, dan 5.084 unit Puskesmas Keliling. Untuk wilayah Jakarta Timur terdapat 10 Puskesmas Kecamatan dan 78 Puskesmas Kelurahan (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2010).

2.2. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Perubahan sistem pemerintahan tahun 1999 dari sistem sentralisasi menjadi otonomi daerah mengakibatkan sebagian wewenang pemerintah pusat dilimpahkan kepada pemerintah daerah, sehingga Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang mengawali berdirinya Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat di tingkat Kotamadya, dan pada tahun 2009 dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Organisasi Suku Dinas Kesehatan pasca restrukturisasi perihal peningkatan efisiensi dimana Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dengan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat dilebur menjadi satu yaitu Suku Dinas Kesehatan (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009).

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan

(17)

pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai fungsi (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009):

a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan

Anggaran (DPA) Suku Dinas.

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas

c. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional dan keahlian.

d. Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana dan Kejadian Luar Biasa (KLB)

e. Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular atau tidak menular.

f. Pengawasan dan pengendalian ketersediaan kefarmasian. g. Pelaksanaan surveilans kesehatan

h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan.

i. Pengendalian pencapaian standarisasi prasarana dan sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

j. Pelaksanaan pemungutan, penatausahaan, penyetoran, pelaporan dan pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku Dinas.

k. Pemberian, pengawasan, pengendalian dan evaluasi perizinan atau rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan.

l. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup Kota Administrasi.

m. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat.

(18)

n. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan dan pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan khusus, tradisional dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi.

o. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.

p. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang.

q. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan. r. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas.

s. Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan fungsi Suku Dinas.

t. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.

2.2.1. Visi dan Misi

Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu Jakarta Timur Sehat, Mandiri dan Bermutu untuk semua. Misi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur adalah (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, 2009):

a. Meningkatkan kemampuan manajerial dan profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM).

b. Meningkatkan kinerja organisasi dengan pendekatan tim.

c. Mengembangkan sistem informasi kesehatan sesuai dengan perkembangan teknologi.

d. Menggalang kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi terkait.

e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.

2.2.2. Sasaran Mutu

Sasaran mutu yang ingin dicapai oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur adalah (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, 2009):

a. Binwasdal (Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian) SDM Sudinkes 100%

terlaksana dengan baik, benar dan tepat waktu.

(19)

c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan dan sarana kesehatan 12 hari kerja kecuali sarana kesehatan lingkungan 25 hari kerja..

d. Keluhan pelanggan 100% ditindaklanjuti.

e. Kepuasan pelanggan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyrakat) minimal 2,51 atau dalam kategori baik.

2.2.3. Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan, organisasi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009):

a. Kepala Suku Dinas

b. Subbagian Tata Usaha

c. Seksi Kesehatan Masyarakat d. Seksi Pelayanan Kesehatan

e. Seksi Sumber Daya Kesehatan

f. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan g. Sub kelompok Jabatan Fungsional

Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dapat dilihat pada Lampiran 2.

2.2.3.1. Kepala Suku Dinas

Kepala Suku Dinas mempunyai tugas (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009):

a. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33

b. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Subbagian, Seksi dan Subkelompok Jabatan Fungsional

c. Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan atau Instansi pemerintah atau swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.

(20)

d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.

2.2.3.2. Subbagian Tata Usaha

Subbagian Tata Usaha merupakan Satuan Kerja staf Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Subbagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas. Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009):

a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.

d. Melaksanakan monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.

e. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Suku Dinas. f. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas.

g. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.

h. Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan dan ketertiban kantor. i. Melaksanakan pengelolaan ruang rapat atau pertemuan Suku Dinas.

j. Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara Suku Dinas.

k. Menerima, mencatat, membukukan, menyetorkan dan melaporkan

penerimaan retribusi Suku Dinas Kesehatan.

l. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Subbagian Tata Usaha.

m. Mengkoordinasikan penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja dan akuntabilitas) Suku Dinas.

n. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Subbagian Tata Usaha.

(21)

2.2.3.3. Seksi Kesehatan Masyarakat

Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas.

Seksi Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009):

a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita dan asuhan keperawatan.

d. Mengkoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan pengendalian program kesehatan masyarakat.

e. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi.

f. Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatann masyarakat.

g. Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat Kota Administrasi.

h. Melaksanakan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi manajemen kesehatan yang terintegrasi.

i. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM.

j. Menerapkan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

k. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat.

l. Melaporkan dan mempertanggunjawabkan pelaksanaan tugas Seksi

(22)

2.2.3.4. Seksi Pelayanan Kesehatan

Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009):

a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian tata laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.

d. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan,

memanfaatkan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan.

e. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar pelayanan kesehatan

f. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan akreditasi sarana pelayanan kesehatan.

g. Memberikan rekomendasi atau perizinan sarana pelayanan kesehatan. h. Memberikan tanda daftar kepada pengobat tradisional.

i. Melaksanakan siaga 24 jam/Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan

(Pusdaldukkes).

j. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan.

k. Meyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pelayanan Kesehatan.

l. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi

(23)

2.2.3.5. Seksi Sumber Daya Kesehatan

Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009):

a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya

c. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman.

d. Memberikan rekomendasi atau perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman.

e. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan

f. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.

g. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan.

h. Melaksanakan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem manajemen mutu.

i. Melaksanakan survey kepuasan pelanggan kesehatan.

j. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penetapan sistem manajemen mutu kepada Puskesmas.

k. Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator. l. Melaksanakan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur,

assessor dan auditor mutu pelayanan kesehatan.

m. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, subpenyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo obat dan industri makanan minuman rumah tangga.

(24)

n. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial.

o. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi.

p. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan.

q. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan.

r. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi Sumber Daya Kesehatan.

2.2.3.6. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan

Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan mempunyai tugas (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009):

a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan.

d. Melaksanakan kegiatan pembinan pelaksanaan kesehatan haji.

e. Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular atau tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.

f. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan teknis peningkatan kompetensi surveilans epidemiologi, tenaga kesehatan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.

(25)

g. Melaksanakan kegiatan koordinasi, kerja sama dan kemitraan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Dearah (UKPD) dan atau instansi pemerintah/swasta/masyarakat.

h. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan imunisasi.

i. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan dan

memanfaatkan data dan informasi surveilens epidemiologi sebagai Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup Kota Administrasi.

j. Melaksanakan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan.

k. Meningkatkan sistem jaringan informasi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans.

l. Melaksanakan kegiatan pengendalian surveilans kematian.

m. Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans.

n. Melaksanakan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan pemukiman kumuh, penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengeloalaan lingkungan/upaya pemantauan lingkungan.

o. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang kesehatan lingkungan.

p. Menyiapkan materi pelatihan teknis dalam Bidang Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja.

q. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan.

r. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi

(26)

SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN

3.1. Seksi Sumber Daya Kesehatan

Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang bertanggung jawab dan berkedudukan di bawah Kepala Suku Dinas. Seksi ini membawahi 3 koordinator, yaitu Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman, Koordinator Tenaga Kesehatan, dan Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Deskripsi kerja Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan antara lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009):

a. Menyusun rencana kerja program: Standarisasi Mutu Kesehatan, Tenaga Kesehatan dan Farmasi, Makanan dan Minuman selama 1 tahun

b. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Standarisasi Mutu Kesehatan c. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Tenaga Kesehatan

d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Farmasi, Makanan dan Minuman

e. Membantu melaksanakan tugas-tugas dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur

f. Pemantauan Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kecamatan binaan.

3.2. Dasar Hukum

3.2.1. Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan

Dasar hukum yang mengatur perizinan sarana kesehatan farmasi makanan dan minuman adalah sebagai berikut:

a. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

(27)

f. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan g. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

h. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.

i. Kepmenkes No.1331/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedagang Eceran Obat. j. Kepmenkes No.246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Kecil

Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.

k. Permenkes No.1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat

Kesehatan

l. Kepmenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

m. Kepmenkes No.184/Menkes/Per/II/1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.

n. Kepmenkes No.149/Menkes/Per/II/1998 tentang Perubahan Atas Permenkes No.184/Menkes/Per/II/1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.

o. Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 970 Tahun 1990 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat di wilayah DKI Jakarta.

3.2.2. Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan

Dasar hukum yang mengatur perizinan tenaga kesehatan adalah sebagai berikut:

a. Permenkes No.1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.

b. Kepmenkes No.889/Menkes/ Per/V/2011 tentang Izin Praktik dan izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

c. Kepmenkes No.2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan

Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

d. Kepmenkes No.H.K 02.02/Menkes/148/I/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.

(28)

e. Kepmenkes No.1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi.

f. Kepmenkes No.H.K 02.02/Menkes/149/ I/2001 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.

g. Kepmenkes No.357/Menkes/Per/2006 tentang Registrasi dan Izin Radiografer. h. Kepmenkes No.544/Menkes/VI/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja

Refraksionis Optisien.

i. Kepmenkes No.1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis.

j. Kepmenkes No.867/Menkes/Per/VIII/2004 tentang Registrasi dan Praktik Terapis Wicara.

3.2.3. Dasar Hukum Mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan

Dasar hukum mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan menyangkut Undang-Undang Pelayanan Publik. Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan di negara ini sehingga menjamin kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Menurut undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik tersebut adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen, yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Pelayanan administratif yang dimaksud oleh Undang-undang No. 25 Tahun 2009 meliputi:

a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur

dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan

perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara.

(29)

b. Tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.

Undang-undang ini mengatur segala aspek penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk yang paling utama ialah kewajiban bagi setiap penyelenggara pelayanan publik untuk menetapkan standar pelayanan mengenai standar pelayanan publik yang diberikan dan hal ini diatur lagi oleh peraturan pemerintah. Dengan demikian, undang-undang ini menjamin adanya diberikannya pelayanan publik yang berkualitas bagi seluruh masyarakat.

3.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman

Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman memiliki tanggung jawab melakukan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian (BinWasDal) pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, subpenyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo obat dan industri makanan minuman rumah tangga. Kegiatan Binwasdal yang dilakukan oleh seksi Sumber Daya Kesehatan Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada sarana instalasi farmasi rumah sakit dan apotek dilakukan dengan mengisi suatu form ceklist yang berisi pelayanan kefarmasian yang tersedia pada rumah sakit dan apotek tersebut. Form Ceklist BinWasDal rumah sakit dapat dilihat pada Lampiran 3. Formulir Binwasdal Sarana Farmasi, Makanan dan Minuman (Farmakmin) Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dapat dilihat pada Lampiran 4.

Ruang lingkup perizinan sarana kesehatan farmasi makanan dan minuman di wilayah DKI Jakarta dengan proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009) :

a. Apotek (apotek kerjasama, apotek profesi, apotek rakyat dari toko obat dan depo obat/farmasi)

b. Toko Obat

(30)

d. Sertifikasi kelayakan olahan/produksi makanan minuman rumah tangga/ Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)

e. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)

3.3.1 Apotek

Berdasarkan Permenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian maka nantinya semua persyaratan untuk melakukan pekerjaan kefarmasiaan pada sarana farmasi akan mengacu pada Peraturan Pemerintah tersebut. Akan tetapi, fungsi Peraturan Pemerintah tersebut belum dapat digunakan karena masih menunggu aturan dari Menteri Kesehatan RI yang hingga kini belum diterbitkan.

Khusus di DKI Jakarta perizinan apotek dibagi menjadi 4, yaitu:

a. Apotek Kerjasama, adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai apoteker pengelola apotek (APA), sedangkan pemilik sarana apotek (PSA) adalah dari pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain).

b. Apotek Profesi, adalah apotek yang apoteker pengelola apotek (APA) juga sebagai pemilik sarana apoteknya (PSA).

c. Depo Farmasi/Depo Obat, adalah apotek yang berada di klinik dan hanya boleh menerima resep dari klinik tersebut.

d. Apotek Rakyat (apotek sederhana) adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjual obat golongan narkotika dan psikotropika, dimana terhitung sejak

ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

284/MenKes/PER/III/2007, seluruh izin dan status apotek yang berasal dari apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek rakyat.

Standar penanggung jawab teknis apotek adalah apoteker. Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Sebelum

(31)

melaksanakan kegiatannya, APA wajib memiliki Surat Izin Kerja (SIK)/Surat Penugasan (SP) dan Surat Izin Apotek (SIA).

SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan tidak ada perubahan fisik dan non fisik. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker pengelola sarana apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan apotek, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan apotek tanpa pemindahan lokasi dan/atau terjadi karena surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah sarana kesehatan apotek dan terjadi perubahan pindah lokasi apotek.

Untuk mendapatkan SIA, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat dan toilet/WC. Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran minimal 40 x 60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat apotek.

Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI

(32)

Jakarta sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun sekali.

SIA dapat dicabut jika terdapat pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan pencabutan SIA tersebut yang diatur menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 25 adalah :

a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA).

b. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.

c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan,

dan ketentuan perundang-undangan yang lain. e. Surat izin kerja APA dicabut.

f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat.

Secara umum persyaratan izin apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah:

a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas

Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap,1 (satu) rangkap di atas materai Rp 6000,00.

b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI.

c. Fotokopi KTP DKI dari APA.

d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri.

e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/sewa.

f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG).

(33)

h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.

i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp 6000,00.

j. Peta lokasi dan denah ruangan.

k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp 6000,00.Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp 6000,00.

l. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp 6000,00.

m. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram). n. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.

o. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi. p. Rencana jadwal buka apotek. q. Daftar peralatan peracikan obat.

r. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi. s. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.

t. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir). u. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.

Form persyaratan/ lembar evaluasi administrasi izin apotek yang bekerjasama dengan pihak lain dapat dilihat pada Lampiran 5.

Secara umum persyaratan izin apotek praktek profesi:

a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp 6000,00.

b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali.

(34)

d. Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun.

e. Denah bangunan beserta peta lokasi. f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll.

g. Fotokopi NPWP apoteker.

h. SIK/SP apoteker dan pas foto 2 x 3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker.

i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).

j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta.

Secara umum persyaratan izin depo obat/farmasi:

a. Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp 6000,00.

b. Fotokopi izin klinik yang masih berlaku.

c. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan hukum.

d. Fotokopi KTP DKI APA.

e. Ijasah/SIK/SP Apoteker dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker.

f. Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/penanggung jawab depo obat/farmasi.

g. Proposal untuk mendirikan depo obat/farmasi. h. Ijazah/SIK asisten apoteker.

i. Peta lokasi dan denah bangunan seatap/sepekarangan dengan klinik serta denah bangunan tertutup.

j. NPWP perusahaan.

k. UUG.

(35)

m. Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya (bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan.

Apabila apotek memberikan pelayanan 24 jam, maka apotek tersebut harus memiliki apoteker pendamping dan apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti/supervisor dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, maka harus menunjuk apoteker pengganti, sedangkan jika APA berhalangan melakukan tugasnya dalam waktu 1–3 bulan, maka harus menunjuk apoteker supervisor (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

(36)

3.3.1.1 Apotek Rakyat

Apotek rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian, dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan dan pelayanan resep narkotik dan psikotropik. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 284/MenKes/PER/III/2007, ketentuan yang harus dipenuhi oleh Apotek rakyat adalah:

a. Apotek rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat generik.

b. Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan yang termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

c. Apotek rakyat dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik obat dan menyerahkan obat dalam jumlah besar.

d. Setiap apotek rakyat harus memiliki satu orang apoteker sebagai penanggung jawab dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.

e. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, apotek rakyat yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, sampai dengan pencabutan izin.

f. Pedagang eceran yang statusnya sudah berubah menjadi apotek sederhana dianggap telah menjadi apotek rakyat.

Secara umum persyaratan izin apotek yang berasal dari toko obat/apotek sederhana (Lampiran 6) :

a. Surat permohonan APA ditujukan kepada kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp 6000,00.

b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila bentuk PT

c. Salinan/fotokopi KTP DKI dari APA d. Fotokopi izin domisili dari lurah

(37)

e. Status bangunan milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa, foto kopi perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal 2 (dua) tahun.

f. Pernyataan pemilik sarana lokasi hanya untuk pada sentra pasar tempat toko obat dan tidak pindah diluar pasar diatas materai Rp 6000,00.

g. Surat pernyataan kepala pasar yang menyatakan pihaknya ikut mengawasi kegiatan apotek terhadap ketentuan per UU Farmasi yang berlaku di atas materai Rp 6000,00.

h. Surat keterangan domisili dari lurah atau kepala pasar.

i. Surat pernyataan pemohon dan pemilik yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp 6000,00.

j. Peta lokasi dan denah bangunan.

k. Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak terlibat lagi dalam pelanggaran peraturan di bidang Farmasi/obat di atas materai Rp 6000,00.

l. Surat pernyataan APA sanggup mengelola apotek/toko obat diatas materai Rp 6000,00.

m. Surat pernyataan dari APA dan PSA tidak melakukan peracikan dan penjualan obat Narkotik, OKT baik dengan resep dokter maupun tanpa resep dari pemilik dan apoteker diatas materai Rp 6000,00.

n. Struktur organisasi apotek dan tata kerja/tata laksana.

o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan dilampiri sengan SK pengangkatan dan daftar gaji yang disetujui oleh apoteker, pemilik dan tenaga kerja tersebut diatas materai Rp 6000,00.

p. Surat izin kerja/surat penugasan apoteker. q. Surat izin kerja AA/D3 Farmasi.

r. Rencana jadwal buka apotek. s. Daftar peralatan lainnya.

t. Daftar buku wajib peraturan per UU di bidang Farmasi.

u. Surat peryataan APA dan pemilik bersedia bila diperiksa ke apotek oleh petugas kesehatan yang berwenang di atas materai Rp 6000,00.

(38)

3.3.2. Toko Obat

Pedagang eceran obat didefinisikan sebagai orang/badan hukum di Indonesia yang mempunyai izin untuk menyimpan obat-obat bebas (label hijau) dan obat-obat bebas terbatas (label biru) untuk dijual secara eceran di tempat tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan RI. Surat izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker. Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha toko obat antara lain (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002) :

a. Surat permohonan izin toko obat yang ditujukan kepada Kepala Sudinkes Kotamadya setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp 6000,00.

b. Fotokopi KTP DKI Jakarta pemilik toko obat.

c. Akte pendirian perusahaan bila bentuk badan hukum yang terdaftar pada Menteri Kehakiman dan HAM.

d. Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan e. Ijazah dan SIK AA, foto 2x3 2 lembar.

f. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai AA penanggung jawab teknis pada toko obat di atas materai Rp 6000,00.

g. Status bangunan tempat usaha milik sendiri (lampirkan sertifikat) dan bila sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik.

h. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

i. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi, pihak toko obat harus mengajukan permohonan tertulis kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan yang membawahi bagian Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan

(39)

Kota Administrasi setempat. Perubahan non fisik meliputi (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002):

a. Terjadi pergantian asisten apoteker penanggung jawab teknis sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya). b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan toko obat.

c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan toko obat tanpa pemindahan lokasi.

d. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya).

e. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan toko obat hilang atau rusak.

Perubahan fisik meliputi (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002): a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan toko obat.

b. Terjadi perpanjangan izin sarana kesehatan toko obat.

Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan, penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin, sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002).

3.3.3. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)

Menurut Permenkes No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional menjelaskan Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. UMOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri Kesehatan, kecuali untuk usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan. Dalam memberikan izin obat tradisional, Menteri Kesehatan mendelegasikan kewenangan pemberian izin UMOT kepada

(40)

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selain wajib memiliki izin, industri dan usaha obat tradisional juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin UMOT yang terlampir pada Lampiran 7, terdiri dari (Kementerian Kesehatan RI, 2012) : a. Surat Permohonan;

b. Fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas dalam hal permohonan bukan perseorangan;

d. Fotokopi KTP/identitas pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan

Komisaris/Badan Pengawas;

e. Pernyataan pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;

f. Fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan;

g. Surat Tanda Daftar Perusahaan dalam hal permohonan bukan perseorangan; h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal permohonan bukan

perseorangan;

i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan j. Fotokopi Surat Keterangan Domisili

Permohonan izin UMOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh sebagaimnana tercantum dalam Formulir 18. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima permohonan untuk izin UMOT, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menunjuk tim untuk melakukan pemeriksaan setempat. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima penugasan, tim melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan administrasi dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 19. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyetujui,

(41)

menunda, atau menolak permohonan izin UMOT dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai setempat, dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 20a, Formulir 20b atau Formulir 20c. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tidak dilakukan pemeriksaan/verifikasi, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 21.

Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan. Permohonan izin UMOT ditunda atau ditolak apabila ternyata belum memenuhi persyaratan. Dalam hal pemberian izin UMOT ditunda, kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya Surat Penundaan.

Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban:

a. Menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan;

b. Melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu dari peredaran; dan

c. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Industri dan usaha obat tradisional yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan CPOTB wajib melapor dan mendapat persetujuan dari Kepala Badan.

Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat:

a. Segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat;

b. Obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir; dan/atau

c. Obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu persen).

d. UMOT yang telah mendapat izin, yang melakukan perubahan nama, alamat, atau Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan

(42)

kepada Kepala Balai setempat. Industri dan usaha obat tradisional yang akan melakukan perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan. UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan nilai hasil produksi. Laporan UMOT disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.

3.3.4. Izin Toko Alat Kesehatan

Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Toko alat kesehatan hanya dapat menyalurkan alat kesehatan tertentu dan dalam jumlah yang terbatas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin, dan atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Persyaratan memperoleh izin toko alat kesehatan adalah sebagai berikut: a. Berbentuk badan usaha atau perorangan yang baik memperoleh izin usaha

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

b. Memiliki toko dengan status milik sendiri, kontrak, atau sewa, paling singkat 2 (dua) tahun.

Izin toko alat kesehatan dapat dicabut apabila:

a. Mendistribusikan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin edar

b. Mengadakan alat penyaluran kesehatan yang bukan dari Penyalur Alat Kesehatan atau dari Cabang Penyalur Alat Kesehatan

(43)

3.3.5. Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)

Berdasarkan UU No. 28 tahun 2004 pasal 1 disebutkan bahwa perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), maka SPP-IRT bertujuan untuk:

a. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan.

b. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen.

c. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan PIRT

Syarat-syarat Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan, yaitu: a. Permohonan di atas materai Rp 6000,00.

b. Fotokopi KTP.

c. Pasfoto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak dua lembar.

Syarat-syarat Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga yang terlampir pada Lampiran 8, antara lain:

a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan perusahaan/perorangan yang ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1 (satu) rangkap di atas materai Rp 6000,00.

b. Data perusahaan bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya. c. Peta lokasi, IMB.

d. Denah ruangan produksi. e. Rancangan etiket.

f. Fotokopi KTP pemilik (DKI Jakarta).

g. Pasfoto pemilik berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. h. Surat izin perindustrian dari Dinas/SuDin Perindustrian.

Gambar

Tabel 4.1 Jumlah Tenaga  Kesehatan  di  Puskesmas  di  sepuluh  Kecamatan wilayah  Kota  Administrasi  Jakarta  Timur  berdasarkan  Hasil Rekapitulasi…………………........................................................
Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas di sepuluh Kecamatan wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur berdasarkan Hasil Rekapitulasi.
Tabel 4.2 Daftar hasil rekapitulasi pemakaian dua puluh obat terbanyak di empat Puskesmas  Kecamatan  (Makasar,  Pasar  rebo,  Duren  sawit  dan Matraman) periode April-Juli 2013.
Tabel 4.3 Daftar hasil rekapitulasi obat terbanyak yang digunakan pada masing- masing-masing 4 Puskesmas Kecamatan pada periode April-Juli 2013.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini kami lakukan karena pada zaman sekarang teknologi yang kian canggih dan dapat diakses siapapun,kapanpun dan dimanapun merupakan alternative bagi kami untuk

Menu manajemen laporan keuangan merupakan menu yang digunakan untuk melihat laporan keuangan hasil ternak lele, dimana peternak dapat melihat laporan keuangan dari

Maklumat hanya berkait kepada bahan tertentu yang dipilih dan mungkin tidak sah jika bahan tersebut digabungkan dengan bahan lain atau dalam mana-mana proses, melainkan. dinyatakan

Komitmen awal seorang karyawan dalam suatu perusahaan disertai dengan harapan yang diinginkan dari pekerjaan, karyawan mau melaksanakan pekerjaan karena dia ingin mencapai

Secara umum terungkap bahwa paket program coaching yang telah dikembangkan bisa memenuhi kondisi sebagaimana tercantum pada poin 1-3 (Tabel 3). Satu-satunya aspek yang dirasa

Penelitian ini menghadapi kendala pada pengukuran kinerja pemasaran, dimana pada berdasarkan hasil pengamatan pada gambar pada grafik analisis full model (Gambar 4.3)

Skill atau kerampilan para peserta juga masih belum memadai, keterampilan yang dimiliki hanya merupakan hasil dari pengalaman mengerjakan mebel selama bertahun –

Areal kemitraan kehutanan yang diperjanjikan merupakan hutan lindung seluas 320 hektar yang digarap oleh 470 KK yang merupakan penduduk asli Desa Mekar SariG. Kondisi tofografi