• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Pikir

5.1 Struktur Organisasi Sudinkes Kota Jakarta Selatan 70

xvii

Nomor Halaman

xviii

Nomor Halaman

2.1 5.1

Kegiatan Surveilans Gizi

Contoh Pencapaian Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Bulanan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2012

21 71

5.2 Grafik data SKDN wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2011

xix Nomor

1 Surat Ijin Penelitian

2 Lembar Persetujuan Responden

3 Pedoman Wawancara untuk Staf Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 4 Pedoman Wawancara untuk TPG

5 Pedoman Wawancara untuk Kader 6 Pedoman Observasi

7 Pedoman Telaah Dokumen

1 1.1Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat baik dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif agar setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, dan sosial serta harapan berumur panjang.

Salah satu indikator pencapaian pembangunan kesehatan adalah status gizi anak usia bawah lima tahun (balita). Kurang gizi pada anak dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan menghambat perkembangan kognitif, meningkatkan resiko kematian, dan mempengaruhi status kesehatan pada usia remaja dan dewasa. Gizi yang cukup dan baik merupakan dasar dari pembangunan kesehatan dan kelangsungan hidup generasi sekarang dan yang akan datang (Kemenkes, 2011).

Gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan, yang dapat memberikan konstribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut.

Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya (Yayuk Farida,dkk, 2004).

Berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, angka rata-rata nasional kurang gizi sebesar 18,4% yang terdiri dari gizi buruk sebesar 5,4% dan gizi kurang sebesar 13% (Depkes RI, 2007). Pada tahun 2010, angka rata-rata nasional kurang gizi sebesar 17,9% yang terdiri dari gizi buruk sebesar 4,9% dan gizi kurang sebesar 13% (Depkes RI,2010). Dilihat dari data tersebut, terjadi penurunan pada gizi buruk walaupun penurunan tersebut tidak besar. Berdasarkan RPJMN tahun 2010-2014 target angka rata-rata nasional kurang gizi yaitu setinggi-tingginya 15%, data riskesdas menunjukkan bahwa angka kejadian kurang gizi masih belum mancapai target.

Masih adanya kasus kurang gizi di setiap tahunnya mengharuskan pemerintah untuk membuat program untuk menanggulanginya. Dalam menanggulangi permasalahan gizi masyarakat yang ada, diperlukan informasi yang tepat. Salah satu upaya untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai permasalahan gizi yang ada ialah melalui sistem pelaporan berbasis website atau sistem informasi gizi (Kemenkes, 2011).

Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui website sigizi dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan (Depkes, 2012). Sistem informasi gizi merupakan subsistem dari surveilans gizi sebagai fasilitas dalam kegiatan pelaporan hasil surveilans gizi. Dalam sistem informasi gizi terdapat

beberapa data cakupan indikator, antara lain data penimbangan balita di posyandu (D/S), data kasus gizi buruk, dan data cakupan tablet Fe pada ibu hamil. Informasi yang didapatkan dari sistem informasi gizi berguna sebagai pemantauan kinerja gizi.

Pada tingkat nasional yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sistem informasi gizi yaitu Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang bertugas dalam rekapitulasi data laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yang berasal dari daerah. Untuk saat ini kontribusi pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi masih belum optimal, sebagian besar daerah belum memanfaatkan website sistem informasi gizi secara maksimal sebagai fasilitas dalam pelaporan pembinaan gizi masyarakat untuk dilaporkan ke tingkat nasional.

Pada tingkat daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas ini adalah Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Secara teknis pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di tingkat daerah yaitu dilaksanakan oleh seksi gizi Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Pemerintah daerah sebagaimana tugas dan fungsinya tersebut memiliki peran yang penting dalam sistem informasi gizi tingkat daerah. Pada tingkat provinsi pelaporan mengenai pemantauan status gizi dilaporkan ke tingkat pusat, sedangkan pada tingkat kabupaten/kota pelaporan mengenai pemantauan status gizi dapat dilaporkan melalui dinas kesehatan provinsi atau dapat langsung dilaporkan ke tingkat pusat.

Alur pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat dimulai dari tingkat posyandu yang melakukan kegiatan pelayanan kesehatan bagi balita, kemudian dilaporkan ke tingkat puskesmas untuk selanjutnya dilaporkan ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota. Dari alur pelaporan tersebut dapat diketahui bahwa sumber data untuk pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi berasal dari posyandu dan puskesmas. Berdasarkan data dari Ditjen Bina Gizi dan KIA pada tahun 2010, jumlah posyandu yang tersebar di wilayah Indonesia terdapat 266.827 posyandu dan jumlah puskesmas sebanyak 9.005 puskesmas. Sedangkan jumlah balita yang ada di Indonesia sebanyak 21.805.008 balita (Pusdatin Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaporan ini melibatkan banyak pihak mulai dari tingkat posyandu dan puskesmas, sehingga kontribusi dari tingkat posyandu maupun puskesmas sebagai sumber data sangat penting dalam kegiatan pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi.

Berdasarkan data riskesdas tahun 2007, di Provinsi DKI Jakarta prevalensi gizi buruk sebesar 2,9% dan prevalensi gizi kurang sebesar 10%. Dibandingkan dengan data di Tahun 2010, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang mengalami penurunan yaitu prevalensi gizi buruk sebesar 2,6% dan prevalensi gizi kurang sebesar 8,7%. Untuk daerah Kota Jakarta Selatan, berdasarkan data riskesdas tahun 2007,prevalensi gizi buruk dan gizi kurang sebesar 8,3%. Berdasarkan data dalam website sistem informasi gizi, persentase pelaporan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sebesar 13,08%. Persentase tersebut masih jauh dari target nasional yang seharusnya 100% dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi (Depkes,

2012) sehingga informasi mengenai pembinaan gizi masyarakat yang telah dilaksanakan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan masih kurang. Hal tersebut dapat menghambat pemantauan status gizi secara nasional dan dapat mempengaruhi pemerintah dalam perancangan program untuk menanggulangi masalah gizi.

Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Hal ini karena pentingnya pelaporan dari tingkat daerah untuk mendapatkan informasi mengenai permasalahan gizi yang ada untuk dilaporkan ke tingkat pusat sehingga peneliti akan melakukan penelitian tentang “Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan data pada bulan Januari–Juni tahun 2012, persentase pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi yang dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan masih jauh dari target yaitu sebesar 13,08% sedangkan target yang ditetapkan sebesar 100%. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

1.3Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013?

1.4Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya ruang lingkup sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran sumber daya sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

3. Diketahuinya gambaran indikator sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

4. Diketahuinya gambaran sumber data sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

5. Diketahuinya gambaran manajemen data sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

6. Diketahuinya gambaran produk informasi sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013. 7. Diketahuinya gambaran diseminasi dan penggunaan informasi sistem

informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

8. Diketahuinya gambaran sistem informasi gizi dengan skoring berdasarkan HMN (Health Metrics Network) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

9. Diketahuinya masalah dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

10.Diketahuinya alternatif solusi dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan

Mendapatkan informasi mengenai kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat kabupaten/kota.

1.5.2 Bagi Suku Dinas Kesehatan

1. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi.

2. Mendapatkan masukan dan solusi untuk menangani kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi.

1.5.3 Bagi Peneliti Lain

Sebagai media pembelajaran dan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian mengenai sistem informasi gizi.

1.5.4 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Dapat memberikan masukan dan menjadi referensi bagi mahasiswa mengenai sistem informasi gizi.

1.6Ruang Lingkup

Penelitian ini berjudul Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013. Bertujuan mengetahui pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran ruang lingkup, indikator, sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi, diseminasi serta penggunaan informasi dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi yang terdapat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan instrument Health Metrics Network (WHO,2008). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada bulan Januari – Februari 2013.

9 2.1Sistem Informasi Gizi

2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Gizi

Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui website sigizi dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan (Kemenkes, 2012). Terdapat beberapa laporan yang ada di sistem informasi gizi yaitu berupa laporan bulanan dan semesteran. Laporan ini berisi 6 indikator cakupan program pembinaan gizi masyarakat dari 8 indikator cakupan program yang telah ditetapkan, yaitu diantaranya :

1. Cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat

Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat berat yang ditandai dengan adanya tanda-tanda klinis gizi buruk dan atau berat badan sangat rendah, tidak sesuai dengan tinggi anak. Kasus gizi buruk seringkali disertai dengan penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy, kelainan jantung, TB dan HIV/AIDS sehingga bila tidak dirawat sesuai standar memiliki risiko kematian sangat tinggi.

Perawatan gizi buruk dilaksanakan melalui prosedur rawat inap dan rawat jalan. Bagi anak-anak gizi buruk yang disertai komplikasi penyakit dapat

dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit, dan TFC. Sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader.

2. Cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S)

Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), berfungsi sebagai instrumen penilaian pertumbuhan anak merupakan dasar strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sejak awal 1980-an. Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 fungsi utama, yang pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan anak (misalnya imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare, dll) untuk meningkatkan kesehatan anak.

3. Cakupan bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan lain kecuali obat, vitamin dan mineral. Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan kematian bayi sebesar 13% dan dapat menurunkan balita pendek.

4. Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium 5. Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A

Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi kepada balita setiap 6 bulan terbukti menurunkan kejadian kurang Vitamin A pada anak, menurunkan

morbiditas dan mortalitas. Distribusi kapsul Vitamin A dilakukan setiap tahun pada bulan Februari dan Agustus.

6. Cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet

Tablet Fe (Tablet Tambah Darah) merupakan suplementasi gizi mikro khususnya zat besi dan folat yang diberikan kepada ibu hamil sebanyak 90 tablet untuk mencegah kejadian anemia gizi besi selama kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa pemberian tablet Fe di Indonesia dapat menurunkan kematian neonatal sekitar 20%. Pemberian tablet Fe merupakan salah satu komponen standar pelayanan neonatal.

Sedangkan dua cakupan lainnya yaitu :

1. Cakupan kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi

Tujuan penyelenggaraan surveilans gizi adalah membantu pengelolaan program pangan dan gizi di tingkat kabupaten dan kota melalui penyediaan informasi yang cepat dan akurat. Kegiatan surveilans meliputi pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan khususnya indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh, dapat berupa tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten dan kota, provinsi dan pusat.

Pelaporan secara online melalui website sigizi adalah bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan.

2. Cakupan penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana

Dalam rangka mengantisipasi kejadian luar biasa yang berdampak pada status gizi dan kesehatan masyarakat, Direktorat Bina Gizi setiap tahun menyediakan MP-ASI buffer stock dalam bentuk biskuit.

MP_ASI buffer stock khususnya diberikan pada balita umur 6-24 bulan yang terkena bencana (situasi darurat) dan situasi khusus (daerah-daerah rawan gizi) dalam rangka mencegah terjadinya gizi kurang/buruk.

Untuk laporan bulanan, berisi 3 indikator cakupan program yaitu terdiri dari cakupan perawatan balita gizi buruk, cakupan pemantauan pertumbuhan (D/S) dan cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil.

2.1.2 Tujuan Sistem Informasi Gizi

Terdapat beberapa tujuan dari sistem informasi gizi (Kemenkes, 2011), yaitu: 1. Menjalin kesinambungan informasi dan pelaporan tentang pelaksanaan

kinerja pembinaan gizi masyarakat antara daerah dan pusat.

2. Menyediakan informasi dan pelaporan hasil pelaksanaan kinerja pembinaan gizi masyarakat bagi para pengambil keputusan secara cepat dan mudah sebagai bahan evaluasi dan perencanaan lebih lanjut.

3. Menyediakan data dan informasi kinerja pembinaan gizi secara berkala, bulanan maupun tahunan yang dapat dijadikan acuan untuk pemantauan dan evaluasi berkala serta tindak lanjutnya.

4. Meningkatkan kinerja pelaksana dan penanggungjawab pengelola program gizi di daerah melalui perbandingan gambaran informasi antar wilayah propinsi maupun kabupaten/kota.

2.1.3 Komponen Sistem Informasi Gizi (Kemenkes, 2012) 1. Input

a. Data

Data yang dikumpulkan yaitu berupa laporan pembinaan gizi masyarakat Dinas Kabupaten/Kota yang berasal dari puskesmas dimana data tersebut pelaporannya bersifat rutin dalam periode bulanan maupun semesteran yang terdiri dari data cakupan penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium. Data yang dikumpulkan sesuai dengan formulir pengisian yang terdiri dari formulir 1 (F1) dan formulir 6 (F6) yang berasal dari puskesmas kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Tenaga Pelaksana

Tenaga pelaksana sistem informasi gizi yang ada di tingkat daerah kabupaten/kota yaitu dilakukan oleh petugas pelaporan program

perbaikan gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang telah terlatih dalam melakukan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi.

c. Dana

Anggaran dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi tedapat dalam anggaran kegiatan suveilans yang berasal dari tingkat pusat berupa dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan Dekon. Sedangkan untuk dana yang berasal dari daerah sendiri yaitu berupa APBD dalam pemenuhan sarana penunjang dalam pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi.

d. Sarana

Sarana yang terkait dalam pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yaitu diantaranya berupa juknis panduan operasional sistem pelaporan gizi, juknis surveilans gizi dan formulir pelaporan. Selain itu adanya perangkat pendukung sistem informasi gizi diantaranya komputer dan perangkat komunikasi lainnya seperti jaringan internet.

2. Proses

a. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data yang dilakukan di tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota yaitu dengan mengumpulkan data yang berasal dari

seluruh puskesmas yang berada di wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten/kota tersebut. Data yang berasal dari puskesmas yaitu berupa laporan dalam bentuk formulir isian data bulanan (F1) sistem informasi gizi berbasis jaringan. Pengumpulan F1 dari puskesmas dilakukan tiap bulan, setiap tanggal 5-10 laporan sudah diberikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota yang bersangkutan.

b. Pengolahan dan Analisis Data

Data indikator pembinaan gizi berasal dari puskesmas, dimana data tersebut berisi kinerja pembinaan gizi berdasarkan formulir 1 dan formulir 6 kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dari Dinas Kabupaten/Kota melaporkan melalui sistem informasi gizi sebagai kegiatan pelaporan kepada tingkat pusat. Data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber data yang ada kemudian dilakukan pengolahan dan penyajian untuk memudahkan dalam proses analisis dan interpretasi data. Data yang telah diolah disajikan ke dalam bentuk tabel yang tampil pada halaman website sistem informasi gizi.

Dalam hal ini kegiatan analisis data dilakukan dengan membandingkan antara target cakupan program dengan standar yang telah ditetapkan, misalnya cakupan program suplementasi vitamin A yang ditargetkan mencapai seratus persen.

3. Output

a. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat

Laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yaitu data cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat bulanan yang disajikan dalam bentuk tabel. Indikator pembinaan gizi berupa: cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat, cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S), cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, data cakupan konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A, dan data cakupan ASI eksklusif.

Penilaian output dari sistem informasi gizi dapat dilihat berdasarkan dari kelengkapan, ketepatan waktu, aksessibilitas dan keakuratan data.

a) Kelengkapan data yaitu data yang ada tersedia sesuai dengan kebutuhan dan standar yang ada pada petunjuk teknis surveilans gizi. Data yang diperlukan untuk pemantauan status gizi dan kinerja pembinaan gizi masyarakat adalah data data cakupan penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium.

b) Ketepatan waktu yaitu data yang ada tersedia tepat pada waktunya. Untuk data sistem informasi gizi ini terbagi menjadi dua, yaitu data bulanan berupa dan data semesteran yang

berguna untuk mengetahui kinerja pembinaan gizi masyarakat yang telah dilaksanakan. Data bulanan terdiri dari data data cakupan penimbangan posyandu, kasus balita gizi buruk, dan cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil dimana untuk tingkat puskesmas pelaporannya ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota dilakukan setiap tanggal 10, untuk tingkat dinas kesehatan ke pusat dilaporkan pada pertengahan bulan. Sedangkan untuk data semesteran terdiri dari cakupan ASI eksklusif, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium.

c) Aksessibilitas yaitu kemampuan untuk mengakses website sistem informasi gizi dalam memperoleh informasi mengenai cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat. Informasi yang diperoleh melalui website sistem informasi gizi seharusnya dapat diperoleh lebih mudah dan cepat serta dapat dilihat oleh seluruh masyarakat.

d) Keakuratan data yaitu data yang dihasilkan merupakan hasil dari pengukuran yang sesuai dengan definisi operasional yang telah ditetapkan yaitu terdapat dalam ptunjuk teknis surveilan gizi.

2.2Surveilans gizi (Kemenkes, 2012) 2.2.1 Pengertian Surveilans Gizi

Surveilans gizi yaitu suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat (Kemenkes, 2012).

2.2.2 Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi

1 Tersedianya data yang akurat dan tepat waktu 2 Ada proses analisis atau kajian data

3 Tersedianya informasi yang sistematis dan terus-menerus

4 Ada proses penyebarluasan informasi, umpan balik dan pelaporan 5 Ada tindak lanjut sebagai respon perkembangan informasi

2.2.3 Manfaat Surveilans Gizi

Kegiatan surveilans gizi bermanfaat untuk memberikan informasi pencapaian

Dokumen terkait