• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.6 Manajemen Data Sistem Informasi Gizi

Manajemen data dalam pelaksanaan sistem informasi gizi sudah ada buku panduan berupa buku panduan surveilans gizi yang disusun oleh Kemenkes dimana buku tersebut menjelaskan tentang prosedur untuk pengelolaan, pengumpulan serta analisis data. Selain itu, buku tersebut juga menjelaskan definisi operasional dari masing-masing indikator yang dilaporkan. Buku panduan dibutuhkan untuk

meningkatkan pengetahuan tenaga pelaksana mengenai prosedur pelaksanaan surveilans gizi.

Pelaporan dalam website sistem informasi gizi ini dapat diakses oleh khalayak atau masyarakat umum (user-friendly) karena cukup dengan mengakses website gizi.depkes.go.id maka dapat dilihat berbagai informasi gizi berupa laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Menurut WHO (2008), dengan adanya user friendly padasebuah sistem informasi maka diharapkan dapat mendukung dalam proses pengambilan keputusan. Tetapi, website sistem informasi gizi kurang dapat dikatakan user-friendly karena tenaga pelaksana masih mengeluhkan kesulitan untuk mengunggah laporan. Kesulitan tersebut dikarenakan masih adanya perubahan-perubahan format dari tingkat pusat yang belum stabil. Website yang belum user-friendly bagi tenaga pelaksana menyebabkan ketidaknyamanan dan dapat mengakibatkan tenaga pelaksana lebih memilih melaporkan dalam bentuk hardcopy dibandingkan mengunggah data kedalam website sistem informasi gizi dan ada keterlambatan dalam pelaporan melalui SIGIZI. Hal tersebut dapat menyebabkan tingkat pusat mengalami keterlambatan dalam menerima laporan sehingga dapat mengakibatkan keterlambatan apabila diperlukan pengambilan keputusan.

Pada sistem informasi gizi juga terdapat kode untuk menggabungkan beberapa database dari tingkat provinsi sampai Puskesmas. Pengenal unik terdapat pada template atau lembar isian untuk pelaporan yang bersumber dari puskesmas yang memiliki kode tersendiri untuk tiap puskesmas dimana kode tersebut sebagai password agar hanya pihak yang memiliki otoritas yang dapat merubah data tersebut.

Kode pengenal dibutuhkan agar data tidak dapat dirubah oleh orang yang tidak memiliki wewenang.

6.7Produk Sistem Informasi Gizi

Menurut WHO (2008), produk dalam sistem informasi gizi mencakup penilaian kualitas data dimana dalam produk data terdiri dari karakteristik usia dan harus adanya konsistensi terhadap data yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi, dan pelaporan data dilakukan tepat waktu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada ketidakkonsistenan data yang harus dilaporkan dimana adanya perubahan cakupan data salah satunya penambahan cakupan balita kurus. Adanya perubahan cakupan data tersebut menyebabkan website sigizi belum stabil karena direnovasi dan hanya dapat digunakan untuk melihat data yang sudah ada sebelumnya. Hal tersebut dikeluhkan oleh staf gizi dan tenaga pelaksana gizi karena mereka kesulitan untuk menginput laporan ke website sigizi. Hal tersebut menyebabkan tenaga pelaksana gizi di Puskesmas menyerahkan pelaporan melalui SIGIZI kepada staf gizi di suku dinas kesehatan sehingga data Puskesmas kelurahan di suku dinas kesehatan Jakarta selatan pada website SIGIZI terdapat kekosongan dan hanya terisi data Puskesmas kecamatan dikarenakan data yang dilaporkan ke staf gizi sudah merupakan hasil rekap dari tiap Puskesmas kelurahan di tiap Puskesmas kecamatan.

Data diukur beberapa kali dalam satu tahun yaitu setelah TPG menerima laporan dari kader apabila ada kejanggalan maka akan ditindaklanjuti dapat dengan cara meminta kader untuk mengukur ulang. Begitu pula setelah suku dinas menerima

laporan dari puskesmas yang akan menindaklanjuti apabila ada kejanggalan pada data. Pengukuran data yang dilakukan beberapa kali dibutuhkan agar data akhir yang dilaporkan kedalam website sistem informasi gizi maupun ke tingkat pusat merupakan data valid dan dapat meminimalisir kesalahan. Data yang diukur sudah sesuai dengan cakupan terbaru yang dijadikan sebagai dasar pemikiran karena setiap ada perubahan pada website maka pihak sudin akan memperbaiki template atau formulir untuk pelaporan sesuai dengan data cakupan terbaru pada website.

Pada pelaporan, masih ada keterlambatan baik dari posyandu ke puskesmas maupun puskesmas ke suku dinas kesehatan sehingga menyebabkan suku dinas kesehatan mengalami keterlambatan untuk melaporkan ke tingkat pusat secara online melalui website sistem informasi gizi. Tingkat posyandu sebagai sumber data awal mengalami keterlambatan dikarenakan kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan posyandu sebagai langkah dalam mengumpulkan data awal sehingga kader harus melakukan kunjungan langsung ke rumah warga untuk memperoleh data yang menyebabkan kader membutuhkan waktu lebih banyak untuk membuat laporan. Tingkat puskesmas mengalami keterlambatan dalam pelaporan disebabkan oleh beberapa faktor terutama karena adanya beban kerja ganda yang dialami tenaga pelaksana sehingga mengalami kesulitan untuk fokus dalam pelaporan dan merasa kekurangan waktu untuk mengerjakan pelaporan. Keterlambatan pelaporan dari tingkat paling bawah yaitu posyandu menyebabkan tingkat suku dinas kesehatan juga terlambat untuk melaporkannya ke tingkat dinas kesehatan provinsi dan kementerian kesehatan atau pusat.

Tingkat suku dinas kesehatan mengalami keterlambatan pelaporan disebabkan juga karena banyaknya beban kerja yang lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan pelaksanaan sistem informasi gizi. Belum dijadikannya pelaksanaan sistem informasi gizi sebagai prioritas berkaitan dengan belum adanya kebijakan yang mengatur dan mewajibkan kegiatan tersebut sehingga mempengaruhi kepatuhan tenaga pelaksana dalam ketepatan waktu pelaporan. Keterlambatan pelaporan dapat menyebabkan keterlambatan bagi pembuat keputusan dalam menerima laporan.

Pemisahan atau pengelompokan data dalam sistem informasi gizi terdapat pengelompokkan berupa usia balita dimana data dikelompokkan karena penilaian status gizi dan pertumbuhan seseorang dapat berbeda berdasarkan usianya. Tetapi pengelompokkan data berdasarkan status sosial ekonomi dan wilayah tidak ada dimana estimasi data berdasarkan wilayah hanya dipisahkan sesuai batas administrasi karena wilayah Jakarta Selatan sendiri sudah termasuk wilayah rural. Estimasi data berdasarkan status sosial ekonomi antara lain pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan orang tua perlu diketahui dalam kasus gizi buruk dan gizi kurang agar dapat diketahui akar masalah yang melatarbelakangi terjadinya kasus gizi buruk maupun gizi kurang.

6.8Diseminasi dan Penggunaan Produk Sistem Informasi Gizi

Komponen diseminasi dan penggunaan produk sistem informasi gizi merupakan kegiatan penyebarluasan dan penggunaan informasi sesuai dengan kebutuhan yaitu sebagai bahan dalam perencanaan peningkatan kinerja pembinaan gizi masyarakat. Pada teori HMN, diseminasi digunakan dalam bentuk grafik atau peta dalam

menjelaskan informasi gizi berupa kondisi yang ada di daerah tersebut. Berdasarkan hasil telaah dokumen, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan menggunakan grafik dan peta sebagai hasil analisis data gizi yang dilaporkan. Grafik tersebut menjelaskan cakupan SKDN di wilayah kerja Kota Administrasi Jakarta Selatan selama tahun 2011. Pada grafik tersebut, dapat dilihat bahwa cakupan SKDN di wilayah kerja Kota Administrasi Jakarta Selatan selalu mengalami perubahan setiap bulannya (Gambar 5.2).

Pada teori HMN dijelaskan bahwa kegiatan diseminasi dan penggunaan produk dari sistem informasi kesehatan sangat penting karena dapat mempermudah para pengambil keputusan dalam membuat kebijakan. Informasi yang didapatkan dalam sistem informasi gizi juga dapat digunakan untuk memantau kondisi gizi baik keadaan gizi buruk maupun gizi kurang di suatu daerah. Penyebarluasan (diseminasi) dan penggunaan produk sistem informasi gizi di suku dinas kesehatan Jakarta selatan dimulai dari tingkat posyandu, puskesmas sampai tingkat suku dinas kesehatan. Diseminasi pada tingkat posyandu dilakukan pada saat kegiatan arisan di RT mereka dimana kader yang dijadikan informan berperan sebagai penggerak dalam kegiatan arisan tersebut. Pada tingkat puskesmas, diseminasi dilakukan pada kegiatan rakornas bersama kader-kader yang diadakan di kantor lurah atau disebut rapat koordinasi lintas sektoral. Sedangkan pada tingkat suku dinas kesehatan, diseminasi akan dilakukan pada kegiatan rapat yang dihadiri oleh berbagai bidang yang terkait dengan kesehatan termasuk bidang gizi.

Penggunaan produk di suku dinas kesehatan digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja di bidang gizi sehingga status gizi di daerah tersebut menjadi

lebih baik lagi. Produk dari sistem informasi gizi berguna untuk tingkat nasional dalam perancangan kebijakan mengenai program gizi untuk dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Diseminasi atau penyebarluasan produk dari sistem informasi gizi ke khalayak atau masyarakat umum dapat dilakukan dengan mengakses website sistem informasi gizi.

Menurut WHO (2008), dalam penggunaan informasi sebaiknya pembuat program gizi di dinas kesehatan secara lengkap, tepat waktu, akurat, relevan memperoleh informasi gizi. Tetapi pada kenyataannya, seperti penjelasan pada produk sistem informasi gizi, berdasarkan penelitian diketahui bahwa masih ada keterlambatan pelaporan baik dari posyandu ke puskesmas maupun puskesmas ke suku dinas kesehatan dimana keterlambatan dalam pelaporan ini dapat menyebabkan pembuat program gizi di dinas kesehatan juga terlambat dalam memperoleh informasi gizi.

Masih belum konsistennya data cakupan didalamnya dari tingkat pusat, menyebabkan tingkat suku dinas kesehatan belum menjadikan pelaporan melalui website sistem informasi gizi sebagai prioritas sehingga informasi yang ada belum dapat digunakan dalam perencanaan dan proses alokasi sumber daya misalnya, untuk perencanaan anggaran khusus dan pemerataan sarana pendukung serta pemeliharaannya.

Dokumen terkait