• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Stock Flow Diagrams (SFD)

III. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

2. Pengoperasian TPA

5.4. Keadaan Responden di Kawasan TPA Cipayung

5.4.2. Tanggap Responden Terhadap TPA Cipayung

Tanggap responden dapat dikategorikan berdasarkan manfaat yang diterima sebagai akibat beroperasinya TPA di daerah tempat mereka tinggal. Responden mempunyai tanggap terhadap TPA Cipayung sebagai berikut: tanggap baik sebanyak 9,19 %, tanggap sedang sebanyak 58,62%, tanggap buruk sebanyak 27,59%, dan tanggap tidak tahu sebanyak 4,60% (Gambar 10). Munculnya berbagai tanggap tersebut terkait dengan manfaat dari TPA yang dirasakan langsung oleh responden. Responden masyarakat lokal mempunyai tanggap positif, karena mereka mendapatkan manfaat langsung (sebagai karyawan atau pemulung) dan manfaat tidak langsung (ada sanak keluarganya yang bekerja sebagai karyawan). Responden dari komunitas pendatang umumnya beranggapan negatif, karena mereka tidak mendapat manfaat dari kegiatan di TPA Cipayung, mereka hanya tinggal di sekitar TPA dan bekerja di tempat lain.

Gangguan lingkungan yang dikeluhkan masyarakat akibat dampak TPA adalah bau sebanyak 45,98%, banyak lalat sebanyak 8,05%, macet sebanyak 1,15%, lainnya (tidak terkena dampak) sebanyak 4,60%, bau dan banyak lalat sebanyak 32,18%, banyak lalat dan pencemaran air sebanyak 1,15%, bau, banyak lalat dan pencemaran air sebanyak 2,29% dan bau, serta banyak lalat, macet dan pencemaran air sebanyak 4,60%.

Grafik Tanggapan Responden

9.19 58.62 27.59 4.6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tanggapan Responden Jumlah (%) a. baik b. kurang-sedang c. buruk d. tidak tau

Gambar 10. Tanggap responden di sekitar TPA Cipayung

Dampak yang dirasakan responden masalah bau yang dikeluhkan oleh responden yang berhasil ditemui pada saat wawancara. Keluhan tersebut

dirasakan hampir merata baik dari penduduk Kampung Benda Barat, Kampung Bulak Barat, dan Blok Rambutan ketiganya masuk wilayah Kelurahan Cipayung serta Kelurahan Pasir Putih. Bau menurut mereka tidak terjadi secara rutin, namun temporer dan berhubungan dengan arah angin dengan durasi yang juga tidak menentu namun biasanya antara 5 hingga 15 menit. Menurut penduduk, bau akan terjadi jika terjadi pembongkaran sampah yang sudah mulai membusuk dan kebetulan ada angin bertiup ke arah pemukiman. Pada kondisi normal, masalah bau busuk sebenarnya tidak ditemui. Pada dasarnya masyarakat sudah maklum dengan kondisi bau sampah, mengingat tempat tinggal mereka berdekatan dengan TPA, namun tetap saja penduduk merasa terganggu. Bagi masyarakat di RT 04/02 Pasir Putih bagian Selatan, bau bercampur dengan bau peternakan ayam yang lebih dominan, sehingga bau sampah tidak dirasakan terlalu mengganggu. Selain akibat keberadaan TPA, masalah bau dikeluhkan masyarakat Blok Rambutan khususnya akibat lalu- lintas truk pengangkut sampah. Menurut penduduk setempat, truk sampah yang sudah kosong dan masih kotor, menebarkan bau yang lebih keras ketimbang truk yang masih terisi muatan. Selain masalah bau, kedatangan lalat juga dikeluhkan oleh sebagian penduduk. Namun demikian, menurut tokoh masyarakat setempat, kedatangan lalat tidak identik dengan keberadaan TPA. Lalat hanya datang ke pemukiman pada awal musim penghujan dan musim mangga, serta terjadi menyeluruh baik wilayah yang dekat dengan TPA maupun wilayah yang relatif jauh. Warga Kampung Bulak Barat menjelaskan lalat tersebut datang selain setelah hujan turun. Lalat tersebut datang karena ceceran sampah di sepanjang jalan menuju TPA.

Keresahan masyarakat akan dapat diatasi jika pengelolaan sampah dilakukan secara profesional. Permasalahan lalat tidak akan muncul jika penyemprotan anti lalat dilakukan secara rutin terutama di saat musim hujan. Penyemprotan akan menghilangkan bau sampah yang mengundang lalat. Saat ini DKP sudah mempunyai satu unit alat semprot, sehingga setiap kali warga protes karena muncul lalat, pada saat itu juga penyemprotan dapat langsung dilakukan. Dampak lain yang dikeluhkan masyarakat di antaranya adalah:

a) Lalu lintas truk dan ceceran sampah. Pada saat TPA mulai dioperasikan masyarakat masih jarang yang tinggal di sekitar lokasi TPA. Seiring dengan berjalannya waktu, banyak kaum pendatang yang terpaksa pindah dari Jakarta dan masuk ke wilayah ini, membangun pemukiman di kanan kiri jalan masuk TPA. Penduduk yang bermukim di wilayah tersebut umumnya adalah warga pendatang yang bermukim setelah TPA beroperasi. Menurut penuturan tokoh masyarakat setempat, penduduk Blok Rambutan pernah melakukan protes pada tahun 2004, bahkan sempat dimuat di media massa, namun setelah itu tidak ada lagi protes. Masyarakat mengeluhkan ceceran sampah yang jatuh dari truk pengangkut di sepanjang jalan mulai dari pertigaan dekat sekolah hingga pintu masuk TPA, sehingga dirasakan mengganggu kenyamanan dan estetika setempat.

b) Abrasi dan perpindahan aliran Sungai Pesanggrahan. Lokasi TPA yang berbatasan dengan sungai Pesanggrahan di sebelah Barat, menimbulkan masalah terkait dengan perpindahan badan sungai dan abrasi tanah di seberangnya. Menurut penduduk, lokasi TPA adalah tanah bergerak yang pada akhirnya berpengaruh terhadap aliran sungai dan menimbulkan abrasi pada lahan di seberangnya. Pengamatan lapang mendapatkan adanya dua titik abrasi di wilayah kelurahan Pasir Putih, khususnya di RT 02/04.

c) Kekhawatiran akan tanah longsor dan pencemaran air sumur serta rendahnya harga tanah maupun bangunan di sekitar TPA. Tanah penutup sampah TPA Cipayung diambil dari lahan di sebelah Utara yang berbatasan dengan Kampung Benda Barat Kelurahan Cipayung. Lokasi pengambilan tanah tersebut sangat dekat dengan pemukiman penduduk sehingga menimbulkan kekhawatiran penduduk akan terjadinya longsor yang dapat menimpa rumah mereka, khususnya di wilayah RT 04/06. Penduduk juga mengkhawatirkan penggunaan lahan bekas galian tanah penutup tersebut juga akan digunakan sebagai tempat pembuangan sampah baru. Penduduk menginginkan adanya pemasangan batu untuk mencegah terjadinya longsor. Selain itu, penduduk juga mengkhawatirkan dengan adanya pengelolaan sampah di TPA Cipayung menyebabkan sumur mereka tercemar sehingga menimbulkan masalah baru.

Namun demikian, penduduk merasa tidak berkebaratan jika yang dibuang nantinya adalah sampah matang karena dinilai tidak akan mencemari lingkungan mereka.

d) Rendahnya harga tanah dan bangunan sekitar TPA. Gangguan bau yang berasal dari TPA menurut pendapat penduduk berpengaruh terhadap rendahnya harga tanah di sekitar lokasi TPA. Harga tanah saat sekarang umumnya sekitar 1/2 nilai jual wajib pajak (NJOP) yaitu sekitar 150 ribu permeter. Orang luar yang membeli tanah di sekitar TPA mengharapkan keuntungan untuk jangka panjang.