• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS ATAS BENTUK-

A. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Pembuatan Akta

Tanggung Jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, diperkarakan, dan sebagainya).36Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik yang dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan profesinya dalam membuat akta. Tanggung jawab notaris dapat dibedakan dalam 4 (empat) jenis, yaitu :

1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris.

b. Notaris

Menurut Pasal 1 butir ke-1, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dikatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

36Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 1139.

Adapun juga terdapat pengertian lain tentang notaris, yang dikatakan bahwa notaris adalah pejabat umum, yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau dikehendaki yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.37

c. Pembuatan

Pembuatan adalah proses, cara, perbuatan membuat.38

d. Akta

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia penerbit Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, yang disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi.39

e. Akta Notaris

Di dalam Pasal 1 butir ke-7, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini.

37

Pasal 1 huruf (I) juncto Pasal 15 (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

38Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Op.Cit,hal. 168. 39Ibid,hal. 22.

30

f. Keputusan

Keputusan adalah perihal yang berkaitan dengan putusan, atau segala putusan yang telah ditetapkan (sesudah dipertimbangkan, dipikirkan, dan sebagainya).40

g. Rapat Umum Pemegang Saham

Menurut Pasal 1 angka ke-4, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dikatakan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.41

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.42 Untuk tercapainya penelitian ini, sangat ditentukan dengan metode yang digunakan dalam memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang dibahas.

40

Ibid,hal. 914.

41Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia,Organ Perseroan Terbatas,Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 2.

Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat preskriptif analitis, yaitu suatu ilmu hukum yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum43, dalam hal ini terhadap tanggungjawab notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat (studi pada PT. Multi Megah Mandiri di Jakarta Utara).

2. Metode Pendekatan

Dilihat dari metode pendekatannya, penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif.44 Metode pendekatan yuridis normatif, yaitu : metode pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan sekunder, atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama bagi pengembangan ilmu hukum perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.

3. Sumber Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan (library research), yaitu dengan pengumpulan data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.45

43Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hal. 22.

44Op.Cit, hal. 141.

45Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal. 39.

32

a. Bahan hukum primer, yaitu berupa undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan obyek penelitian, yang terdiri dari

1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, 3) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan,

5) Kode Etik Notaris,

6) Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia MA/Pemb/1392/84, tanggal 1 Maret 1984 Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari : hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar, hasil karya ilmiah dari para sarjana hukum, buku-buku tentang notaris, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek penelitian.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari : kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum, kamus umum, jurnal-jurnal hukum, artikel, internet, surat kabar, serta berbagai majalah hukum yang berkaitan dengan jabatan Notaris.46

Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan pada studi kepustakaan. Studi kepustakaan (library research) ini dimaksudkan untuk memperoleh data, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier, dengan memperhatikan beberapa karakteristik, yaitu mempunyai relevansi atau hubungan dengan penelitian terhadap pemasalahan yang akan dibahas oleh si peneliti, serta dapat memperoleh data-data yang lengkap untuk memudahkan si peneliti dalam menyusun tesis ini.

4. Alat Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, dilaksanakan dua tahap penelitian :

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi Kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat- pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana, dan lain-lain.

b. Studi Lapangan (Field Research), yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara pada 1 (satu) Notaris sebagai informasi yang berhubungan dengan penelitian ini, yang dijadikan sebagai data pendukung atau data pelengkap dalam melakukan penelitian.

34

5. Analisis Data

Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi itu adalah pembuatan klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, serta juga digunakan untuk memudahkan pekerjaan dalam menganalisis dan melakukan konstruksi.47 Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan, yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier, yang dapat digunakan untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu, keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan, sehingga dapat menghasilkan klarifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yang bertujuan untuk memperoleh jawaban yang baik.48

Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis secara deskriptif, adalah suatu cara dalam menguraikan, menjelaskan, menganalisis, serta menghubungkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan juga menghubungkannya dengan buku-buku yang membahas tentang notaris. Kemudian, data yang dianalisis secara kualitatif, merupakan suatu cara untuk meningkatkan mutu atau kualitas terhadap pengembangan bagi ilmu hukum perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.

47Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Op.Cit.,hal. 14.

48Bambang Sunggono,Metodelogi Penelitian Hukum Suatu Pengantar,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 106.

Selanjutnya, dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode deduktif, dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya untuk dijadikan dasar dalam melihat kebenaran atas permasalahan yang diteliti oleh si peneliti dalam penyusunan tesis ini.

BAB II

PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham

Notaris yang hadir dalam pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham, Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan profesinya, dituangkan ke dalam bentuk akta yang namanya: “Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham”. Isi dan bentuk dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham itu harus bisa menggambarkan jalannya acara pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham. Hal ini dikarenakan akta tersebut bersifat verbal akta atau yang dinamakan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, yang merupakan jenis akta yang dibuat oleh Notaris, yang berisi gambaran mengenai kejadian yang disaksikan oleh Notaris, maupun hal-hal yang diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham.

Perubahan Anggaran Dasar yang dibuat berdasarkan risalah rapat yang dibuat secara notariil, disebut dengan “Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham”, yang merupakan contoh dari “relaas akta”. Dikatakan relaas akta, karena merupakan akta yang dibuat “oleh” Notaris, yang sebagaimana diatur pada (Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), sebab adanya kehadiran Notaris dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang diselenggarakan dan risalah rapat tersebut dibuat “oleh” Notaris yang menyaksikan, melihat,

dan mendengar segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat, sehingga bentuk akta yang dihasilkan merupakan akta dari golongan relaas akta, yaitu: akta yang dikenal sebagai Akta Berita Rapat Umum Pemegang Saham.

Akta yang dibuat oleh (door een) notaris, yang dinamakan “Akta Relaas”

(relaas acta) atau “Akta Pejabat” (ambtelijke akten) atau “Akta Berita Acara”, ini berbeda sekali dengan Akta Pihak. Akta Relaas ini isinya bukan merelatir kehendak pihak, tetapi mencatat segala peristiwa yang dilihat, didengar, dan dirasakan dari pelaksanaan jalannya rapat atau acara yang diliput.49

Isi dari seluruh berita acara dalam Rapat Umum Pemegang Saham adalah merupakan laporan dan pernyataan dari Notaris terhadap segala sesuatu yang disaksikan dan didengarnya secara langsung dalam Rapat Umum Pemegang Saham, yang diadakan pada hari, tanggal, waktu, dan tempat yang telah disebutkan dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham.

Notaris yang dihadirkan di dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham ini dilakukan oleh pemegang saham, yang mempunyai tugas untuk membuat Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham dalam kedudukannya sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang disebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

49A.A.Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia.,

38

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menempatkan Notaris dalam kedudukan yang sangat penting, karena untuk mendirikan Perseroan Terbatas dan mengadakan perubahan Anggaran Dasar harus dibuat dengan akta Notaris. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dinyatakan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. Dalam ketentuan tersebut di atas, terlihat jelas bahwa akta Notaris merupakan syarat mutlak untuk berdirinya suatu Perseroan. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dinyatakan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. Oleh karena itu, maka peranan Notaris ini mutlak diperlukan, sebab Undang-Undang mensyaratkan bahwa untuk pendirian Perseroan Terbatas ini diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam ketentuan tersebut di atas, dikatakan bahwa Akta Notaris yang dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini, tidak lain adalah akta otentik.

Syarat suatu akta otentik yang diatur pada Pasal 1868 KUHPerdata yang merupakan sumber otentisitas akta Notaris, dan juga merupakan dasar legalitas eksistensi akta Notaris. Dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dijelaskan bahwa akta Notaris adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dan secara tersirat

diatur pada Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang menyebutkan bahwa Notaris wajib membuat daftar akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau di hadapannya. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, itu harus dipatuhi, ditaati, dan dilaksanakan oleh Notaris.

Akta notaris (Notariel Acta) sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris itu, mempunyai sifat otentik, sehingga tidak perlu diragukan lagi kesempurnaan (keabsahannya), karena proses pembuatan maupun dalam kewenangan Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan profesinya itu telah sesuai dengan yang diatur pada Pasal 1870 KUHPerdata, yang berkaitan erat dengan Pasal 1868 KUHPerdata. Bahwa disebut sebagai akta Notaris, karena akta tersebut sebagai akta otentik yang dibuat oleh Notaris yang memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Akta Notaris sudah pasti akta otentik.

Pembuatan Akta Berita Acara Rapat Pemegang Saham, dilakukan dengan kehadiran Notaris dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang diselenggarakan dan risalah rapat tersebut dibuat “oleh” Notaris yang menyaksikan, melihat, dan mendengar segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat, sehingga bentuk akta yang dihasilkan merupakan akta dari golongan relaas akta, yaitu: akta yang dikenal sebagai Berita Acara Rapat. Apabila ditinjau dari cara pembuatannya,

40

maka Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, ini merupakan jenis akta yang dibuat oleh Notaris. Pengertian pembuatan akta yang dibuat “oleh” Notaris, karena adanya suatu kejadian, pemeriksaan, keputusan, dan sebagainya.

Kemudian, pada Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat oleh Notaris, maka Notaris yang bersangkutan itu hadir untuk menyaksikan dan mendengar secara langsung jalannya Rapat Umum Pemegang Saham tersebut, sehingga isi dari seluruh berita acara dalam Rapat Umum Pemegang Saham adalah merupakan laporan dan pernyataan dari Notaris terhadap segala sesuatu yang disaksikan dan didengarnya secara langsung dalam Rapat Umum Pemegang Saham, yang diadakan pada hari, tanggal, waktu, dan tempat yang telah disebutkan dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham.

Kedudukan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham merupakan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, sehingga apa yang dinyatakan dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat di hadapan Notaris tersebut harus diterima. Dalam Undang-Undang, untuk Akta Relaas tidak menjadi soal, apakah orang-orang yang hadir itu menolak mengharuskan untuk menandatangai akta itu. Apabila misalnya pada pembuatan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, yang dalam perseroan terbatas itu, orang-orang yang hadir itu telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka Notaris cukup menerangkan di dalam akta yang dituangkannya, bahwa para pihak yang hadir itu telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu dan dalam hal ini, akta itu tetap merupakan akta otentik.

Setiap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham harus dibuatkan berita acara rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta Rapat Umum Pemegang Saham, yang sebagaimana hal tersebut itu diatur dalam Pasal 77 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam prakteknya, Rapat Umum Pemegang Saham itu dituangkan ke dalam bentuk akta yang namanya disebut dengan “Akta Berita Acara”, yang merupakan akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris, dimana penandatanganan oleh semua peserta Rapat Umum Pemegang Saham tidak menjadi mutlak, tetapi cukup ditandatangani oleh ketua atau salah seorang peserta rapat dan Notaris yang bersangkutan. Namun demikian, Notaris yang bersangkutan harus menerangkan bahwa para yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu.

Sebagai pejabat umum, maka Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat oleh Notaris itu harus mempunyai kekuatan pembuktian otentik. Akta otentik pada hakikatnya itu membuat kebenaran formal, yang sesuai dengan apa yang diberitahukan oleh para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris ini, sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak dari para pihak, yaitu: dengan cara membacakannya, sehingga menjadi jelas isi dari Akta Notaris itu, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak dalam penandatanganan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui, atau tidak menyetujui isi dari Akta Otentik yang akan ditandatanganinya.

42

Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum, itu pada waktu membuat Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, mempunyai kekuatan pembuktian otentik yang dengan sendirinya, meski para pemegang saham yang hadir dalam rapat atau acara tersebut, tidak menandatanganinya. Namun, hal itu tidak berarti bahwa para pemegang saham yang telah hadir dalam rapat, mutlak tidak perlu menandatangani Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat oleh Notaris. Tetapi, penandatanganan terhadap Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham itu tetap diperlukan, kecuali ada alasan-alasan tertentu yang dapat menyebabkan para pemegang saham tidak dapat menandatangani Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham tersebut. Akan tetapi, alasan-alasan tersebut tetap harus dijelaskan oleh Notaris di dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, dan hal itu tidak berarti mengurangi otentisitas dari Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham.

Pelaksanaan pembuatan Berita Acara Rapat ini, Notaris harus menyaksikan, mendengar, dan mencatat segala yang dibicarakan dan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham tersebut, serta untuk itulah, Notaris diminta untuk hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham tersebut. Hasil dari pencatatan itu akan berbentuk risalah rapat dalam bentuk akta yang disebut dengan Akta Berita Acara Rapat.

Notaris berfungsi dalam menjalankan mempunyai kewajiban untuk mendengarkan dan menyaksikan berlangsungnya jalannya Rapat Umum Pemegang

Saham, sejak dibuka sampai ditutupnya Rapat Umum Pemegang Saham, sehingga Notaris dapat menyusun dan membuat risalah Rapat Umum Pemegang Saham, yang dalam praktek disebut dengan Akta Berita Acara Rapat, yang sesuai dengan bentuknya yang diatur pada ketentuan Pasal 38 sampai dengan Pasal 57 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Notaris dalam pembuatan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham ini sesuai dengan pernyataan yang terdapat pada Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang disebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Sedangkan, kalau dilhat dari cara pembuatannya, maka akta otentik merupakan akta yang dibuat dalam bentuk yang diisyaratkan dan dibuat oleh pejabat-pejabat yang berwenang yang menurut atau berdasarkan pada Undang-Undang yang dibebani untuk menyatakan apa yang telah disaksikan atau dilakukannya. Kemudian, akta yang dibuat secara notariel itu menurut Undang-Undang yang mempunyai sifat, bahasa, bentuk, bagian, dan teknik pembuatan yang spesifik atau khusus.

Jadi, Akta Relaas merupakan akta yang dibuat oleh Notaris atas permintaan para pihak, agar Notaris mencatat segala sesuatu hal yang dibicarakan dalam rapat oleh para pihak, agar pihak lain yang berkaitan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh para pihak dan dituangkan ke dalam suatu Akta Otentik. Dalam Akta

44

secara langsung oleh Notaris. Adapun yang termasuk dalam contoh Akta Relaas, yaitu : akta berita acara rapat para pemegang saham dalam perseroan terbatas, akta pencatatan budel, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan, akta berita acara penarikan undian, dan lain-lain.

Pembuatan akta Notaris, dalam hal ini, yang berupa Akta Relaas harus ada keinginan atau kehendak dan adanya permintaan dari para pihak. Untuk memenuhi keinginan dari para pihak, maka Notaris memberikan saran dengan tetap berpijak pada aturan hukum maupun ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini tidak berarti, bahwa Notaris merupakan bagian dari pelaku akta tersebut. Tetapi, Notaris yang bersangkutan tetap berada di luar para pihak.

Akta Notaris yang dimaksudkan dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa perubahan Anggaran Dasar yang dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia, harus diartikan sebagai Akta yang dibuat oleh (door een) notaris, yang dinamakan “Akta Relaas” (relaas acta) atau “Akta Pejabat” (ambtelijke akten) atau “Akta Berita Acara”.

Jika adanya perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas yang dilakukan, maka perubahan anggaran dasar itu harus mendapat persetujuan Menteri, sebagaimana hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang

Dokumen terkait