TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN
AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
(STUDI PADA PT. MULTI MEGAH MANDIRI DI JAKARTA UTARA)TESIS
Oleh
WINSTON
097011140/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
WINSTON
097011140/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM
PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT
UMUM PEMEGANG SAHAM
(STUDI PADA PT. MULTI MEGAH MANDIRI DI JAKARTA UTARA)
Nama Mahasiswa : WINSTON
Nomor Pokok : 097011140
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum
Anggota : 1. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS
2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : WINSTON
Nim : 097011140
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM
PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
(STUDI PADA PT. MULTI MEGAH MANDIRI DI JAKARTA UTARA)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :WINSTON
adalah rapat umum pemegang saham yang diselenggarakan oleh Direksi setiap tahun dan setiap waktu merupakan organ tertinggi perseroan. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini, menempatkan Notaris dalam kedudukan yang sangat penting, karena untuk mendirikan Perseroan Terbatas dan mengadakan perubahan Anggaran Dasar harus dibuat dengan akta Notaris. Dalam ketentuan tersebut di atas, terlihat jelas bahwa akta Notaris merupakan syarat mutlak untuk berdirinya suatu Perseroan. Akta notaris adalah akta otentik yang pengertiannya dapat dilihat dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta Akta yang dibuat notaris harus mengandung syarat-syarat yang diperlukan agar tercapai sifat otentik dari akta itu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akta notaris adalah akta otentik. Akta otentik dibuat oleh/atau dihadapan Notaris. Akta otentik dibuat menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh Undang- Undang Jabatan Notaris. Notaris adalah pejabat umum yang berhak membuat akta otentik sebagai alat pembuktian yang sempurna. Akta yang dibuat di hadapan Notaris atau dibuat oleh Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, harus memenuhi aspek formal, lahiriah, dan materiil. Apabila akta Notaris tidak memenuhi salah satu atau beberapa aspek tersebut, maka akta Notaris tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang sempurna dan menjadi akta di bawah tangan atau batal demi hukum. Dalam menjalankan jabatannya notaris harus dapat bersikap profesional dan mematuhi peraturan perundang-undangan serta menjunjung tinggi Kode Etik Notaris. Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang di buatnya, yakni tanggung jawab hukum dan tanggung jawab moral. Pelanggaran atas hal-hal tersebut di atas, maka Notaris dapat dikenakan sanksi, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Inti dari tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa-jasa notaris. Maka yang dijadikan permasalahan di dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur pembuatan akta keputusan RUPS, bagaimana kekuatan pembuktian dalam bentuk-bentuk pembuatan RUPS perseroan terbatas yang dituangkan ke dalam bentuk akta, dan bagaimana tanggung jawab Notaris atas pembuatan RUPS suatu perseroan terbatas.
Berdasarkan penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan, (1). bahwa adanya bentuk-bentuk pembuatan RUPS yang perlu dibuat dalam akta Notaris, apakah Notaris hadir maupun tidak hadir untuk dituangkan ke dalam bentuk akta, serta juga mengetahui ketentuan-ketentuan dalam pembuatan RUPS, dan mengetahui prosedur pembuatan RUPS, (2) untuk mengetahui masing-masing kekuatan pembuktian dalam bentuk-bentuk pembuatan RUPS, dan (3) untuk mengetahui masing-masing tanggung jawab Notaris atas bentuk-bentuk pembuatan RUPS. Oleh karena itu, Notaris maupun pihak-pihak yang terdapat dalam PT. Multi Megah Mandiri perlu mengetahui bentuk-bentuk RUPS yang dituangkan ke dalam bentuk-bentuk akta, yang dikehendaki atas permintaan pihak-pihak dalam penyelenggaraan RUPS di PT. Multi Megah Mandiri, yang berkedudukan di Jakarta Utara.
any time. Law No. 40/2007 on the limited company gives a notary a very important position since the establishment of a limited company and the amendment of the statutes have to be made by a notary. In these regulations, it is clearly seen that a notarial deed becomes absolute conditions for the establishment of a company. It is an authentic deed according to Article 1868 of the Civil Code, and the deed made by a notary must contain some requirements in order that it has its authentic characteristic as it is stipulated in Article 1868 of the Civil Code. A notarial deed is authentic, and it is made before a Notary. An authentic deed is made according to its form and the procedures promulgated by the law on notarial profession. A notary is a public official who has the right to make an authentic deed as complete evidence. A deed made before a Notary or by a Notary and has complete evidence must fulfill formal and material aspects and from all appearances. If a notarial deed does not fulfill one of the requirements above, it does not have complete legal force, becomes an underhanded deed, or legally null and void. In doing his job, a notary should be professional, comply with legal provisions, and pay homage to Notarial Ethical Code. As a public official, a Notary should be morally and legally responsible for the deed he has made. If he violates the Code, he will have the sanction imposed on him, as it is stipulated in Article 84 and Article 85 of Law no. 30/2004 on Notarial Profession. The essence of a notary’s job is to manage in a written form and in authenticity the legal relationship between the parties concerned that have agreed to ask for a notary’s services. Therefore, the problems which arise in the research were how were the procedures of making the deeds of RUPS’ decision, how was the evidence in the making of RUPS’ decision of the limited company which is in a written form, and how was the Notary’s responsibility for making RUPS of a limited company.
The research used a prescriptive analysis with judicial normative approach. The data were gathered by performing literature study and interviews with the parties concerned and analyzed descriptive qualitatively.
The results of the research showed that 1) there were some forms of RUPS which should be made in a notarial deed in a written form, whether the notary is present or not, he has to know the regulation and the procedures of making the RUPS; 2) each evidence in making the RUPS should be known, and 3) each responsibility of a Notary should also be known. Therefore, the notary and the parties in PT. Multi Megah Mandiri should know the forms of RUPS in the written form, as they are asked by the parties that hold the RUPS at PT. Multi Megah Mandiri which is located in North Jakarta.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa
atas terselesaikannya penulisan Tesis dengan Judul “TANGGUNG JAWAB
NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM
PEMEGANG SAHAM (STUDI PADA PT. MULTI MEGAH MANDIRI DI
JAKARTA UTARA)”.
Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk melengkapi syarat memperoleh gelar
Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Dengan penuh kesadaran bahwa tiada satupun yang
sempurna di muka bumi ini, penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Tesis ini
masih terdapat kekurangan dan kelemahan terlebih dengan keterbatasan kemampuan,
baik dari segi penyajian teknik penulisan maupun materi.
Penulisan Tesis ini tidaklah mungkin akan menjadi sebuah karya ilmiah tanpa
adanya bimbingan dan dukungan dari segenap keluarga, pembimbing tesis, sahabat,
pengajar, dan rekan-rekan. Dari lubuk hati yang paling dalam, penulis menyampaikan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung penulis, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas
segala dedikasi dan pengarahan, serta masukan yang diberikan kepada penulis
selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Terima Kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis ucapkan kepadaProf. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum.,selaku Ketua
Komisi Pembimbing, dan Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS, serta Chairani
Bustami, SH, Sp.N, MKn., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan
penuh perhatian telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, ide, dan motivasi
yang terbaik, serta kritik dan saran yang konstruktif, demi tercapainya hasil yang
terbaik dalam penulisan Tesis ini;
5. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., dan Dr. T. Keizerina Devi
Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku dosen penguji yang telah berkenan
memberikan bimbingan dan arahan, serta masukan maupun saran terhadap
6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap
perkuliahan kepada penulis;
7. Teman-teman sekelas dan seperjuangan di Kelas Reguler Khusus, Agung,
Ahmad Ridha, Aminah, Bernard, Fahroji, Hendra, John, Lexon,
Muazzamsyah, Nisya, Serimin Pinem, Taufiq, Triyuwandani Hayuningtyas,
Zulkarnain Lubis,danArtha;semoga setelah selesainya studi ini, persahabatan
kita bisa tetap terjalin; meskipun kita tidak bersama-sama lagi;
8. Kawan-kawan seperjuangan, Masbro Jujur Halasan Bakara (Reguler – 2008),
Thayeb (Reguler – 2008), Togi Mangasi (Reguler - 2005), Linda, Marsudin,
Jojor, Richard Simamora, Vira, Bernadin Soaduon, Dony Kartien,
J. E. Melky Purba, Dedy Charlie, Frans Waston, Abi Jumroh Harahap,
Mospa Darma, Rebekka, Vincent, Vidya, Zaifan, Zulkarnain Mukhtar,
Yunus, Wenny, Wahyudi, Kiky, Pudio, Putri Rizky, dan mohon maaf kepada
kawan-kawan lainnya yang penulis tidak dapat sebutkan namanya satu per satu
yang selalu membantu dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan Tesis di
Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara;
9. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, Bro Kent, Bu Fatimah, Lisa, Winda, Sari, Afni, Aldi, Rizal,
dan Hendri yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap
Tesis ini dapat memberikan sesuatu yang berguna dalam menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembacanya.
Medan, Agustus 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Winston
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/21 November 1982
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Budha
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. K. H. Wahid Hasyim No. 31, Medan
II IDENTITAS KELUARGA
Nama Ayah : Herman Wijaya
Nama Ibu : Hia Santy
Nama Adik : Caroline Yunita
III. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Pusaka Abadi dari tahun 1989 sampai tahun 1992
2. SD Yayasan Pendidikan Kristen Ketapang 1 dari tahun 1992 sampai tahun 1996
3. SMP Yayasan Pendidikan Kristen Ketapang 1 dari tahun 1996 sampai tahun 1999
3. SMU Yayasan Pendidikan Kristen Ketapang 1 dari tahun 1999 sampai tahun 2003
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara dari tahun 2003 sampai tahun 2008
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 16
E. Keaslian Penelitian... 16
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 18
1. Kerangka Teori... 18
2. Konsepsi... 27
G. Metode Penelitian... 30
1. Spesifikasi Penelitian ... 30
2. Metode Pendekatan ... 31
3. Sumber Data... 31
4. Alat Pengumpulan Data ... 33
5. Analisis Data ... 34
BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM... 36
A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya ... 36
1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham ... 36
B. Ketentuan-Ketentuan Dalam Pembuatan Rapat Umum
Pemegang Saham ... 51
1. Notaris Hadir Dalam Rapat Umum Pemegang Saham ... 51
2. Notaris Tak Hadir Dalam Rapat Umum Pemegang Saham... 56
C. Proses Pembuatan Rapat Umum Pemegang Saham... 61
1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham ... 61
2. Akta Pernyataan Keputusan Rapat ... 64
3. Risalah Rapat ... 72
D. Sifat dan Hakikat Akta Pernyataan Keputusan Rapat Mengenai Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Pada PT. Multi Megah Mandiri ... 75
BAB III KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM BENTUK-BENTUK PEMBUATAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS YANG DITUANGKAN KE DALAM BENTUK AKTA... 83
A. Kekuatan Pembuktian Dalam Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham ... 83
1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham ... 83
2. Akta Pernyataan Keputusan Rapat ... 91
3. Akta Risalah Rapat ... 106
B. Otentisitas Akta Notaris... 118
BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS ATAS BENTUK-BENTUK PEMBUATAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM SUATU PERSEROAN TERBATAS ... 122
A. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Pembuatan Akta... 122
1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham ... 122
2. Akta Pernyataan Keputusan Rapat ... 129
3. Akta Risalah Rapat ... 143
B. Saran ... 182
ABSTRAK
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, yang diatur dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. RUPS adalah rapat umum pemegang saham yang diselenggarakan oleh Direksi setiap tahun dan setiap waktu merupakan organ tertinggi perseroan. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini, menempatkan Notaris dalam kedudukan yang sangat penting, karena untuk mendirikan Perseroan Terbatas dan mengadakan perubahan Anggaran Dasar harus dibuat dengan akta Notaris. Dalam ketentuan tersebut di atas, terlihat jelas bahwa akta Notaris merupakan syarat mutlak untuk berdirinya suatu Perseroan. Akta notaris adalah akta otentik yang pengertiannya dapat dilihat dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta Akta yang dibuat notaris harus mengandung syarat-syarat yang diperlukan agar tercapai sifat otentik dari akta itu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akta notaris adalah akta otentik. Akta otentik dibuat oleh/atau dihadapan Notaris. Akta otentik dibuat menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh Undang- Undang Jabatan Notaris. Notaris adalah pejabat umum yang berhak membuat akta otentik sebagai alat pembuktian yang sempurna. Akta yang dibuat di hadapan Notaris atau dibuat oleh Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, harus memenuhi aspek formal, lahiriah, dan materiil. Apabila akta Notaris tidak memenuhi salah satu atau beberapa aspek tersebut, maka akta Notaris tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang sempurna dan menjadi akta di bawah tangan atau batal demi hukum. Dalam menjalankan jabatannya notaris harus dapat bersikap profesional dan mematuhi peraturan perundang-undangan serta menjunjung tinggi Kode Etik Notaris. Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang di buatnya, yakni tanggung jawab hukum dan tanggung jawab moral. Pelanggaran atas hal-hal tersebut di atas, maka Notaris dapat dikenakan sanksi, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Inti dari tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa-jasa notaris. Maka yang dijadikan permasalahan di dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur pembuatan akta keputusan RUPS, bagaimana kekuatan pembuktian dalam bentuk-bentuk pembuatan RUPS perseroan terbatas yang dituangkan ke dalam bentuk akta, dan bagaimana tanggung jawab Notaris atas pembuatan RUPS suatu perseroan terbatas.
bentuk-bentuk pembuatan RUPS, dan (3) untuk mengetahui masing-masing tanggung jawab Notaris atas bentuk-bentuk pembuatan RUPS. Oleh karena itu, Notaris maupun pihak-pihak yang terdapat dalam PT. Multi Megah Mandiri perlu mengetahui bentuk-bentuk RUPS yang dituangkan ke dalam bentuk-bentuk akta, yang dikehendaki atas permintaan pihak-pihak dalam penyelenggaraan RUPS di PT. Multi Megah Mandiri, yang berkedudukan di Jakarta Utara.
ABSTRACT
A Notary is a public official who has the authority to make authentic deeds as it is stipulated in Article 1(1) of Law 30/2004. RUPS is the general shareholders’ meeting held by board of directors, the highest organ in the company, each year and any time. Law No. 40/2007 on the limited company gives a notary a very important position since the establishment of a limited company and the amendment of the statutes have to be made by a notary. In these regulations, it is clearly seen that a notarial deed becomes absolute conditions for the establishment of a company. It is an authentic deed according to Article 1868 of the Civil Code, and the deed made by a notary must contain some requirements in order that it has its authentic characteristic as it is stipulated in Article 1868 of the Civil Code. A notarial deed is authentic, and it is made before a Notary. An authentic deed is made according to its form and the procedures promulgated by the law on notarial profession. A notary is a public official who has the right to make an authentic deed as complete evidence. A deed made before a Notary or by a Notary and has complete evidence must fulfill formal and material aspects and from all appearances. If a notarial deed does not fulfill one of the requirements above, it does not have complete legal force, becomes an underhanded deed, or legally null and void. In doing his job, a notary should be professional, comply with legal provisions, and pay homage to Notarial Ethical Code. As a public official, a Notary should be morally and legally responsible for the deed he has made. If he violates the Code, he will have the sanction imposed on him, as it is stipulated in Article 84 and Article 85 of Law no. 30/2004 on Notarial Profession. The essence of a notary’s job is to manage in a written form and in authenticity the legal relationship between the parties concerned that have agreed to ask for a notary’s services. Therefore, the problems which arise in the research were how were the procedures of making the deeds of RUPS’ decision, how was the evidence in the making of RUPS’ decision of the limited company which is in a written form, and how was the Notary’s responsibility for making RUPS of a limited company.
The research used a prescriptive analysis with judicial normative approach. The data were gathered by performing literature study and interviews with the parties concerned and analyzed descriptive qualitatively.
The results of the research showed that 1) there were some forms of RUPS which should be made in a notarial deed in a written form, whether the notary is present or not, he has to know the regulation and the procedures of making the RUPS; 2) each evidence in making the RUPS should be known, and 3) each responsibility of a Notary should also be known. Therefore, the notary and the parties in PT. Multi Megah Mandiri should know the forms of RUPS in the written form, as they are asked by the parties that hold the RUPS at PT. Multi Megah Mandiri which is located in North Jakarta.
A. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini, telah membuat
perubahan dalam berbagai segala aspek perilaku bisnis dan perekonomian dunia.
Dengan perkembangan tersebut, terutama dalam hukum Indonesia, misalnya :
dituntut untuk bisa menyelaraskan diri terhadap fenomena dalam kerjasama
internasional, yang tujuannya adalah untuk menciptakan kemakmuran bersama.
Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu mengantisipasi pengaruh
perkembangan-perkembangan baru, seperti unifikasi global, karena semakin
menipisnya batas-batas antar negara akibat berkembangnya liberalisasi informasi,
dan berbagai tatanan baru lainnya yang kini sedang terus bergerak dalam
perubahan-perubahan, sehingga dibutuhkan tanggung jawab secara professional dalam
pekerjaan.
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan
penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai
hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial,
dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin
meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam
2
global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban,
menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya
sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian
sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh
memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.
Lembaga notaris timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia
yang menghendaki adanya alat bukti tertulis baginya. Notaris adalah pejabat umum
yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau
oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta dan memberikan grosse, salinan dan
kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Notaris adalah
pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan
umum kepada pihak yang membutuhkan akta jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain.1
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya.
Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta
1Tuti Irawati, Analisa Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta
otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang
berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus,
bagi masyarakat secara keseluruhan.
Notaris selain merupakan pejabat umum yang ditunjuk oleh undang-undang
dalam membuat akta otentik sekaligus juga merupakan perpanjangan tangan
Pernerintah. Dalam menjalankan jabatannya notaris harus dapat bersikap profesional.
dan mematuhi peraturan perundang-perundangan serta menjunjung tinggi Kode Etik
Notaris. Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap
akta yang di buatnya, yakni tanggung jawab hukum dan tanggung jawab moral.
Jabatan notaris merupakan jabatan terhormat, yaitu suatu jabatan yang
dalam pelaksanaannya mempertaruhkan martabat jabatannya. Dalam menjalankan
jabatannya, notaris harus dapat bersikap profesional2 dengan dilandasi kepribadian
yang luhur dengan senantiasa melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung
tinggi kode etik profesinya yaitu Kode Etik Notaris. Jika notaris tidak mempunyai
keterampilan profesional dan kepribadian yang luhur, maka dapat menimbulkan
dampak yang tidak baik di mata masyarakat. Hal ini akan berakibat rasa kepercayaan
2Menurut Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi,Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum,PT. Citra Aditya
4
masyarakat hilang terhadap notaris dalam hal memberikan jasanya dan dalam hal
membuat akta yang sesuai dengan keinginan para pihak atau bahkan notaris dinilai
sebagai pejabat yang tidak profesional.
Notaris merupakan salah satu profesi yang kepadanya dituntut suatu
tanggung jawab untuk membuat akta otentik sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 1868 KUHPerdata. Tanggung jawab melekat pada diri notaris mulai dari notaris
diambil sumpahnya atau janjinya sampai dengan notaris pensiun pada usia yang telah
ditentukan dalamStaatsbladTahun 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris, sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
Dalam pelaksanaan tugas, notaris tunduk serta terikat dengan aturan-aturan
yang ada yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
Kode Etik Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dan
peraturan hukum lainnya yang berlaku umum. Keberadaan notaris sebagai pejabat
umum yang bertugas untuk membuat akta-akta dalam setiap hubungan hukum
perdata dibutuhkan masyarakat.
Kepercayaan masyarakat terhadap notaris adalah salah satu bentuk wujud
nyata kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Hal ini dapat terus berlangsung
apabila notaris dapat menanamkan kepada masyarakat bahwa perbuatan atau
perjanjian yang akan dilakukan sesuai dengan hukum dan peraturan
perundang-undangan akan membawa konsekwensi bahwa perbuatan atau perjanjian yang
dilindungi oleh hukum. Selain itu masyarakat dalam hal melakukan suatu perbuatan
atau perjanjian yang dilakukan di hadapan notaris secara otomatis akan menimbulkan
hak dan kewajiban bagi mereka yang melakukan perjanjian tersebut dan merupakan
suatu akta otentik.
Sementara itu dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia
MA/Pemb/1392/84 Nomor 2 Tahun 1984, tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap
Notaris dinyatakan bahwa :
“Pelaksanaan tugas jabatan notaris tersebut harus dilandasi pada suatu integritas dan kejujuran yang tinggi dari pihak notaris sendiri, karena hasil pekerjaannya yang berupa akta-akta maupun pemeliharaan. Protokol-protokol sangat penting dalam penerapan hukum pembuktian yaitu sebagai alat bukti yang otentik yang dapat menyangkut kepentingan bagi pencari keadilan yang baik di dalam maupun di luar negeri, maka pelaksanaan tugas jabatan notaris harus didukung oleh suatu itikad moral yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian perlu adanya suatu pengawasan dan pembinaan yang terus menerus kepada para notaris di dalam melaksanakan tugas dan jabatannya.”3
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan
apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai
kewajiban untuk memasukkan keterangan dari para pihak bahwa apa yang termuat
dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak
para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta
Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap
peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta.
Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau
tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.
3Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia MA/Pemb/1392/84, tanggal 1 Maret 1984
6
Akta yang dibuat notaris harus mengandung syarat-syarat yang diperlukan
agar tercapai sifat otentik dari akta itu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1868
KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut :
“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.”4
Ketentuan pelaksanaan dari pelaksanaan Pasal 1868 KUHPerdata ini, diatur
dalam Undang-undang Jabatan Notaris, yang telah merumuskan pengertian notaris
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka ke-1, yang berbunyi sebagai
berikut :
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.”5
Suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas, dimana hal ini terdapat
pada akta notaris, maka menurut ketentuan dalam Pasal 1868 KUHPerdata, maka akta
yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan - persyaratan sebagai berikut :
1. Akta itu harus dibuat “oleh” atau “di hadapan” seorang pejabat umum;
2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang;
3. Pejabat umum atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang
untuk membuat akta itu.6
4Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio,
Cetakan ke-40, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2009), pasal 1868. 5
Pasal 1, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, cetakan ke-1, (Jakarta : Mitra Darmawan, 2004).
6G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan ke-5, Erlangga, Jakarta, 1999,
Ada 2 (dua) golongan akta notaris, yaitu :
1. Akta yang dibuat oleh (door een) notaris, yang dinamakan “Akta Relaas”
(relaas acta) atau “Akta Pejabat” (ambtelijke akten) atau “Akta Berita Acara”;
2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan van een) notaris, dinamakan “AktaPartij”(partij acta) atau “Akta Pihak” (partij akten).
Adapun yang termasuk dalam contoh Akta Relaas, yaitu : akta berita acara rapat para pemegang saham dalam perseroan terbatas, akta pencatatan budel,
akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan, akta berita acara penarikan
undian, dan lain-lain. Sedangkan, yang termasuk dalam contoh Akta Partij, yaitu : akta jual beli, akta sewa menyewa, akta perjanjian kredit, akta perjanjian kawin,
akta perjanjian kerja sama, akta hibah, akta pendirian perseroan terbatas,
akta pernyataan keputusan rapat, akta surat kuasa, akta kemauan terakhir (wasiat),
akta perjanjian-perjanjian, dan lain-lain. Perbedaan di antara kedua golongan akta
tersebut, dapat dilihat dari bentuk-bentuk akta itu.7
Sebelum ditandatangani, akta terlebih dahulu dibacakan kepada penghadap
dan saksi-saksi yang dilakukan oleh notaris yang membuat akta tersebut.
Pembacaan akta tidak dapat diwakili oleh orang lain atau didelegasikan pembacaan
akta tersebut kepada pegawai kantor notaris melainkan harus dilakukan oleh notaris
8
sendiri. Tujuan pembacaan akta ini adalah agar para pihak saling mengetahui isi
dari akta tersebut yang mana isi dari akta itu merupakan kehendak para pihak yang
membuat perjanjian, pembacaan akta ini juga dilakukan agar pihak yang satu tidak
merasa dirugikan apabila terdapat keterangan serta bunyi akta yang memberatkan
atau merugikan pihak lain.8
Membuat akta seorang notaris dituntut ketelitian, kecermatan dan kehati-hatian.
Pekerjaan ini memerlukan konsentrasi yang tinggi dan kondisi fisik yang baik.9
Secara umum, kesalahan dan kurang konsentrasi mempengaruhi kualitas pekerjaan
seseorang. Demikian halnya dengan notaris, oleh karena itu setiap notaris berhak
mengambil cuti. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 25 butir 1 Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN)
menentukan sebagai berikut :
(1) Notaris mempunyai hak cuti.
(2) Hak cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil setelah Notaris menjalankan jabatan selama 2 (dua) tahun.
(3) Selama menjalankan cuti, Notaris wajib menunjuk seorang Notaris Pengganti.
Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap
Akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuatnya ternyata di belakang hari
mengandung cacat hukum maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini
merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan
8Op.Cit., hal. 201.
9Sri Lestari Budiarti, Implikasi Cuti Notaris Terhadap Pelaksanaan Jabatannya, Tesis S2
dokumen atau keterangan yang sebenarnya dalarn pembuatan akta tersebut.
Semua kegiatan yang dilakukan oleh notaris khususnya dalam membuat akta akan
selalu dimintakan pertanggung jawabkan.
RUPS adalah rapat umum pemegang saham yang diselenggarakan oleh
Direksi setiap tahun dan setiap waktu merupakan organ tertinggi perseroan.
RUPS tidak dapat dipisahkan dari perseroan. Melalui RUPS, para pemegang saham
sebagai pemilik perseroan melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang dilakukan
direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan
manejemen perseroan.10Secara umum menurut Pasal 1 angka 4 UUPT No 40/2007
menjelaskan bahwa RUPS sebagai organ perseroan mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada direksi atau dewan komisaris, namun dalam batas yang ditentukan
oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas dan atau anggaran dasar Perseroan Terbatas
yang bersangkutan.11
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
ini, menempatkan Notaris dalam kedudukan yang sangat penting, karena untuk
mendirikan Perseroan Terbatas dan mengadakan perubahan Anggaran Dasar harus
dibuat dengan akta Notaris. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dinyatakan bahwa “Perseroan
didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta yang dibuat dalam bahasa
Indonesia”.
10
Pembuatan suatu Akta Notaris menggunakan Bahasa Indonesia yang
merupakan Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia yang
dimaksud ini, diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Menurut Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, dikatakan bahwa Bahasa Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi
nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian, juga dipertegas dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009,
yang dikatakan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi
negara. Hal ini juga ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, yang menyebutkan bahwa Akta Notaris adalah akta otentik
yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan oleh Undang-Undang.
Dalam ketentuan tersebut di atas, terlihat jelas bahwa akta Notaris merupakan
syarat mutlak untuk berdirinya suatu Perseroan. Untuk pendirian Perseroan Terbatas
yang tidak dibuat dengan akta Notaris akan menjadinon-existent, yang pada keadaan
non-existent itu, yang sejak semula Perseroan Terbatas itu tidak ada, sebab tidak memenuhi unsur-unsurnya. Oleh karena itu, maka peranan Notaris ini mutlak
diperlukan, sebab Undang-Undang mensyaratkan bahwa untuk pendirian Perseroan
Terbatas ini diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
diatur dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, harus dibuat dengan akta Notaris. Akta Notaris yang dikehendaki
oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini, tidak
lain adalah akta otentik. Karena wewenang Notaris adalah untuk membuat akta
otentik, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Perubahan Anggaran Dasar yang dibuat berdasarkan risalah rapat yang dibuat
secara notariil, disebut dengan “Berita Acara Rapat”, yang merupakan “relaasakta”, yaitu: akta yang dibuat “oleh” Notaris (Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Sedangkan perubahan Anggaran Dasar
yang dibuat di bawah tangan, yang kemudian dinyatakan dalam akta Notaris,
disebut dengan “Pernyataan Keputusan Rapat”, yang merupakan “partijakta”, yaitu : akta yang dibuat “di hadapan” Notaris (Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Dalam Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini, dikatakan bahwa “perubahan
Anggaran Dasar yang tidak dimuat dalam berita acara rapat yang dibuat Notaris
harus dinyatakan dalam akta Notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. Tetapi dalam
pertanggungjawabannya, Notaris hanya bertanggungjawab atas isi dari keterangan
para penghadap yang hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang dituangkan
12
RUPS yang diselenggarakan oleh suatu perseroan merupakan organ yang
sangat penting dalam mengambil berbagai kebijakan yang berkaitan dengan
perseroan, sehingga sesuai dengan Pasal 77 ayat (4) UUPT setiap penyelenggaraan
RUPS harus dibuatkan risalah rapat (pernyataan keputusan rapat) yang disetujui dan
ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Dalam prakteknya RUPS dituangkan
dalam Berita Acara Rapat suatu akta otentik yang dibuat di hadapan notaris.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, dikatakan bahwa akta pendirian dan perubahan Anggaran Dasar ini bisa
dibuat secara notariil maupun di bawah tangan, sesuai dengan ketentuan yang
terdapat pada Pasal 21 ayat (4) dan Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Isi keputusan rapat yang risalahnya dibuat
secara di bawah tangan sebaiknya dituangkan dalam bentuk akta notaris, maka dapat
diberikan kuasa kepada seseorang dari perseroan terbatas yang bersangkutan,
berdasarkan kuasa yang diberikan kepadanya oleh Rapat Umum Pemegang Saham,
maka penerima kuasa dapat menghadap notaris dalam rangka pembuatan Akta Pernyataan
Keputusan Rapat (untuk selanjutnya disebut Akta PKR). Dalam pernyataan tersebut
di atas ini, secara tegas diatur dalam Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Notaris harus memperhatikan dengan benar, bahwa penerima kuasa tersebut
benar-benar berwenang dan cakap untuk membuat akta tersebut, yaitu harus
berdasarkan kuasa yang diberikan oleh RUPS, dan cakap untuk melakukan tindakan
dibuat Akta Pernyataan Keputusan Rapat di hadapan Notaris. Bentuk Akta PKR
tersebut merupakan akta notaris, tetapi isi dari Akta PKR tersebut merupakan hasil
keputusan rapat yang dibuat secara di bawah tangan. Dalam hal ini, jika terjadi cacat
formal dari Akta PKR yang mengakibatkan hilangnya otentisitas akta, maka akta
tersebut hanya mempunyai kekuatan bukti seperti akta di bawah tangan, apabila para
pihak menandatangani akta tersebut.
Hal ini berhubungan dengan tanggung jawab notaris terhadap isi Akta PKR
mengenai perubahan anggaran dasar yang dibuatnya, mengingat Akta PKR itu bukan
risalah rapat murni, melainkan mendasarkan pada risalah rapat di bawah tangan,
dimana notaris harus bertanggung jawab atas kebenaran akta yang dibuatnya.
PT Multi Megah Mandiri ini masih berstatus sebagai perusahaan tertutup atau
perusahaan yang belum go public, serta pada umumnya jenis Perseroan Terbatas Tertutup ini adalah Perseroan Terbatas keluarga, kerabat atau saham yang di kertasnya
sudah tertulis nama pemilik saham yang tidak mudah untuk dipindahtangankan ke
orang atau pihak lain. Namun, PT Multi Megah Mandiri ini telah berstatus badan
hukum, dan juga dalam melakukan kegiatan usahanya telah melalui proses hukum
yang dikukuhkan berdasarkan keputusan pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, yang sesuai dengan prosedur yang diatur dalam
Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
yang dikatakan bahwa, “perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat
14
Kemudian, PT Multi Megah Mandiri dalam Akta Pernyataan Keputusan
Rapat ini, telah mendaftarkan perusahaannya itu di Kantor Pendaftaran Perusahaan
Kotamadya Jakarta Utara, dan juga telah mengikuti prosedur ataupun tata cara yang
sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar
perusahaan.
Berkaitan dengan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta pernyataan
keputusan rapat umum pemegang saham pada PT Multi Megah Mandiri yang
berkedudukan di Jakarta bergerak dibidang industri, perdagangan/jasa angkutan dan
percetakan perlu diteliti keberadaanya. Berdasarkan pada latar belakang yang telah
diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun penelitian ini dalam bentuk
Tesis dengan judul“Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham (Studi Pada PT. Multi Megah Mandiri di
Jakarta Utara)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang akan dikemukakan dalam masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah prosedur pembuatan akta keputusan rapat umum pemegang
2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian dalam bentuk-bentuk pembuatan rapat
umum pemegang saham perseroan terbatas yang dituangkan ke dalam bentuk
akta?
3. Bagaimanakah tanggung jawab Notaris atas bentuk-bentuk pembuatan rapat umum
pemegang saham suatu perseroan terbatas?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui prosedur pembuatan akta keputusan rapat umum pemegang
saham.
2. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian dalam bentuk-bentuk pembuatan rapat
umum pemegang saham perseroan terbatas yang dituangkan ke dalam bentuk
akta.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab Notaris atas bentuk-bentuk pembuatan rapat
16
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan
praktis, yaitu :
1. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
yang berharga bagi pengembangan ilmu hukum perusahaan, khususnya yang
berkaitan dengan bidang kenotariatan.
2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban
atas permasalahan yang diteliti dan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak
yang terkait dan pembentuk undang-undang bagi seluruh masyarakat yang
menggunakan jasa notaris, pelaku bagi dunia usaha, serta khususnya bagi seorang
notaris dalam pelaksanaan jabatannya selaku pejabat umum.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada
perpustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan Sekolah Pasca Sarjana
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara di Medan, penelitian dengan judul
mengenai “Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Keputusan Rapat
Umum Pemegang Saham (Studi Pada PT. Multi Megah Mandiri di Jakarta Utara)”,
belum pernah ditemukan judul atau penelitian terhadap masalah tersebut di atas,
penelitian ini adalah asli, dan untuk itu penulis dapat mempertanggungjawabkan
Namun demikian, terdapat beberapa judul yang hampir sama yang membahas
mengenai berita acara rapat yaitu antara lain :
1. M. Zunuza, NIM : 067011005, Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan,
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera, Utara, dengan judul “Tanggung Jawab
Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham
Perseroan Terbatas”, dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1) Bagaimanakah potensi konflik yang timbul dalam pembuatan berita acara
Rapat Umum Pemegang Saham perseroan terbatas?
2) Bagaimana upaya Notaris mengatasi konflik yang terjadi dalam pembuatan
berita acara Rapat Umum Pemegang Saham perseroan terbatas?
3) Bagaimanakah tanggung jawab Notaris dalam pembuatan berita acara
Rapat Umum Pemegang Saham perseroan terbatas?
2. Ervina, NIM : 057011027, Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan,
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera, Utara, dengan judul “Tinjauan
Yuridis Terhadap Sengketa Mengenai Keabsahan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) Yang Diselenggarakan Berdasarkan Penetapan Izin Ketua
Pengadilan Negeri” dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1) Faktor apa yang menyebabkan diajukannya gugatan oleh pemegang saham
yang keberatan terhadap RUPS yang telah dilaksanakan berdasarkan
18
2) Apabila suatu RUPS yang telah dilaksanakan melalui permohonan
Penetapan Izin Pengadilan Negeri berdasarkan permintaan pemegang
saham; ternyata adanya perbuatan melawan hukum dalam mengajukan
permohonan penetapan tersebut; bagaimanakah akibat hukum dalam keadaan
di atas?
3) Apa yang menjadi pertimbangan Pengadilan Negeri dalam menolak gugatan
pemegang saham yang keberatan tentang putusan-putusan yang dihasilkan
dalam RUPS yang dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan
Negeri?
Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam
menyusun tesis ini, yaitu : dalam permasalahan maupun pembahasannya adalah
berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi12, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.13
12J.J.J.M. Wuisman, dalam M. Hisyam,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial,Penerbit FE-UI, Jakarta, 1996,
hal. 203.
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arah atau
petunjuk, dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.14
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis15, bagi si peneliti untuk mengkaji dan membahas
judul penelitian tentang tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pernyataan
keputusan rapat.
Menurut pendapat Burhan Ashshofa, dikatakan bahwa teori merupakan
serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan konsep.16 Sedangkan,
menurut Snelbecker, mengatakan bahwa teori itu sebagai seperangkat proposisi yang
terintregasi secara sintaksis, yaitu yang mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat
diamati dan mempunyat fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan
fenomena yang diamati.17
Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen
tentang tanggung jawab hukum, sebab teori yang digunakan ini terdapat adanya suatu
konsep yang berhubungan dengan konsep tanggung jawab hukum. Menurut Hans
Kelsen, konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep
14Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993,
hal. 35. 15
M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. 16
Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum,Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 19.
17Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong,Metodelogi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosdakarya,
20
tanggung jawab hukum. Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat
menjelaskan hubungan antara tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan
kewenangan notaris berdasarkan Undang–undang Jabatan Notaris yang berada dalam
bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya adalah menciptakan alat bukti
yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak, kemudian menjadi suatu
delik atau perbuatan yang harus dipertanggung jawabkan secara pidana. Kemudian,
dikatakan bahwa notaris harus bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas
profesinya, serta juga harus memikul dan bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam
hal perbuatan yang bertentangan dengan tugas profesinya sebagai notaris dalam
membuat akta.18Menurut Hans Kelsen :19
‘Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut “kekhilapan” (negligence);dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari “kesalahan” (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mampu mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud perbuatan atau tindakan yang jahat, maupun juga akibat yang dapat membahayakan”.
Kelalaian atau kekhilapan terhadap tugas profesi, seperti secara alpa dapat
menyalahgunakan kewenangannya, antara lain: dengan cara menyelenggarakan isi
akta yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 38 Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Setiap akta notaris telah ditentukan
bentuk dan sifat akta yang dibuatnya. Jika hal yang telah terkandung dalam pasal
tersebut tidak diterapkan, maka akan menimbulkan penyalahgunaan tugas profesi
18
Hans Kelsen (Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory Of Law and State,Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007, hal. 81.
maupun wewenang notaris selaku pejabat umum. Tugas profesi notaris tidak hanya
berhubungan dengan standar profesi dan etika profesi, tetapi keduanya merupakan
petunjuk umum saja. Kemudian, apabila dilakukan dengan hubungan yang positif,
maka akan mempunyai atau memiliki kesempatan yang besar untuk mengambil alih
perannya, yang berguna untuk mencegah terjadinya penyimpangan dari tugas
profesinya.20
Pengambilan keputusan RUPS tahunan dipimpin oleh Ketua RUPS dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai21:
a) Hak suara atas setiap saham yang hadir dalam RUPS yakni dengan
berpedoman pada ketentuan dalam Pasal 84 UUPT Nomor 40 Tahun 2007,
yaitu22:
(2) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain.
(3) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk : a. Saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;
b. Saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau
c. Saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan
b) Kuorum Keputusan RUPS dengan berpedoman kepada Pasal 87 UUPT
Nomor 40 Tahun 2007, yaitu23:
20E. Y. Kanter,Etika Profesi Hukum,Storia Grafika, Jakarta, 2001, hal. 19. 21
Ibid. 22
Pasal 84 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
22
(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan adalah jika disetujui lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
Pada dasarnya keputusan RUPS seyogyanya diambil berdasarkan
musyawarah mufakat. Apabila keputusan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai,
keputusan yang diambil akan menjadi sah jika disetujui lebih dari ½ (satu perdua)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau
Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah
suara setuju yang lebih besar.24
Pengambilan keputusan RUPS Tahunan seperti yang diuraikan di atas dalam
prakteknya biasanya tidak ada kesulitan yang berarti, tidak banyak perdebatan
diantara pemegang saham yang hadir sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk
memutuskan segala sesuatu yang dibicarakan dalam RUPS sesuai kuorum yang
dibutuhkan. Hal ini bisa terjadi karena semua dokumen dan bahan yang dibahas
dalam RUPS telah disediakan sebelumnya oleh direksi tanggal panggilan sampai
dengan hari pelaksanaan RUPS, sehingga memungkinkan peserta RUPS dapat
menelaah sebelumnya secara seksama segala sesuatu yang akan dibicarakan dan
diputuskan dalam RUPS tahunan tersebut.25
Aturan mengenai Notulen/Risalah RUPS ditegaskan dalam Pasal 90 UUPT
Nomor 40 tahun 2007, yakni26:
24Ibid. 25Ibid.
a) Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
b) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan Akta Notaris.
Berpedoman pada Pasal 9 Nomor 40 Tahun 2007 tersebut di atas, Risalah RUPS
dapat dibuat dengan 2 cara, yaitu27:
a) Secara di bawah tangan (underhand) yang dibuat dan disusun sendiri oleh direksi perseroan.
b) Secara akta notaris (akta otentik) yang dibuat dan disusun oleh notaris.
a) Secara di bawah tangan (underhand)
Dalam prakteknya risalah RUPS yang dibuat secara di bawah tangan bisa
disebut notulen atau risalah. Cara ini dipilih oleh direksi dan/atau pemegang
saham perseroan apabila agenda RUPS tahunan hanya membahas dan memutuskan
hal-hal yang dianggap hanya berlaku di dalam lingkungan perseroan sendiri,
dan keputusan-keputusan dari RUPS tersebut tidak memerlukan persetujuan dari
atau harus dilaporkan atau diberitahukan kepada Menhumkam, sehingga menurut
pertimbangan Direksi dan/atau para pemegang saham Perseroan Notulen/Risalah
RUPS tersebut tidak harus berbentuk akta otentik.28
24
b) Penandatangan dengan Akta Notaris
Notulen/Risalah yang dibuat Notaris disebut berita acara. Cara ini dipilih
oleh direksi dan/atau pemegang saham perseroan apabila agenda RUPS Tahunan
tidak hanya membahas dan memutuskan hal-hal yang hanya berlaku di dalam
lingkungan Perseroan sendiri, tetapi juga memutuskan hal-hal yang harus dimintakan
persetujuan dari atau harus dilaporkan dan diberitahukan kepada Menteri sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 21 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
Apabila dengan Akta Notaris dipilih direksi dan/atau pemegang saham perseroan, maka direksi dan/atau pemegang saham perseroan harus meminta jasa notaris untuk menghadiri dan menyaksikan jalannya RUPS agar notaris dapat membuat berita acara mengenai segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam RUPS, asalkan tempat diadakannya RUPS masih di wilayah kerja Notaris yang bersangkutan.29
Profesi pada hakikatnya adalah lapangan pekerjaan yang berkualifikasi
sebagai pekerjaan yang menuntut syarat keahlian tinggi kepada pengemban dan
pelaksanaannya.30Kemudian, profesi dapat juga dikatakan sebagai jabatan seseorang,
dimana profesi tersebut tidak bersifat komersial, mekanis, pertanian, dan sebagainya.
Secara tradisional, ada empat profesi, yaitu : kedokteran, hukum, pendidikan, dan
kependetaan.31
Teori yang dominan dari profesi-profesi ini, menekankan pada dua
karakteristik sebagai strategi untuk memberikan penjelasan dari posisi dan fungsinya
29 Ibid.
30Soetandyo Wignojosoebroto,Etika Profesi dikaitkan dengan Profesi Notaris,Ceramah Umum
di dalam masyarakat, yaitu :32 profesi yang terdiri dari pekerjaan pelayanan yang
mengaplikasikan kumpulan pengetahuan secara sistematis terhadap masalah yang
sangat relevan dengan nilai sentral masyarakat.
Profesi adalah pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan dalam bidang
tertentu, yang mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap,
dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan.33Adapun kriteria dari profesi tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Meliputi bidang tertentu saja (spesialisasi);
b. Berdasarkan keahlian dan keterampilan khusus;
c. Bersifat tetap atau terus-menerus;
d. Lebih mendahulukan pelayanan daripada imbalan (pendapatan);
e. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat;
f. Terkelompok dalam suatu organisasi.
Berdasarkan kriteria tersebut, profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan
tetap dalam bidang tertentu, berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan serta
bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Pekerja yang menjalankan
profesi disebut dengan profesional.
32
Pendapat Dietrich Rueschemeyer, sebagaimana dikutip dari Vilhelm Aubert,Sosiology of Law, C. Nicholls & Company Ltd, Great Britain, 1969, hal. 267.
33Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,
26
Profesi menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral
merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur.
Menurut Franz Magnis Suseno, ada tiga nilai moral yang dituntut dari pengemban
profesi, yaitu :34
a. Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi;
b. Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan profesi;
c. Idealisme sebagai perwujudan makna mini organisasi profesi;
Menurut pendapat dari G.H.S. Lumban Tobing, dikatakan bahwa kode etik
adalah norma-norma atau peraturan-peraturan mengenai etika, baik tertulis maupun
tidak tertulis.35
Kemudian, RUPS yang dilaksanakan dengan menghadirkan Notaris tersebut
tata cara penyelenggaraannya tetap harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang
termuat dalam AD PT dan/atau UUPT, dimana. pimpinan RUPS tetap Direksi PT
dengan memperhatikan anggaran dasar PT sedangkan Notaris berfungsi menjalankan
kewajibannya untuk mendengar dan menyaksikan langsung jalannya RUPS sejak di
buka hingga ditutupnya RUPS sehingga Notaris dapat menyusun dan membuat
risalah RUPS yang dalam praktek disebut akta berita acara dalam bentuk yang sesuai
dengan ketentuan Pasal 38 sampai Pasal 57 UUJN Nomor 30 Tahun 2004.
34Abdulkadir Muhammad, yang mengutip pendapat dan Franz Magnin Suseno dalam Buku
Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.61.
Untuk penandatanganan dalam Berita Acara Rapat ini, harus memenuhi
ketentuan Pasal 90 ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007, yang mensyaratkan agar
hasil RUPS itu ditandatanagani oleh minimal ketua RUPS dan paling sedikit 1 (satu)
orang pemegang saham. Akan tetapi, Berita Acara Rapat ini cukup ditandatangani
oleh Notaris yang bersangkutan. Namun bisa saja penandatanganan berita acara ini
melaksanakan Pasal 90 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, tetapi dalam Pasal 44 UUJN
Nomor 30 Tahun 2004 mengharuskan disebutkan alasan apabila akta tidak
ditandatangani, misalnya : jika peserta rapat terlebih dahulu meninggalkan ruang rapat.
2. Konsepsi
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan aksi-aksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional.
Menurut pendapat Soerjono Soekanto, bahwa kerangka konsep pada
hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dan
kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi
operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.
Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini dan
menghindarkan terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk mendefinisikan
beberapa konsep penelitian agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang
28
a. Tanggung Jawab
Tanggung Jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
(kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, diperkarakan, dan sebagainya).36Notaris sebagai
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik yang dapat dibebani
tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan profesinya dalam membuat
akta. Tanggung jawab notaris dapat dibedakan dalam 4 (empat) jenis, yaitu :
1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil dalam akta
yang dibuatnya;
2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta
yang dibuatnya;
3. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap
kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;
4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode
etik notaris.
b. Notaris
Menurut Pasal 1 butir ke-1, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, dikatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini.
36Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka,
Adapun juga terdapat pengertian lain tentang notaris, yang dikatakan
bahwa notaris adalah pejabat umum, yang berwenang untuk membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan atau dikehendaki yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.37
c. Pembuatan
Pembuatan adalah proses, cara, perbuatan membuat.38
d. Akta
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia penerbit Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan akta adalah surat
tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya)
tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, yang
disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi.39
e. Akta Notaris
Di dalam Pasal 1 butir ke-7, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan akta notaris adalah akta
otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan dalam undang-undang ini.
37
Pasal 1 huruf (I) juncto Pasal 15 (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
30
f. Keputusan
Keputusan adalah perihal yang berkaitan dengan putusan, atau segala
putusan yang telah ditetapkan (sesudah dipertimbangkan, dipikirkan, dan
sebagainya).40
g. Rapat Umum Pemegang Saham
Menurut Pasal 1 angka ke-4, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, dikatakan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya
disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.41
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau beberapa atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.42
Untuk tercapainya penelitian ini, sangat ditentukan dengan metode yang digunakan
dalam memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang dibahas.
40
Ibid,hal. 914.
41Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia,Organ Perseroan Terbatas,Sinar Grafika, Jakarta, 2009,
hal. 2.
Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat preskriptif analitis,
yaitu suatu ilmu hukum yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan,
validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum43, dalam hal
ini terhadap tanggungjawab notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan
rapat (studi pada PT. Multi Megah Mandiri di Jakarta Utara).
2. Metode Pendekatan
Dilihat dari metode pendekatannya, penelitian ini menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif.44 Metode pendekatan yuridis normatif, yaitu : metode
pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer
maupun bahan sekunder, atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari
segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama bagi pengembangan ilmu
hukum perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.
3. Sumber Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
studi kepustakaan (library research), yaitu dengan pengumpulan data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.45
43Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009,
hal. 22.
44Op.Cit, hal. 141.
45Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
32
a. Bahan hukum primer, yaitu berupa undang-undang dan peraturan-peraturan
yang terkait dengan obyek penelitian, yang terdiri dari
1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
3) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,
4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa,
Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan,
5) Kode Etik Notaris,
6) Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia MA/Pemb/1392/84,
tanggal 1 Maret 1984 Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara
Pengawasan Terhadap Notaris.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari : hasil-hasil
penelitian, hasil-hasil seminar, hasil karya ilmiah dari para sarjana hukum,
buku-buku tentang notaris, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan
dengan obyek penelitian.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
yang terdiri dari : kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum, kamus umum,
jurnal-jurnal hukum, artikel, internet, surat kabar, serta berbagai majalah
hukum yang berkaitan dengan jabatan Notaris.46