• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGATURAN HUKUM TERHADAP HAK ASUH ANAK

C. Akibat Hukum Terhadap Hak Asuh Anak

3. Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Hak Asuh Anak

Dalam hukum Islam, yang dibebani tugas kewajiban memelihara dan mendidik anak adalah bapak, sedangkan ibu bersifat membantu.Ibu hanya berkewajiban menyusui anak dan merawatnya. Sesungguhnya dalam hukum Islam sifat hubungan antara orangtua dan anak dapat dilihat dari segi material, yaitu memberi nafkah, menyusukan (irdla), dan mengasuh (hadhanah), dan dari segi immaterial, yaitu curahan cinta kasih, penjagaan dan perlindungan serta pendidikan rohani dan lain-lain.64

Hadhanah (pengasuhan), menurut penjelasan Muhammad Thalib, merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena mereka membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksana urusannya, dan orang yang mendidiknya.

Ibulah yang berkewajiban melakukan hadhanah itu, karena Rasulullah bersabda: “ Engkau (ibu) lebih berhak kepadanya (anak)”. Hal ini dimaksudkan jangan sampai hak anak atas pemeliharaan dan pendidikannya tersia-siakan, jika ternyata hadhanahnya dapat ditangani orang lain, umpama nenek perempuannya dan ia rela melakukannya sedang ibunya sendiri tidak mau atau tidak mampu, maka hak ibu untuk mengasuh (hadhanah) gugur dengan sebab nenek perempuan mengasuhnya, karena nenek perempuan juga mempunyai hak

Ibu dan bapak menurut agama Islam, tidak saja mempunyai kewajiban memberi makan dan minum kepada anak-anaknya, tetapi juga lingkungan, pendidikan, dan pembinaan akhlak wajib diperhatikan sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Thusi. Seluruh umat Islam wajib mengutamakan pembentukan lingkungan akhlak yang baik. Oleh karena itu, orangtua wajib mendahulukan pertimbangan agama dari pada pertimbangan ekonomi dan lain-lain sebagaimana dinyatakan dalam Alqurah Surah At-Taubah ayat 24.66

Untuk mencapai keluarga yang bahagia, dituntut adanya kasih sayang dari orangtua kepada anak.Menurut Ahmad Mudjab Mahalli dan Muhammad Syafi’i Masykur, bagi setiap orangtua, ada beberapa poin yang harus diperhatikan dalam memberikan kasih sayang kepada anaknya. Pertama, anak harus diberi nafkah yang halal, kedua, orangtua harus bersikap adil kepada anaknya, dan ketiga, anak harus diberi pendidikan agama. Apabila ketiga hal ini dilupakan, maka suatu keluarga yang bahagia tidaklah akan terwujud.67

Lebih lanjut, Hilman Hadikusuma menjelaskan bahwa setiap anak yang belum dewasa atau juga sudah dewasa (baligh), tetapi keadaan hidupnya misalnya, tidak mempunyai harta, berhak untuk mendapatkan nafkah dari orangtuanya yang mampu. Menurut Imam Hanafi, anak yang belum dewasa dan masih menuntut ilmu pengetahuan wajib mendapatkan nafkah dari

66Ibid.,hlm.205.

bapaknya. Anak wanita walaupun sudah dewasa, tetapi belum kawin dan tidak mampu, berhak mendapatkan nafkah dari orangtuanya yang mampu. Begitu pula sebaliknya anak-anak yang sudah dewasa dan mampu wajib memberi nafkah kepada ayah dan ibunya. Menurut Iman Syafi’i, Hanafi dan Maliki, kewajiban anak terhadap ayah dan ibu tidak saja terbatas pada yang beragama Islam, tetapi juga baik ayah dan ibu yang tidak beragama Islam.68

Kewajiban bapak dalam memberi nafkah terhadap anak terbatas kemampuannya, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran (QS. At-Talaq (65):7), yang artinya : “ Hendaklah orang (ayah) yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang (ayah) yang rezekinya sempit hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya.

Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”.

Kemudian pembahasan mengenai tanggung jawab orang tua setelah perceraian juga disebutkan dalam Pasal 149 Huruf (d) Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa: “Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun”. Pengertian hadhanah menurut Pasal 1 Huruf (g)

termuat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 4 menyebutkan bahwa: “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Dan mengenai tanggung jawab orang tua juga disebutkan dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 yang menyatakan bahwa “Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial”.

Anak merupakan amanat di tangan kedua orangtuanya dan kalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan dengan keburukan serta ditelantarkan seperti hewan ternak, niscaya dia akan menjadi orang yang celaka dan binasa. Keadaan fitrahnya akan senantiasa siap untuk menerima yang baik atau yang buruk dari orangtua atau pendidiknya. Inilah barangkali pesan moral Islam kepada para orang tua berkaitan dengan pendidikan anak-anaknya.Orangtua sangat berkepentingan untuk mendidik dan mengarahkan putra-putrinya kearah yang baik dan memberi bekal berbagai adab dan moralitas agar mereka terbimbing menjadi anak-anak yang dapat dibanggakan oleh kedua orangtuanya kelak di hadapan Allah.

PUTUSAN No. 2738/Pdt.G/2018/PA.Kab.Kdr

A. Kasus Posisi

1. Kronologi perkara di dalam Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Kediri No. 2738/Pdt.G/2018/PA.Kab.Kdr adalah :

Penggugat berumur 23 tahun yang beragama Islam dalam surat gugatannya tertanggal 31 Agustus 2018 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, No. 2738/Pdt.G/2018/PA.Kab.Kdr, mengajukan Gugatan Hak Asuh Anak terhadap Tergugat berumur 25 tahun beragama Islam yang pekerjaan sebagai sales dengan alasan sebagai berikut :

1. Bahwa Penggugat dan Tergugat dahulu adalah pasangan suami istri yang telah resmi bercerai berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Kediri tanggal 13 Juli 2018, dalam sidang Pengadilan Agama Kabupaten Kediri No. 1427/Pdt.G/2018/PA.Kab.Kdr, berdasarkan Bukti Akta Cerai Nomor : / / 2018/PA.Kab.Kdr.

2. Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 1 orang

3. Bahwa anak Penggugat tersebut sebelum bercerai pada awalnya telah berada dalam asuhan oleh Penggugat, namun demikian anak diambil paksaoleh Tergugat, selanjutnya pada tanggal 09 April 2018, terjadilah peristiwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh Tergugat kepada Penggugat, hingga menyebabkan Penggugat melaporkan kepada Pihak Kepolisian, yang kemudian karena Tergugat menyesal dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan sepakat membuat perjanjian bahwa hak asuh anak akan diberikan kepada penggugat, maka laporan Polisi tersebut pada tanggal 16 April 2018 akhirnya dicabut, namun demikian ternyata tergugat telah ingkar janji setelah perkara dicabut Tergugat tidak bersedia untuk menyerahkan anak kepada Penggugat, maka dengan meminta bantuan Kepolisian akhirnya anak tersebut oleh Tergugat diserahkan, akan tetapi Tergugat pada tanggal 08 Mei 2018 telah mengambil lagi anak secara kasar dan paksa dihadapan orangtua Penggugat, dan ketika Penggugat datang kerumah Tergugat untuk bergantian anak akan diasuh Penggugat, Penggugat dihalang-halangi oleh Tergugat dan keluarganya.

4. Bahwa anak Penggugat yang bernama ANAK yang lahir di Kediri pada tanggal 11 Maret 2016 sebagaimana posita angka 2 diatas saat ini berusia 2 tahun, mengingat anak tersebut saat ini belum mumayyiz yang sangat membutuhkan ASI dan kasih sayang dari seorang ibu, dan penggugat dengan ini bersedia untuk mengasuh, merawat, dan mendidik

serta ada suatu kekhawatiran yang beralasan karena perilaku Tergugat/

sebagai seorang ayah yang kurang baik akan mempengaruhi secara Fisik dan Psikologis tumbuh berkembangnya anak, maka memperhatikan ketentuan pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) maka mohon kepada Majelis Hakim memeriksa perkara a quo untuk menetapkan Hak Asuh Anak kepada Penggugat atau Ibunya.

5. Bahwa meskipun anak nantinya berada dalam asuhan Penggugat, namun biaya pemeliharaan anak berdasarkan pasal 105 KHI menjadi kewajiban Tergugat sebagai Ayahnya, maka mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menetapkan dan menghukum tergugat untuk membayar biaya pemeliharaan anak sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) setiap bulannya, hingga anak tersebut telah dewasa atau berusia 21 tahun dan menyatakan semua harta milik Tergugat baik yang ada maupun yang akan ada sebagai jaminan atas kelalaian kewajiban pembayaran kepada Penggugat atas penetapan biaya pemeliharaan anak tersebut.

6. Bahwa sebagaimana Penggugat uraikan dalam posita Penggugat angka 3, bahwa Tergugat mempunyai perilaku yang kasar dan buruk sering melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kepada

ini dikuasai oleh Tergugat maka mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim pemeriksa perkara ini agar anak tersebut Hak Asuh diberikan kepada Penggugat, serta mohon agar menghukum Tergugat atau kepada siapapun untuk menyerahkan Hak Asuh Anak tersebut kepada Penggugat/Ibunya sesaat setelah putusan perkara ini.

7. Bahwa ada suatu kekhawatiran yang sangat beralasan, Tergugat akan lalai dan tidak taat untuk melaksanakan putusan perkara ini, hal ini terbukti ketika Penggugat mengadukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan tergugat kepada Pihak Kepolisian, Tergugat membuat surat pernyataan di depan Polisi (Polsek Gampengrejo) yang isinya berjanji untuk tidak akan mengulangi perbuatan itu serta akan menyerahkan Hak Asuh Anak kepada Penggugat, namun ternyata Tergugat ingkar janji kemudian baru setelah didatangi oleh Penggugat bersama dengan Kepolisian, anak tersebut diserahkan kepada Penggugat, akan tetapi setelah 2 minggu kemudian anak diambil lagi secara paksa dan kasar oleh Tergugat dari Penggugat, dan setelah itu ketika anak bergantian akan diasuh Penggugat, Tergugat bersama keluarga Tergugat menghalangi-halangi Penggugat bahkan mengancam keluarga Pengugat dengan kata yang tidak pantas, bahwa atas kejadian tersebut maka telah terindikasi kuat Tergugat akan lalai dan tidak taat melaksanakan putusan ini, maka sangat beralasan menurut hukum Tergugat harus dihukum membayar Dwangsom (uang paksa)

sebesar Rp. 200.000 (dua ratus ribu rupiah) terhitung setiap harinya dalam keterlambatannya untuk melaksanakan putusan perkara ini.

8. Bahwa oleh karena gugatan ini berpedoman pada Pasal 180 HIR, maka dengan ini mohon kepada Majelis Hakim yang Mulia dapat menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (Uitvoerbaar Bij Vorraad) meskipun ada upaya hukum banding ataupun kasasi.

B. Analisis Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Kediri No. 2738/Pdt.G/2018/PA.Kab.Kdr

Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Kediri No.

2738/Pdt.G/2018/PA.Kab.Kdr bahwa Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara agar menyelesaikan perkaranya secara kekeluargaan baik melalui prosedur Mediasi yang telah dilaksanakan oleh Mediator Dr. Dra. Hj MUNADHIROH, S.H.,M.H sesuai Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama, maupun oleh Majelis Hakim di setiap persidangan akan tetapi tidak berhasil, berdasarkan bukti P.1 dan P.2 Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang telah lama bercerai dan telah dikaruniai seorang anak yang bernama ANAK yang lahir di Kediri pada tanggal 11 Maret 2016

2016, mengingat anak tersebut saat ini belum mumayyiz yang sangat membutuhkan ASI dan kasih sayang dari seorang Ibu, dan penggugat dengan ini bersedia untuk mengasuh, merawat, dan mendidik anak agar dapat tumbuh dewasa menjadi anak yang baik dan berakhlak serta ada suatu kekhawatiran yang beralasan karena perilaku Tergugat/sebagai seorang ayah yang kurang baik akan mempengaruhi secara Fisik dan Psikologis tumbuh berkembangnya anak.

Dalam jawaban secara tertulisnya yang diuraikan secara panjang lebar pada intinya Tergugat tidak bermaksud menguasai anak, sudah ada perjanjian di kantor polisi/POLSEK GAMPENGREJO bahwa hak asuh anak bisa bergantian dan Tergugat sudah melakukannya, setelah anak berada dalam asuhan penggugat selama 2 minggu tergugat menyaksikan sendiri anak tidak diberikan kasih sayang, pada saat diajukan gugatan ini anak yang bernama ANAK ikut Tergugat, namun sekarang ini diasuh oleh Penggugat serta selama ini pula ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani serta pendidikan anaknya.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi baik saksi-saksi yang diajukan Penggugat maupun Tergugat, Penggugat adalah termasuk ibu yang baik mampu mendidik, merawat anaknya serta taat beragama dan belum menikah lagi, sehingga majelis berpendapat apabila anak diasuh oleh Penggugat maka akan terjaga moral dan akhlaknya sehingga akan terjamin pendidikannya dan menjadi anak yang

Kekhawatiran Tergugat terhadap anaknya tersebut apabila diasuh dan dipelihara oleh Penggugat didasarkan atas asumsi atau dugaan yang tidak didukung bukti yang kuat, apalagi dalam kenyataannya anak tersebut sekarang dalam asuhan Penggugat dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka tuntutan Penggugat agar hak asuh 1 (satu) orang anak Penggugat dan Tergugat yang bernama ANAK, lahir di Kediri pada tanggal 11 Maret 2016 ditetapkan berada dalam asuhan Penggugat cukup beralasan dan oleh karenanya patut dikabulkan.

Meskipun hak asuh anak tersebut berada dalam asuhan Penggugat sebagai ibunya, Penggugat tidak akan memutuskan hubungan anak dengan Tergugat sebagai ayahnya dan memperbolehkan anak tersebut bertemu dengan ayahnya setiap saat dan membolehkan jika anak diajak rekreasi bersama diwaktu liburan sekolah atau sewaktu-waktu ingin bertemu dan mengembalikan lagi kepada Penggugat jika sudah selesai bertemu tanpa mengurangi kasih sayangnya.

Demikian pula meskipun hak asuh anak tersebut berada dalam asuhan Penggugat sebagai Ibunya namun Tergugat sebagai ayahnya mempunyai kewajiban yang sama untuk mengasuh dan memelihara anak mereka, baik

tersebut. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 26 ayat 1 dan 2 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Tuntutan Penggugat sebagaimana Petitum angka 3 agar Tergugat untuk membayar nafkah anak sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), diberikan setiap bulannya dengan ketentuan kenaikan sebesar 10% setiap bulannya, sejak putusan ini dibacakan sampai anak tersebut dewasa atau mandiri (umur 21 tahun) terhitung sejak putusan ini dibacakan sampai anak tersebut dewasa dan/atau mandiri yang dibayarkan melalui Penggugat selaku ibu yang mengasuhnya.

C. Akibat Hukum dari Perceraian Orangtua yang Berdampak Terhadap Anak dalam Perkara No. 2738/Pdt.G/2018/PA.Kab.Kdr

Sering kali yang menjadi dampak buruk dari kasus perceraian kedua orangtua adalah anak. Dan kebanyakan kasus perceraian berdampak terhadap anak yang masih dibawah umur, yang mungkin mentalnya belum siap menerima kenyataan ketika orangtuanya harus bercerai.

Dalam putusan Pengadilan Agama Nomor:

2738/Pdt.G/2018/PA.Kab.Kdr ini, salah satu dampak yang terjadi terhadap anak akibat perceraian orangtua adalah anak yang mentalnya menjadi lemah.

Terutama ketika anak lebih memilih untuk ikut ibunya, dan sang ayah tidak

tidak. Tentunya anak tersebut akan menjadi takut untuk bertemu anaknya. Ada perasaan akan dijatuhkan kembali mentalnya oleh sang ayah jika mereka bertemu. Dampak yang terjadi berikutnya adalah anak tersebut mungkin akan menjadi sangat marah terhadap ayah dan ibunya.

Apalagi ketika terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan terjadinya suatu perceraian dan sang anak menyaksikan sendiri ibu dan ayahnya bertengkar hebat atau mungkin anak tersebut menjadi korban akibat pertengkaran tersebut. Tentunya ia akan sangat marah terhadap ayahnya, bahkan bisa jadi anak tersebut menyimpan dendam atau benci atas apa yang dilakukan ayah/ibunya yang menyebabkan terjadinya perceraian. Anak juga mungkin akan merasa malas untuk bertemu ayah/ibunya. Karena ada rasa kesal yang terpendam terhadap ayah/ibunya. Ada perasaan ayah/ibunya akan melakukan hal yang sama lagi ketika bertemu dengan anaknya. Apalagi ketika anak yang menjadi korban perceraian kedua orangtuanya masih berada jauh dibawah umur.

Tentunya anak tersebut akan menjadi suka melawan orangtuanya, melawan saudara-saudaranya sebagai luapan kemarahannya terhadap perceraian orangtuanya. Hal ini tentunya akan berdampak panjang bagi dirinya terutama

Dampak perceraian antara orangtua terhadap anak perempuan biasanya lebih kepada anak tersebut menjadi murung, mengurung diri di kamar, dan tidak menutup kemungkinan anak perempuan juga bisa menjadi nakal dan sangat malu kepada kedua orangtuanya. Sedangkan dampak perceraian antara orangtua terhadap anak laki-laki biasanya lebih kepada anak tersebut menjadi suka ugal-ugalan dijalan, mabuk-mabukan, bahkan tak jarang banyak yang menggunakan narkoba atau obat-obatan terlarang. Karena dengan cara-cara seperti itulah mereka dapat melampiaskan kekesalan dan kekecewaan mereka atas apa yang terjadi pada keluarganya. Namun, tak sedikit juga anak yang menjadi korban perceraian orangtuanya namun ia tetap tegar dan sabar menghadapinya, atau setidaknya ia tidak menjadi nakal seperti anak-anak lainnya.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ASUH ANAK

A. Hak-Hak Anak Yang Dilindungi

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak.

Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.69

Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.70

Kepentingan yang terbaik bagi anak, Hak untuk hidup, Kelangsungan hidup dan Perkembangan, dan Penghargaan terhadap pendapat anak. Dan perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan partisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera71.

Orangtua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggungjawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.72

1. Hak-Hak Anak Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak :

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 bahwa pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik,

mental, spiritual, maupun sosial. Tindakan tersebut untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.73 Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, khususnya pasal 4 sampai dengan pasal 19, diuraikan detail tentang hak-hak anak yang harus dijaga dan dipelihara agar anak bisa tumbuh kembang secara normal dan baik. Hak-hak anak yang terdapat pada pasal 4 sampai dengan pasal 19 tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :74

a. Hak hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;

b. Hak atas nama dan identitas diri dan status kewarganegaraan;

c. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi;

d. Hak untuk mengetahui orangtuanya, dibesarkan dan diasuh oleh pihak lain apabila karena sesuatu hal orangtua tidak mewujudkannya;

e. Hak memperoleh pelayanan kesehatan jasmani dan rohani, jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental spiritual dan sosial;

f. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dan bagi yang cacat memperoleh pendidikan luar biasa;

g. Hak untuk didengar pendapatnya, menerima dan mencari informasi

rehabilitasi, bantuan sosial dan memelihara taraf kesejahteraan sosial;

i. Selama dalam pengasuhan, anak berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: (a) diskriminasi; (b) eksploitasi, baik ekonomi atau seksual;

(c) penelantaran; (d) kekejaman, kekerasan dan penganiayaan;

(e) ketidakadilan; dan (f) perlakuan salah lainnya terhadap pelaku hal-hal yang tersebut dengan hukuman;

j. Hak untuk diasuh orang tuanya sendiri, kecuali apabila terdapat aturan hukum yang meniadakannya;

k. Hak untuk memperoleh perlindungan dari: (a) penyalahgunaan dalam kegiatan politik; (b) pelibatan dalam sengketa bersenjata; (c) pelibatan dalam kekerasan sosial; (d) pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan (e) pelibatan dalam peperangan;

l. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, hak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan atau hukuman penjara hanya dapat dilakukan sesuai hukum dan itu merupakan upaya terakhir.

m. Anak yang dirampas kebebasannya, berhak: (a) mendapat perlakuan yang manusiawi dan penempatannya dipisah dari orang tua; (b) memperoleh bantuan hukum dan bantuan hukum lainnya secara efektif dari setiap tahapan hukum; (c) membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak;

n. Anak yang menjadi korban, berhak memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya.75

2. Hak-Hak Anak Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak :

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dan asas kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam

a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam

Dokumen terkait