• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERAN BPJS KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN

B. Tanggung Jawab Pelayanan BPJS Kesehatan dalam

Setiap orang berhak dan wajib mendapatkan kesehatan dalam derajat yang optimal. Itu sebabnya peningkatan derajat kesehatan harus terus menerus diupayakan untuk memenuhi hidup sehat. Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen kedua menyebutkan bahwa : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, … serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.59

BPJS Kesehatan bertanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan secara berjenjang dalam perlindungan terhadap pasien yang terdiri dari pelayanan kesehatan tingkat pertama (PKTP) dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat

59

lanjutan (PKRTL). Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN.

Tanggung jawab yang diberikan oleh pihak BPJS Kesehatan pada PKTP, berupa pembayaran biaya pelayanan kesehatan, yang dimana biaya atau tarif yang diberikan disesuaikan dengan Ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 tahun 2014 tentang Standar Tarif JKN, yang menyatakan:60 1. Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp3.000,00 (tiga ribu

rupiah) sampai dengan Rp6.000,00 (enam ribu rupiah).

2. Rumah sakit kelas D Pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp8.000,00 (delapan ribu rupiah) sampai dengan Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)

3. Praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp2.000,00 (dua ribu rupiah).

Bentuk tanggung jawab yang diberikan BPJS Kesehatan pada PKRTL sebagai pembayaran pertama berupa pembayaran biaya pelayanan kesehatan yang yang didasarkan pada Ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 tahun 2014 tentang standar tarif JKN, yang terdapat dalam ketentuan:61

1. Ketentuan Pasal 15 yang menyatakan:

a. Tarif pelayanan kesehatan di FKRTL ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan dengan mengacu pada standar tarif INA-CBG’s.

tanggal 3 April 2016). 61 Ibid.

b. Standar Tarif INA-CBG’s sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

2. Ketentuan Pasal 16 yang menyatakan:

a. Tarif rawat jalan di FKRTL berupa klinik utama atau yang setara diberlakukan sama dengan tarif sebagaimana tercantum dalam standar Tarif INA-CBG’s untuk kelompok Rumah Sakit kelas D.

b. Tarif rawat inap di FKRTL berupa klinik utama atau yang setara diberlakukan tarif sebesar 70% – 100% (tujuh puluh persen sampai dengan seratus persen) dari standar Tarif INA-CBG’s untuk kelompok Rumah Sakit kelas D yang besarannya sesuai kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan terkait.

Pelayanan umum memang sarat dengan berbagai masalah apalagi wilayah jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit ataupun non profit. Sedemikian luas jangkauannya sehingga tidak mudah mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap pelayanan umum. Adanya perbedaan persepsi itu memang lumrah sebagai konsekuensi sudut pandang yang berbeda-beda, tetapi bukannya tidak dapat dipertemukan. Persepsi itu sendiri, sebenarnya tidak lain pemahaman atau pengertian seseorang terhadap sesuatu hal.62

62

Yusuf Shofie. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), hlm 207.

Sebagai unit terbesar pelayanan kesehatan, rumah sakit memiliki dua fungsi, yaitu kuratif dan preventif. Fungsi kuratif lebih bertitik berat pada penyembuhan pasien sakit. Fungsi preventif membawa konsekuensi misi pelayanan kesehatan adalah meningkatkan daya

tahan manusia terhadap ancaman penyakit, misalnya, lewat Program Imunisasi Nasional (PIN).

Perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara dalam menjamin warga negaranya untuk memenuhi jaminan kesehatan pada dasarnya telah diatur secara jelas di dalam Pasal 25 ayat (1) Deklarasi PBB Tahun 1948 tentang Hak Asasi Manusia dan Resolusi World Health Assembly (WHA) Tahun 2005. Deklarasi tersebut menyatakan bahwa setiap negara perlu mengembangkan skemaUniversal Health Coverage (UHC) melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial untuk menjamin pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan. Lebih lanjut penerapan jaminan sosial ini perlu diakomodasi dalam Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.

Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Untuk itu dalam rangka memberikan jaminan sosial kepada setiap warga negara, pemerintah menganggap perlu mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat sesuai dengan amanat Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.

Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, sebagaimana tujuan pembangunan kesehatan, sehingga untuk perlindungan hukum terkait dengan peserta BPJS Kesehatan dalam mendapatkan pelayanan

kesehatan pemerintah mengeluarkan UU BPJS yang menetapkan dua BUMN yaitu PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) dirubah bentuk menjadi Badan Layanan Publik untuk melaksanakan lima program yang diamanatkan UU SJSN yaitu program jaminan kesehatan bagi BPJS Kesehatan dan program lainnya diserahkan ke BPJS Ketenagakerjaan.

Pemerintah melalui Menteri Kesehatan telah menetapkan beberapa peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan program BPJS Kesehatan baik itu tentang tarif maupun prosedur dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Pada peraturan tersebut agar peserta tidak dipungut bila memanfaatkan haknya untuk mendapatkan pelayanan. Sementara BPJS Kesehatantelah menyiapkan petugas disetiap Rumah Sakit agar dapat mengawal dan mendampingi serta memberika pelayanan kepada peserta dalam memanfaatkan haknya untuk berobat di fasilitas kesehatan yang ditunjuk.Adanya penerapan JKN ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat miskin yang tidak berobat kefasilitas pelayanan kesehatan ketika sakit karena tidak memiliki biaya.

Pelaksanaan JKN pada dasarnya merupakan amanat UU SJSN dan UU BPJS, dimana jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Secara sederhana, JKN yang dikembangkan oleh pemerintah merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU SJSN. Oleh karenanya

semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat selama enam bulan di Indonesia dan telah membayar premi.

Undang-undang SJSN secara fundamental telah mengubah kewajiban negara dalam memberikan jaminan kesehatan menjadi kewajiban rakyat. Hak rakyat diubah menjadi kewajiban rakyat. Konsekuensinya, rakyat kehilangan haknya untuk mendapatkan jaminan kesehatan yang seharusnya dipenuhi oleh negara. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang mengamanahkan jaminan sosial, jaminan kesehatan, sebagai hak warga negara yang menjadi kewajiban negara untuk mewujudkannya.

Besaran premi sendiri berbeda-beda tergantung fasilitas yang dijanjikan oleh perusahaan asuransi komersial. Semakin tinggi iuran (premi) yang dibayarkan maka semakin bagus kelas pelayanan kesehatan yang akan diperoleh peserta. Perbedaannya, kepesertaan asuransi lainnya hanya bersifat sukarela sementara JKN ini bersifat wajib bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang dirasakan sangat membebani masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin yang tidak mampu membayar premi bulanan sehingga tidak tertanggung dalam data pengguna BPJS, disamping sanksi administratif berupa denda keterlambatan pembayaran premi.

Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), dimana konsumen berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Meskipun di dalam ketentuan Pasal 17 ayat (4) UU SJSN, menjelaskan bahwa iuran untuk orang miskin akan dibayar

oleh Pemerintah (selanjutnya disebut sebagai Penerima Bantuan Iuran), hak tersebut tidak langsung diberikan kepada rakyat, tetapi dibayarkan kepada pihak ketiga, yakni dalam hal ini BPJS, sehingga realitasnya, karena uang tersebut diambil dari pajak, rakyat diwajibkan membiayai layanan kesehatan diri mereka dan sesama rakyat lainnya. Tidak adayang gratis untuk rakyat. Justru rakyat wajib membayar iuran, baik sakit maupun tidak, dipakai maupun tidak dipakai, mereka tetap harus membayar iuran premi bulanan. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi menyeluruh kepada masyarakat, mengingat kedudukan masyarakat sebagai konsumen pengguna jasa JKN berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur.

Besaran premi sendiri berbeda-beda tergantung fasilitas yang dijanjikan oleh perusahaan asuransi komersial. Semakin tinggi iuran (premi) yang dibayarkan maka semakin bagus kelas pelayanan kesehatan yang akan diperoleh peserta. Perbedaannya, kepesertaan asuransi lainnya hanya bersifat sukarela sementara JKN ini bersifat wajib bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang dirasakan sangat membebani masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin yang tidak mampu membayar premi bulanan sehingga tidak tertanggung dalam data pengguna BPJS, disamping sanksi administratif berupa denda keterlambatan pembayaran premi.

Perlindungan sosial adalah segala bentuk kebijakan dan intervensi publik yang dilakukan untuk merespon bergam resiko, kerentanan dan kesengsaraan, baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, terutamaa yang dialami oleh mereka yang hidup dalam kemiskinan. Karakter atau nuansa “publik” dalam definisi ini menunjukan pada tindakan kolektif, yakni menghimpun dan

pengelolaan sumber daya berdasarkan prinsip gotong royong dan kebersamaan, yang dilakukan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah, non-pemerintah, maupun kombinasi dari kedua sektor tersebut.63

Perlindungan sosial mencakup lima elemen utama, yaitu pasar tenaga kerja, asuransi sosial, bantuan sosial, skema mikro dan berbasis komunitas, serta perlindungan anak. Semua elemen ini sebenarnya sudah terdapat dan tercakup oleh BPJS Kesehatan.64

63

Edi Suharto, Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia: Menggagas Model

Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 42. 64

Ibid., hlm. 45.

Dari aspek pasar tenaga kerja, BPJS Kesehatan memfasilitasi pekerjaan dan mempromosikan operasi pasar kerja yang efisien. Populasi pekerjaan menjadi sasaran utama dalam BPJS Kesehatan ini. Dari aspek asuransi sosial, BPJS Kesehatan telah menerapkan skema tersebut. Peserta BPJS Kesehatan memperoleh perlindungan sosial berdasarkan kontribusinya yang berupa premi atau iuran. Dari aspek bantuan sosial, BPJS Kesehatan merupakan pelayanan kesejahteraan yang memberikan pelayanan sosial dalam bidang kesehatan. Dari segi skema mikro berbasis komunitas, BPJS Kesehatan memberikan jaminan sosial kepada masyarakat. BPJS merespon skala kerentanan dalam komunitas masyarakat, yang mana BPJS Kesehatan memberikan perlindungan kesehatan kepada orang-orang yang rentan, seperti fakir miskin dan orang cacat. Dan yang terakhir dari aspek perlindungan anak, BPJS Kesehatan memberikan jaminan kesehatan bagi anak di keluarga peserta BPJS Kesehatan, serta mendapatkan berbagai layanan kesehatan seperti imunisasi dasar dan sebagainya.

Tanggung jawabnya sebagai pelaksana amanat undang-undang, tanggung jawab BPJS Kesehatan cukup berat, selain tanggung jawab sosial yang memang menjadi roh utama, BPJS Kesehatan harus menjalankan beberapa tugas lain, agar keberlangsungan dan profesionalitas tetap terjaga, diantaranya :65

1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.

2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja. 3. Menerima bantuan iuran dari pemerintah.

4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta.

5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan social.

6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial.

7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan ataubesaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi fasilitas kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa

manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iuran biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember).

Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.66

C. Kendala BPJS Kesehatan untuk Memberikan Pelayanan dalam

Dokumen terkait