• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran BPJS Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bar"I, M. dalam Ahmad Subianto. Sistem Jaminan Nasional. 2004.

Djumhana, Muhamad. Hukum Ekonomi Sosial Indonesia. Bandung:Citra Aditya Bakti, 1994.

Ibrahim, Jhonny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Kurnia, Titon Slamet. Hak atas Derajat Kesehatan Optimal HAM di Indonesia. Bandung: Alumni, 2007.

Putri, Asih Eka. Paham SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung, 2014.

Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta:Djambatan, 2001.

Shofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009

Suharto, Edi. Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia: Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung: Alfabeta, 2009.

Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi. Jakarta:Rajawali Pers, 2007.

Suryani Risqi Amaliyah, Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Bagi Pekerja Setelah Transformasi Kelembagaan Jamsostek Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS), Skripsi Universitas Hasanuddin Makassar , 2014.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

(2)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

Kementrian Kesehatan RI, Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

C. Website

http://lewokedaerik.blogspot.co.id/2013/12/badan-penyelenggara-jaminan sosial_16.html (diakses pada tanggal 25 Februari 2016).

Edi Suharto, Konsepsi Dan Strategi Jaminan Sosial, http://www.policy.hu/ suharto/modul_a/makindo_09.htm, (diakses 12 Februari 2016).

Wimee.sjsn-sistem-jaminan-sosial-nasional

Theholygan. sistem-jaminan-sosial-nasional

Maret 2015).

Kementerian Kesehatan RI, 2013, http://www.depkes.go.id/, (diakses pada tanggal 2 Maret 2016).

Maret 2016).

tanggal 1 Maret 2016).

(3)

Kurniawanlawfirmkonsep-pengaturan-jaminan-sosial-dalam

Lewokedaerik. badan-penyelenggara-jaminan-sosial_16. http:// blogspot. co.id/ 2013/12/html (diakses tanggal 1 Maret 2016).

2016).

tanggal 4 Maret 2016).

http://www.academia.edu/7324072/BPJS_TUGAS, (diakses tanggal 4 Maret 2016).

Fietraarya Pelayanan-Kesehatan-Badan-Penyelenggara

Pemahaman Sistem Rujukan BPJS Kesehatan http://www.google.co.id/ html (diakses tanggal 4 Maret 2016).

(diakses

tanggal 1 Maret 2016).

(4)

40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

A. Bentuk Kelembagaan BPJS Kesehatan

Secara kelembagaan BPJS Kesehatan bertanggung jawab langsung kepada

Presiden. Ini merupakan bentuk transformasi PT. Askes dan sebagai upaya

meningkatkan pelayanan kesehatan kepada seluruh rakyat. Karena dengan

lahirnya UU tersebut sebagaimana tercantum pada Pasal 14 UU SJSN, disebutkan

bahwa kepesertaannya bersifat wajib bagi seluruh warga negara Indonesia dan

warga negara asing yang telah bekerja minimal selama enam bulan di

Indonesia. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan untuk menolak menjadi bagian

dari BPJS Kesehatan.38

Dikondisi ini, secara tidak langsung fungsi sosial sebagai mahluk sosial

telah dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan tanpa perlu campur tangan sebagai

anggota. Dan dalam tanggung jawabnya sebagai pelaksana amanat

undang-undang, tanggung jawab BPJS Kesehatan cukup berat, selain tanggung jawab

sosial yang memang menjadi roh utama, BPJS Kesehatan harus menjalankan Karena sesungguhnya BPJS Kesehatanmenerapkan sejenis

subsidi silang dalam prakteknya, karena jika dicermati lebih jauh akan terlihat

bahwa dana peserta yang tidak (belum) sakit, dimanfaatkan terlebih dahulu bagi

mereka yang membutuhkan dan tidak menghilangkan hak kita sebagai anggota

BPJS Kesehatan.

(5)

beberapa tugas lain, agar keberlangsungan dan profesionalitas tetap terjaga,

diantaranya:

1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.

2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.

3. Menerima bantuan iuran dari pemerintah.

4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta.

5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.

6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai

dengan ketentuan program jaminan sosial.

7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial

kepada peserta dan masyarakat.39

Sebelum BPJS terbentuk, penyelenggara jaminan sosial di wadahi oleh

beberapa perusahaan sesuai dengan jenis dan ruang lingkup kepesertaan.

Perusahaan tersebut dalam bentuk perusahaan perseroan disingkat “persero”, yaitu

PT Jamsostek (Persero), PT Askes (Persero), dan PT Asabri (Persero). Dalam

prakteknya PT. Persero ini hampir tidak ada bedanya dengan PT pada umumnya,

yang prinsipnya mencari keuntungan (profit). Persero Terbatas merupakan Badan

Usaha Milik Negara (BUMN), merupakan bentuk usaha di bidang-bidang tertentu

yang umumnya menyangkut dengan kepentingan umum, di mana peran

pemerintah di dalamnya relatif besar, minimal dengan menguasai mayoritas

pemegang saham. Eksistensi BUMN adalah sebagai konsekuensi dan amanah dari

(6)

konstitusi di mana ha-hal yang penting atau cabang-cabang produksi yang penting

dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Semenjak 1 Januari 2014 penyelenggara jaminan sosial diserahkan kepada

BPJS sebagai penyelenggara jaminan sosial nasional yang merupakan

merger/penggabungan dari tiga perusahaan tersebut di atas dan berstatus berbadan

hukum publik yang pola pengelolaannya menjadi sangat berbeda. Salah satu yang

utama adalah orientasinya tidak lagi mencari keuntungan/profit, melainkan

bersifat nirlaba dimana yang dikembangkan sepenuhnya akan dikembalikan

kepada peserta dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pekerja/pegawai yang

menjadi peserta.40

Sesuai dengan fungsinya sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN), Pemerintah wajib mencari solusi agar kualitas pelayanan JKN

bisa maksimal, oleh karena itu BPJS fokus pada penguatan kapasitas kelembagaan

secara berkelanjutan, sebagai hulu dari SJSN. Pembenahan itu jadi modal Saat ini BPJS Kesehatan telah memiliki kantor cabang di seluruh

kabupaten/kota di Indonesia. Dan lebih dari itu, BPJS Kesehatan juga telah

memiliki sistem informasi yang modern serta terus dikembangkan sehingga

masyarakat bisa mendaftarkan diri melalui internet atau bahkan di berbagai kantor

cabang bank berkerja sama dengan BPJS. BPJS Kesehatan akan menerima

pelimpahan peserta program jaminan pemeliharaan kesehatan dari PT Jamsostek,

TNI/Polri, PNS, Jamkesmas, dan Jamkesda, dan menambah peserta baru yang

mencapai 80 juta orang.

(7)

perluasan cakupan kepesertaan dan peningkatan mutu pelayanan peserta yang

prima. Kelembagaan yang perlu dibenahi itu, termasuk fasilitas kesehatan tingkat

pertama (selanjutnya disebut FKTP) dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan

(selanjutnya disebut FKTL). FKTP, seperti puskesmas, dokter keluarga, dan

klinik, sedangkan FKTL, yakni rumah sakit pemerintah dan swasta, dan termasuk

juga penguatan kelembagaan yaitu bagaimana menyediakan layanan kesehatan

dengan biaya efisien tanpa menurunkan mutu layanan. Oleh karena itu, peran

pemerintah sangat dibutuhkan, yaitu:pemerintah pusatprogram JKN yang digelar

lewat BPJS Kesehatan. 41

Berkaitan dengan kapasitas kelembagaan, UU BPJS tidak diberi

kewenangan untuk penyidikan, namun pengelola BPJS bisa mengajukan pihak

yang tidak bersedia membayar premi ke pengadilan dan pemerintah daerah.BPJS

yang berkoordinasi dengan pemerintah daerah harus menjamin bahwa rakyat

miskin tidak boleh ditolak oleh rumah sakit (daerah). Perusahaan yang belum

mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS maka kepada perusahaan maupun

pekerja tidak akan mendapatkan pelayanan publik bahkan dimungkinkan

mendapatkan sanksi bakal tidak diberikan izin usaha, dan izin-izin lainnya. Salah satunya adalah dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan dalam penyelenggaraan JKN sesuai amanat SJSN, dan UUBPJS.

Pemerintah memandang perlu pengaturan tentang pengelolaan dan pemantauan

dana kapitasi JKN pada fasilitas kesehatan tingkat pertama.

41

(8)

Sementara bagi tenaga kerja informal atau individu mereka juga nantinya tidak

akan mendapatkan pelayanan publik misalnya tidak dapat mengurus SIM.42

Sebagaimana diketahui bahwa BPJS Kesehatan fokus pada pengelolaan

program jaminan sosialdi bidang pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat

Indonesia yang menitikberatkan kepada pemerataan pelayanan kesehatan. Untuk

membantu penyelenggaraan SJSN dibentuklah Dewan Jaminan Sosial Nasional.

Dewan ini mempunyai tugas pokok, yaitu :

Sanksi ke depannya akan seperti itu sesuai amanat UU BPJS, bahwa

semua pekerja baik formal maupun nonformal harus menjadi peserta BPJS. BPJS

bekerjasama dengan pemerintah setempat yang berwenang memberikan sanksi

kepada perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS.

Jadi dapat dikatakan bahwa kunci suksesnya program BPJS tersebut berada di

tangan pemerintah daerah setempat, karena pemerintah daerah melalui dinas-dinas

terkait seperti badan perizinan maupun Disnaker berwenang melakukan

pegawasan dan menjatuhkan sanksi. Karena BPJS program pemerintah pusat

maka Pemda juga wajib menyukseskan program tersebut.

43

1. Melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan

jaminan sosial.

2. Mengusulkan kebijakan investasi dana jaminan sosial nasional.

3. Mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran dan

tersedianya anggaran operasional kepada pemerintah.

42

Ibid. 43

(9)

Dewan ini dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta masukan dan

bantuan tenaga ahli sesuai kebutuhan. Sedangkan fungsi Dewan ini adalah

merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan

Sosial Nasional.

Kelembagaan BPJS sesuai UU SJSN adalah:

1. Keempat badan penyelenggara yang sudah ada yakni PT Askes, PT Asabri,

PT Jamsostek, PT. Taspen, harus menyesuaikan diri dengan UU SJSN.

Lembaga Komisaris diganti menjadi Badan Pengawas. Dari aspek kebijakan,

sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan DJSN.

2. Akomodasi peran pemerintah daerah, sebagai pengawas BPJS di daerah,

penyediaan sarana (kesehatan), beban iuran, registrasi peserta penerima

bantuan iuran, saran investasi dana jaminan sosial, dan lain-lainnya.

3. Pengalihan aset perusahaan ke BPJS.

4. Ruang lingkup cakupan program masing-masing BPJS.

5. Ketentuan mengenai mekanisme kerja lembaga BPJS dan

pertanggungjawabannya.

B. Peran BPJS Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Peran BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara yang ditunjuk oleh

undang-undang untuk melaksanakan sistem jaminan sosial di bidang kesehatan adalah

memberikan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat

(10)

kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh pemerintah.

Undang-undang BPJS menentukan bahwa BPJS Kesehatan mempunyai

peran untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan

menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi

sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh

manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan

dasar kesehatan.

Terdapat 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diberikan BPJS kepada peserta

BPJS, yaitu berupa pelayanan kesehatan secara medis dan non medis. Dimana

sistem rujukan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara berjenjang sesuai

dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta

BPJS Kesehatan dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti Puskesmas,

klinik, atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan

yaitu diantaranya yang terdiri dari diagnosis medis, asuhan keperawatan,

pemberian obat, serta pemberian makanan/nutrisi (bila dibutuhkan adanya rawat

inap). Dan sistem pelayanan kesehatan yang bersifat non medis antara lain terdiri

dari proses penerimaan pasien, proses administrasi keuangan, klaim, pencatatan

pelaporan, sampai dengan pemenuhan layanan fasilitas penunjang yang terkait

dengan kepentingan pasien saat menjalani perawatan.

Secara garis besar, UU SJSN, dirancang untuk:

1. Memenuhi amanat UUD 1945, khususnya Pasal 34 ayat (2) “ Negara

(11)

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan”

2. Meningkatkan jumlah peserta program jaminan sosial di Indonesia. Hal ini

disebabkan, oleh karena sejauh ini, peserta program jaminan sosial di

Indonesia masih sangat rendah.

3. Meningkatkan cakupan manfaat / benefit yang dapat dinikmati oleh peserta

program jaminan sosial. Hal ini disebabkan, oleh karena manfaat program

jaminan sosial belum dapat sepenuhnya dinikmati oleh sebagian besar rakyat

Indonesia. Bagi PNS belum meliputi program jaminan kecelakaan kerja,

sementara bagi kelompok pekerja formal swasta, belum memiliki program

jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

4. Meningkatkan kualitas manfaat yang dapat dinikmati oleh peserta program

jaminan sosial, agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.

5. Terselenggaranya keadilan sosial dalam penyelenggaraan program jaminan

sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan pengembangan SJSN,

diharapkan terselenggara penyelenggaraan program jaminan sosial secara

terpadu, sinkron, melalui pendekatan sistem yang berlaku bagi semua

penduduk Indonesia.

6. Terselenggaranya prinsip-prinsip penyelenggaraan program jaminan sosial

sesuai dengan prinsip-prinsip universal yang dikenal, misalnya prinsip

kegotong-royongan, kepesertaan bersifat wajib, nirlaba , transparan, pruden

(12)

7. Dilaksanakan secara bertahap, baik dari aspek jenis program maupun

kepesertaan dengan memperhatikan kelayakan program. Dengan

mengantisipasi implementasi sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan UU

SJSN, sedikitnya diperlukan waktu 20 sampai 25 tahun untuk dapat mencakup

seluruh rakyat Indonesia. Hal ini, antara lain disebabkan oleh karena

diperlukan tenggang waktu 15 tahun untuk menjamin terselenggaranya

program jaminan pensiun bagi pekerja formal.44

8. Terlindunginya warga negara dibidang kesehatan serta terpenuhinya jaminan

hari tua.

Keberhasilan program SJSN bukan karena peran dari BPJS Kesehatan

saja, peran pemerintah khususnya yang berkaitan dengan tugas dan fungsi

lembaga pemerintah/stakeholder juga sangat membantu. BPJS Kesehatan bersama

stakeholder terkait terus melakukan koordinasi, perbaikan-perbaikan yang

diharapkan mampu memberikan pelayanan terbaik bagi peserta.

Peran negara, tidak hanya dalam bentuk regulasi, tetapi juga sebagai

penyelenggara, pemberi kerja yang harus ikut membayar iuran, dan bahkan juga

sebagai penanggung jawab kelangsungan hidup program jaminan sosial, termasuk

memberi subsidi, apabila diperlukan. Bagi masyarakat yang tidak mampu

membayar iuran program jaminan sosial, negara dapat menyelenggarakan

program bantuan sosial (social assistance) atau pelayanan sosial (social services),

44

(13)

yang penyelengaraannya dapat “dititipkan” pada penyelenggaraan program

Jaminan Sosial.45

Pemerintah berperan aktif dalam pelaksanaan kesehatan masyarakat

tertulis dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(selanjutnya disebut UU Kesehatan) yang berbunyi “Pemerintah bertanggung

jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi

penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh

masyarakat”46

1. Mengatur upaya penyelenggaraan serta sumber daya kesehatan.

. Selanjutnya dalam Pasal 6 UU Kesehatan beserta penjelasannya,

bahwaPemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan,

fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut dapat berhasil guna dan

berdaya guna, maka pemerintah perlu:

2. Membina penyelenggaraan serta sumber daya kesehatan.

3. Mengawasi penyelenggaraan serta sumber daya kesehatan.

4. Menggunakan peran serta masyarakat dalam upaya penyelenggaraan serta

sumber daya kesehatan.47

Penyelenggaraan kesehatan di masyarakat, diperlukan upaya peningkatan

pembangunan di bidang kesehatan. Dalam hal ini pemerintah mempunyai fungsi

dan tanggung jawab agar tujuan pemerintah di bidang kesehatan dapat mencapai

45

Kurniawanlawfirmkonsep-pengaturan-jaminan-sosial-dalam.http://.blogspot.co.id/2011/12/html (diakses tanggal 1 Maret 2016).

46

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 14.

47

(14)

hasil yang optimal melalui penempatan tenaga, sarana, dan prasarana baik dalam

hitungan jumlah (kuantitas) maupun mutu (kualitas).

Pelaksanakan undang-undang tersebut pemerintah membutuhkan satu

kebebasan untuk melayani kepentingan masyarakat. Untuk dapat bekerja dengan

baik maka pemerintah harus dapat bertindak dengan cepat dan dengan inisiatif

sendiri, oleh karena itu pemerintah diberikan kewenangan dengan istilah freies

ermessen. Dengan adanya freies ermessen negara memiliki kewenangan yang luas

untuk melakukan tindakan hukum untuk melayani kepentingan masyarakat dalam

mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.

Peran pemerintah daerah dalam program SJSN sangat diperlukan guna

berjalannya program tersebut dengan baik,peran pemerintah tersebut antara lain:48

1. Pengawasan program SJSN, agar sesuai dengan ketentuan.

2. Menyediakan anggaran tambahan untuk iuran, baik untuk penerima bantuan

iuran ataupun masyarakat yang lain.

3. Penentu peserta penerima bantuan iuran

4. Penyediaan/pengadaan dan pengelolaan sarana penunjang.

5. Mengusulkan pemanfaatan/investasi dana SJSN di daerah terkait.

6. Sarana/usul kebijakan penyelenggara SJSN.

Selain 6 (enam) peran diatas, pemerintah daerah juga memiliki peran

penting untuk mendukung program BPJS, yakni: 49

48

Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi (Jakarta: Rajawali 2007),hlm. 32-33.

(15)

1. Mendukung proses kepersertaan dalam rangka menuju cakupan semesta 2019

melalui integrasi Jamkesda melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah(APBD) dengan mengikuti skema JKN.

2. Mendorong kepesertaan pekerja penerima upah yang ada di wilayahnya (PNS,

Pemda, pekerja BUMD dan swasta) dan mendorong kepersertaan pekerja

bukan penerima upah (kelompok masyarakat/individu).

3. Mendorong penyiapan fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta serta

mendukung ketersedianya tenaga kesehatan terutama dokter umum di

puskesmas dan spesialis di rumah sakit.

4. Mengefektifkan pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi di fasilitas

kesehatan tingkat pertama milik Pemda.

C. Kepesertaan BPJS Kesehatan

Terhitung sekitar 116.122.065 jiwa penduduk otomatis menjadi BPJS,

namun Pemerintah menargetkan 140 juta peserta pada tahap awal BPJS Kesehatan

beroperasi, antara lain untuk 86,4 juta jiwa untuk peserta Jamkesmas, 11 juta jiwa

untuk peserta Jamkesda, 16 juta jiwa untuk peserta Askes, 7 juta jiwa untuk

peserta Jamsostek dan 1,2 juta jiwa untuk peserta dari unsure Polri dan TNI.

Sedangkan untuk penjaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia ditargetkan

rampung pada 1 Januari 2019.50

Peserta BPJS terbagi menjadi dua, yaitu kelompok peserta baru dan

pengalihan dari program terdahulu, yaitu asuransi kesehatan, jaminan kesehatan

masyarakat, TNI/Polri, dan jaminan sosial tenaga kerja. Kepesertaan BPJS

(16)

Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang

Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua kelompok, yaitu peserta Penerima Bantuan

Iuran (selanjutnya disebut PBI) dan peserta bukan PBI.51

Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah orang yang tergolong fakir

miskin dan tidak mampu, yang preminya akan dibayar oleh pemerintah.

Sedangkan yang tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah (pegawai

negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non-pegawai

negeri, dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja

(investor, pemberi kerja, pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak veteran).

Dua kelompok selain kelompok pengalihan dan PBI memiliki prosedur

pendaftaran masing-masing. Berikut tata cara pendaftaran pekerja penerima upah

non-pegawai pemerintah:52

1. BPJS Kesehatan melakukan proses registrasi kepesertaan dan memberikan

informasi tentangvirtual account untuk perusahaan (di mana satu virtual

account berlaku untuk satu perusahaan).

2. Perusahaan membayar ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan

BPJS Kesehatan.

3. Perusahaan mengkonfirmasikan pembayaran ke BPJS Kesehatan. BPJS

Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada perusahaan.

Berikut tata cara pendataran pekerja bukan penerima upah dan bukan

pekerja:

51

Lewokedaerik.badan-penyelenggara-jaminan-sosial_16.http://blogspot.co.id/2013/12/html (diakses tanggal 1 Maret 2016).

(17)

1. Calon peserta melakukan pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan mengisi

formulir daftar isian peserta dan menunjukkan kartu identitas (KTP, SIM, KK

atau paspor).

2. BPJS Kesehatan memberikan informasi tentang virtual account calon

peserta. Virtual accountberlaku untuk masing-masing individu calon peserta.

3. Kemudian calon peserta melakukan pembayaran ke bank dengan virtual

account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan. Peserta melakukan konfirmasi

pembayaran iuran pertama ke BPJS Kesehatan.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan memberikan kartu BPJS

Kesehatan kepada peserta. Peserta pengalihan program terdahulu juga akan

mendapatkan kartu BPJS Kesehatan. Namun, bila peserta tidak membawa kartu

BPJS ketika berobat, maka bisa menggunakan kartu yang lama. Rinciannya,

anggota TNI/POLRI dapat memperlihatkan kartu tanda anggota (KTA) atau

momor register pokok (NRP) dan mantan peserta Jamsostek bisa menggunakan

kartu JPK Jamsostek. Begitu juga dengan mantan peserta Askes dan Jamkesmas,

sepanjang data peserta tersebut terdaftar di master file kepesertaan BPJS

Kesehatan.

Semua warga yang mendapat jaminan kesehatan BPJS terbagi ke dalam

dua kelompok seperti yang telah dibahas di atas, yaitu: 53

1. PBI jaminan kesehatan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan adalah

peserta jaminan kesehatan kepada fakir miskin dan orang cacat total

sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN yang iurannya dibayar oleh

53

(18)

pemerintah. Berikut ini beberapa kriteria peserta PBI jaminan kesehatan dari

pemerintah menurut BPS:

a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang

b. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu

murahan.

c. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas

rendah/tembok tanpa diplester.

d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah

tangga lain.

e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

f. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air

hujan.

g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak

tanah.

h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

j. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan

0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau

pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000,00 per bulan.

m. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak

(19)

n. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp

500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal

motor, atau barang modal lainnya.

2. Bukan PBI Jaminan Kesehatan Peserta Bukan PBI Kesehatan terdiri atas:

a. Pekerja penerima upah beserta anggota keluarganya. Pekerja penerima

upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan

menerima upah atau gaji. PNS, Anggota POLRI dan TNI, Pegawai

swasta, Pegawai pemerintan non-pegawai negeri.

b. Pekerja bukan penerima upah beserta anggota keluarganya. Pekerja bukan

penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atas resiko sendiri.

Pekerja diluar hubungan kerja atau outsourcing.

c. Bukan pekerja beserta anggota keluarganya. Bukan pekerja adalah setiap

orang yang tidak bekerja namun mampu membayar iuran jaminan

kesehatan. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: investor,

pensiunan, pengusaha. Sementara itu, jumlah peserta anggota keluarga

yang ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang.

Peserta atau anggota keluarga yang dimaksudkan di atas meliputi:

1) Suami atau istri sah,

2) Anak kandung atau anak tiri atau anak angkat yang memenuhi kriteria

berupa:

a) Belum menikah

(20)

c) Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih

dalam pendidikan formal

Hak dan kewajiban peserta BPJS Kesehatan, sampai saat ini juga belum

banyak diketahui oleh pada pendaftar. BPJS sebagai pelaksana JKN tentu harus

memberikan informasi yang paling mudah dipahami bagi masyarakat mengenai

program jaminan kesehatan tersebut. Hal ini agar tidak menimbulkan

kesalahpahaman di waktu yang akan datang.54

Adapun hak yang akan didapatkan oleh peserta BPJS adalah sebagai

berikut:

Dalam UU SJSN, dinyatakan

bahwa program jaminan sosial bersifat wajib untuk mengakomodasi seluruh

penduduk. Pencapaiannya dilakukan secara bertahap. Lalu seluruh rakyat wajib

menjadi peserta tanpa kecuali. Jaminan sosial yang diprioritaskan adalah program

jaminan kesehatan.

55

1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti untuk memperoleh pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan.

2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta

prose

3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas yang bekerja sama dengan BPJS

Kesehatan dalam waktu 24 jam.

4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis

ke kantor BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara resmi JKN.

(21)

Peserta BPJS Kesehatan berkewajiban melakukan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Mendaftarkan diri sebagai peserta, dan membayar iuran yang besarnya sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

2. Apabila ada perubahan data peserta, baik karena pernikahan, penceraian,

kematian, kelahiran pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat 1,

maka segera lakukan pelaporan

3. Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang

yang tidak berhak mendapatkan fasilitas JKN.

4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan mulai dari

pendaftaran, alur pelayanan dan pembayaran iuran.

Pasal 14 UU BPJS menyebutkan bahwakepesertaan besifat wajib bagi

setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah tinggal di Indonesia

selama minimal enam bulan. Bahkan warga miskin pun akan diikutkan dalam

kepesertaan yang nantinya premi akan ditanggung oleh pemerintah melalui

program bantuan iuran. Jaminan kesehatan rencananya dimulai secara bertahap di

2014 dan diharapkan seluruh warga Indonesia sudah masuk dalam kepesertaan

pada tahun 2019.56

Cara mendapatkan kompensasi uang tunai tersebut pesertanya harus

mengikuti prosedur pelayanan rujukan berjenjang sesuai ketentuan yang berlaku.

Rujukan berjenjang maksudnya adalah rujukan yang sesuai dengan kebutuhan

medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama peserta BPJS Kesehatan dapat

(22)

berobat ke fasilitas primer seperti puskesmas, klinik atau dokter keluarga yang

tercantum pada kartu peserta. Sedangkan penyediaan fasilitas kesehatan tertentu

maksudnya adalah penyediaan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS

Kesehatan, maka pembayaran atas pelayanan kesehatan sudah termasuk dalam

komponen kapitasi tidak ditagihkan tersendiri. Fasilitas tersebut tidak

diperkenankan memungut tambahan biaya kepada peserta. Dalam Pasal 81

Peraturan BPJS Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan pelayanan kesehatan kepada

para peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan pelayanan, berorientasi pada

aspek keamanan pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien

(23)

NOMOR 24 TAHUN 2011

A. Pelayanan BPJS Kesehatan Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar

peserta bisa memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang

yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah yang

diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas.Pemeliharaan

kesehatan adalah hak tenaga kerja.

Jaminan pemelihara kesehatan adalah salah satu program Jamsostek yang

membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari

pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu

peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap

tenaga kerja yang telah mengikuti program jaminan pemelihara kesehatan akan

diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan. Manfaat jaminan pemelihara kesehatan bagi

perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat

konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.

Undang-UndangSJSN merupakan representasi dari amanat UUD 1945

terutama pada Pasal 34 ayat (2). Pasal tersebut menegaskan bahwa negara

mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan

(24)

Artinya, pemerintah bertanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan dasar setiap

warga negaranya.

Mekanisme pelaksanaan UU SJSN didahului dengan Kepesertaan dan Iuran.

Kepesertaan bersifat wajb bagi seluruh warga negara (rakyat) untuk menjadi

peserta Jaminan Sosial, (PNS, TNI-Polri, Pejabat Negara, pekerja swasta, pekerja

informal, dan penduduk tidak mampu).Manfaat yang akan diterima adalah untuk

pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak untuk semua program

(menanggulangi resiko ekonomi karena sakit, kecelakaan kerja, menjadi tua,

pensiun, atau kematian). Iuran dibayar bersama oleh kontribusi pekerja, pemberi

kerja, dan pemerintah. Dana merupakan titipan peserta. Bagi orang miskin dan

tidak mampu mempunyai hak mendapatkan bantuan untuk membayar iuran, premi

dan iuran premi asuransi yang terkumpul merupakan dana bersama bukan lagi

milik perseorangan. Jadi tidak bisa diambil kembali meskipun yang bersangkutan

belum pernah memanfaatkan.

PengimplementasianUUSJSN dilakukan dengan beberapa program jaminan

sosial nasional antara lain :

1. Jaminan Kesehatan (JK).

Suatu program jaminan sosial dengan tujuan memberikan kepastian jaminan

kesehatan yang menyeluruh (komprehensif) bagi setiap peserta rakyat

Indonesia agar dapat hidup sehat, produktif, atau sejahtera. Diberikan dalam

(25)

2. Jaminan kecelakaan kerja (JKK).

Suatu program jaminan sosial dengan tujuan memberikan kepastian jaminan

pelayanaan dan santunan apabila tenaga kerja mengalami kecelakaan saat

menuju, menunaikan dan selesai menunaikan tugas pekerjaan dan berbagai

penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.

3. Jaminan hari tua (JHT).

Merupakan jaminan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan

bekal kepada peserta ketika memasuki masa purna tugas/pensiun. Tetapi

apabila peserta mengalami cacat tetap sehingga tidak mampu bekerja atau

meninggal dunia sebelum masa pensiun maka peserta atau ahli warisnya

berhak menerima jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.

4. Jaminan pensiun (JP).

Merupakan program jaminan yang diselenggarakan berdasarkan sistem

asuransi dan tabungan dengan tujuan untuk menjamin kebutuhan hidup

minimum yang layak ketika peserta menjalani pensiun atau mengalami cacat

tetap sehingga tidak dapat bekerja yang dibayarkan secara berkala

5. Jaminan kematian (JKM).

Merupakan program jaminan/santunan kematian berdasarkan mekanisme

asuransi sosial yang dibayarkan kepada keluarga ahli waris yang meninggal

dunia. Kejelasan mengenai pengelolaan dana jaminan sosial, penegakan

hukum dan masa peralihan akan dipertegas di dalam peraturan pelaksanaan

(26)

Pengimplementasian sampai saat ini, UU SJSN masih memerlukan

penyelesaian berbagai agenda yang meliputi agenda bidang regulasi, agenda

bidang pengorganisasian, pembangunan peran serta pemangku kepentingan dan

perluasan kepesertaan dan manfaat program jaminan sosial.

Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah pelayanan

kesehatan tingkat pertama yaitu:57

1. Pelayanan kesehatan non spesialistik:

a. Administrasi pelayanan

b. Pelayanan promotif dan preventif.

c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis.

g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama.

2. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan

a. Rawat jalan, meliputi:

1) Administrasi pelayanan

2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter

spesialis dan subspesialis

3) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis

4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

5) Pelayanan alat kesehatan implant

(27)

6) Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis

7) Rehabilitasi medis

8) Pelayanan darah

9) Pelayanan kedokteran forensik

10)Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan

b. Rawat Inap, meliputi:

1) Perawatan Inap non Intensif

2) Perawatan Inap di Ruang Intensif

3) Pelayanan kesehatan yang telah ditanggung dalam program pemerintah

tidak termasuk yang dijamin

4) Peserta berhak dapat pelayanan alat bantu kesehatan (jenis dan plafon

harga ditetapkan)

3. Kelas rawat inap yang ditanggung BPJS Kesehatan

a. Pelayanan yang tidak dijamin:

1) Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur

sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;

2) Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat

darurat;

3) Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan

kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja

(28)

4) Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;58

5) Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;

6) Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

7) Pelayanan meratakan gigi (ortodensi);

8) Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau

alkohol;

9) Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat

melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;

10)Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk

akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif

berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology

assessment);

11)Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan

(eksperimen);

12)Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;

13)Perbekalan kesehatan rumah tangga;

14)Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,

kejadian luar biasa/wabah;

15)Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat

Jaminan kesehatan yang diberikan.

b. Hal lain yang dijamin BPJS Kesehatan, antara lain:

58

(29)

1) Pasien kecelakaan lalu lintas. BPJS Kesehatan membayar selisih biaya

pengobatan yang telah dibayar oleh program Jaminan kecelakaan lalu

lintas sesuai dengan tarif BPJS Kesehatan.

2) Peserta jaminan kesehatan yang menghendaki kelas perawatan yang

lebih tinggi, selisih biaya menjadi beban peserta dan atau asuransi

swasta yang diikuti peserta.

3) Peserta jaminan kesehatan dapat mengikuti program asuransi

kesehatan tambahan, dimana BPJS Kesehatan dan penyelenggara

asuransi tambahan dpt berkoordinasi dlm memberi manfaat untuk

peserta jaminan kesehatan yang berhak atas perlindungan asuransi

kesehatan tambahan

B. Tanggung Jawab Pelayanan BPJS Kesehatan dalam Perlindungan Pasien

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

Setiap orang berhak dan wajib mendapatkan kesehatan dalam derajat yang

optimal. Itu sebabnya peningkatan derajat kesehatan harus terus menerus

diupayakan untuk memenuhi hidup sehat. Pasal 28H Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen kedua menyebutkan bahwa :

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, … serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan.59

BPJS Kesehatan bertanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan

secara berjenjang dalam perlindungan terhadap pasien yang terdiri dari pelayanan

kesehatan tingkat pertama (PKTP) dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat

59

(30)

lanjutan (PKRTL). Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN.

Tanggung jawab yang diberikan oleh pihak BPJS Kesehatan pada PKTP,

berupa pembayaran biaya pelayanan kesehatan, yang dimana biaya atau tarif yang

diberikan disesuaikan dengan Ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 59 tahun 2014 tentang Standar Tarif JKN, yang menyatakan:60

1. Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp3.000,00 (tiga ribu

rupiah) sampai dengan Rp6.000,00 (enam ribu rupiah).

2. Rumah sakit kelas D Pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau fasilitas

kesehatan yang setara sebesar Rp8.000,00 (delapan ribu rupiah) sampai

dengan Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)

3. Praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp2.000,00 (dua ribu rupiah).

Bentuk tanggung jawab yang diberikan BPJS Kesehatan pada PKRTL

sebagai pembayaran pertama berupa pembayaran biaya pelayanan kesehatan yang

yang didasarkan pada Ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 tahun

2014 tentang standar tarif JKN, yang terdapat dalam ketentuan:61

1. Ketentuan Pasal 15 yang menyatakan:

a. Tarif pelayanan kesehatan di FKRTL ditetapkan berdasarkan kesepakatan

antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan dengan

mengacu pada standar tarif INA-CBG’s.

tanggal 3 April 2016).

61

(31)

b. Standar Tarif INA-CBG’s sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum

dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Menteri ini.

2. Ketentuan Pasal 16 yang menyatakan:

a. Tarif rawat jalan di FKRTL berupa klinik utama atau yang setara

diberlakukan sama dengan tarif sebagaimana tercantum dalam standar

Tarif INA-CBG’s untuk kelompok Rumah Sakit kelas D.

b. Tarif rawat inap di FKRTL berupa klinik utama atau yang setara

diberlakukan tarif sebesar 70% – 100% (tujuh puluh persen sampai

dengan seratus persen) dari standar Tarif INA-CBG’s untuk kelompok

Rumah Sakit kelas D yang besarannya sesuai kesepakatan antara BPJS

Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan terkait.

Pelayanan umum memang sarat dengan berbagai masalah apalagi wilayah

jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit ataupun non profit.

Sedemikian luas jangkauannya sehingga tidak mudah mendeskripsikan persepsi

masyarakat terhadap pelayanan umum. Adanya perbedaan persepsi itu memang

lumrah sebagai konsekuensi sudut pandang yang berbeda-beda, tetapi bukannya

tidak dapat dipertemukan. Persepsi itu sendiri, sebenarnya tidak lain pemahaman

atau pengertian seseorang terhadap sesuatu hal.62

62

Yusuf Shofie. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), hlm 207.

Sebagai unit terbesar pelayanan

kesehatan, rumah sakit memiliki dua fungsi, yaitu kuratif dan preventif. Fungsi

kuratif lebih bertitik berat pada penyembuhan pasien sakit. Fungsi preventif

(32)

tahan manusia terhadap ancaman penyakit, misalnya, lewat Program Imunisasi

Nasional (PIN).

Perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara dalam menjamin

warga negaranya untuk memenuhi jaminan kesehatan pada dasarnya telah diatur

secara jelas di dalam Pasal 25 ayat (1) Deklarasi PBB Tahun 1948 tentang Hak

Asasi Manusia dan Resolusi World Health Assembly (WHA) Tahun 2005.

Deklarasi tersebut menyatakan bahwa setiap negara perlu mengembangkan

skemaUniversal Health Coverage (UHC) melalui mekanisme asuransi kesehatan

sosial untuk menjamin pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan. Lebih lanjut

penerapan jaminan sosial ini perlu diakomodasi dalam Pasal 28H ayat (3) dan

Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.

Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas

jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai

manusia yang bermartabat. Untuk itu dalam rangka memberikan jaminan sosial

kepada setiap warga negara, pemerintah menganggap perlu mengembangkan

sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat sesuai dengan amanat Pasal 34 ayat (2)

UUD 1945.

Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa negara mengembangkan

sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang

lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Hal ini dilakukan

sebagai upaya untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya,

sebagaimana tujuan pembangunan kesehatan, sehingga untuk perlindungan

(33)

kesehatan pemerintah mengeluarkan UU BPJS yang menetapkan dua BUMN

yaitu PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) dirubah bentuk menjadi

Badan Layanan Publik untuk melaksanakan lima program yang diamanatkan UU

SJSN yaitu program jaminan kesehatan bagi BPJS Kesehatan dan program

lainnya diserahkan ke BPJS Ketenagakerjaan.

Pemerintah melalui Menteri Kesehatan telah menetapkan beberapa

peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan program BPJS Kesehatan baik itu

tentang tarif maupun prosedur dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Pada

peraturan tersebut agar peserta tidak dipungut bila memanfaatkan haknya untuk

mendapatkan pelayanan. Sementara BPJS Kesehatantelah menyiapkan petugas

disetiap Rumah Sakit agar dapat mengawal dan mendampingi serta memberika

pelayanan kepada peserta dalam memanfaatkan haknya untuk berobat di fasilitas

kesehatan yang ditunjuk.Adanya penerapan JKN ini, diharapkan tidak ada lagi

masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat miskin yang tidak berobat

kefasilitas pelayanan kesehatan ketika sakit karena tidak memiliki biaya.

Pelaksanaan JKN pada dasarnya merupakan amanat UU SJSN dan UU

BPJS, dimana jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan

agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang

yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Secara

sederhana, JKN yang dikembangkan oleh pemerintah merupakan bagian dari

SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan

(34)

semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang

dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat selama

enam bulan di Indonesia dan telah membayar premi.

Undang-undang SJSN secara fundamental telah mengubah kewajiban

negara dalam memberikan jaminan kesehatan menjadi kewajiban rakyat. Hak

rakyat diubah menjadi kewajiban rakyat. Konsekuensinya, rakyat kehilangan

haknya untuk mendapatkan jaminan kesehatan yang seharusnya dipenuhi oleh

negara. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat

(2) UUD 1945 yang mengamanahkan jaminan sosial, jaminan kesehatan, sebagai

hak warga negara yang menjadi kewajiban negara untuk mewujudkannya.

Besaran premi sendiri berbeda-beda tergantung fasilitas yang dijanjikan oleh

perusahaan asuransi komersial. Semakin tinggi iuran (premi) yang dibayarkan

maka semakin bagus kelas pelayanan kesehatan yang akan diperoleh peserta.

Perbedaannya, kepesertaan asuransi lainnya hanya bersifat sukarela sementara

JKN ini bersifat wajib bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang dirasakan sangat

membebani masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin yang tidak mampu

membayar premi bulanan sehingga tidak tertanggung dalam data pengguna BPJS,

disamping sanksi administratif berupa denda keterlambatan pembayaran premi.

Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf g Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan

Konsumen), dimana konsumen berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara

benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Meskipun di dalam ketentuan Pasal 17

(35)

oleh Pemerintah (selanjutnya disebut sebagai Penerima Bantuan Iuran), hak

tersebut tidak langsung diberikan kepada rakyat, tetapi dibayarkan kepada pihak

ketiga, yakni dalam hal ini BPJS, sehingga realitasnya, karena uang tersebut

diambil dari pajak, rakyat diwajibkan membiayai layanan kesehatan diri mereka

dan sesama rakyat lainnya. Tidak adayang gratis untuk rakyat. Justru rakyat

wajib membayar iuran, baik sakit maupun tidak, dipakai maupun tidak dipakai,

mereka tetap harus membayar iuran premi bulanan. Oleh karena itu perlu adanya

sosialisasi menyeluruh kepada masyarakat, mengingat kedudukan masyarakat

sebagai konsumen pengguna jasa JKN berhak untuk mendapatkan informasi yang

benar, jelas, dan jujur.

Besaran premi sendiri berbeda-beda tergantung fasilitas yang dijanjikan oleh

perusahaan asuransi komersial. Semakin tinggi iuran (premi) yang dibayarkan

maka semakin bagus kelas pelayanan kesehatan yang akan diperoleh peserta.

Perbedaannya, kepesertaan asuransi lainnya hanya bersifat sukarela sementara

JKN ini bersifat wajib bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang dirasakan sangat

membebani masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin yang tidak mampu

membayar premi bulanan sehingga tidak tertanggung dalam data pengguna BPJS,

disamping sanksi administratif berupa denda keterlambatan pembayaran premi.

Perlindungan sosial adalah segala bentuk kebijakan dan intervensi publik

yang dilakukan untuk merespon bergam resiko, kerentanan dan kesengsaraan,

baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, terutamaa yang dialami oleh

mereka yang hidup dalam kemiskinan. Karakter atau nuansa “publik” dalam

(36)

pengelolaan sumber daya berdasarkan prinsip gotong royong dan kebersamaan,

yang dilakukan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah, non-pemerintah, maupun

kombinasi dari kedua sektor tersebut.63

Perlindungan sosial mencakup lima elemen utama, yaitu pasar tenaga

kerja, asuransi sosial, bantuan sosial, skema mikro dan berbasis komunitas, serta

perlindungan anak. Semua elemen ini sebenarnya sudah terdapat dan tercakup

oleh BPJS Kesehatan.64

63

Edi Suharto, Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia: Menggagas Model

Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 42. 64

Ibid., hlm. 45.

Dari aspek pasar tenaga kerja, BPJS Kesehatan memfasilitasi pekerjaan

dan mempromosikan operasi pasar kerja yang efisien. Populasi pekerjaan menjadi

sasaran utama dalam BPJS Kesehatan ini. Dari aspek asuransi sosial, BPJS

Kesehatan telah menerapkan skema tersebut. Peserta BPJS Kesehatan

memperoleh perlindungan sosial berdasarkan kontribusinya yang berupa premi

atau iuran. Dari aspek bantuan sosial, BPJS Kesehatan merupakan pelayanan

kesejahteraan yang memberikan pelayanan sosial dalam bidang kesehatan. Dari

segi skema mikro berbasis komunitas, BPJS Kesehatan memberikan jaminan

sosial kepada masyarakat. BPJS merespon skala kerentanan dalam komunitas

masyarakat, yang mana BPJS Kesehatan memberikan perlindungan kesehatan

kepada orang-orang yang rentan, seperti fakir miskin dan orang cacat. Dan yang

terakhir dari aspek perlindungan anak, BPJS Kesehatan memberikan jaminan

kesehatan bagi anak di keluarga peserta BPJS Kesehatan, serta mendapatkan

(37)

Tanggung jawabnya sebagai pelaksana amanat undang-undang, tanggung

jawab BPJS Kesehatan cukup berat, selain tanggung jawab sosial yang memang

menjadi roh utama, BPJS Kesehatan harus menjalankan beberapa tugas lain, agar

keberlangsungan dan profesionalitas tetap terjaga, diantaranya :65

1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.

2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.

3. Menerima bantuan iuran dari pemerintah.

4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta.

5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan social.

6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai

dengan ketentuan program jaminan sosial.

7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial

kepada peserta dan masyarakat.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan wajib membayar fasilitas

kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima

belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada

fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan

dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar

tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan

ataubesaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran

atas program JKN yang diberikan. Asosiasi fasilitas kesehatan ditetapkan oleh

Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa

(38)

manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: peserta yang

menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat

meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau

membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan

biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut

dengan iuran biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi

peserta PBI. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya,

BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan

pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai

dengan 31 Desember).

Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada

Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun

berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif

melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa

cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli

tahun berikutnya.66

C. Kendala BPJS Kesehatan untuk Memberikan Pelayanan dalam

Kerangka Perlindungan Pasien

Sejak digulirkan pada awal Januari 2014, program BPJS Kesehatan

menuai banyak pro dan kontra. Program yang dimaksudkan untuk memberikan

layanan kesehatan secara cuma-cuma kepada masyarakat Indonesia ini dinilai

(39)

belum memberikan hasil yang diharapkan.Masih banyak muncul keluhan di

masyarakat terutama terkait pelayanan yang masih belum optimal.

Salah satu yangmenjadi kendala yang dihadapi pada pelaksanaan BPJS

Kesehatan pada tahun 2014 adalah:

1. Jumlahfaslitas pelayanan kesehatan yang kurang mencukupi dan

persebarannya kurang merata khususnya bagiDaerah Terpencil Perbatasan dan

Kepulauan (DTPK) dengan tingkat utilisasi yang rendah

akibat kondisigeografis dan tidak memadainya fasilitas kesehatan pada daerah

tersebut.

2. Jumlah tenaga kesehatan yangada masih kurang dari jumlah yang dibutuhkan.

3. Untuk pekerja sektor informal nantinya akan mengalamikesulitan dalam

penarikan iurannya setiap bulan karena pada sektor tersebut belum ada badan

atau lembagayang menaungi sehingga akan memyulitkan dalam penarikan

iuran di sektor tersebut.

4. Permasalahan masih didominasi ketidaksiapan pemerintah dan BPJS

Kesehatan sebelumnya bernama PT Askes (Persero) dalam menyelenggarakan

jaminan sosial bagi masyarakat Keterlambatan pembuatan regulasi operasional

seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan

Peraturan Menteri Kesehatan berkontribusi, sehingga menimbulkan masalah

di lapangan.

5. Kekurangan sumberdaya manusia (SDM) seperti tenaga medis, perekam

medis dengan coding INA-CBG’s, perekam medik dan dokter harus paham

(40)

Related Health Problems 9 ( ICD 9) dan ICD 10. Para perekam medik harus

terampil dalam membuat klarifikasi penyakit dan tindakan sesuai dengan ICD

9 dan ICD 10 sistem BPJS dengan cepat dan tepat.

6. Permasalahan akantimbul pada penerima PBI karena data banyak yang tidak

sesuai antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga data penduduk tidak

mampu tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.67

Selama beroperasi, BPJS Kesehatan mengalami banyak masalah, terutama

terkait warga miskin yang menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI). Salah

satu masalah yang mencolok adalah buruknya pelayanan kesehatan yang dialami

oleh pasien BPJS Kesehatan. Misalnya, masalah yang dialami oleh suami Ibu Iing

(Siti Jamilah), anggota serikat perjuangan rakyat Indonesia (SPRI), sebuah

organisasi rakyat miskin.68 Suami Ibu Iing terlambat didiagnosa menderita

penyakit jantung, sehingga akhirnya meninggal dunia.Almarhum baru menerima

diagnosa yang tepat setelah menerima berbagai diagnosa lain yang tidak tepat.

Pasalnya, pihak RS enggan menggunakan alat yang tepat dalam melakukan

diagnosa. Baru pada diagnosa yang kesekian, di RS yang kesekian, dengan

menggunakan alat yang disebut “teropong”, akhirnya diketahui fungsi jantung

almarhum sudah menurun hingga hanya 30 persen. Tindakan yang harus

dilakukan adalah operasi pemasangan ring pada jantung almarhum dengan resiko

kematian yang besar. Peristiwa ini pun berujung pada meninggalnya suami Ibu

Iing.69

67

http://www.academia.edu/7324072/BPJS_TUGAS (diakses tanggal 1 Maret 2016).

(41)

Masalah lain adalah penolakan pasien PBI oleh RS dengan alasan

ketiadaan ruang rawat inap kelas III. Dalam Perpres Nomor 111 Tahun 2013

Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang

Jaminan Kesehatan, manfaat kelas ruang perawatan yang bisa didapat pasien PBI

adalah ruang perawatan kelas III.70

Kebohongan serupa juga ada saat pengambilan obat. Seringkali awalnya

dikatakan bahwa obat tertentu yang dibutuhkan tidak bisa diklaim. Namun,

setelah ditekan, baru diakui bahwa obat tersebut sebenarnya bisa diklaim.Sistem

tarifBPJS Kesehatan diatur dalam Permenkes Nomor 59 Tahun 2014 Tentang

Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan

Kesehatan. Di situ, dilihat bahwa BPJS Kesehatan menerapkan sistem tarif yang

berbeda untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan

rujukan tingkat lanjutan (FKRTL).

Meski penolakan ini bisa disebabkan oleh

karena kamarnya memang tidak ada. Tetapi, bisa juga kamarnya sebenarnya ada,

namun pihak RS berbohong, karena enggan fasilitasnya dipakai oleh pasien PBI.

Pihak RS memang sering berbohong tentang ketersediaan ruang rawat inap bagi

pasien BPJS Kesehatan. Karena itu, ketika mengadvokasi pasien BPJS Kesehatan

yang membutuhkan ruang rawat inap, organiser SPRI biasanya memeriksa sendiri

ke seluruh lantai RS apakah ada kamar yang kosong atau tidak.

71

Beberapa polemik tersebut, misalnya BPJS tidak mengganti seluruh klaim

kesehatan seperti Jamkesmas,Jamkesda, maupun Kartu Jakarta Sehat.

70

Perpres Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan .

71

(42)

Diberlakukannya JKN tersebut, berimbas pada dihapuskannya jaminan persalinan

(Jampersal), turunnya mutu pelayanan baik dari segi pemeriksaan hingga

pemberian obat maupun pelaksanaan rawat inap. Pelayanan Puskesmas dan klinik

yang ditunjuk sebagai penyedia JKN juga belum memadai. Program JKN ini

mengharuskan masyarakat untuk membayar premi atau iuran kepada BPJS.

Berdasarkan Pasal 1 angka 13 PP Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan

Kesehatan (PP Jaminan Kesehatan), yang dimaksud dengan iuranjaminan

kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta,

pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Penegasan

untuk membayar sejumlahiuran jaminan kesehatan telah diatur secarajelas di

dalam Pasal 17 ayat (1) UU SJSN, yang berbunyi “setiap peserta wajib membayar

iuranyang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah

nominal tertentu”. Selanjutnya Pasal 17 ayat (2) UU SJSN menyatakan bahwa

setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran

yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara

berkala.72

Pasal 17 ayat (3) UU SJSN menyatakan bahwa besarnya iuran ditetapkan

untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial,

ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak. Lebih lanjut keharusan

membayar iuran juga dinyatakan secara tegas dalam Pasal 11 ayat (4) PP Jaminan

Kesehatan, yang menyatakan bahwa setiap orang bukan pekerja wajib

72

(43)

mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta jaminan kesehatan

kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.

Keharusan membayar iuran merupakan bagian dari penerapan prinsip

asuransi sosial dan prinsip ekuitas dalam jaminan kesehatan. Pasal 19 ayat (1) UU

SJSN menegaskan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Lebih lanjut yang

dimaksud prinsip asuransi sosial menurut Pasal 1 angka (3) UU SJSN, adalah

mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna

memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta

dan/atau anggota keluarganya. Sementara prinsip ekuitas dimaknai bahwa setiap

peserta yang membayar iuran akan mendapat pelayanan kesehatan sebanding

dengan iuran yang dibayarkan.Hal inilah yang menjadi polemik di masyarakat,

karena dianggap membebani masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin yang

tidak mampu membayar premi secara rutin. Bahkan apabila terlambat membayar

premi tersebut, peserta tidak akan diberikan layanan sebagaimana mestinya dan

dapat dikenai denda administratif sebesar 2% per bulan dari total iuran yang

tertunggak sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (4) PP Jaminan Kesehatan.

Polemik ini semakin menguat ketika dihadapkan dengan amanat UUD 1945

bahwa jaminan sosial seperti jaminan kesehatan merupakan suatu tanggung jawab

negara tanpa diskriminasi sehingga memungkinkan pengembangan diri secara

utuh sebagai manusia yang bermartabat.73

73

(44)

Setiap orang memilikirisiko jatuh sakit dan membutuhkan biaya cukup besar

ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

penyakit yang kronis atau tergolong berat. Untuk memberikan keringanan biaya,

pemerintah mengeluarkan program JKN. Program pelayanan kesehatan yang

merata dan tidak diskriminatif, diatur dalam SJSN, kemudian diimplementasikan

ke dalam UU BPJS. Kedua aturan itu, dimaksudkan untuk menjamin pemerataan

dan keadilan serta kemandirian masyarakat.

Pada bidang kesehatan akan dikelola dan dilaksanakan BPJS Kesehatan,

yang merupakan transformasi PT Askes (Persero) dan bidang jaminan hari tua,

dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan, yang merupakan transformasi PT Jamsostek

(Persero). Dalam kwartal pertama pelaksanaan JKN yang dioperatoriBPJS

Kesehatan, memang sudah berjalan relatif baik. Namun upaya reformasi program

jaminan sosial untuk memberikan perlindungan sosial bagiseluruh rakyat

Indonesia, masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan di lapangan.

Sebagaisuatu sistem yang besar dan baru berlangsung dalam tempo yang masih

relative singkat, implementasi BPJS terutama BPJS Kesehatan masih jauh

darisempurna.

Monitoring dan evaluasi yang telah lakukan oleh berbagai pihak, khususnya

DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) yang telah diberikan mandat oleh

konstitusi untuk melakukan monitoring dan evaluasi, banyak permasalahan di

lapangan. Permasalahan ini harus dipahamisebagai koreksi positif bagiBPJS.

(45)

operasional yang harus dibenahi dan disempurnakan. Karena kalau tidak, SJSN ini

akan rapuh.

Penerapan pelayanan berjenjang, sistem kapitasi, dan standarisasi

penggunaan obat mutlak dilakukan agar sistem asuransi kesehatan sosial berjalan

baik. Sejak dioperasionalkan 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan memiliki beragam

permasalahan, banyak aspek yang belum matang dan menjadi persoalan.

Kurangnya sosialisasi dan perubahan struktur di dalam BPJS dinilai menjadi

penyebab munculnya permasalahan tersebut. Padahal, BPJS Kesehatan sangat

dibutuhkan dan harus tetap dilaksanakan. Masalah itu justru muncul pada unsur

pengaplikasiannya, seperti dirumah sakit tersier, khususnya pada aspek rujukan,

biaya, dan kepersertaan BPJS. Banyak masyarakat yang belum tahu teknis

mendapatkan pelayanan sesuai dengan aturan main BPJS Kesehatan.

Diberlakukannya BPJS Kesehatan, masyarakat yang akan berobat ke rumah

sakit umum pemerintah dengan kartu BPJS harus mendapat rujukan dari dokter,

klinik/puskesmas, atau rumah sakit umum daerah Kebanyakan masyarakat belum

tahu mengenaisistem rujukan. Inilah yang menjadi persoalan, ketika sudah datang

ke rumah sakit tersier pasien akan dilayani jika sudah mendapatkan rujukan dari

peyanan kesehatan primer. Sistem rujukan sudah diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 001/2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Perorangan (PMK). Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan

kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab yang timbal balik

terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti

(46)

horizontal dalam arti unit-unit yang setingkat kemampuannya. Sistem rujukan

mengatur alur dari mana dan harus ke mana seseorang yang mempunyai masalah

kesehatan tertentu untuk memeriksakan masalah kesehatannya. Sistem ini

diharapkan semua memperoleh keuntungan.74

Pelayanan kesehatan (health provider), mendorong jenjang karier tenaga

kesehatan, selain meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan, serta

meringankan beban tugas. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan

secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan

tingkat pertama, peserta dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti

puskesmas, klinik, atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu peserta BPJS

Kesehatan. Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis,

maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau fasilitas

kesehatan sekunder. Pelayanan kesehatan di tingkat ini hanya bisa diberikan jika

peserta mendapat rujukan darifasilitas primer. Rujukan ini hanya diberikan jika

pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik dan fasilitas kesehatan

primer yang ditunjuk untuk melayani peserta, tidak dapat memberikan pelayanan

kesehatan sesuai dengan kebutuhan peserta karena keterbatasan fasilitas,

pelayanan, dan atau ketenagaan. Jika penyakit peserta masih belum dapat Misalnya, pemerintah sebagai

penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh di

antaranya, membantu penghematan dana dan memperjelas sistem pelayanan

kesehatan. Bagi masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan akan meringankan

biaya pengobatan karena pelayanan yang diperoleh sangat mudah.

74

(47)

tertangani difasilitas kesehatan sekunder, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas

kesehatan tersier. Disini, peserta akan mendapatkan penanganan dari dokter

spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan

sub-spesialiastik.

Peserta JKN harus mengikutisistem rujukan yang ada. Sakit apa pun,

kecuali dalam keadaan darurat, harus berobat ke fasilitas kesehatan primer, tidak

boleh langsung ke rumah sakit atau dokter spesialis. Jika ini dilanggar peserta

harus bayar sendiri. Namun realitas di lapangan tak semudah membalikkan

telapak tangan. Perpindahan jaminan kesehatan ini banyak mengalami kendala.

Sistem rujukan pasien dirasakan masih tidak efektif dan efisien, masih banyak

masyarakat belum mendapat menjangkau pelayanan kesehatan, akibatnya terjadi

penumpukan pasien yang luar biasa di rumah sakit besar tertentu.

Pemahaman masyarakat tentang alur rujukan sangat rendah sehingga

mereka tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya. Pasien menganggap

sistem rujukan birokrasinya cukup rumit, sehingga pasien langsung merujuk

dirinya sendiri untuk mendapatkan kesehatan tingkat kedua atau ketiga. Keluhan

lain terkait sistem rujukan BPJS yang dirasakan adalah ketidaksiapan tenaga

kesehatan dan kurangnya fasilitas di layanan kesehatan primer, kasus yang

seharusnya dapat ditangani di layanan primer/sekunder tetapi langsung dirujuk ke

rumah sakit tersier. Lain halnya dengan keluhan PNS, di mana jika rujukan harus

melalui puskesmas sementara mereka harus bekerja. Lamanya proses pengurusan

tersebut menghabiskan jam kerja para PNS. Sistem rujukan seharusnya tidak

(48)

namun juga layanan primer lain, misalnya klinik tempat pekerja tersebut. Kasus

lain yang menuai protes program JKN adalah mutasi peserta Jamsostek ke BPJS,

seorang manula gagal mendapat pelayanan perawatan kesehatannya karena salah

satu rumah sakit swasta yang sebelumnya merupakan rujukan Jamsostek

menolaknya.

Seharusnya ada masa transisi yang memberi peluang penerapan sistem tidak

secara kaku. Masyarakat yang tinggal di kepulauan juga menjadi korban

kurangnya sosialisasi mengenaisistem rujukan pada BPJS. Perjalanan jauh yang

telah ditempuh dengan menyeberangi pulau dan biaya tidak sedikit menjadisia-sia

karena rumah sakit terpaksa menolak pasien. Pelayanan rujukan juga

menjadisesuatu yang rumit di daerah seperti Papua.

Banyak daerah yang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan darat, sehingga

diperlukan heli-ambulans untuk mengangkut pasien gawat atau pasien rujukan.

Namun fasilitas ini tidak tersedia diBPJS. Tidak jarang juga penolakan oleh

rumah sakit dilakukan karena ruangan benar-benar penuh. Ini tentu saja

menyebabkan mutu pelayanan rumah sakit jadi menurun. Seharusnya pasien

tersebut dapat dirujuk ke rumah sakit lain yang setingkat. Namun ada banyak

rumah sakit yang menolak (swasta) atau belum siap (swasta dan pemerintah)

untuk bekerjasama dengan BPJS.

Menjamin berjalannya sistem rujukan berjenjang BPJS maka perlu

dilakukan langkah-langkah yaitu sosialisasi yang terus-menerus guna

(49)

masyarakat menilaisistem rujukan terkesan berbelit-belit ini dipicu oleh

keengganan masyarakat untuk antre di layanan primer seperti Puskesmas.

Pembenahan sarana dan prasarana yang memadai dis

Referensi

Dokumen terkait

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut dengan BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui efektivitas sosialisasi JKN yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten

JUDUL PENELITTAN : TANGGUNG GUGAT BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN (BPJS) KESEHATAN ATAS KERUGIAN YANG DIALAMI OLEH PENGGUNA JASA BPJS KESEHATANa. NAMA

Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjaannya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang

mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran. mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai Peserta BPJS

40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN.2 Respons Terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan UU BPJS Nomor 24 tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Prinsip Prinsip Penyelenggaraan Dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional JKN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan BPJS Kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip

Juga, amendemen keempat yang disetujui pada 10 Agustus 2002, khususnya revisi klausul kesejahteraan sosial, dimana pemerintah bertanggung jawab untuk mengembangkan sistem jaminan sosial