• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KONSEP ISLAM TENTANG SIFAT DAN TANGGUNGJAWAB

C. Tanggungjawab Orangtua Dalam Mendidik Anak

2. Tanggung Jawab pendidikan Moral

Banyak orang tua yang merasa sedih, kecewa. Resah dan menyesali sikap dan perilaku anak-anaknya. Betapa tidak? Buah hati yang mereka asuh dan sayangi sejak kecil tiba-tiba menjadi seorang pembangkang. Setiap nasehat, perintah dan larangan menjadi angin lalu. Masuk ke telinga kanan langsung ke telinga kiri. Anak-anak tidak menampakkan wajah manis dan santun. Kecemasan dan rasa takut orang tua mencapai puncaknya ketika anak mulai beranjak dewasa. Tingkah lakunya tidak lagi terkendali. Pola pergaulannya pun tak tentu arah. Bentuk-bentuk kenakalan berubah menjadi tindakan kejahatan yang tidak hanya meresahkan orang tua, tapi juga masyarakat dan negara. Para orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak-anak untuk kebaikan dan membekali mereka dengan pendidikan moral.

Maksud pendidikan moral adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebisaan oleh

40

Ibid., h. 347 41

Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Dari Tarbiyatul

Aulad fi al-Islam, oleh Saifullah Kamalie, Heri Noer Ali,(Semarang: Penerbit Asy-Syifa, 1998) h.151

anak sejak masa analisa hingga ia menjadi seorang mukallaf, pemuda yang mengarungi lautan kehidupan.

Tidak diragukan lagi bahwa keutamaan-keutamaan moral, perangai dan tabiat merupakan salah satu buah iman yang mendalam, dan perkembangan religius yang benar.

Jika sejak masa kanak-kanaknya, anak tumbuh berkembang dengan berpijak pada landsan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu takut, ingat, bersandar, meminta pertolongan dan berserah diri kepada-Nya, ia akan memiliki potensi dan respons secara instingtif di dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping terbiasa melakukan akhlak mulia. Sebab, benteng pertahanan religius yang berakar pada hati sanubarinya, kebiasaan mengingat Allah yang telah dihayati dalam dirinya dan introspeksi diri yang telah menguasai seluruh pikiran dan perasaannya, telah memisakan anak dari sifat-sifat negatif, kebiasaan-kebiasaan dosa dan tradisi-tradisi jahiliyyah yang rusak. Bahkan penerimaannya terhadap setiap kebaikan akan menjadi salah satu kebiasaan dan kesenangannya terhadap keutamaan, dan kemuliaan akan menjadi akhlak dan sifat yang paling menonjol.

Hal ini telah dibuktikan oleh berhasilnya eksperimen secara praktis yang dilakukan oleh kebnyakan orang tua beragama bersama anak-anaknya, dan kebanyakan pendidik bersama murid-muridnya.

Jika pendidik anak jauh daripada akidah Islam, terlepas dari arahan religius tidak berhubungan dengan Allah, maka tidak dirgukan lagi bahwa anak akan tumbuh dewasa di atas dasar kefsikan, penyimpangan, kesesatan dan kekafiran. Bahkan ia akan mengikuti hawa nafsu dan bergerak dengan motor nafsu negatif dan bisikan-bisikan setan, sesuai dengan tabiat, fisik, keinginan, dan tuntutannya yang rendah.

Kalau tabiat fisik itu termasuk tipe yang pasif dan menyerah, maka ia akan hidup sebagai orang yang bodoh dan dungu. Hidupnya seperti mati, bahkan keberadaannya seperti tidak ada. Tiada seorang pun yang merasa perlu akan hidup, dan kematiannya tidak akan mempunyai arti apapun. Keadaannya ini seprti orang yang digambarkan oleh seorang pujangga:

Itulah orang yang jika hidupnya tidak dimanfaatkan, dan jika mati tidak akan ditangisi oleh krabatnya.

Kemudian, jika sifat-sifat kebinatangan dapat mengalahkan dirinya, dengan sendirinya ia akan mengejar segala kesenangan dan kelezatan dengan jalan apa saja, sekalipun jalan haram ia tidak akan merasa malu melakukannya, bahklan hati dan akalnya tidak akan menghalanginya. Abu Nawas pernah berdendang :

Dunia ini hanya berisi makan-makan, minum-minum dan mabuk-mabukan. Sekiranya engkau tinggalkan semua itu, maka akan selamatlah dunia ini.42

Pendidikan akhlak merupakan tanggung jawab para orang tua dan guru.untuk mensukseskan pendidikan akhlak ini, seorang anak selayaknya menemukan teladan baik dihadapannya, bailk di rumah maupun di sekolah. Sehingga, teladan tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupannya. Oleh karena itu, keluarga dan sekolah memiliki tanggung jawab yang sangat benar terhadap pendidikan moralitas anak. Berikut ini beberapa program yang diusulkan tentang pendidikan akhlak yuang diterapkan pada anak. Program tersebut adalah:

1. Melatih anak melaksanakan berbagai kewajibannya dengan penuh ketaatan, seperti: sholat pada waktunya dan bersedekah pada pakir miskin.

2. Berbincang-bincang dengan anak tentang ketaatan kepada orang tua, karena keridhaan orang tua merupakan jalan menuju surga. Mengajarkan anak tentang bagaimana cara menghormati orang dewasa,43 jangan sekali-kali berbicara sesuka hati kita. Jagalah perkataan kita agar tidak menyakiti hatinya. Bila kita duduk bersamanya jangan sekali-kali kita duduk di tempat yang lebih tinggi dari pada mereka dan jangan pula memakai celana dalam pendek karena perbuatan seperti itu tidak sopan.44 menyambung tali silaturrohim terhadap kerabat dekat, karena silaturahim termasuk diantara prilaku-prilaku mulia yang dianjurkan dalam Islam. Kemudian, menjelaskan

42

Ibid., 174-175. 43

Musthafa, op. Cit., h.27.

44Ny.H.Hadiyah Salim,”Tuntunan Akhlak bagi Anak-anak Muslim”,(Bandung: Sinar Baru,1992) h. 11

kepada anak tentang bagai mana caranya mengasihi orang yang lebih kecil dan lemah, seperti mengasihi pembantu, orang miskin, anak yatim dan binatang.

3. Memberitahu anak tentang perbedaan antara perkara yang halal dan perkara yang haram. Menyebutkan contoh-contoh praktis dari kehidupan nyata yang berkaitan dengan perkara-perkara yang dihalalkan dan diharamkan dalam pandangan Islam.

4. Tidak berlebih-lebihan dalam memanjakan anak dan dalam memenuhi keinginan-keinginannya. Perlu diketahui bahwa anak pada usia yang masih muda ini membutuhkan bimbingan dan pengarahan yang jauh dari kekerasan. 5. Menjelaskan bahaya berbohong,45 sebab sesungguhnya dusta itu adalah perbuatan yang buruk dan tercela. Janganlah engkau berdusta untuk memperoleh nama baik dikalangan teman-teman dan gurumu. Bila engkau sudah terbiasa berdusta, maka teman-temanmu tidak akan mempercayaimu, sekalipun apa yang engkau sampaikan itu adalah benar.46 Menjelaskan bahaya mencuri dan prilaku-prilaku jahat lainnya yang dapat menjerumuskan masa depan anak kejurang kesesatan dan kenistaan.

6. Melatih anak untuk menghormati hak-hak orang lain dan tidak bersikap lancang terhadap barang-barang pribadi yang dimiliki sodara-sodaranya di rumah, sahabat-sahabatnya disekolah, teman-temannya disekitar rumahnya dan seterusnya.

7. Membiasakan anak untuk tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai kesulitan. Sehingga, pada saat marah, ia tidak berbicara dengan kata-kata kasar atau menyakiti orang lain

8. Meltaih anak dengan berbagai sikap yang dapat menumbuhkan prilaku-prilaku positif di dalam dirinya. Sehingga, mampu mewujudkan ketenangan hati dalam dirinya, seperti keberanian, bukan sifat sombong atau pengecut. Juga, memperlihatkan sikap murah hati bukan sikap kikir atau berlebih-lebihan.

45

Musthafa, op. Cit., h.27. 46

Muhammad Syakir, kepada Anakku: Selamatkan Akhlakmu, Terj. Dari Washayal

aabaa’ lil abnaa’, oleh Ammy An-Nadlirah, Ummi Mujawazah Mahali, (jakarta: Gema Insani Press. 1994) h.41

9. Membiasakan anak untuk menjalin berbagai hubungan persaudaraan yang penuh kasih sayang dan dilandaskan karena Allah SWT dengan teman-temannya. Selalu bersama dengan mereka baik dalam kesenangan maupun kesedihan, dan bekerja sama dengan mereka dalam melakukan perbuatan-perbuatan kebaikan.47

Dan diantara kewajiban ayah terhadap anak-anaknya adalah mengajar mereka dengan etika sosial yang bisa membentuk dan menjernihkan pikiran serta meluruskan perasaan mereka.

Menurut ilmu jiwa, anak itu laksana lembaran kertas yang putih, bisa ditulis dengan kata apa saja, warna tinta apa saja dan dengan bahasa apa saja. Kertas putih itu bisa ditulis dengan tinta merah, biru, hijau, hitam dan lain-lain. Kertas putih itu bisa diisi dengan Bahasa Arab, Inggris, Jerman, Eropa, Melayu dan lain-lain. Kertas yang putih itu bisa dibubuhi untaian kata yang indah dan halus atau untaian kata yang jelek dan kotor.

Jiwa anak yang bagai kertas putih bisa menerima apa saja yang dituliskan kepadanya. Dan apabila ia telah ditulis sesuatu, itulah yang akan menjadi bagian dari bentuk dan esensinya.

Oleh karena itu, Islam sangat keras dan tegas dalam mengamanatkan pendidikan akhlak bagi anak. Karena, permulaan pendidikan bagi anak adalah dari keluarga, bukan dari sekolah dan bukan dari jalanan.48

Dokumen terkait