• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PENGELOLAAN

D. Tanggung Jawab Pengelola Koperasi Dalam Pengelolaan

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Koperasi sebagai badan usaha yang berbadan hukum walaupun kedudukannya sebagai subjek hukum, tetapi bukanlah makhluk hidup seperti manusia melainkan tetap merupakan sebagai badan hukum. Koperasi kehilangan daya berfikir dan kehendaknya serta tidak mempunyai central bewustzijn karena koperasi tidak dapat melakukan perbuatan- perbuatan hukum sendiri. Berbeda dengan manusia yang dapat bertindak sendiri, koperasi sekalipun sebagai badan hukum merupakan subjek hukum mandiri. Sehingga sebuah koperasi dalam hal pengelolaannya sangat menggantungkan dirinya terhadap organ yang ada didalamnya terutama terhadap pengurus.68

Manajemen yang baik adalah faktor yang paling penting untuk suksesnya sebuah koperasi. Dalam menerapkan manajemen, pengurus mempunyai tanggung jawab untuk merumuskan kebijaksanaan, menyetujui tanggung jawab untuk merumuskan kebijaksanaan, menyetujui rencana dan program, melimpahkan wewenang kepada manajer terkecuali bila dalam hak badan hukum dan anggaran dasar koperasi tertera untuk dilimpahkan kepada para anggota.

69

Pengurus mengakui tanggung jawabnya dan keperluannya untuk merumuskan kebijakan, menyetujui rencana dan program, melimpahkan wewenang kepada manajer, untuk melaksanakan dan mengembangkan program

67Ibid,

hlm 159

68

Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Op.Cit hlm 109

69

dan kebijakan manajer, antara lain akan mempunyai wewenang untuk mempekerjakan personil yang cakap sesuai dengan rencana dan kebijakan penggajian dan pengupahan yang telah disetujui, selanjutnya ia juga memiliki wewenang untuk menetapkan jadwal, mendidik, mengawasi dan jika perlu mengganti mereka.70

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, koperasi pada dasarnya memerlukan tenaga manager untuk menjalankan kegiatan usahanya. Peranan manajer dikaitkan dengan volume usaha, modal kerja dan fasilitas yang diatur oleh pengurus. Besar kecilnya volume usaha merupakan batas dan ukuran perlu tidaknya digunakan tenaga manajer. Bagi koperasi yang sederhana pengurus bertindak sebagai manajer.71

Namun dalam hal pengelolaan koperasi antara pengurus dan manajer memiliki peran dan tanggungjawab yang berbeda diantara keduanya. Pembagian kerja antara pengurus dan manajer tidak bisa dilepaskan dari permasalahan wewenang yang dimiliki oleh mereka masing-masing. Adanya kerja sama yang baik antara keduanya serta pembagian tugas dan wilayah kerja yang jelas antara manajer dan pengurus merupakan juga suatu hal yang sangat penting agar tidak terjadinya tugas yang tumpang tindih antara pengurus dan manajer.

72

Masalah peranan dari pengurus dan manajer atau pembagian tugas dan tanggung jawab antar pengurus dan manajer dalam suatu koperasi, akan digunakan pendekatan participative management atau management peran serta, yaitu suatu pendekatan manajemen yang melibatkan manajer bawahan dalam

70Ibid 71 Hendrojogi, Op.Cit hlm 159 72 Ibid

proses pengambilan keputusan. Pelaksanaan participative management yang berlandaskan pada shared authority dari pengurus dengan manajer puncak atau manajer atasan dengan manajer bawahannya, tidaklah berarti bahwa pengurus akan melimpahkan semua wewenangnya kepada manajer puncak atau manajer atasan melimpahkan semua wewenangnya dalam pengambilan keputusan kepada manajer bawahannya, melainkan menyertakan manajer bawahan dalam membuat

keputusan dalam memecahkan persoalan penting.73

Pada Pasal 58 Undang-Undang UU Koperasi telah mengatur secara umum tugas dan tanggung jawab pengurus yaitu mengelola koperasi berdasarkan anggaran dasar. Namun, meskipun pengurus telah memberikan wewenang dan kuasanya kepada pengelola untuk mengelola usahanya, tanggung jawab dari pengurus itu tidak berkurang terhadap pengelolaan koperasi dan usahanya. Meskipun demikian, maka dalam rangka usaha menghindari adanya tumpang tindih wewenang dan tanggung jawab antara pengurus dan manajer, dipandang perlu untuk mengadakan penjabaran lebih lanjut tentang pembagian tugas dan tanggung jawab antara pengurus dan manajer.74

Pada umumnya wewenang yang diberikan kepada manajer oleh pengurus seperti yang dijumpai pada banyak koperasi pada saat sekarang ini, berada dibawah garis batas rencana operasional dan dalam kenyataannya mereka lebih banyak hanya merupakan pelaksana saja dari kebijaksanaan yang telah dirumuskan oleh pengurus, padahal sebagai manajer usaha dia mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap keberhasilan usahanya. Mengingat besarnya

73Ibid

74

tanggung jawab dari manajer sebagai penerima pelimpahan wewenang dibidang pengelolaan usaha dari pengurus, maka perlu kiranya kepada manajer diberikan wewenang untuk berperan serta dalam menentukan sasaran dan dalam penyusunan rencana strategi bersama-sama dengan pengurus. Dengan demikian, maka ini berarti bahwa penentuan sasaran dan penyusunan rencana strategis

merupakan shared decision areas antara pengurus dan manajer puncak atau

eksekutif.75

Diberikannya peran serta kepada manajer dalam penentuan sasaran dan perencanaan strategi, maka makin besarlah tanggungjawab manajer. Karena itu seorang manajer harus mempunyai wawasan usaha yang luas, mampu melihat kekuatan dan kelemahan koperasi, mampu menangkap peluang usaha serta peka terhadap lingkungannya. Namun demikian, dalam berperan serta dalam penentuan sasaran dan penyusunan strategi, manajer harus tetap berpijak pada azas-azas koperasi. Bagi seorang eksekutif atau manajer dalam melakukan tugas usahanya memperhatikan unsur sosial yang tersirat dalam azas-azas koperasi, maka cara- cara yang ditempuhnya itu telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang diminta bagi pengelola suatu organisasi ekonomi yang berciri ganda, dalam arti bahwa pengelolaan usahanya telah diarahkan untuk tercapainya tujuan ekonomi, tanpa mengabaikan azas-azas koperasi dan unsur-unsur sosial yang terkandung dalam tubuh koperasi.76

Pengurus untuk tidak terlepas dari tanggung jawabnya, pengurus harus mengawasi pelaksanaan tugas-tugas manajer dalam pengelolaan usaha. Ini berarti

75Ibid,

hlm 166

76

bahwa pengurus berperan sebagai pengawas dalam rangka usaha menjaga kontinuitas usaha dan organisasi, yang dalam perseroan terbatas kira-kira dapat disamakan dengan peranan komisaris. Pengurus tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas pengelolaan usaha koperasi. Oleh karena itu dalam masalah penentuan sasaran dan penyusunan strategi perusahaan, pengurus adalah penanggung jawab utama (principal responbility), sedangkan manajer merupakan

penanggung jawab serta atau penanggung jawab kedua (secondary

responsibility).77

Wilayah pengambilan keputusan pengurus, yaitu :

Dengan menggunakan participative management sebagai metode

pendekatan manajemen seperti yang telah disebutkan di atas maka wewenang atau wilayah-wilayah pengambilan keputusan dari pengurus dan manajer dapat dijabarkan sebagai berikut :

78

1. Menentukan tujuan (goal), misi (mission), maksud (purpose), sasaran

(objective), rencana strategi (strategic planning), kebijaksanaan perusahaan

(business policy), serta mengawasi kegiatan pengelolaan usaha yang

dikuasakan kepada pengelola;

2. Komitmen keuangan jangka panjang, termasuk sumber dan jenis

permodalannya;

3. Menseleksi C.E.O (manajer) dan menetapkan gajinya;

4. Menentukan tugas-tugas dan tanggung jawab dari manjer;

5. Pengisian kekosongan pengurus dengan persetujuan rapat anggota;

77Ibid 78

6. Menunjuk akuntan publik luar (external public accountant) untuk melakukan audit (kecuali ada ketentuan lain dari anggaran dasar);

7. Mengadakan perubahan struktur keuangan dari permodalan;

8. Memberikan persetujuan atas perubahan perencanaan dan komitmen-

komitmen, kecuali anggaran dasar mentukan lain;

9. Memilih bank dimana koperasi akan menempatkan dananya dan perusahaan

asuransi dengan siapa koperasi akan mengadakan kerjasama;

10.Memberikan persetujuan purnakarya karyawan dan program-program

kesejahteraan karyawan.

Wilayah pengambilan keputusan manajer, yaitu :79

1. Bersama-sama dengan pengurus, berperan meningkatkan citra perusahaan,

terutama dalam rangka memenuhi tanggung jawab sosial;

2. Bersama-sama dengan pengurus berperan serta dalam penentuan sasaran dan

penyusunan strategi perusahaan/bidang usaha;

3. Menerjemahkan pernyataan atau pengarahan yang di peroleh dari decision

center tingkat atas kedalam sasaran-sasaran yang kongkret pada tingkat bawah;

4. Menyusun rencana dan mengambil keputusan-keputusan pada tingkat

perangkat operasi;

5. Memilih/menunjuk konsultan usaha untuk tingkatan operasional dalam hal

koperasi memerlukan konsultan;

6. Menetapkan tugas dari kepala divisi, kepala-kepala bagian;

79

7. Menyiapkan anggaran, tencana produksi dan pemasaran untuk disetujui oleh pengurus;

8. Menyeleksi calon-calon karyawan;

9. Menilai performance karyawan;

10.Mengadministir program-program kesejahteraan karyawan dan penentuan

gaji karyawan sesuai dengan skala gaji yang telah disetujui oleh pengurus; 11.Mengatur dan menjaga kondisi kerja karyawan.

Tanggung jawab yang sudah dijelaskan di atas harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh pengurus dan manajer selaku pengelola koperasi. Hal ini sejalan dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 60 UU Koperasi yang menyatakan bahwa setiap pengurus wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha koperasi. Pengurus bertanggung jawab atas pengurusan koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan koperasi kepada rapat anggota. Pada ayat-ayat selanjutnya disebutkan bahwa setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya. Pengurus yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian pada koperasi dapat digugat ke pengadilan oleh sejumlah anggota yang mewakili paling sedikit 1/5 anggota atas nama koperasi. Sehingga atas tindakan hukum yang dilakukan oleh pengurus yang disengaja atau sebagai akibat suatu kelalaian serta menimbulkan kerugian harus ditanggung oleh pengurus baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri dengan tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan.

BAB III

KEPAILITAN DALAM KOPERASI

A. Syarat Pailit Dalam Koperasi

Istilah pailit dijumpai dalam pembendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa perancis istilah faillite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya disebut dengan Le faili. Di dalam bahasa belanda dipergunakan istilah failit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Pada bahasa Inggris dipergunakan istilah to fail, dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah failure.80

Di negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah bankrupt dan bankruptcy. Terhadap perusahaan- perusahaan debitor yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan insolvensi. Pengertian kepailitan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang peristiwa pailit.81

R. Soekardono menyebutkan kepailitan adalah penyitaan umum atas harta kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihnya. Oleh sebab itu, balai harta peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan dan pemberesan boedel dari orang yang pailit. Siti Soemarti Hartono mengatakan kepailitan adalah suatu lembaga hukum dalam hukum perdata Eropah sebagai realisasi dari dua asas

80

Sunarmi, Hukum Kepailitan, PT Sofmedia, Medan, 2010 hlm 23

81

pokok dalam Hukum Perdata Eropah yang tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.82

Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, pengertian pailit dijumpai dalam Pasal 1 angka 1 yang menyebutkan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.83

Sehubungan dengan hal mengajukan kepailitan syarat-syarat kepailitan sangatlah penting karena bila permohonan kepailitan tidak memenuhi syarat, maka permohonan tersebut tidak akan dikabulkan oleh pengadilan niaga. Adapun syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU yaitu debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih kreditornya.84

Sebagaimana syarat adanya dua kreditor atau lebih (concursus

creditorum), syarat bahwa debitor harus mempunyai minimal dua kreditor, sangat terkait dengan filosofis lahirnya hukum kepailitan. Dengan demikian, adanya pranata hukum kepailitan, diharapkan pelunasan utang-utang debitor kepada kreditor-kreditor dapat dilakukan secara seimbang dan adil. Setiap kreditor mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan dari harta kekayaan debitor. Namun, debitor hanya mempunyai satu kreditor, maka seluruh harta

82Ibid, hlm 26 83Ibid , hlm 29 84

kekayaan debitor otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang debitor tersebut

dan tidak diperlukan pembagian secara pro rata dan pari passu. Dengan

demikian, jelas bahwa debitor tidak dapat dituntut pailit, jika debitor tersebut hanya mempunyai satu kreditor.85

Istilah kreditor juga sering kali menimbulkan multi tafsir. Apalagi di era Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, yang tidak memberikan defenisi terhadap kreditor. Secara umum, ada 3 macam kreditor yang dikenal dalam KUH Perdata yaitu sebagai berikut :86

1. Kreditor Konkuren

Kreditor konkuren ini diatur dalam Pasal 1132 KUH Perdata. Kreditor konkuren adalah para kreditor dengan hak pari passu dan pro rata, artinya para kreditor secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing- masing dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap seluruh harta kekayaan debitor tersebut. Dengan demikian, para kreditor konkuren mempunyai kedudukan yang sama atas pelunasan utang dari harta debitor tanpa ada yang didahulukan.

2. Kreditor Preferen (yang di istimewakan)

Kreditor preferen yaitu kreditor yang oleh undang-undang, semata-mata karena sifatnya piutangnya, mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditor preferen merupakan kreditor yang mempunyai hak istimewa, yaitu suatu hak yang oleh Undang-Undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga

85Ibid,

hlm 5

86

tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya (Pasal 1134 KUH Perdata).

3. Kreditor separatis

Kreditor separatis yaitu kreditor pemegang hak jaminan kebendaan in rem, yang dalam KUH Perdata disebut dengan nama gadai dan hipotek.

Sehubungan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 (undang- undang kepailitan yang lama), tidak terdapat definisi terhadap kreditor, namun dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sebagai pencabutan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 telah terdapat kepastian mengenai pengertian “kreditor”, bagian penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU memberikan defenisi kreditor yaitu yang dimaksud dengan kreditor dalam ayat ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis dan kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan.87

Dalam hal persyaratan yang mengatakan harus adanya utang, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tidak memberikan defenisi sama sekali mengenai utang. Oleh karena itu, telah menimbulkan penafsiran yang beraneka ragam dan para hakim juga menafsirkan utang dalam pengertian yang berbeda- beda. Kontroversi mengenai pengertian “utang”, akhirnya dapat disatuartikan dalam Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU, dimana utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang

87

Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang- undang dan wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.88

Defenisi utang disini tidak hanya meliputi utang yang timbul dari perjanjian utang-piutang atau perjanjian pinjam-meminjam, tetapi juga utang yang timbul karena Undang-Undang atau perjanjian yang dapat dinilai dengan sejumlah uang. Mengenai syarat bahwa harus telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor untuk memenuhi prestasinya. Syarat ini menunjukkan bahwa utang harus lahir

dari perikatan sempurna (adanya schuld dan haftung). Dengan demikian jelas

bahwa utang yang lahir dari perikatan alamiah tidak dapat dimajukan untuk permohonan pernyataan pailit.

89

Apabila syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU diatas telah dipenuhi, maka hakim akan menyatakan bahwa debitor pailit dan bukan dapat menyatakan pailit. Hal ini dilakukan mengingat ketentuan bahwa prosedur pembuktian yang berlaku adalah prosedur pembuktian yang sumir (Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU). Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU disebutkan bahwa yang dimaksud dengan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar, sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalilkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak

88Ibid,

hlm 9

89

menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.90

B. Prosedur Permohonan Pernyataan Pailit

Koperasi sendiri selaku badan hukum dapat dimohonkan kepailitannya apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU tersebut.

Kepailitan dan penundaan atau pengunduran pembayaran (surseance)

lazimnya dikaitkan dengan masalah utang piutang antara seseorang yang dapat disebut debitor dengan mereka yang mempunyai tagihan yang disebut kreditor. Dengan perkataan lain, antara debitor dan kreditor terjadi perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pijam meminjam uang tersebut, lahirlah suatu perikatan diantara para pihak. Sebab adanya perikatan maka masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Salah satu kewajiban dari debitor adalah mengembalikan utangnya sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan. Apabila kewajiban mengembalikan utang tersebut berjalan lancar sesuai dengan perjanjian tentu tidak merupakan masalah. Permasalahan akan timbul apabila debitor mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya tersebut. Dengan kata lain, debitor berhenti membayar utangnya. Keadaan berhenti membayar utang dapat terjadi karena tidak mampu membayar ataupun tidak mau membayar.91

Kedua penyebab tersebut tentu sama saja yaitu menimbulkan kerugian bagi kreditor yang bersangkutan. Di pihak lain, debitor akan mengalami kesulitan

90

Sunarmi , Op.Cit halaman 39

91

Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 dan Undang-Undang No 4 Tahun 1998 (Suatu Telaah Perbandingan), Alumni , Bandung , 2006 hlm 1

untuk melanjutkan langkah langkah selanjutnya terutama dalam hubungan dengan masalah keuangan. Salah satu cara untuk menyelesaikan utang piutang dengan jalur hukum antara lain melalui perdamaian, alternatif penyelesaian sengketa, penundaan kewajiban pembayaran utang dan kepailitan.92

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pailit selalu dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang (debitor) atas utang- utangnya yang telah jatuh waktu. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas maupun pihak ketiga (diluar debitor), suatu permohonan pernyataan pailit ke pengadilan. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan azas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitor. Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu putusan pernyataan pailit oleh hakim pengadilan, baik itu yang merupakan putusan mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan, pernyataan pailit merupakan suatu putusan pengadilan, maka sebelum adanya permohonan pernyataan dan putusan pailit oleh pengadilan, seorang debitor tidak dapat dinyatakan berada dalam keadaan pailit. Sebelum melakukan pengajuan permohonan pernyataan kepailitan ke pengadilan, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu persyaratan kepailitan dan pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit. Permohonan pernyataan kepailitan dapat diajukan, jika persyaratan kepailitan terpenuhi. Persyaratan

92

tersebut antara lain debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor, debitor itu tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.93

Menurut UUK dan PKPU, pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara permohonan kepailitan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor. Selanjutnya dimaksud pengadilan menurut UUK dan PKPU ini adalah pengadilan niaga yang merupakan pengkhususan pengadilan dibidang perniagaan yang dibentuk dalam lingkupan

peradilan umum.94 Seperti yang diatur dalam Pasal 1 angka 7 UUK dan PKPU

secara tegas menentukan bahwa “ pengadilan adalah pengadilan niaga dalam lingkungan peradilan umum”. Apabila diperhatikan Pasal 3 UUK dan PKPU, walaupun tidak secara eksplisit ditentukan, namun diketahui bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan ke pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor, adapun ketentuan mengenai hal ini sebagai berikut :95

1. Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan

dan atau diatur dalam undang-undang ini, diputuskan oleh pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor;

2. Dalam hal, debitor telah meninggalkan wilayah Republik Indonesia,

pengadilan yang berwenang menetapkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitor;

93

Nur Hidayah, Pertanggungjawaban Organ Yayasan Atas Pailitnya Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang yayasan,( Skripsi, Ilmu Hukum, USU, 2013), hlm 53

94

Rahayu Hartini, SH., M.Si. M.Hum, Hukum Kepailitan, Umm Press, Malang, 2008 hlm 71

95

3. Dalam hal, debitor adalah persero suatu firma, pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan firma tersebut juga berwenang untuk memutuskan;

4. Dalam hal, debitor tidak bertempat kedudukan dalam wilayah negara

Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya dalam wilayah negara Republik Indonesia, pengadilan yang berwenang memutuskan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia;

5. Dalam hal, debitor merupakan badan hukum, maka kedudukan hukumnya

adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.

Ketentuan tentang pengadilan yang berwenang untuk mengadili ini sejalan dengan Pasal 118 HIR yang menyatakan bahwa pengadilan pihak yang digugatlah yang berhak untuk memeriksa permohonan pernyataan pailit. Hal ini

dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi tergugat untuk membela diri.96

Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh seorang Advokat (Pasal 7 UUK dan PKPU). Prosedur permohonan pernyataan pailit sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UUK dan PKPU adalah sebagai berikut :97

1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan;

2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal

permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan

Dokumen terkait