TINJAUAN PUSTAKA A. Sekolah dalam Sistem Pendidikan
B. Tanggung jawab Penyelenggaraan Pendidikan Dalam Sistem Pendidikan Indonesia
Menurut Rifai (1986: 18) pendidikan merupakan investasi dalam pembangunan Indonesia. Jika menginginkan hasil yang diharapkan, maka
investasi itu harus dikelola sebaik-baiknya secara efektif yang benar-benar menuju kepada sasaran, dan secara efisien tanpa menghamburkan tenaga, waktu, dan budaya. Agar dapat terlaksana, diperlukan pendidikan nasional yang dapat dijadikan pedoman dan arah pendidikan nasional. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasiona l adalah pembangunan karakteristik manusia Indonesia yang diharapkan dapat dicapai mela lui pendidikan nasional.
Pada masa orde baru, penyelenggaraan pendidikan dikendalikan sistem birokrasi dengan proses yang panjang, mulai dari tingkat pusat, daerah, sampai pada tingkat satuan pendidikan. Pada saat itu, sekolah adalah bagian dari sistem birokrasi yang harus patuh pada ketentuan. Pengaturan penyelenggaraan pendidikan pada masa birokrasi dilakukan secara baku dengan pengaturan dari pusat birokrasi. Mulai dari perencanaan pendidikan, pelaksanaan pendidikan di sekolah termasuk persiapan mengajar, metode dan pendekatan mengajar, buku dan sarana pendidikan, sampai kepada penilaian pendidikan (dunia guru/index html#forum, 2 September 2006). Dengan kata lain, sekolah tidak diberikan kesempatan untuk mengatur sekolahnya. Kepala
sekolah tidak diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan mereka sendiri dalam mengelola sistem pendidikan untuk memecahkan berbagai permasalahan pendidikan yang sesuai dengan kondisi sekolahnya masing-masing. Para guru juga tidak diberikan kesempatan untuk berinisiatif atau berinovasi dalam melaksanakan pengajaran atau mengelola kegiatan belajar murid secara maksimal, karena metode mengajar dan teknik evaluasi diatur secara langsung dari pusat.
Pada masa orde baru, satu-satunya pihak yang berwenang untuk meminta pertanggungjawaban pendidikan dari sekolah adalah pemerintah pusat. Pada saat itu, pemerintah pusat melalui pemeriksa, pengawas atau penilik sekolah melakukan pengawasan dan meminta pertanggungjawaban sekolah mengenai proses pendidikan yang berlangsung di sekolah-sekolah. Jika terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh kepala sekolah atau guru- guru, maka diberikan sanksi administratif, seperti teguran resmi, penilaian melalui DPK(Daftar Penilaian Kerja), penundaan kenaikan gaji berkala, dan penundaan kenaikan pangkat.
Dalam era demokrasi dan partisipasi, pertanggungjawaban pendidikan tidak hanya terletak pada pemerintah, tetapi harus lebih banyak pada masyarakat sebagai stakeholder pendidikan (dunia guru/index, html# forum, 2 September 2006). Dewan pendidikan pada tingkat kabupaten/kota perlu menempatkan fungsinya sebagai wakil dari masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban atau hasil- hasil pendidikan dalam mencapai prestasi belajar murid- murid pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dewan
pendidikan dan komite sekolah tidak perlu melaksanakan kegiatan studi atau penilaian pendidikan, tetapi cukup dengan menggunakan data-data yang tersedia atau hasil- hasil penilaian yang sudah ada sebagai bahan untuk menyampaikan kepuasan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap Dinas Pendidikan atau kepada masing- masing sekolah. Menurut (dunia guru/index, html# forum, 2 September 2006) diperlukan suatu mekanisme akuntabilitas pendidikan yang dibentuk melalui surat peraturan daerah dibidang pendidikan. Menurut Nurkholis (2003: 115) peran dan fungsi departemen pendidikan di Indonesia pada era otonomi daerah sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 dalam penyelenggaraan pendidikan, menyebutkan bahwa tugas pemerintah pusat antara lain, menetapkan standar kompetensi siswa dan warga, pengaturan kurikulum nasional dan sistem penilaian hasil belajar, penetapan pedoman pelaksanaan pendidikan, penetapan pedoman pembiayaan pendidikan, penetapan persyaratan perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu, menjaga kesetaraan mutu antar daerah kabupaten/kota dan antar daerah propinsi agar tidak terjadi kesenjangan yang mencolok, menjaga keberlangsungan pembentukan bud i pekerti, semangat kebangsaan dan jiwa nasionalisme melalui program pendidikan. Pemerintah sebagai penanggungjawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut, sekolah tidak diperbolehkan untuk
berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis. Agar kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan dapat terlaksana oleh sekolah dan semua aktifitas sekolah ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik sehingga dapat belajar dengan baik, pemerintah perlu merumuskan pedoman tersebut terutama ditujukan untuk menjamin bahwa hasil pendidikan dapat terevalusi dengan baik, maka kebijakan pemerintah dilaksanakan secara efektif. Sekolah harus dioperasikan dalam kerangka yang disetujui pemerintah dan anggaran dibelanjakan sesuai tujuan.
Kesuksesan penyelenggaraan pendidikan dalam sistem pendidikan Indonesia, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga dibutuhkan peran serta pelaku pendidikan atau pihak sekolah dan masyarakat atau orang tua murid (Maryati, 2006: 37). Dengan melibatkan orang tua murid, sekolah memperoleh sumber tambahan, baik dalam dukungan penyelenggaraan pendidikan maupun sumber-sumber keuangan untuk pengembangan sekolah. Kebijakan dan program yang akan dilaksanakan harus mulai sebagai upaya pemberdayaan sekolah dan masyarakat sebagai pemilik dan ujung tombak pendidikan (Maryati, 2006: 37). Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan sistem pendidikan Indonesia diperlukan perubahan yang sangat mendasar, terlebih adalah mengubah paradigma yang dimiliki para pemegang kebijakan. Pergeseran paradigma dalam pengelolaan pendidikan adalah bahwa kepala sekolah dan guru-guru sebagai pengelola dan pelaksana pendidikan harus berintegrasi dengan
masyarakat. Menghidupkan kembali peran dan fungsi komite sekolah adalah sebagai jalan keluar yang efektif untuk melibatkan secara efektif orang tua murid. Bukanlah masalah yang mudah untuk menyadarkan orang tua murid tentang pentingnya partisipasi orang tua murid dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Dari uraian di atas, maka jelas pula bahwa tanggung jawab dala m penyelenggaraan pendidikan harus merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.