• Tidak ada hasil yang ditemukan

PT.TENANG JAYA SEJAHTERAH

A. Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkut Limbah

Tanggung jawab pada hakekatnya terdiri dari 2(dua) aspek, yaitu tanggung jawab yang bersifat kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya (responsibility) dan tanggung jawab ganti rugi (liability), yaitu kewajiban untuk

memberi ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.58

58

M.Husseyin Umar,Aspek Hukum Tanggung Jawab Dalam Pengangkutan Laut, Makalah pada Seminar Nasional Hukum Pelayaran Tanggal 17-18 Januari 1994 di Jakarta,hlm.1.

Didalam UU No.17 Tahun 2008 mengenai tanggung jawab pengangkut diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 43. Dalam Pasal 40 Ayat 1 menyatakan bahwa perusahaan angkutan diperairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan atau barang yang diangkutnya, Pasal 40 Ayat 2 menyatakan bahwa perusahaan angkutan diperairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.

Perusahan ekspedisi muatan dikenal dalam perjanjian pengangkutan barang.Perusahaan ekspedisi muatan digolongkan sebagai subjek hukum pengangkut karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang.

Mengenai pengertian tanggung jawab pengangkut menurut Pasal 468 KUHD menyatakan :

“Persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang yang harus diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.”

Menurut ketentuan tersebut dapat dilihat periode tanggung jawab pengangkut dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai penyerahannya kepada si penerima. Di samping itu pengangkut juga mempunyai kewajiban untuk menjaga keselamatan barang selama periode tersebut.

Selanjutnya dalam Pasal 468 Ayat 2 KUHD menyebutkan bahwa si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian, yang disebabkan karena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya, atau karena terjadi kerusakan pada barang.

Menurut KUHD Indonesia, perusahaan ekspedisi muatan adalah perusahaan yang kegiatan usahanya mencarikan pengangkut barang di darat atau diperairan untuk kepentingan pengirim. Perusahaan ekspedisi muatan wajib mencatat dalam buku catatan hariannya sifat, jumlah, dan harga barang yang harus diangkut(Pasal 86 KUHD).Perusahaan ekspedisi muatan harus menjamin pengirim barang dan barang yang diterimanya tiba dengan baik dengan mengindahkan segala upaya yang dapat digunakan untuk menyerahkan barang dengan baik(Pasal 87 KUHD).

Dengan adanya perjanjian maka akan timbul hak dan kewajiban bagi pihak pengangkut maupun pihak pengirim. Sesuai dengan hukum perikatan maka

masing-masing pihak yaitu pengangkut dan pengguna jasa angkutan mempunyai kewajiban untuk melakukan prestasi.

Seperti yang telah dikatakan didalam bab sebelumnya,kewajibanharus dipenuhi pihak yang berkewajiban.Kewajiban untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau untuk tidak melakukan sesuatu tersebut disebut dengan “prestasi”. Seperti telah dituliskan dalam Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa:

“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”

Dari rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata membagi jenis prestasi kedalam tiga macam “prestasi” yaitu:

1. Prestasi untuk melakukan sesuatu;

2. Prestasi untuk melakukan atau berbuat sesuatu;

3. Prestasi untuk tidak melakukan sesuatu.59

Selanjutnya dalam uraian sebelumnya juga telah dikatakan bahwa dalam suatu perikatan terlibat atau terikat dua pihak, yaitu “debitur” dan “kreditur” dimana debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan pada waktu yang ditentukan pula.Sedangakan kreditur adalah pihak yang berhak untuk memperoleh yang telah menjadi “prestasi”

59

Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja,Perikatan Pada Umumnya,PT.Raja Garfindo Pusaka,Jakarta,2004.,.hlm.97.

Kewajiban untuk melaksanakan prestasi tersebut memiliki dua unsur penting.Pertama berhubungan dengan persoalan tanggung jawab hukum atas pelaksanaan prestasi tersebut oleh pihak yang berkewajiban, dalam hal ini pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi di perjanjian yang telah disepakati adalah perusahaan pengangkut dimana perusahaan pengangkut limbah itu adalah PT.Trans Multi Cargo.

Hal kedua berkaitan dengan pertanggungjawaban pemenuhan kewajiban dari harta kekayaan pihak yang berkewajiban tersebut tanpa memperhatikan siapa pihak

yang berkewajiban untuk memenuhi kewajiban tersebut.60

Didalam perjanjian yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian tersebut.Dimana PT.Trans Multi Cargo sebagai perusahaan pengangkut limbah yang diberikan kewajiban untuk melaksanakan kewajiban yang telah diberikan.Dimana dalam perjanjian tersebut tepatnya pada pasal 3 yaitu “Hak dan

Pada umumnya dalam setiap perikatan, pemenuhan prestasi yang berhubungan dengan kedua hal tersebut terletak di pundak “debitur” dalam hal ini yang menjadi debitur adalah PT.TransMulti Cargo.Jadi setiap pihak yang berkewajiban untuk memenuhi perikatan, juga dapat dimintakan pertanggungjawaban untuk memenuhi kewajiban yang dibebankan padanya berdasarkan pada perjanjian yang disepakati diantara para pihak. Misalanya dalam perjanjian pengangkutan limbah ini, perusahaan pengangkut limbah dapat dimintakan pertanggungjawabannya oleh pihak lainnya yaitu kreditur untuk memenuhi kewajibannya.

60

Kewajiban Para Pihak”.Dimana PT.Trans Multi Cargo sebagai pihak kedua dalam perjanjian ini berkewajiban untuk.

“melakukan segala perbuatan, langkah, tindakan dan/atau prakarsa apapun yang diperlukan untuk memastikan bahwa jasa-jasa yang dilakukan mulai dari pengangkutan hingga pemanfaatan limbah telah memenuhi persyaratan dan segala perundang-undangan yang berlaku”.

Perusahaan pengangkutan diperairan juga bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang bawaan yang diangkutnya sejak naik kekapal sampai saat turun dari kapal.Perusahaan pengangkutan di perairan juga bertanggung jawab terhadap muatan kapal yang sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati (Pasal 40).

Tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 40 dapat timbul sebagai akibat pengoperasian kapal berupa:

a. Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;

b. Musnah, hilang,atau rusaknya barang yang diangkut;

c. Keterlambatan pengangkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut;

atau

d. Kerugian pihak ketiga.

Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada butir a-d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan pengangkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya. Perusahaan pengangkutan

perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan(Pasal 41)

Seperti halnya dalam perjanjian antara PT.Trans Multi Cargo dan PT.Ivo Mas Lubuk Gaung Dumai dimana dalam pasal 5 dalam perjanjian ini sebutkan mengenai aturan mengenai asuransi, dimana bunyi pasal tersebut sebagai berikut :

“PIHAK KEDUA wajib menyediakan asuransi pertanggung jawaban terhadap pihak ketiga untuk perjanjian kerjasama ini sekurang-kurangnya dalam jumlah yang disyaratkan oleh undang-undang yang berlaku.”

Dalam pengangkutan barang dimungkinkan terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik atau pengirim barang, kerugian tersebut dapat berupa berkurangnya jumlah barang, atau hal lain yang menimbulkan kerugian, kerusakan untuk itu dapat diajukan tuntutan ganti kerugian kepada pengangkut.

Terhadap tuntutan tersebut ada batas-batas tanggung jawab dari pengangkut.Masa tanggung jawab pengangkut menurut KUHD dimulai sejak barang-barang diterima hingga saat penyerahan (Pasal 468 KUHD) .

Dokumen pengangkutan merupakan perjanjian antara pengirim atau perusahaan ekspedisi muatan dengan pengangkut, yang memuat isi yang diperjanjikan antara pihak-pihak tentang berakhirnya pengangkutan, penggantian kerugian karena telah terjadi kelambatan dan lain-lain yang perlu (Pasal 90 KUHD).

Perusahaan ekspedisi muatan adalah pihak dalam perjanjian pemberian kuasa (keagenan) yang mengikatkan diri untuk mencari pengangkut bagi kepentingan pengirim, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar provisi (imbalan jasa) kepada perusahaan ekspedisi muatan atas jasanya. Ketentuan tersebut diatas menggambarkan betapa rumit dan beratnya tanggung jawab perusahaan ekspedisi muatan sebagi perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ekspedisi antara pengirim

dan perusahaan ekspedisi muatan.61

Terdapat 2(dua) faktor tanggung jawab, yaitu tanggung jawab secara relatif

mupun secara mutlak.62

1. Tanggung jawab secara relatif

Yaitu kerugian yang tidak dapat dicegah atau dihindarkan secara layak akibat dari badai/topan yang luar biasa sehingga kapal terkena karang, kandas dilaut, diluar kekuasaan pengangkut meskipun ia berusaha secara layak, air laut tetap masuk keruang palka kapal. Karena topan itu menjadi rusak atau hilang hingga alat mekanisme tidak dapat bekerja lagi. Selain dari itu, akibat tidak sempurnanya atau tidak memenuhi syarat baik pengemasannya, pemberian merek dan label sehingga orang yang dengan cepat, mencukupi kebutuhan waktu mendesak tidak dapat memperlakukan

61

Abdulkadir Muhammad,Hukum Perjanjian di Indonesia,PT.Alumni,Bandung,1986,72.

62

Soegijatna Tjakranegara,Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang,Rineka Cipta,Jakarta,1995,hlm.167.

secara baik terhadap barang itu akibat kurang jelas, kurang tanda/labeling permintaan barang itu sendiri.

Dalam pasal 10 perjanjian ini disebutkan juga mengenai keadaan kahar seperti yang disebutkan diatas,keadaan kahar merupakan :

“Setiap sebab yang berada diluar batas kekuasaan para pihak, yang mereka tidak dapat ramalkan dan menjaga terhadapnya, tidak terbatas pada perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), permusuhan pembatasan dari penguasa atau pemberontakan, gangguan sipil, pemogokan, wabah penyakit, kecelakaan, kebakaran,banjir,angin ribut, penghentian yang dilakukan oleh pegawai, kemacetan atau tertundanya komunikasi atau disebabkan suatu kodrat Tuhan , atau disebabkan tindakan pemerintah, yang diluar kekuasaaan para pihak yang bersangkutan.”

Dalam hal ini pihak yang mengalami keadaan kahar, diwajibkan memberitahukan hal tersebut secara tertulis selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak terjadinya keadaan kahar tersebut kepada pihak lain.

Perjanjian ini tidak berakhir secara otomatis.Parapihak sepakat untuk mengadakan suatu pembicaraan untuk menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan guna mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul sebagai akibat dari keadaan kahar tersebut, dengan ketentuan bahwa apabila para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan bersama.

2. Tanggung jawab secara mutlak

Ialah akibat kelalaian pengangkutan yang mempunyai kewajiban mutlak terhadap tanggung jawab:

a. Perbuatan mereka yang dikerjakan awak kapal dalam pengangkutan

lalai tidak memenuhi kewajiban secara layak, baik disengaja ataupun tidak, melihara barang muatan sehingga tidak terdapat kerusakan, kehilangan dan kerugian lainnya.

b. Pengangkut tidak dibenarkan lalai memelihara alat-alat pengangkutan

termasuk segala keperluan selama dalam perjalanan, baik itu disengaja maupun tidak disengaja bahwa ia patut mengetahui syarat layaklaut yang disinggung-singgung tersebut diatas yang diperlukan kapal selama dalam perjalanan.

Dalam perjanjian yang menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini ada diatur mengenai batas tanggungjawab dimana dalam pasal 7 perjanjian ini menuliskan bahwa :

“Dalam hal pencemaran lingkungan yang timbul selama perjanjian ini berlangsung baik setelah perjanjian ini berakhir sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA dengan ini melepaskan PIHAK PERTAMA dari segala gugatan dan/atau tuntutan yang diajukan oleh PIHAK LAIN dan/atau dari segala akibat hukum yang

ditimbulkan dari pencemaran lingkungan yang terjadi atas pengolahan Limbah

Dokumen terkait