• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

2.2. Tanggung Jawab Produk

Menurut Black’s Law Dictionary, Tanggung jawab produk adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk, atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut. 21

Adapun pengertian lain tentang tanggung jawab produk menurut Andrew, ialah suatu tanggung jawab yang ditekankan kepada tanggung jawab perusahaan atau penjual yang menjual produknya yang membahayakan atau mengakibatkan penderitaan pembeli, pengguna atau orang lain yang bukan pembeli, tetapi ia memperoleh barang yang rusak/cacat tersebut. 22

Dari beberapa definisi tanggung jawab produk diatas, tampak bahwa tanggung jawab produk terletak pada pelaku usaha baik pihak yang menghasilkan produk (produsen) maupun pihak yang mendistribusikan (penjual) atas timbulnya kerugian pada pihak konsumen sebagai akibat dari produknya.

Dalam kasus telepon genggam yang penulis angkat, pihak konsumen mendapati produk yang dibelinya terdapat kecacatan yang mengakibatkan terganggunya penggunaan/pemanfaatan dari produk tersebut sehingga menyebabkan

      

21

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 65 22

 

kerugian bagi pihak konsumen. Hal ini perlu dipertanggungjawabkan oleh pelaku usaha (dalam kasus ini penjual telepon genggam), mengingat pelaku usaha memiliki tanggung jawab produk atas barang yang telah diperdagangkannya.

Salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha atas produknya yang cacat didalam tanggung jawab produk adalah tuntutan ganti kerugian. Tuntutan ganti kerugian ini setidak-tidaknya harus memenuhi unsur-unsur perbuatan melanggar hukum, yakni:

1. Unsur perbuatan melawan hukum yang harus dibuktikan oleh pengusaha, 2. Unsur kerugian yang dialami oleh konsumen,

3. Adanya hubungan kausal antara unsur perbuatan melawan hukum dan unsur kerugian. 23

Mengenai kerugian yang bagaimanakah yang dapat dituntut dari pelaku usaha, menurut pasal 19 UUPK terdiri dari:

a. Kerugian atas kerusakan; b. Kerugian karena pencemaran;

c. Kerugian konsumen sebagai akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 24

Selain itu, ketika mengemukakan tuntutan/klaim mengenai tanggung jawab produk dari pelaku usaha, dilakukan dengan mendasarkan pada hal-hal sebagai berikut: 1. Pelanggaran jaminan        23 Ibid., hal. 72-73 24

 

Pelanggaran jaminan berkaitan dengan jaminan pelaku usaha, bahwa barang yang dihasilkan atau dijual tidak mengandung cacat. Pengertian cacat bias terjadi dalam konstruksi barang, desain, dan/atau pelabelan.

2. Kelalaian

Yang dimaksud dengan kelalaian adalah bila si pelaku usaha yang digugat itu gagal menunjukkan bahwa ia cukup berhati-hati dalam membuat, menyimpan, mengawasi, memperbaiki, memasang label, atau mendistribusikan suatu barang. 3. Tanggung jawab mutlak

Tanggung jawab mutlak terjadi dimana pembeli yang mengalami kerugian memperoleh penggantian tanpa harus mengajukan bukti-bukti yang tidak beralasan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa produk barang yang dibelinya rusak dan tergugat tidak perlu menunjukkan hal-hal yang tidak rasional atas proses produk suatu barang atau penjualan barangnya. Kerusakan ini biasanya disebut cacat produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi barang, kerusakan pada desain produk tidak cukup aman, ketiadaan petunjuk-petunjuk pada barang mengenai informasi penggunaannya. Dengan penerapan tanggung jawab mutlak ini, pelaku usaha pembuat produk atau yang dipersamakan dengannya dianggap bersalah atas terjadinya kerugian pada konsumen. Kepada pemakai produk berlaku tanggung jawab tanpa kesalahan, kecuali apabila dapat membuktikan keadaan sebaliknya, yaitu kerugian yang terjadi tidak dapat dipersalahkan kepadanya. 25

      

25

 

Dengan adanya tanggung jawab produk maka terhadap kerugian pada barang yang dibeli, konsumen dapat mengajukan tuntutan berdasarkan adanya kewajiban pelaku usaha untuk menjamin kualitas produk. Tuntutan ini dapat berupa pengembalian barang sambil menuntut kembali harga pembelian atau penukaran dengan barang yang baik mutunya. Tuntuan ganti rugi ini dapat ditujukan kepada produsen dan juga kepada penjual sebagai pihak yang menyediakan jasa untuk menyalurkan barang/produk dari produsen kepada pihak konsumen atau pembeli.

Mengingat UUPK pasal 4, hak-hak konsumen yaitu antara lain: a. Hak atas kenyamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi seta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainya. Oleh karena itu, baik produsen maupun penjual berkewajiban menjamin kualitas produk yang mereka pasarkan guna mematuhi hak-hak atas konsumen pengguna barang dan/atau jasanya sebagaimana yang terdapat dalam pasal 4 UUPK. Yang dimaksud dengan jaminan atas kualitas produk ini adalah suatu jaminan atau garansi bahwa barang-barang yang akan dibeli akan sesuai dengan standar kualitas

 

produk tertentu. Jika standar ini tidak dipenuhi, maka pembeli atau konsumen dapat memperoleh ganti rugi dari pihak produsen/penjual.

Jaminan atas kualitas produk dapat dibedakan atas dua macam, yaitu sebagai berikut:

1. Express warranty (jaminan secara tegas)

Express warranty adalah suatu jaminan atas kualitas produk, baik dinyatakan

secara lisan maupun tertulis. Dengan adanya jaminan ini, berarti produsen sebagai pihak yang menghasilkan barang (produk) dan juga penjual sebagai pihak yang menyalurkan barang atau produk dari produsen atau pembeli bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban terhadap adanya kekurangan atau kerusakan dalam produk yang dipasarkan.

2. Implied warranty

Implied warranty adalah suatu jaminan yang dipaksakan oleh UU atau hukum,

sebagai akibat otomatis dari penjualan barang-barang dalam keadaan tertentu. Jadi, dengan Implied warranty dianggap bahwa jaminan ini selalu mengikuti barang yang dijual, kecuali dinyatakan lain. 26

Pasal 1504 KUH Perdata mewajibkan penjual untuk menjamin cacat yang tersembunyi yang terdapat pada barang yang dijualnya. Cacat ini harus yang sungguh-sungguh bersifat sedemikian rupa yang menyebabkan barang tidak dapat dipergunakan dengan sempurna, sesuai dengan keperluan yang semestinya dihayati

      

26

 

oleh benda itu sendiri. Atau cacat itu mengakibatkan berkurangnya manfaat benda tersebut dari tujuan pemakaian yang semestinya.

Terhadap adanya cacat-cacat yang tersembunyi pada barang yang di beli, pembeli (konsumen) dapat mengajukan tuntutan atau aksi pembatalan jual beli, dengan ketentuan tuntutan tersebut dimajukan dalam waktu singkat, dengan perincian sebagaimana yang ditentukan pasal 1508 KUH Perdata.

1. Kalau cacat tersebut dari semula diketahui oleh pihak penjual, maka penjual wajib mengembalikan harga penjualan kepada pembeli dan ditambah dengan pembayaran ganti rugi yang terdiri dari ongkos, kerugian, dan bunga.

2. Kalau cacat itu memang benar-benar tidak diketahui oleh penjual, maka penjual hanya berkewajiban mengembalikan harga penjualan serta biaya-biaya ongkos yang dikeluarkan oleh pembeli waktu pembelian dan penyerahan barang.

3. Kalau barang yang dibeli musnah sebagai akibat yang ditimbulkan oleh cacat yang tersembunyi, maka penjual tetap wajib mengembalikan harga penjualan kepada pembeli.

Terkecuali apabila penjual telah minta diperjanjikan tidak menanggung sesuatu apapun dalam halnya cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya (pasal 1506), maka itu berarti bahwa adanya cacat tersembunyi pada barang yang dibelinya menjadi risiko pembeli sendiri.

Dokumen terkait