• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung jawab menurut kamus bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab adalah berkewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya, dan menanggung akibatnya.

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak senagaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.

Tanggung jawab itu besifat kodrati artinya sudah menjadi bagian hidup manusia, bahwa setiap manusia dibebani dengan tanggung jawab. Apabila dikaji tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus dipikul sebagai akibatnya dari perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab.

Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan.

2.5 Disiplin

Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar organisasional. Secara etimologis, kata ”disiplin” dari kata latin ”diciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat (Moukijat, 1984). Menurut Hasibuan, (2003), disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menanti semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku. Sedangkan menurut Tulus (2004), menyatakan disiplin adalah pelatihan, khususnya pelatihan pikiran dan sikap untuk mampu mengendalikan diri, melaksanakan kebiasaan, untuk mentaati peraturan yang berlaku, sehingga disiplin bisa menjadi pengendali dan indikator yang berhubungn dengan kinerja karyawan.

Dari pendapat para ahli mengenai definisi disiplin di atas, maka dapat diformulasikan bahwa kedisiplinan merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku yang menunjukkan sikap patuh atau taat pada suatu peraturan atau tata tertib yang telah ditetapkan melalui latihan yang terwujud melalui sikap, perilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak ada perselisihan, serta keadaan-keadaan baik lainnya.

2.5.1 Bermacam Faktor Disiplin Kerja

Disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku. Pembentukan perilaku jika dilihat dari formula Kurt Lewin adalah interaksi antara faktor kepribadian dan faktor lingkungan (situasional).

a. Faktor kepribadian

Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang adalah sistem nilai yang dianut. Sistem nilai dalam hal ini yang berkaitan langsung dengan disiplin.

Nilai-nilai yang menjunjung disiplin yang diajarkan atau ditanamkan orang tua, guru, dan masyarakat akan digunakan sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di tempat kerja. Sistem nilai akan terlihat dari sikap seseorang. Sikap diharapkan akan tercermin dalam perilaku. Menurut Brigham (1994) perubahan sikap ke dalam perilaku terdapat tiga tingkatan, yaitu:

1) Disiplin karena kepatuhan

Kepatuhan terhadap aturan-aturan yang didasarkan atas dasar perasaan takut.

Disiplin kerja dalam tingkat ini dilakukan semata untuk mendapatkan reaksi positif dari pimpinan atau atasan yang memiliki wewenang. Sebaliknya, jika pengawas tidak ada di tempat disiplin kerja tidak tampak.

2) Disiplin karena identifikasi

Kepatuhan aturan yang didasarkan pada identifikasi adalah adanya perasaan kekaguman atau penghargaan pada pimpinan. Pemimpin yang kharismatik adalah figur yang dihormati, dihargai, dan sebagai pusat identifikasi.

Karyawan yang menunjukkan disiplin terhadap aturan-aturan organisasi bukan disebabkan karena menghormati aturan tersebut tetapi lebih disebabkan keseganan kepada atasannya. Karyawan merasa tak enak jika tidak mentaati peraturan. Penghormatan dan penghargaan karyawan kepada pemimpin dapat disebabkan karena kualitas kepribadian yang baik atau mempunyai kualitas professional yang tinggi di bidangnya. Jika pusat identifikasi ini tidak ada maka disiplin kerja akan menurun, pelanggaran meningkat frekuensinya.

3) Disiplin karena internalisasi

Disiplin kerja dalam tingkat ini terjadi karena karyawan mempunyai sistem nilai pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan. Dalam taraf ini, orang dikategorikan telah mempunyai disiplin diri.

b. Faktor lingkungan

Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan suatu proses belajar yang terus menerus. Proses pembelajaran agar dapat efektif maka pemimpin yang merupakan agen pengubah perlu memperhatikan prinsip-prinsip konsisten, adil bersikap positif, dan terbuka. Konsisten adalah memperlakukan aturan secara konsisten dari waktu ke waktu. Sekali aturan yang telah disepakati dilanggar, maka rusaklah sistem aturan tersebut. Adil dalam hal ini adalah memberlakukan seluruh karyawan dengan tidak membeda-bedakan. Bersikap positif dalam hal ini adalah setiap pelanggaran yang dibuat seharusnya dicari fakta dan dibuktikan terlebih dulu, selama fakta dan bukti belum ditemukan, tidak ada alasan bagi pemimpin untuk menerapkan tindakan disiplin. Dengan bersikap positif, diharapkan pemimpin dapat mengambil tindakan secara tenang, sadar, dan tidak emosional.

Upaya menanamkan disiplin pada dasarnya adalah menanamkan nilai-nilai dan komunikasi terbuka adalah kuncinya. Dalam hal ini transparansi mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, termasuk di dalamnya sanksi dan hadiah apabila karyawan memerlukan konsultasi terutama bila aturan-aturan dirasakan tidak memuaskan karyawan.

2.5.2 Indikator Disiplin Kerja

Ada beberapa yang dapat mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi diantaranya (Hasibuan,2002):

a. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan.

Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

b. Kepemimpinan

Kepemimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan, karena pemimpin dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.

Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin.

c. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.

d. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.

e. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari atasannya.

f. Ketegasan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap karyawan yang indisipliner mewujudkan kedisiplinan yang baik pada perusahaan tersebut.

g. Sanksi

Sanksi berperan penting dalam pemeliharaan kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan, sikap, perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.

2.5.3 Pelaksanaan Disiplin Kerja

Untuk mengkondisikan karyawan agar melaksanakan tindakan disiplin maka terdapat beberapa prinsip pendisiplinan (Rachman, dkk, 1990:239):

a. Pendisiplinan dilakukan secara pribadi

Pendisiplinan ini dilakukan dengan menghindari menegur kesalahan di depan orang banyak agar karyawan yang bersangkutan tidak merasa malu dan sakit hati serta menimbulkan rasa dendam.

b. Pendisiplinan harus bersifat membangun

Dalam pendisiplinan ini selain menunjukkan kesalahan yang telah dilakukan oleh karyawan haruslah diikuti dengan petunjuk cara pemecahan masalah yang bersifat membangun, sehingga karyawan tidak merasa bingung dalam menghadapi kesalahan yang telah dilakukan dan dapat memperbaiki kesalahan tersebut.

c. Pendisiplinan dilakukan secara langsung dengan segera

Suatu tindakan yang dilakukan dengan segera setelah terbukti bahwa karyawan tersebut telah melakukan kesalahan sehingga karyawan dapat mengubah sikapnya secepat mungkin.

d. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan

Dalam tindakan pendisiplinan dilakukan secara adil tanpa pilih kasih, siapapun yang telah melakukan kesalahan harus mendapatkan tindakan disiplin secara adil tanpa membeda-bedakan.

e. Pimpinan hendaknya tidak melakukan pendisiplinan sewaktu karyawan absen.

Pendisiplinan hendaknya dilakukan dihadapn karyawan yang bersangkutan secara pribadi agar dia tahu telah melakukan kesalahan.

f. Setelah pendisiplinan hendaknya wajar kembali

Sikap wajar hendaknya dilakukan pemimpin terhadap karyawan yang telah melakukan kesalahan tersebut, sehingga proses kerja dapat berjalan lancar kembali dan tidak kaku dalam bersikap.

Salah satu syarat ditumbuhkan disiplin dalam lingkungan kerja adalah adanya pembagian pekerjaan yang tuntas sampai kepada pegawai atau pekerjaan yang paling

bawah, sehingga setiap orang tahu dengan sadar apa tugasnya, bagaimana melakukannya, kapan pekerjaan dimulai dan kapan diselesaikan, seperti apa hasil kerja yang disyaratkan dan kepada siapa ia mempertanggungjawabkan hasil pekerjaan itu.

2.6 Kinerja

2.6.1 Pengertian Kinerja

Menurut Robbin (1996), kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempurnaan atau opportunity (O). Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67) Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey and Blandhard, 1993).

Menurut model partner-lawyer (Donelly, Gibson and Ivancevich, 1994), kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi antara lain:

1. Harapan mengenai imbalan 2. Dorongan

3. Kemampuan, kebutuhan dan sifat 4. Persepsi terhadap tugas

5. Imbalan internal dan eksternal

6. Persepsi terhadap imbalan dan kepuasan kerja.

Dengan demikian kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu (1) kemampuan, (2) keinginan, dan (3) lingkungan.

2.6.2 Teori Kinerja

Menurut Nelson dalam buku Appraising Improvent Performance, United Canada karangan Belcourt, Monica (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja merupakan fungsi dari kemampuan (Ability=A. Motivation=M dan Lingkungan kerja, Environment=E. Dengan rumus Perf = f (A,M,E):

Ability (kemampuan) meliputi: (1) Technical skills, (2) Interpersonal skills, (3) Problem-solving skills, (4) Analitical skills, (5) Communication skills, (6) Physical limitations. Motivation (motivasi) meliputi: (1) Career ambition, (2) Employ conflict, (3) Frustation, (4) Fairness/Saticfaction, (5) Goals/Expectations.

Environment (lingkungan) meliputi: (1) Equipment/Materials, (2) Jobdesign, (3) Economic condition (4) Union, (5) Rule and Policies, (6) Managemen Support, (7) Laws and Regulations.

2.6.3 KinerjaLatkesmas

Pusdiklat PPSDMK Kementerian Kesehatan (1999) menggunakan intensitas keterlibatan staf untuk melihat kinerja Latkesmas, yaitu sampai seberapa jauh staf Latkesmas dilibatkan dalam kegiatan diklat, terutama keterlibatan staf administrasi, teknis, maupun fungsional widyaiswaranya.

Intensitas ini dapat dikelompokkan dalam lima kategori sebagai berikut:

Katagori 1: Latkesmas hanya dipakai sebagai persewaan tempat pelatihan Katagori 2: Latkesmas dipakai sebagai tempat dan terlibat panitia

administrasi

Katagori 3: Latkesmas sebagai tempat dan terlibat panitia administrasi dan teknis

Katagori 4: Latkesmas dipakai sebagai tempat dan terlibat panitia

administrasi, teknis dan fungsional sudah terlibat dalam program pelatihan dan melatih

Katagori 5: Latkesmas memerankan tugas pokok dan fungsinya secara penuh sebagai unit pelaksana pelatihan

Sering digunakan menggabungkan katagori 1 dan 2 sehingga Latkesmas Surabaya dipakai sebagai tempat dan terlibat panitia administrasi.

2.6.4 Tugas Pokok dan Fungsi Latkesmas 2.6.4.1 Tugas Pokok Latkesmas

Sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 118 Tahun 2008, pasal 27 dan 28 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, sebagai penjabaran dari Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2008, tugas Latkesmas adalah melaksanakan sebagian tugas Dinas Kesehatan di bidang pelatihan bagi pegawai kesehatan dan masyarakat, pelayanan IPTEK dan pembangunan sumber daya kesehatan.

2.6.4.2 Fungsi Latkesmas

Dalam melaksanakan tugas Latkesmas mempunyai fungsi: (1) penyusunan program kegiatan pelatihan; (2) pelatihan pegawai kesehatan dan masyarakat di bidang kesehatan; (3) pengembangan daerah binaan dan daerah percontohan; (4) pelaksanaan tugas operasional, pemberian pelayanan administrasi dan sarana

pelatihan; (5) pengevaluasian, pengembangan metode pelatihan dan pelaporan pelatihan; (6) pelaksanaan kegiatan di ketatausahaan.

Dokumen terkait