• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ditransfer dari sender kepada receiver (Colquitt, LePine, dan Wesson: 2011:422).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ditransfer dari sender kepada receiver (Colquitt, LePine, dan Wesson: 2011:422)."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep-Konsep Dasar Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi

Komunikasi adalah proses dengan nama informasi dan arti atau makna ditransfer dari sender kepada receiver (Colquitt, LePine, dan Wesson: 2011:422).

Kebanyakan pekerjaan yang dilakukan dalam suatu tim diselesaikan secara independent, saling bergantung dan menyangkut komunikasi di antara anggota.

Karena itu efektivitas komunikasi memainkan peran penting dalam menentukan apakah terdapat keuntungan atau kerugian dalam proses komunikasi.

Komunikasi menunjukkan pada proses dengan mana informasi dikirimkan dan dipahami diantara dua orang atau lebih (McShane dan Von Glinov, 2010:270).

Penekanan pada kata dipahami karena mengirimkan arti yang dimaksudkan sender adalah esensi komunikasi yang baik.

Komunikasi adalah pertukaran informasi antara sender dan receiver, dan menarik kesimpulan sebagai persepsi tentang makna sesuatu antara individual yang terlibat. Juga dikatakan sebagai pertukaran interpersonal dari informasi dan pengertian (Kreiner dan Kinici, 2010:402). Dikatakan pula bahwa komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan simbol dengan arti yang melekat (Schermerhorn, Hunt, Osborn, dan Uhl-Bein, 2010:256).

Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia sejak lahir dan selama proses kehidupannya. Tindakan komunikasi dapat terjadi dalam berbagai konteks kehidupan manusia, mulai dari kegiatan yang bersifat individual, diantara dua orang

(2)

atau lebih, kelompok, keluarga, organisasi dalam konteks publik secara lokal, regional dan global atau melalui media massa. Tindakan komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan non verbal, langsung atau tidak langsung (Djuasa, 1993).

Dalam organisasi, hubungan antar manusia berlangsung dalam tingkat organisasi yang tidak hanya sejajar demikian pula aliran pesan/informasi. Menurut Koehler (1976) arus komunikasi dalam organisasi meliputi (1) komunikasi vertikal yang meliputi komunikasi ke bawah dan komunikasi ke atas dan (2) komunikasi horizontal. Lebih lanjut Devito (1997) mengatakan bahwa komunikasi ke bawah merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hierarki yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Sedangkan dalam komunikasi ke atas, pesan mengalir dari hierarki yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi, biasanya menyangkut kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan atau gagasan atau ide untuk perubahan atau saran perbaikan. Sedangkan komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan diantara orang-orang yang sama tingkatan otoritasnya di dalam suatu organisasi (Muhammad, 1995).

Sejalan dengan itu, Zalco dan Dance dalam Muhammad (1995) mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi dalam organisasi itu sendiri seperti komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi sesama pegawai yang sama tingkatnya. Sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan organisasi terhadap lingkungan luarnya, seperti komunikasi dalam penjualan hasil produksi dan hubungan dengan masyarakat umum.

(3)

Di dalam kondisi masyarakat yang semakin bertambah rasional dalam pemikiran, komunikasi pun menjadi penting, karena komunikasi merupakan dasar keberadaan semua aspek kehidupan masyarakat. Contohnya dalam keluarga, kelompok masyarakat yang tergantung dalam organisasi pemerintah, swasta ataupun semi pemerintah, baik ruang lingkungan bersifat lokal, regional, nasional maupun internasional. Komunikasi yang berlangsung secara efektif dalam suatu organisasi, disamping peningkatan rasa kepuasan kerja, juga terpengaruh terhadap peningkatan produktifitas kerja dan sekaligus akan berpengaruh pula sikap kerja pegawai.

Menurut Berlo (1960) komunikasi akan berjalan efektif apabila ketepatan (fidelity) dapat ditingkatkan dan gangguannya (noise) dapat diperkecil. Dalam hal ini, Rakhmat (1986) mengemukakan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif paling tidak menggunakan lima hal yaitu pengertian, kesenangan, mempengaruhi sikap, hubungan sosial yang baik dan tindakan, hal senada dikemukakan Tubs and Moss dalam Mulyana (1996) bahwa ukuran bagi komunikasi yang efektif adalah pemahaman, kesenangan, pengaruh sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan.

Komunikasi dalam organisasi sangat memegang peranan penting dalam hubungan ini Wawuruntu (1991) mengemukakan bahwa:

”Komunikasi yang memegang peranan yang sangat penting bagi terlaksananya tujuan suatu organisasi dan melalui suatu komunikasi akan terjadi suatu pengertian yang baik untuk dapat bekerjasama dengan menjalankan tugas untuk memajukan suatu organisasinya dengan baik”.

2.1.2 Fungsi Komunikasi

Komunikasi dalam organisasi mempunyai empat fungsi, yaitu control, motivation, emotional expression, dan information (Robbins dan Judge, 2011:376).

Komunikasi bertindak mengontrol perilaku anggota dalam beberapa cara. Organisasi mempunyai hierarki kewenangan dan pedoman formal yang harus diikuti pekerja.

(4)

Ketika pekerja diperlukan berkomunikasi berkaitan dengan pekerjaan tentang keluhan pada atasan langsungnya, mengikuti diskripsi tugas, atau tunduk dengan kebijakan organisasi, komunikasi bekerja sebagai fungsi kontrol.

Komunikasi memperkuat motivasi dengan klarifikasi pada pekerja apa yang harus mereka kerjakan, seberapa baik mereka melakukan, dan bagaimana memperbaiki apabila di bawah standar. Pembentukan tujuan spesifik, umpan balik progress terhadap tujuan, dan reward atas perilaku yang diharapkan, semua menstimulasi motivasi dan memerlukan komunikasi.

Komunikasi dalam kelompok adalah mekanisme fundamental dengan mana anggota menunjukkan kepuasan dan frustasi mereka. Karena itu, komunikasi memberikan ekspresi perasaan emosional dan pemenuhan kebutuhan sosial.

Komunikasi juga memfasilitasi pengambilan keputusan. Komunikasi menyediakan kebutuhan informasi individual dan kelompok untuk membuat keputusan dengan mengirimkan data untuk mengidentifikasi dan evaluasi pilihan alternatif.

Keempat fungsi komunikasi tersebut sama pentingnya, tidak ada yang satu melebihi lainnya. Untuk berkinerja secara efektif, perlu menjaga beberapa kontrol atas anggota, merangsang anggota untuk melakukan, memberi kesempatan ekspresi emosi, dan membuat pilihan keputusan. Hampir secara interaksi komunikasi yang terjadi dalam kelompok atau organisasi melakukan satu atau lebih fungsi tersebut.

2.1.3 Proses Komunikasi

Proses komunikasi menurut pendapat diantara para pakar pada umumnya kurang lebih sama. Perbedaan sering terjadi dalam cara menggambarkan prosesnya.

Secara umum, tahapan dalam proses komunikasi dapat disampaikan sebagai berikut:

(5)

a. Sender, adalah individu, kelompok atau organisasi yang menginginkan menyampaikan pesan kepada individu, kelompok atau organisasi lain, yaitu receiver.

b. Encoding, adalah menerjemahkan pemikiran tentang apa yang ingin disampaikan ke dalam kode atau bahasa yang dapat dimengerti orang lain. Ini membentuk dasar dari message atau pesan. Kemudian perlu memilih saluran yang dipergunakan untuk membagi pesan.

c. Message, adalah pesan yang merupakan informasi yang ingin disampaikan sender kepada receiver.

d. Channel atau medium, merupakan saluran yang akan dipakai untuk menyampaikan pesan. Variasi saluran komunikasi sangat banyak dan berjenjang tingkat kekuatan komunikasinya.

e. Decoding, memecahkan sandi, merupakan menginterprestasikan dan membuat masuk akal suatu pesan yang diterima receiver.

f. Receiver,adalah orang, kelompok atau organisasi kepada siapa pesan dimaksudkan untuk diterima. Kemudian receiver menciptakan menciptakan arti dari pesan yang diterimanya.

g. Noise, merupakan sesuatu yang mengganggu terhadap penyampaian dan pemahaman terhadap pesan. Ini dapat mempengaruhi setiap bagian dari proses komunikasi. Merupakan faktor yang dapat mendistorsi kejelasan pesan pada setiap titik selama proses komunikasi.

h. Feedback, merupakan pengetahuan tentang dampak pesan pada receiver dan menimbulkan reaksi receiver disampaikan kepada sender.

(6)

2.1.4 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Selain ini dapat dilihat dari berbagai jenis, yaitu komunikasi dalam bentuk interpersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi antar kelompok dan sebagainya. Bentuk komunitas yang paling sederhana adalah komunikasi interpersonal, disadari atau tidak setiap hari seseorang selalu memerlukan interaksi dengan orang lain dalam bentuk komunikasi interpersonal, hal ini dikarenakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial dalam memenuhi kebutuhan hidup memerlukan kerjasama dengan manusia lain, ingin mempunyai teman dan ingin hidup berkelompok. Pernyataan ini sejalan dengan teori Maslow yang ketiga, yaitu kebutuhan sosial (afiliasi) yaitu kebutuhan untuk berafiliasi dan diterima dalam berbagai kelompok atau makhluk sosial, misalnya kebutuhan rasa kasih sayang, antara lain berupa pemenuhan hubungan manusia antar manusia, dimana manusia membutuhkan saling perhatian dan keintiman dalam pergaulan hidup.

Maslow dalam Dharma (1992) menyatakan, bahwa manusia memiliki kebutuhan yang paling puncak yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan (pengakuan), dan kebutuhan perwujudan diri (self actualization), merupakan kebutuhan untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki.

Komunikasi interpersonal merupakan aktifitas pokok dan penting dalam lingkungan kerja (organisasi) karena dalam setiap dalam unit kerja dari organisasi hampir selalu jadi komunikasi interpersonal dengan individu lainnya. Komunikasi interpersonal tidak saja terjadi antar sesama pegawai atau antar sesama bawahan, tetapi antar bawahan dan atasan dan sebaliknya.

(7)

Menurut Setiawan (1983) salah satu cara untuk memahami perilaku manusia adalah dengan mengamati atau memahami hubungan sosialnya yang tercipta karena adanya proses komunikasi interpersonal. Abizar (1988) mengartikan bahwa komunikasi interpersonal sebagai komunikasi yang berhadapan secara langsung antar satu orang dengan orang lain, dimana penggunaan indera adalah hal yang mutlak, karena satu orang dengan orang lain akan saling melihat, mendengar, tertawa, tersenyum, dan meraba satu dengan yang lainnya.

Miller (1976) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah pertukaran pesan secara tatap muka antar satu orang dengan orang lainnya atau diantara kelompok kecil orang yang berkomunikasi dengan menggunakan saluran sensori yang diaktifkan secara maksimum, sehingga umpan balik dapat segera dilakukan.

Menurut Devito dalam Thoha (1996), komunikasi interpersonal akan efektif bila memperhatikan faktor-faktor seperti keterbukaan, empati, dukungan, kepositifan. Dan kesamaan, disamping lima karakteristik tersebut, perlu juga diperhatikan prinsip homophily dan heterophily menunjukkan kepada suatu derajat kesamaan antar dua belah pihak yang terkait dalam komunikasi interpersonal.

Sedangkan heterophily adalah derajat perbedaan antar dua pihak tersebut.

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antar dua orang atau lebih, baik secara verbal maupun non verbal. Komunikasi ini mencakup dan akan terjadi dalam berbagai situasi. Menurut Wilson (1986), ada lima macam situasi dimana komunikasi interpersonal terjadi, yaitu (1) sapaan (pathic communion), (2) wawancara (interview), (3) berteman dan bersahabat, (4) persaingan dan pertentangan, dan (5) komunikasi atasan-bawahan.

(8)

2.1.5 Komunikasi Verbal

Yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol atau kata, baik yang dinyatakan secara oral atau lisan maupun secara tulisan. Komunikasi verbal merupakan karakteristik khusus dari manusia.

Tidak ada makhluk lain yang dapat menyampaikan bermacam arti melalui kata-kata.

Kata-kata dapat dimanipulasi untuk menyampaikan secara eksplisit sejumlah arti.

Kata-kata dapat menjadikan individu dapat menyatakan ide yang lengkap secara komprehensif dan tepat. Kata-kata memungkinkan menyatakan perasaan dan pikiran yang memungkinkan dapat dibaca orang untuk beberapa menit atau untuk beberapa abad sesudahnya.

Kemampuan menggunakan komunikasi verbal secara efektif adalah penting bagi administrator dan manajer. Dengan adanya komunikasi verbal memungkinkan pengidentifikasian tujuan, pengembangan strategi dan tingkah laku untuk mencapai tujuan. Komunikasi verbal dapat dibedakan atas komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Komunikasi lisan dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana seorang pembicara berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Misalnya seorang pimpinan organisasi menyampaikan suatu keputusan kepada bawahannya dengan menyandikan keputusan itu dalam bentuk kata-kata yang diucapkan langsung kepada bawahannya. Karyawan mendengar kata- kata tersebut menginterpretasikan artinya atau maksudnya serta berespon terhadap keputusan yang disampaikan tersebut. Sedangkan kalau komunikasi tulisan apabila keputusan yang akan disampaikan oleh pimpinan itu disandikan dalam simbol- simbol yang dituliskan pada kertas atau pada tempat lain yang bisa dibaca, kemudian dikirimkan pada karyawan yang dimaksudkan. Komunikasi tertulis ini dapat berupa

(9)

surat, memo, buku petunjuk, gambar, laporan, sedangkan komunikasi lisan dapat dalam bentuk percakapan interpersonal secara tatap muka, atau melalui telepon, radio, televisi, dan lain-lain.

Di dalam organisasi, terdapat bermacam-macam tipe dari komunikasi lisan seperti: instruksi, penjelasan, laporan lisan, pembicaraan, untuk mendapatkan persetujuan kebijaksanaan, memajukan penjualan dan menghargai orang dalam organisasi. Agar komunikasi lisan ini berhasil dengan baik perlu dipersiapkan lebih dahulu. Diantara beberapa langkah persiapannya adalah pemilihan subjek, menentukan tujuan, menganalisis pendengar, mengumpulkan materi, menyusun garis besar apa yang akan dikomunikasikan dan praktek berbicara dengan tenang.

Dalam komunikasi tulisan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama kali adalah penampilannya. Penampilan komunikasi adalah hal yang vital. Banyak para pimpinan kurang menyadari, bahwa surat adalah gambaran personal dari perusahaan atau organisasinya. Penampilan pesan sering menentukan apakah pesan itu akan diterima sebagai apakah yang dimaksudkan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemilihan kata-kata yang digunakan. Kata-kata dapat tidak benar menurut tata bahasanya, meragukan atau mengambang. Masalahnya bukan menuliskan kata tetapi menuliskan apa yang dimaksudkan dengan kata-kata itu. Agar kita dapat berhasil dalam komunikasi tulisan, Lewis (1987) menyarankan agar memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi tulisan; kebenaran cara menulis, keringkasan isi, kelengkapan, kejelasan dan kesopansantunan.

2.1.6 Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan yang tidak menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang menggunakan bahasa tubuh, sikap

(10)

tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan. Atau dapat juga dikatakan bahwa semua kejadian di sekililing situasi komunikasi yang tidak berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan atau dituliskan. Dengan komunikasi nonverbal orang dapat mengekspresikan perasaannya melalui ekspresi wajah dan nada atau kecepatan bicara. Misal seorang pimpinan berbicara dengan suara yang keras dan wajah yang merah padam, itu menandakan bahwa pimpinan tersebut sedang marah pada karyawan tersebut.

Tanda komunikasi nonverbal belum dapat diidentifikasi seluruhnya tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa cara kita duduk, berdiri, berjalan, berpakaian, semuanya itu menyampaikan informasi pada orang lain. Tiap gerakan yang kita buat dapat menyatakan asal kita, sikap kita, kesehatan atau bahkan keadaan psikologis kita. Misal gerakan seperti mengerutkan alis, menggigit bibir, menunjuk dengan jari, tangan di pinggang, melipat tangan bersilang di dada semuanya mengandung arti tertentu. Ada peribahasa yang mengatakan apa yang kamu katakan dengan keras tidak dapat di dengar orang lain, tetapi tanda diam seperti anggukan kepala, rasa kasih sayang, kebaikan, rasa persaudaraan, dengan orang lain dan merupakan pesan yang nyata dan jelas.

Arti dari suatu komunikasi verbal dapat diperoleh melalui hubungan komunikasi verbal dan nonverbal. Atau dengan kata lain komunikasi verbal akan lebih mudah diinterpretasikan maksudnya dengan melihat tanda nonverbal yang mengiringi komunikasi verbal tersebut. Komunikasi nonverbal dapat memperkuat dan menyangkal pesan verbal. Bila ada ketidaksejajaran antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal orang khususnya lebih percaya pada komunikasi nonverbal yang menyertainya.

(11)

2.1.7 Fungsi Pesan Dalam Organisasi

Tiap pesan yang dikirimkan dalam suatu organisasi mempunyai alasan tertentu mengapa dikirimkan dan diterima oleh orang tertentu. Menurut Goldhaber (1986) mengidentifikasi persepsi mereka mengenai fungsi utama dari pesan dalam organisasi. Redding mengemukakan bahwa ada tiga alasan pengiriman pesan yaitu:

untuk pelaksanaan tugas dalam organisasi, untuk pemeliharaan dan untuk kemanusiaan. Thayer mengatakan bahwa fungsi pesan dalam organisasi adalah untuk memberi informasi, membujuk, memerintah, memberi instruksi dan mengintegrasikan organisasi.

Dari bermacam pendapat di atas ada kecenderungan kesamaan dari tujuan atau fungsi dari pesan walaupun dinyatakan dalam istilah yang berbeda. Empat macam dari fungsi pesan tersebut yaitu fungsi yang berhubungan dengan tugas dalam organisasi, pemeliharaan organisasi, kemanusiaan dan pembaruan dalam organisasi.

1. Pesan tugas

Pesan tugas ini maksudnya adalah pesan yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas organisasi oleh anggota organisasi. Pesan ini mencakup pemberian informasi kepada karyawan untuk melakukan tugas secara efisien, seperti aktivitas pemberian latihan kepada karyawan, memberi orientasi bagi karyawan baru, penentuan tujuan dan aktivitas lainnya yang berkenaan dengan produksi, pelayanan pemasaran dan sebagainya.

2. Pesan pemeliharaan

Pesan pemeliharaan adalah pesan yang berkenaan dengan kebijaksanaan dan pengaturan organisasi. Pesan ini membantu organisasi untuk tetap hidup kekal.

(12)

Pesan ini mencakup perintah, ketentuan, prosedur, aturan dan kontrol yang diperlukan untuk mempermudah gerakan organisasi untuk mencapai output sistem.

Pesan tugas berhubungan dengan isi dari output sistem sedangkan pesan pemeliharaan berhubungan dengan pencapaian dari output.

3. Pesan kemanusiaan

Pesan kemanusiaan langsung diarahkan kepada orang dalam organisasi dengan mempertimbangkan sikap mereka, kepuasan dan pemenuhan kebutuhan mereka. Pesan ini berkenaan dengan berhubungan interpersonal, konsep diri, perasaan dan moral. Yang termasuk dalam kategori pesan ini adalah penghargaan terhadap hasil yang dicapai oleh karyawan, penyelesaian konflik antara individu atau kelompok, aktivitas informal dan bimbingan.

Suatu organisasi sebenarnya dapat menciptakan tugas yang efektif dengan memberikan pesan tugas dan pemeliharaan tetapi bila individu yang dalam organisasi mempunyai masalah moral yang serius, suka menyendiri, maka hal ini mungkin akan ikut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan sistem yang efektif.

4. Pesan pembaruan

Pesan pembaruan menjadikan organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Untuk itu suatu organisasi membuat rencana baru, aktivitas baru, program baru, pengarahan yang baru, proyek yang baru dan sasaran mengenai produksi yang baru. Rencana ini dapat disampaikan sewaktu pertemuan pemecahan masalah, pembuatan rencana pada waktu rapat dengan anggota organisasi. Pesan yang disampaikan itu termasuk kategori pesan pembaruan.

Suatu studi yang dilakukan oleh Schuler and Blank (Goldhaber, 1986) berkenaan dengan fungsi pesan dalam organisasi menyatakan bahwa ada hubungan

(13)

yang positif antara ketepatan komunikasi tugas, komunikasi kemanusiaan dan komunikasi pembaruan dengan kepuasan kerja dan hasil yang dicapai oleh pekerja.

Penelitian ini juga menentukan bahwa adanya hubungan yang negatif antara komunikasi yang terlampau banyak dengan kepuasan kerja. Ditemukan juga bahwa karyawan pada tingkat lebih tinggi dalam organisasi memerlukan tambahan tugas dan pesan kemanusiaan, karena sangat kompleknya tugas mereka. Mereka menyarankan bahwa pesan kemanusiaan lebih memuaskan dan lebih mendukung kinerja yang menyeluruh dari pada tiga pesan lainnya.

2.1.8 Jalinan Komunikasi Formal

Bila pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan maka pesan itu menurut jaringan komunikasi formal. Pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya mengalir dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas atau dari tingkat yang sama atau secara horizontal.

Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang mengikuti garis komunikasi seperti dalam struktur organisasi, yaitu:

1. ”Downward communication” atau komunikasi kepada bawahan 2. ”Upward communication” atau komunikasi kepada atasan 3. ”Horizontal communication” atau komunikasi horizontal.

a. Komunikasi Ke Bawah

Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari atasan atau pimpinan kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi ke bawah digunakan untuk menyampaikan pesan yang berkenaan dengan tugas dan pemeliharaan. Pesan tersebut biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijaksanaan umum. Menurut Lewis (1987) komunikasi ke bawah

(14)

adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.

b. Komunikasi Ke Atas

Yang dimaksud dengan komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Semua karyawan dalam suatu organisasi kecuali yang berada pada tingkatan yang paling atas mungkin berkomunikasi ke atas. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan pertanyaan.

Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi dan pembaruan.

c. Komunikasi Horisontal

Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan diantara orang yang sama tingkatan otoritasnya di dalam organisasi. Pesan yang mengalir menurut fungsi dalam organisasi diarahkan secara horizontal. Pesan ini biasanya berhubungan dengan tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi.

2.2 Konsep Diri

2.2.1 Definisi Konsep Diri

Menurut Rogers (1959) bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar, ketika sebagian dari pengalamannya menjadi personalisasi, dan dibedakan ke dalam kesadaran sebagai pengalaman ”saya” atau ”aku”. Bayi secara bertahap menjadi

(15)

sadar akan identitasnya sendiri, dikarenakan mereka mulai belajar tentang apa yang mereka rasakan baik dan apa yang mereka rasakan buruk, apa yang mereka rasakan menyenangkan dan apa yang mereka rasakan tidak menyenangkan, kemudian mereka akan mulai mengevaluasi pengalamannya sebagai suatu yang positif atau negatif (dalam Feist & Feist, 2009).

Menurut Rogers (1959) juga mengemukakan bahwa konsep diri mencakup semua aspek untuk menjadi individu, dan pengalaman seseorang yang dirasakan sebagai suatu kesadaran (meskipun tidak selalu akurat) oleh individu (dalam Feist &

Feist, 2009).

Menurut Rogers (1959 dalam Feist & Feist, 2009), begitu orang membentuk konsep dirinya, ia menemukan perubahaan, dan pembelajaran yang cukup signifikan kesulitannya, dimana pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri, biasanya ditolak ataupun diterima dalam bentuk terdistorsi. Rogers (1959 dalam Mischel, Shoda, & Smith, 2004), mengemukakan bahwa konsep diri itu mempengaruhi persepsi dan perilaku seseorang.

Konsep diri didefinisikan sebagai totalitas dari pemikiran individu dan perasaan memiliki referensi untuk dirinya sendiri sebagai obyek. Ini adalah persepsi individu dari dan perasaan terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep diri individu terdiri dari sikap individu terhadap diri yang individu itu pegang (Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007).

Senada dengan pendapat di atas, Papalia, Olds, dan Feldman (2007:279), berpendapat bahwa “the self concept is our total image of ourselves”. Hal ini dimaksud adalah hal yang kita percaya tentang diri kita sendiri, atau yang dikatakan sebagai gambaran dari kemampuan dan sifat, dan hal ini juga merupakan a cognitive

(16)

construction, yang merupakan sebuah sistem representasi deskriptif dan evaluatif tentang diri. Jadi, self concept adalah rasa terhadap diri, dimana merupakan gambaran deksriptif dan evaluatif mental terhadap kemampuan dan sifat-sifat seseorang (Papalia, Olds, dan Feldman, 2007).

Pendapat lain juga oleh Johnson-Pynn, dkk (2003 dalam Beheshtifar &

Nezhad, 2012), menyatakan bahwa seseorang menggambarkan individu tertentu dalam berbagai karakter kepribadian, ketika karakter ini diterapkan secara konsisten, maka individu tersebut menerima dirinya sebagai deskripsi tentang dirinya (Kimani, dkk (2009 dalam Beheshtifar & Nezhad,2012).

Sementara itu, Santrock (2008 dalam Zastrow & Ashman, 2010), mengemukakan bahwa konsep diri merujuk pada perasaan positif dan negatif, dimana perasaan ini menunjukkan dirinya. Konsep diri dikenal dengan istilah citra diri (self image), kesadaran diri (sense of self), harga diri (Self esteem), identitas diri (Self identity) (Zastrow & Ashman, 2010).

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan suatu konsep yang dimiliki oleh seorang individu tentang dirinya sendiri, serta menjadi pedoman seseorang dalam bertindak. Konsep diri menjadi faktor yang mendorong seseorang dalam memutuskan suatu pembelian, dimana dalam diri seseorang memiliki kebutuhan, dan kepuasaan yang dimilikinya, sehingga hal ini membentuk perilaku konsumtif individu.

2.2.2 Pembentukan Konsep Diri

Menurut Murmanto (2007), menjelaskan bahwa proses pembentukan konsep diri dimulai sejak masih kecil, dan masa kritis pembentukan konsep diri seseorang

(17)

berada saat anak masuk sekolah dasar. Individu tidak lahir dengan konsep diri.

Konsep diri terbentuk seiring dengan perkembangan hidup individu. Konsep diri merupakan suatu faktor yang dipelajari oleh seseorang, yang terbentuk dan pengalaman seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Sumber informasi mengenai konsep diri seseorang dapat diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain, yaitu orang tua, teman sebaya, dan masyarakat (Isabella, 2011). Menurut Subadi, dkk (1986 dalam Pardede 2008) konsep diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu tersebut dalam berhubungan atau berinteraksi dengan individu lain. Pendapat yang dikemukakan di atas, serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Wong, dkk., (2002), bahwa konsep diri tidak ada saat lahir, tetapi berkembang perlahan-lahan sebagai hasil pengalaman unik diri sendiri.

Kasih (2008:38), juga berpendapat bahwa ”konsep diri itu terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-orang disekitarnya. Apa yang dipersepsi orang lain mengenai diri seseorang tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang disandang individu, dimana struktur, peran, dan status sosial merupakan gejala yang dihasilkan dari adanya interaksi individu yang satu dengan individu lain, antara individu dan kelompok, atau antara kelompok dan kelompok”.

Konsep diri dibentuk dari kepercayaan dan sikap yang dipegang, yang berkaitan dengan diri sendiri, dimana konsep diri menentukan siapakah diri kita seperti yang kita pikirkan, apa yang kita lakukan, dan apa yang akan terjadi pada diri kita dimasa depan (Yahaya, 2008). Rasa terhadap diri sendiri juga memiliki aspek sosial anak menggabungkan pertumbuhan citra diri (self image) mereka dengan pemahaman mereka terhadap apa yang mereka lihat dalam bentuk lainnya.

(18)

Gambaran diri mulai muncul ketika pada masa balita, dimana anak-anak mulai mengembangkan kesadaran diri. Konsep diri menjadi lebih jelas dan lebih menarik, apabila dilihat sebagai keuntungan yang dicapai seseorang dalam kemampuan kognitif dan dalam berhubungan dengan tugas-tugas pada masa perkembangan kanak-kanak, remaja, dan hingga dewasa (Papalia, Olds, &Feldman, 2007).

Sedangkan McClun dan Merrell (1998) menyatakan bahwa konsep diri juga tidak ada dalam ruang hampa, dikarenakan perkembangan konsep diri ini dipengaruhi secara signifikan oleh keluarga (dalam Henderson, Dekof, Schwartz,&

Liddle, 2006), akan tetapi konsep diri seseorang juga dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor di luar keluarga, seperti teman-teman (Harter 1999 dalam Henderson, Dekof, Schwartz & Liddle, 2006). Hal ini senada dengan Beheshtifar & Nezhad (2012), mereka menjelaskan bahwa faktor utama yang menentukan pembentukan konsep diri individu adalah lingkungan serta dengan siapa individu hidup, dimana mereka memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan konsep diri seseorang.

Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif ataupun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri negatif. Jadi, anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dialami dan apa yang diperoleh dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga, sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif (Murmanto, 2007). Hal ini senada dengan yang kemukakan oleh Yahaya (2004) bahwa konsep diri ada positif maupun negatif dan tidak terbentuk secara turun- temurun, dimana kepribadian yang dibentuk merupakan suatu hal yang setara dengan

(19)

kepercayaan yang ditanam semasa kecil, dan sebagai pegangan ketika pada masa remaja dan dewasa. Penting untuk diketahui bahwa konsep diri tidak terbatas pada saat ini, tetapi mencakup diri individu di masa lalu dan masa depan, dimana masa depan mewakili ide-ide seseorang (individu ingin menjadi), akan tetapi ada kemungkinan bahwa individu dapat berfungsi sebagai insentif bagi perilaku dimasa depan, juga memberikan evaluatif dan interpretative dalam konteks yang aktif terhadap diri sendiri (Adetoro 2011 dalam Beheshtifar & Nezhad, 2012).

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Terkait dengan konsep diri yang dimiliki oleh seseorang, Hurlock (1994 dalam Kasih, 2008) mengemukakan beberapa kondisi yang mempengaruhi konsep diri pada masa kanak-kanak, yaitu: kondisi fisik, bentuk tubuh, nama dan julukan, status sosial ekonomi, lingkungan sekolah, dukungan sosial, keberhasilan dan kegagalan, seks dan inteligensi, sedangkan kondisi yang mempengaruhi konsep diri pada masa remaja, yaitu: usia kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman sebaya, kreatifitas, dan cita-cita.

2.2.4 Komponen Konsep Diri

Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), percaya bahwa konsep diri terbagi menjadi 3 komponen, antara lain:

1. The View you have of yourself (Self image)

Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), bagaimana kita melihat diri kita sendiri, dimana ini penting dan baik untuk kesehatan psikologi seseorang.

(20)

Sedangkan Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), menjelaskan bahwa ini bukan kebutuhan untuk merefleksikan diri. Pada level sederhana, kita mungkin mengenali diri kita sendiri sebagai pribadi yang baik atau buruk, cantik atau jelek. Citra diri mempunyai pengaruh terhadap bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku di dunia ini (McLeod, 2007).

Citra diri adalah cara seseorang melihat dirinya sendiri, dan berpikir mengenai dirinya sendiri (Gunawan, 2003). Sedangkan Tracy (1993 dalam Solihudin, 2010) menunjukkan cara individu dalam membayangkan dirinya sendiri, dan menentukan cara individu bertingkah laku dalam situasi tertentu.

Khun (1960 dalam McLeod, 2008), membagi citra diri menjadi 4 sub dimensi, yaitu:

a. Physical Description (keterangan fisik): saya tinggi, saya mempunyai mata berwarna biru, dan lain-lain

b. Social Roles (peran sosial): kita semua adalah makhluk sosial yang perilakunya dibentuk sampai batas tertentu oleh peran yang kita mainkan.

Peran seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, atau anggota tim sepakbola, ini tidak hanya membantu orang lain untuk mengenali kita, tetapi juga membantu kita untuk mengetahui apa yang diharapkan dari kita dalam berbagai situasi (Mcleod, 2008).

c. Personal Traits (sifat pribadi): ini adalah dimensi ketiga dari deskripsi tentang diri kita: ”Saya impulsif.. Saya murah hati.. Saya cenderung khawatir dengan banyak hal”, dan lain-lain (Mcleod, 2008).

(21)

d. Existential Statements (laporan eksistensial atau yang abstrak): seperti ”Saya anak alam semesta” untuk ”Saya sesorang manusia” untuk ”Saya makhluk spiritual”, dan lain-lain (Mcleod, 2008).

2. How much value you place on yourself (Self esteem or self worth)

Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri, dan perasaan harga diri (self worth) berkembang pada awal masa kanak-kanak dan terbentuk dari interaksi anak dengan ibu dan ayahnya. Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), harga diri mengacu pada sejauh mana kita suka, menerima, atau menyetujui diri kita sendiri atau seberapa banyak kita menghargai diri kita sendiri. Menurut Tracy (1993 dalam Salihudin,2010), harga diri adalah seberapa besar seseorang menyukai dirinya sendiri.

Menurut Gunawan (2003), semakin seseorang menyukai dirinya, menerima dirinya, dan hormat pada dirinya sendiri sebagai seseorang yang berharga dan bermakna, maka semakin tinggi harga diri seseorang. Semakin seseorang merasa sebagai manusia yang berharga, maka seseorang akan semakin bersikap positif dan merasa bahagia.

Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), self esteem tinggi, yaitu seseorang memiliki pandangan yang positif tentang diri kita sendiri, dan hal ini cenderung menyebabkan:

1. Keyakinan pada kemampuan kita sendiri 2. Penerimaan diri

3. Tidak khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan 4. Optimisme

(22)

Sedangkan Rogers (1995 dalam McLeod, 2008), menjelaskan bahwa self esteem rendah, yaitu seseorang memiliki pandangan negatif terhadap diri kita sendiri, dan hal ini cenderung menyebabkan:

1. Ketidakpercayaan

2. Ingin menjadi atau terlihat seperti orang lain

3. Selalu mengkhawatirkan apa yang orang lain mungkin pikirkan 4. Pesimisme

3. What you wish you were really like (Ideal self)

Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), diri ideal ini adalah seseorang yang ingin kita tiru, dimana ini terdiri dari tujuan dan ambisi dalam hidup, dan dinamis. Diri ideal merupakan gabungan dari semua kualitas, serta ciri kepribadian orang yang sangat dikagumi atau gambaran dari sosok yang sangat diinginkan, dan apabila dapat menjadi seperti apa yang diinginkan (Gunawan, 2003).

Diri ideal berisi semua atribut, biasanya positif seperti setiap orang bercita-cita untuk menjadi yang diinginkan. Sebuah kesenjangan yang besar antara diri ideal dan konsep diri menunjukkan ketidaksesuaian dan kepribadian yang tidak sehat. Individu yang sehat secara psikologis memandang perbedaan kecil antara konsep diri mereka dengan apa yang mereka idealnya ingin menjadi (Feist &Feist, 2009).

Menurut Tracy (1993 dalam Solihudin, 2010), bentuk diri ideal akan menuntun individu dalam membentuk perilaku. Menurut Rogers (1995 dalam McLeod, 2008), diri ideal seseorang mungkin tidak konsisten dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan, dan pengalaman dari orang tersebut,

(23)

sehingga perbedaan ini mungkin ada diantara diri ideal seseorang dengan pengalaman aktual, maka ini disebut ketidaksesuaian (incongruence).

Incongruent Congruent

The self-image is different to the ideal self. The self-image is similiar to the ideal self.

There is only the little overlap There is more overlap Here self-actualisation will be difficult this person can self-actualise

Gambar 2.1 Incongcruence and congcruence self image Sumber: Rogers (1959 dalam Mcleod, 2008)

Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), menjelaskan jika terdapat ketidak sesuaian antara bagaimana seseorang melihat dirinya (misalnya citra dirinya), dan apa yang seseorang ingin tiru atau menjadi (misalnya diri ideal), maka ini kemungkinan akan mempengaruhi seberapa banyak seseorang itu menghargai dirinya sendiri.

2.2.5 Dimensi Konsep Diri

Konsep diri dapat dibagi menjadi empat bagian dasar, antara lain: actual versus ideal, and private versus social. Perbedaan actual-ideal mengacu pada persepsi individu tentang siapa dirinya sekarang (actual self concept) dan yang saya ingin menjadi (ideal self concept). Private self mengacu pada bagaimana saya atau ingin menjadi diri saya (private self concept), dan social self adalah bagaimana saya

Self-Image Ideal-Self

Self- Ima ge

Ideal -Self

(24)

dilihat oleh orang lain atau bagaimana saya ingin dilihat oleh orang lain (social self concept) (Hawkins, Mothersbaugh, & Best,2007).

Tabel 2.1 Dimesions of a Consumer’s Self Concept

Dimensions of Self- Actual Self-Concept Ideal Self Concept Concept

Private self How I actually see my How I would like to see

Self myself

Social self How others actually How I would like others

see me to see me

Sumber: Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007).

2.2.6 Jenis Konsep Diri

Menurut Calhoun dan Acocella (1995 dalam Isabella, 2011), membedakan konsep diri menjadi 2, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek pengalaman, baik itu pikiran, perasaan, persepsi, dan tingkah laku individu. Dengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat dilihat dari tingkah lakunya. Apabila seseorang memiliki konsep diri positif, maka perilaku yang muncul pun cenderung positif, dan sebaliknya, seseorang yang menilai dirinya negatif, maka perilaku yang muncul pun cenderung negatif (dalam Isabella, 2011).

2.2.6.1 Konsep Diri Positif

Menurut Santoso (2010:71), mengemukakan bahwa ”konsep diri positif merupakan sebuah sistem operasi yang mempengaruhi mental dan kemampuan berpikir positif seseorang”. Semakin positif konsep diri seseorang, maka akan

(25)

semakin mudah mengarahkan perasaan dan pikirannya kearah positif. Seseorang yang memiliki konsep diri positif dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan seseorang dalam kehidupannya”.

Sedangkan menurut Calhoun dan Acocella (1995), individu yang memiliki konsep diri positif akan mampu menerima kekurangan dalam dirinya. Ia akan mampu mengintrospeksi dirinya, dan mampu mengubah dirinya agar menjadi lebih baik, mampu menata masa depannya dengan sikap optimis sehingga dapat diterima di tengah masyarakat. Konsep diri yang positif akan menjadi modal individu dalam merancang kehidupannya dimasa kini maupun masa mendatang. Dengan konsep diri positif, individu akan memandang positif dirinya maupun orang lain, sehingga ia akan mendapat umpan balik yang positif pula dari lingkungannya (dalam Isabella, 2011).

2.2.6.2 Konsep Diri Negatif

Menurut Calhoun dan Acocella (1995) membagi konsep diri negatif menjadi 2, yaitu:

1. Individu memandang dirinya secara acak, tidak teratur, tidak stabil, dan tidak ada keutuhan diri. Ia tidak mengetahui siapa dirinya, kelemahannya, kelebihannya, serta apa yang dihargai dalam hidupnya (dalam Isabella,2011).

2. Kebalikan dari jenis konsep diri negatif yang pertama, individu yang memiliki konsep diri negatif memandang dirinya terlalu stabil dan terlalu teratur. Dengan demikian, individu menjadi seorang yang kaku, dan tidak bisa menerima ide-ide baru yang bermanfaat baginya Murmanto (2007), konsep diri seseorang dapat dilihat dari sikap mereka.

(26)

Konsep diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak berani mencoba hal-hal baru, tidak berani mencoba hal-hal yang menantang, takut gagal, takut sukses, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa tidak berharga, merasa tidak layak untuk sukses, pesimis, dan masih banyak perilaku inferior lainnya.

Sebaliknya, orang yang konsep dirinya baik, akan selalu optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses, berani gagal, percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, bersikap dan berpikir positif, dan dapat menjadi seorang pemimpin yang handal.

2.2.7 Konsep Diri Independent dan Interdependent

Konsep diri adalah penting dalam semua budaya. Namun, aspek-aspek diri yang paling berharga dan paling pengaruh pada konsumsi dan perilaku lainnya bervariasi di seluruh budaya. Para peneliti telah menemukan itu berguna untuk mengkategorikan konsep diri menjadi dua jenis, independen dan interdependen, juga disebut sebagai keterpisahan seseorang dan keterhubungan (Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007).

Menurut Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007), konsep diri independen dan interdependen tidak dikategori secara diskrit, melainkan, mereka adalah konstruksi yang digunakan untuk menggambarkan ujung-ujung sebuah kontinum sepanjang yang kebanyakan kebohongan budaya.

2.2.7.1 Konsep Diri Independent

Independent construal of the self didasarkan pada dominan budaya Barat yang menyatakan bahwa individu terpisah secara inheren. Konsep diri Independen

(27)

menekankan tujuan pribadi, karakteristik, prestasi, dan keinginan. Individu dengan konsep diri yang independen cenderung individualistik, egosentris, otonom, dan mandiri. Mereka mendefinisikan diri mereka dalam hal apa yang mereka lakukan, apa yang mereka miliki, dan karakteristik pribadi mereka (Hawkins, Mothersbaugh,

& Best, 2007).

2.2.7.2 Konsep Diri Interdependent

Menurut Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007), interdependent construal of the self lebih didasarkan pada keyakinan budaya yang umum di Asia dalam keterhubungan dasar manusia. Konsep diri interdependen menekankan hubungan keluarga, budaya, profesional, dan sosial. Individu dengan konsep diri interdependen cenderung patuh, sociocentric, holistik, terhubung, dan hubungan yang terorientasi.

Mereka mendefinisikan diri mereka dalam hal peran sosial, hubungan keluarga, dan kesamaan dengan anggota lain dari kelompok mereka (Hawkins, Mothersbaugh, &

Best, 2007).

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2012) adalah pandangan dan perasaan diri kita sendiri baik bersifat psikologi, sosial dan fisis.

2.2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

Gabriel Marcel, filosof yang menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita. ”The fact is that we can understand ourselves by starting from the others, and my only by starting from them”, kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain lebih dahulu. Bagaimana anda menilai diri saya, akan membentuk konsep diri saya.

(28)

Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain meremehkan diri kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita. S. Frank Miyamoto dan Standford M. Dornbush (1956) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang paling jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik dan kesukaan orang lain pada dirinya.

Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang yang dinilai baik oleh orang lain cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga dirinya sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.

Eksperimen lain yang dilakukan Gergen (1965, 1972) menunjang penemuan ini. Pada satu kelompok, subyek eksperimen yang menilai dirinya dengan baik diberi peneguhan dengan anggukan, senyuman, atau pernyataan mendukung pendapat mereka. Pada kelompok lain, penilaian positif tidak ditenggapi sama sekali.

Kelompok pertama menunjukkan peningkatan citra diri yang lebih baik karena mendapat sokongan dari orang lain.

2.2.9 Pengaruh Konsep Diri Pada Komunikasi Inperpersonal

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila orang merasa rendah diri, ia akan mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada orang yang dihormatinya, tidak mampu

(29)

berbicara di depan umum, atau ragu-ragu menuliskan pemikirannya dalam media massa.

Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai konsep diri disebut nubuat yang dipenuhi sendiri. Bila anda berpikir menjadi orang bodoh, anda akan benar menjadi orang yang bodoh. Bila anda merasa memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang dihadapi pada akhirnya dapat diatasi. Anda berusaha hidup sesuai dengan label yang melekat pada diri anda sendiri. Hubungan konsep diri dengan perilaku, mungkin dapat disimpulkan, dengan ucapan para penganjur berpikir positif: You don’t think what you are, you are what you think.

Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri sendiri; positif atau negatif. Sebaiknya kita mampu mengidentifikasi tanda-tanda konsep diri yang positif dan negatif. Menurut Williarn D. Brooks dan Philip Emmert (1976) ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif.

Pertama, ia peka pada kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya, dan mudah marah atau naik pitam. Bagi orang ini, dikoreksi seringkali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam komunikasi, orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru.

Kedua, orang yang memiliki konsep diri negatif, responsif sekali tehadap pujian. Walaupun ia mungkin pura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Buat orang seperti ini, segala macam embel-embel yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, mereka pun

(30)

bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apa pun dan siapa pun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain. Inilah sifat yang ketiga, sikap hiperkritis.

Keempat, orang yang konsep dirinya negatif, cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan. Karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan. Ia tidak akan pernah mempersalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak beres.

Kelima, orang yang konsep dirinya negatif, bersikap pesimis terhadap kompetensi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal:

a. ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah;

b. ia merasa setara dengan orang lain;

c. ia menerima pujian tanpa rasa malu;

d. ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat;

e. ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Kenyataan, memang tidak ada orang yang betul-betul sepenuhnya berkonsep diri negatif atau positif, tetapi untuk efektivitas komunikasi interpersonal, sedapat

(31)

mungkin memperoleh sebanyak mungkin tanda-tanda konsep diri positif. D.E.

Hamachek menyebutkan sebelas karakteristik yang mempunyai konsep diri positif:

a. Meyakini nilai dan prinsip tertentu serta bersedia mempertahankan, walaupun menghadapi dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip itu bila pengalaman dan bukti baru menunjukkan ia salah.

b. Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

c. tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi pada waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.

d. Memiliki keyakinan dan kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.

e. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.

f. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.

g. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.

h. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

i. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai

(32)

bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.

j. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.

k. Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain (Brooks dan Emmert, 1976).

2.2.10 Keterbukaan

Makna keterbukaan berasal dari kata terbuka yang memiliki arti luas, tidak tertutup, tidak terbatas pada orang tertentu saja, tidak di rahasiakan. Jadi keterbukaan yaitu memberi peluang luar untuk masuk dan menerima berbagai hal untuk masuk, baik itu di dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan, ideologi, paham dan aliran, ataupun ekonomi.

Keterbukaan berarti memberi peluang luar untuk masuk, dan menerima berbagai hal untuk masuk, baik itu di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan, ideologi, paham dan aliran, ataupun ekonomi. Terbuka menerima saran, kritik, dan pendapat orang lain dalam pergaulan. Tidak menutup diri dari pergaulan, keterbukaan dan keterusterangan terhadap apa yang dipikirkan, diinginkan, diketahui dan kesediaan menerima saran dan kritik dari orang lain.

Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita.

(33)

Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman, akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman dan gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensive, dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain.

Selain itu, keterbukaan merupakan perwujudan dari sikap jujur, rendah hati, adil, mau menerima pendapat, kritik dari orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterbukaan adalah hal terbuka, perasaan toleransi dan hati-hati serta merupakan landasan untuk berkomunikasi. Dengan demikian dapat dipahami pula bahwa yang dimaksud dengan keterbukaan adalah suatu sikap dan perilaku terbuka dari individu dalam beraktivitas.

Keterbukaan sangat penting dalam berkomunikasi. Sikap keterbukaan di antara kita akan dapat melancarkan informasi, dan pada akhirnya akan dapat memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa. Dengan keterbukaan itu, kita akan dapat menyerap berbagai kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Dan dengan itu pula kita akan bersikap dan berperilaku mau menghargai perbedaan yang dimiliki oleh orang, kelompok, atau suku bangsa lain. Sikap keterbukaan juga akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Budi pekerti dalam hubungannya dengan penerapan sikap berbudi pekerti luhur, salah satu sasarannya adalah membangun dan menumbuh-kembangkan individu-individu yang berjiwa demokratis.

Hubungan antara konsep diri dan keterbukaan dapat dijelaskan dengan Johari Window, yang diungkapkan tingkat keterbukaan dan tingkat kesadaran tentang diri sendiri. Untuk membuat Johari Window, dengan menggambar segiempat dengan

(34)

garis tengah yang membelah jendela menjadi dua bagian. Sebelah atas jendela menunjukkan aspek diri sendiri yang diketahui orang lain, public self. Sebelah bawah adalah aspek diri yang tidak diketahui orang lain, private self.

Publik (diketahui orang lain)

Privat (tidak diketahui orang lain)

Bila jendela belah ke bawah, sebelah kiri adalah aspek diri yang kita ketahui, dan sebelah kanan adalah aspek diri yang tidak kita ketahui.

Diri yang Kita ketahui

Diri yang tidak Kita ketahui

Bila kedua jendela digabungkan, akan membuat Johari Window yang lengkap. Masukkan ke dalam kamar-kamar jendela itu konsep ”terbuka” (open),

”buta” (blind), ”tersembunyi” (hidden), dan ”tidak dikenal” (unknown).

Kita ketahui

Tidak kita ketahui

Publik

Terbuka Buta

Tersembunyi Tidak dikenal

Privat

(35)

Kamar pertama disebut daerah terbuka (open area), meliputi perilaku dan motivasi yang kita ketahui dan diketahui orang lain. Pada daerah kita sering melakukan pengelolaan kesan, kita berusaha menampilkan diri kita dalam bentuk topeng. Misalkan, anda benci kepada atasan, tetapi berusaha menunjukkan sikap ramah kepadanya. Ketika ia minta maaf telah menyinggung anda, anda menjawab,

”Ah, tidak apa-apa kok, Pak!”. Gejolak hati dan kejengkelan anda pada dia, diri anda yang ditutup-tutupi, adalah daerah tersembunyi (hidden area). Seringkali kita menjadi terbiasa menggunakan topeng, sehingga kita sendiri tidak menyadarinya.

Orang lain sebaliknya mengetahuinya. Orang yang rendah diri berusaha jual tampang, meyakinkan orang lain tentang keunggulan dirinya, dan merendahkan orang lain. Ia tidak menyadarinya, tetapi orang lain mengetahuinya. Ini termasuk daerah buta (blind). Tentu diri kita sebenarnya. Yang hanya Allah yang tahu. Ini daerah yang tidak dikenal (unknown). Makin luas diri publik kita, makin terbuka kita pada orang lain, makin akrab hubungan kita dengan orang lain. Makin baik anda mengetahui seseorang, makin akrab hubungan anda dengan dia, makin lebar daerah terbuka jendela anda.

2.2.10.1 Fungsi keterbukaan

Akan memperoleh berbagai informasi sehingga dapat memperkaya pengetahuan, dapat meningkatkan SDM, mampu memberikan menularkan info mengenai hal yang bersifat dapat memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mampu menghalau dan mengantisipasi pihak yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, memungkinkan adanya kebiasaan berdialog baik antar suku bangsa golongan aliran maupun agama, dapat membentuk forum permusyawaratan

(36)

baik antar suku bangsa golongan aliran maupun agama, menghindarkan diri dari fitnah dan prangsangka negatif.

Secara umum fungsi keterbukaan adalah :

a. Akan memperoleh berbagai informasi sehingga dapat memperkaya pengetahuan,

b. Dapat meningkatkan sumber daya manusia,

c. Mampu memberikan, menularkan informasi mengenai hal-hal yang bersifat dapat memperkukuh persatuan dan persatuan bangsa,

d. Mampu menghalau dan mengantisipasi pihak-pihak yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,

e. Memungkinkan adanya kebiasaan berdialog, baik antar suku bangsa, golongan, aliran maupun agama,

f. Dapat membentuk forum permusyawaratan baik antar suku bangsa, golongan, aliran maupun agama,

g. Menghindarkan diri dari fitnah dan berprasangka negatif.

2.2.10.2 Ciri-Ciri Keterbukaan

Sikap keterbukaan, merupakan prasyarat dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan. Keterbukaan juga merupakan sikap yang dibutuhkan dalam harmonisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dilihat tentang ciri-ciri keterbukaan, yaitu sebagai berikut:

a. Terbuka (transparan) dalam proses maupun pelaksanaan kebijakan publik.

(37)

b. Menjadi dasar atau pedoman dalam dialog maupun berkomunikasi.

c. Berterus terang dan tidak menutup-nutupi kesalahan dirinya maupun yang dilakukan orang lain.

d. Tidak merahasiakan sesuatu yang berdampak pada kecurigaan orang lain.

e. Bersikap hati-hati dan selektif (check and recheck) dalam menerima dan mengolah informasi dari manapun sumbernya.

f. Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain.

g. Mau mengakui kelemahan atau kekurangan dirinya.

h. Menyadari tentang keberagaman dlm berbagai bidang kehidupan i. Mau bekerja sama dan menghargai orang lain.

j. Mau dan mampu menyesuaikan dengan berbagai perubahan.

Sikap terbuka dalam kehidupan perlu ditumbuh kembangkan, mulai dari keluarga, masyarakat dan negara. Adapun ciri-ciri keterbukaan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :

a. Demokratis, b. Berkeadilan,

c. Musyawarah dan mufakat,

d. Berpikir luas dengan hati yang terbuka, e. Berani mengakui kesalahan.

Sikap terbuka adalah suatu sikap berupa kesediaan seseorang untuk mau menerima terhadap hal-hal yang berbeda dengan kondisi dirinya. Dalam kehidupan berbangsa, diperlukan untuk menjaga keutuhan bangsa, mempererat hubungan toleransi serta menghindari konflik. Dalam kehidupan bernegara, bagi pemerintah

(38)

atau pejabat publik diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan rakyat agar mau berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Pejabat publik harus mampu mewujudkan ”Clean Government” atau pemerintah yang bersih.

Perwujudan sikap terbuka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan dengan :

a. Kehidupan yang demokratis,

b. Kebiasaan masyarakat yang madani, c. Kebiasaan berdialog dan bermusyawarah, d. Bekerja sama,

e. Toleransi.

2.3 Knowledge Management 2.3.1 Pengertian Pengetahuan

Davenport dan Prusak (1998) membedakan pengertian antara data, informasi dan pengetahuan yaitu:

”Knowledge is neither data nor information, though it related to both, and the differences between these terms are often a matter of degree”.

a. Data is a set of discrete, objective facts about events. Dalam organisasi, data terdapat dalam catatan (record) atau transaksi.

b. Information is data that makes a difference. Kata inform sejatinya berarti to give shape atau untuk bentuk, dan informasi ditujukan untuk membentuk orang yang mendapatkannya, yaitu untuk membuat agar pandangan atau wawasan orang tersebut berbeda (dibandingkan sebelum memperoleh informasi). Menurut Drucker (1988), tidak seperti data, informasi mempunyai makna (meaning) yang

(39)

ditimbulkan oleh relevansi dan tujuan yang diberikan oleh penciptanya.

Davenport dan Prusak memberikan metode mengubah data menjadi informasi melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C: contextualized, calculated, corrected, dan condensed. Dalam organisasi, infomasi terdapat dalam pesan (messages).

c. Knowledge adalah kebiasaan, keahlian/kepakaran, keterampilan, pemahaman, atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar. Istilah ini sering kali rancu dengan Ilmu Pengetahuan (science). Ilmu Pengetahuan adalah ilmu yang teratur (sistematik) yang dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya, sedangkan pengetahuan belum tentu dapat diterapkan, karena pengetahuan sebuah organisasi sangat terkait dengan nilai, budaya, dan kondisi dari organisasi tersebut.

Davenport dan Prusak (1998) memberikan metode mengubah informasi menjadi pengetahuan melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C: comparation, consequences, connections,dan conversation. Dalam organisasi, pengetahuan diperoleh dari individu atau kelompok orang yang mempunyai pengetahuan, atau kadang kala dalam rutinitas organisasi. Pengetahuan diperoleh melalui media yang terstruktur seperti: buku dan dokumen, hubungan orang ke orang yang berkisar dari pembicaraan ringan hingga ilmiah dan juga dapat diperoleh melalui pendidikan formal (Olaniyan dan Okemakinde, 2008).

Nonaka (2006), menyampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian mengenai pengetahuan:

a. Pengetahuan merupakan justified true believe. Seorang individu membenarkan (justifies) kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai

(40)

dunia. Jadi bila seseorang menciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak. Penciptaan pengetahuan melibatkan perasaan dan kepercayaan (belief systems) dimana perasaan atau kepercayaan itu tidak disadari.

b. Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terbatinkan (tacit).

Beberapa pengetahuan dapat dituliskan di kertas, diformulasikan dalam bentuk kalimat, atau diekspresikan dalam bentuk gambar. Namun ada pula pengetahuan yang terkait erat dengan perasaan, keterampilan dan bentuk bahasa utuh, persepsi pribadi, pengalaman fisik, petunjuk praktis (rule of thumb) dan institusi.

Pengetahuan terbatinkan seperti itu sulit sekali digambarkan kepada orang lain.

Sedangkan dalam buku Knowledge Management Strategies for Business Development pada bab Conceptual Theory: What do you know?, Meir Russ (2010) mengatakan definisi pengetahuan sebagai berikut:

”Knowledge is an action, or a potential of an action, that creates, or the potential to create, value based on data or previous knowledge, and/or information “

Dilihat dari jenisnya, Polanyi (1966, cit. Russ, 2010) menyatakan ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan explicit dan pengetahuan tacit. Tacit knowledge adalah pengetahuan yang masih tersimpan dalam pikiran manusia, sulit diformulasikan (misalnya keahlian seseorang). Sedangkan explicit knowledge misalnya adalah dokumen, data base dan materi audio visual

Perkembangan selanjutnya knowledge (pengetahuan) dikelompokan menjadi 3 yaitu:

a. Tacit Knowledge

(41)

Pada dasarnya suatu informasi akan menjadi tacit knowledge ketika diproses oleh pikiran seseorang. Knowledge jenis ini biasanya belum dikodifikasikan atau disusun dalam bentuk tertulis. Dalam knowledge ini termasuk intuisi, cognitive knowledge. Tacit knowledge seperti intuisi, dan pandangan biasanya sangat sulit untuk dikodifikasikan.

b. Explicit Knowledge

Pengetahuan yang telah dikodifikasi atau dieksplisitkan. Jadi biasanya telah direpresentasikan dalam suatu bentuk yang tertulis dan terstruktur. Pengetahuan jenis ini jelas lebih mudah direkam, dikelola dan dimanfaatkan serta ditransfer ke pihak lain.

c. Knowledge Shared

Explicit knowledge yang digunakan bersama pada suatu komunitas.

2.3.2 Pengertian Knowledge Management

Honeycuut (2000), mengatakan Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) adalah suatu disiplin yang memperlakukan modal intelektual sebagai aset yang dikelola. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa modal utama sebuah organisasi agar unggul dalam persaingan adalah modal pengetahuan, oleh karena itu modal ini harus terus dikelola dan diperbaharui. Selanjutnya menurut Honeycuut (2000), knowledge management adalah mengelola pengetahuan dalam organisasi untuk menciptakan nilai dan meningkatkan produktivitas dan keunggulan kompetitif. Dari pernyataan ini, knowledge management merupakan teknik untuk membangun suatu lingkungan pembelajaran sehingga orang di dalamnya terus

(42)

termotivasi untuk terus belajar, memanfaatkan informasi yang ada, serta pada akhirnya mau berbagi pengetahuan yang baru didapat.

Selanjutnya menurut Skyrme (1998), knowledge management merupakan manajemen pengetahuan vital secara eksplisit dan sistematis dan proses yang berasosiasi pada pembentukan, pengorganisasian, difusi, penggunaan dan eksploitasi.

Jadi disini knowledge management adalah proses sistematis untuk menemukan, memilih, mengorganisasikan, menyarikan dan menyajikan informasi dengan cara tertentu yang dapat meningkatkan penguasaan karyawan dalam suatu bidang kaji yang spesifik.

Konsep manajemen pengetahuan awalnya berasal dan berkembang di dunia bisnis. Sebagai suatu konsep, manajemen pengetahuan diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki pengoperasian perusahaan dalam rangka meraih keuntungan kompetitif dan meningkatkan laba. Manajemen pengetahuan bermanfaat bagi para pekerja dalam memperbaiki proses kerja, menanamkan budaya berbagi pengetahuan, serta mengimplementasikan sistem penghargaan berbasis kinerja (Siregar, 2005).

Keberadaan manajemen pengetahuan untuk mengelola modal perusahaan dalam organisasi, perlu mendapat perhatian. Ini sejalan dengan pendapat Honeycuut (2000), bahwa untuk menciptakan nilai dalam organisasi dan unggul dalam persaingan harus memperlakukan intellectual capital sebagai asset yang dikelola.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa modal utama sebuah organisasi agar unggul dalam persaingan adalah modal pengetahuan, oleh karena itu modal ini harus dikelola dan diperbarui. Pengetahuan yang dikelola dalam organisasi terdiri dari pengetahuan tacit dan pengetahuan explicit (Polanyi, 1967 cit, Honeycuut,

(43)

2000). Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang masih tersimpan dalam pikiran anggota organsiasi, merupakan pengetahuan terbesar dalam organisasi, riset Delphi Group menunjukkan bahwa empat puluh dua persen (42%) dari total knowledge yang ada dalam organisasi masih tersimpan di pikiran karyawannya, dua puluh enam persen (26%) berupa dokumen kertas, dua puluh persen (20%) berupa dokumen elektronik dan dua belas persen (12%) berupa knowledge base elektronic (Setiarso, 2006). Pengetahuan explicit adalah pengetahuan yang sudah didokumentasikan, misal laporan tentang pelaksanaan kegiatan pelatihan yang didapat dari data dokumen mutu di pendidikan dan pelatihan pegawai. Mengelola pengetahuan tacit dan pengetahuan explicit berarti mengelola modal SDM yang ada dalam organisasi (Stewart, 1998).

Keberadaan manajemen pengetahuan dalam organisasi juga dijadikan strategi untuk meningkatkan efektifitas dan produktifitas organisasi (Elita, 2007). Untuk itu organisasi yang membangun manajemen pengetahuan membutuhkan modal pengetahuan yang ada di organisasinya untuk dikelola dan dikembangkan yaitu modal intelektual.

2.3.3 Tahapan Knowledge Management

Tahapan dalam knowledge management terdiri dari lima fase (Koina, 2004), yakni (1) fase identifikasi atau akuisisi; (2) fase penciptaan pengetahuan; (3) fase penyimpanan pengetahuan; (4) fase pemindahan pengetahuan dan (5) fase penggunaan, implementasi dan evaluasi pengetahuan.

1. Fase identifikasi atau akuisisi.

(44)

Merupakan proses untuk mendapatkan dan mengumpulkan koleksi pengetahuan yang sudah ada. Sumber untuk mendapatkan pengetahuan ini adalah sumber internal, seperti: dokumen kerja, SOP, suratedaran ataupun laporan projek. Sementara sumber eksternal dapat berupa: laporan riset dari konsultan, dokumen pelatihan/pendidikan, laporan benchmark atau studi banding ke perusahaan lain.

2. Fase penciptaan pengetahuan.

Merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan baru. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan cara: uji coba (eksperimen), penelitian dan pengembangan dan membuka forum diskusi.

Pada proses penciptaan pengetahuan, terjadi interaksi pengetahuan tacit dan pengetahuan explicit. Interaksi ini melalui empat proses yaitu socialization, externalization, internalization dan combination (Nonaka, 2006). Ada tiga faktor yang berperan dalam proses penciptaan pengetahuan yaitu people, processes dan system (Russ, 2010). Faktor people adalah faktor sumber daya manusia yang mengeksplorasi dan mengeksploitasi pengetahuan. Faktor processes adalah interaksi pengetahuan tacit dan pengetahuan explicit. Faktor system adalah faktor yang memfasilitasi antara faktor people dan faktor processes. Teknologi informasi merupakan alat yang dipergunakan dalam faktor system penciptaan pengetahuan.

(45)

Berikut model triangle penciptaan pengetahuan menurut Russ (2010):

People

Processes System

Gambar 2.2 Proses Penciptaan Pengetahuan menurut Russ (2010).

Berdasarkan analogi penciptaan pengetahuan melalui tiga dimensi yaitu people, processes dan system (Russ, 2010), penciptaan pengetahuan juga melibatkan people (modal SDM dan modal sosial), processes (integrasi knowledge spiral dalam manajemen pengetahuan), serta system (teknologi informasi).

Pada people, modal SDM dibangun melalui parameter kejujuran, tanggung jawab dan komitmen (Stewart, 1998) dan modal sosial dibangun melalui parameter trust, resiprocity, shared norms (Putnam, 1995). Pada tahap processes, integrasi knowledge spiral dalam manajemen pengetahuan (Koina, 2004, Nonaka, 2006). Pada system, teknologi informasi yang memfasilitasi antara faktor people dan faktor processes.

Nonaka dan Takeuchi (1995) mengatakan ada empat langkah penciptaan pengetahuan yaitu:

a. Socialization

Sosialisasi meliputi kegiatan berbagi pengetahuan tacit antar individu. Istilah sosialisasi digunakan, karena pengetahuan tacit disebarkan melalui kegiatan bersama

 

Knowledge

Gambar

Gambar 2.1 Incongcruence and congcruence self image  Sumber: Rogers (1959 dalam Mcleod, 2008)
Tabel 2.1 Dimesions of a Consumer’s Self Concept
Gambar 2.2 Proses Penciptaan Pengetahuan menurut Russ (2010).
Gambar 2.4 Bentuk Umum Sistem
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, diupayakan modifikasi ukuran pori membran yang sesuai untuk proses sterilisasi, yaitu mempunyai permeabilitas dan selektivitas tinggi terhadap bakteri

Perpindahan posisi guru dalam ruangan dimaksudkan untuk mempertahankan perhatian siswa. Penggunaan variasi ini cukup penting artinya bagi guru karena dapat

In this study, solid fermentation of mixed substrate comprising Kepok banana peel and corn hominy using Rhizopus oryzae (Biotech Laboratory Culture Collection) was

ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI DAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI O MELALUI MOTIVASI KERJA SEBAGAI INTE (Studi Kasus pada Dinas Perumah Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabup.. :

Penulitasan makalah ini berlandaskan pada penelitian yang di lakukan oleh UNESCO pada tahun 2005 yang berjudul Human Cloning “Ethical Issues” dimana dalam

Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang

Antara variabel kepercayaan diri tehadap intensi menggunakan ganja yaitu r = 0.974 dan p = 0.000 (p < 0.05) menunjukkan bahwa terhadapat korelasi yang sangat kuat dan

Dalam al-Qur'an banyak sekali (tidak kurang dari 91) ayat yang berbicara tentang manusia, Istilah yang digunakan al-Qur'an dalam menggambarkan manusia berkualitas