• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Bank Terhadap Nasabah Yang mengalami Kerugian atas Pencurian Dana Simpanan Nasabah dengan Modus Card Skimming

PERTANGGUNGJAWABAN BANK TERHADAP NASABAH KORBAN PENCURIAN DANA DENGAN METODE SKIMMING

A. Tanggung Jawab Bank Terhadap Nasabah Yang mengalami Kerugian atas Pencurian Dana Simpanan Nasabah dengan Modus Card Skimming

Peran teknologi dalam dunia perbankan sangatlah mutlak, dimana kemajuan suatu sistem perbankan sudah barang tentu ditopang oleh peran teknologi informasi.. Semakin berkembang dan kompleksnya fasilitas yang diterapkan perbankan untuk memudahkan pelayanan, berarti semakin beragam dan kompleks adopsi teknologi yang dimiliki oleh suatu bank. Terlebih untuk saat ini, khususnya dalam dunia perbankan hampir semua produk yang ditawarkan kepada nasabah serupa, sehingga persaingan yang terjadi dalam dunia perbankan adalah bagaimana memberikan produk yang serba mudah dan serba cepat.134

Aparat penegak hukum dan jajaran pengelola bank harus segera menuntaskan kasus pembobolan anjungan tunai mandiri (ATM). jika tidak, keresahan masyarakat bisa kian merebak dan berdampak sistemik terhadap industri perbankan nasional jika keresahan itu sampai menimbulkan tindakan penarikan uang secara besar-besaran. Untuk itu kasus pembobolan ATM yang sudah terjadi harus cepat diungkap dan ditindak. Disisi lain, masyarakat juga harus diyakinkan bahwa sistem keamanan perbankan nasional bisa diandalkan sehingga uang nasabah aman dari risiko pembobolan.135

134 Aan Ansori, “Sistem Informasi Perbankan Syariah”, Jurnal BanqueSyar’i, Vol. 4 No.

1 Juli-Desember 2018, UIN Sultan Maulana Hasanudin:Banten.

135 Megi Mokoginta, “Perlindungan Nasabah Bank dari Kejahatan Pembobolan ATM Menurut UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”, Lex Privatum, Vol. IV No. 6, Juli 2016.

Tindakan perbankan memberikan penggantian terhadap nasabah yang menjadi korban pembobolan ATM memang bagus karena membebaskan korban dari risiko kehilangan dana. Tapi tindakan itu saja tidak cukup untuk dapat meredakan keresahan masyarakat menyangkut keamanan dana mereka di perbankan nasional. Selama aparat berwenang tidak mampu untuk segera mengungkap kasus-kasus pembobolan yang sudah terjadi, dan di sisi lain pengelola perbankan tidak bisa meyakinkan masyarakat menyangkut sistem pengamanan dana nasabah, keresahan masyarakat bisa tetap semakin menjadi-jadi dan meluas. Apabila sudah terjadi demikian, perbankan nasional harus menanggung risiko dampak sistemik kasus pembobolan ATM.136

Dasar hukum pertanggung jawaban bank berkaitan dengan penerapan teknologi komputer dalam operasional kegiatan perbankan, data yang menyangkut rahasia bank tidak lagi terbatas dalam bentuk tertulis di atas kertas, namun juga banyak yang berbentuk “denyut elektronis” yang tersimpan dalam berbagai media penyimpanan kompuer.137 Lalu lintas transmisi data tersebut banyak dilakukan dengan mengkaitkan komputer dengan sarana telekomunikasi modern.

Oleh sebab itu, bila terjadi kasus pembocoran rahasia bank dengan sarana teknologi canggih misalnya dengan cara card skimming maka terhadap pelakunya dapat diancam dengan ketentuan Pasal 47 UU Perbankan, yang berbunyi:

“Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam

136 Franklin J. Talumewo, “Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah yang Menjadi Korban Kejahatan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)”, Lex Crimen, Vol.II No.1, Januari-Maret 2013.

137 Aloysius Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer, (Yogyakarta: Atma Jaya Yogyakarta, 1999), hlm. 112.

dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).”138

Menurut ketentuan Pasal 47 ayat (2) bahwa:

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).139

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) di atas, menunjukkan bahwa sanksi pidana yang berupa pidana penjara dan denda dikenakan kepada siapa saja yang memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana yang dimaksud Pasal 40.140 Sanksi tersebut dikenakan juga kepada Anggota Dewan Komisaris, direksi, dan pegawai bank, atau pihak terafiliasi yang sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut ketentuan Pasal 40.

Masalah tanggung jawab perdata atas kelalaian atau kesalahan yang terjadi pada bank dapat dihubungkan dengan kepengurusan bank tersebut. Pengurus bank yaitu pihak yang bertindak mewakili badan hukum bank tersebut berdasarkan ketentuan anggaran dasar perusahaan. Dengan demikian tanggung jawab pengurus terhadap perbuatannya menjadi dua bentuk, yakni: tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab perusahaan. Tanggung jawab pribadi ada apabila si pengurus bertindak di luar kewenangan yang telah ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan sewaktu pemberian kuasa perwakilan tersebut. Tetapi bila perbuatan

138 Indonesia (Perbankan), op. cit., Pasal 47 Ayat 1.

139 Ibid., Pasal 47 Ayat 2.

140 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 130.

pengurus masih dalam pelaksanaan dan wewenang yang tertuang dalam anggaran dasar perusahaan maka itu merupakan tanggung jawab perusahaan.141

Pemberian ganti rugi diatur di dalam UU Perlindungan Konsumen sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 huruf h tentang hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.142 Hak ini sesuai dengan tanggung jawab pelaku usaha sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) dimana pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.143

Apabila ditinjau dari aspek hukum perdata, Pasal 1365 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengatur mengenai kewajiban mengganti kerugian apabila memenuhi unsur pada Pasal 1365. Unsur tersebut yaitu:

1. perbuatan melawan hukum;

2. kesalahan;

3. kerugian;

4. hubungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian yang ditimbulkan.144

Sedangkan pada Pasal 1367 KUHPerdata menyatakan bahwa seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri, akan tetapi juga kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang

141 Ronny Prasetya, Pembobolan ATM; Tinjauan Hukum Perlindungan Nasabah Korban Kejahatan Perbankan (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010), hlm. 66.

142 Indonesia (Perlindungan Konsumen), op. cit., Pasal 4 huruf h.

143 Ibid., Pasal 19 Ayat (1).

144 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 9.

yang menjadi tanggungannya.145 Artinya, apabila ada keterkaitan antara kasus kejahatan skimming nasabah bank dengan pegawai bank yang bersangkutan maka bank sebagai pegawai yang mewakili urusan mereka dalam menjalankan kegiatan usaha memiliki tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi terhadap kerugian nasabah korban kejahatan skimming.

Hubungan hukum antara nasabah bank dan bank yang merupakan hubungan antara konsumen dan pelaku usaha, memberikan nasabah perlindungan hukum dengan adanya Perlindungan Konsumen. Dalam hal nasabah bank selaku konsumen jasa perbankan mengalami kerugian akibat kelalaian yang dilakukan bank selaku pelaku usaha, maka nasabah dapat mengajukan tuntutan ganti rugi sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen.146 Tuntutan ganti rugi nasabah terhadap bank dapat dilakukan melalui lembaga yang menangani sengketa antara konsumen dan pelaku usaha maupun melalui peradilan umum.147 Nasabah dapat memilih penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut

“BPSK”).148 Apabila upaya penyelesaian sengketa melalui BPSK dianggap tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak, maka dapat diajukan penyelesaian sengketa melalui lembaga pengadilan.149 Keberatan atas putusan BPSK dapat diajukan ke Pengadilan Negeri dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak putusan BPSK disampaikan. Selanjutnya Pengadilan Negeri wajib memutuskannya dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari. Terhadap

145 Indonesia (Burgelijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1367

146 Indonesia (Perlindungan Konsumen), op. cit., Pasal 19 Ayat (1).

147 Ibid., Pasal 45 ayat (1).

148 Ibid., Pasal 49 ayat (1).

149 Ibid., Pasal 45 ayat (4).

putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak putusan Pengadilan Negeri diterima.

Selanjutnya Mahkamah Agung wajib memutus perkara dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diajukan.150 Hukum acara yang digunakan oleh Pengadilan mengacu pada ketentuan proses Peradilan Umum yang berlaku dan harus memperhatikan ketentuan Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen.151

B. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank yang Mengalami