• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH : NASFIAHTUL ISTANI DAELY NIM : DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OLEH : NASFIAHTUL ISTANI DAELY NIM : DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK KORBAN PENCURIAN DANA DENGAN METODE SKIMMING

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

NASFIAHTUL ISTANI DAELY

NIM : 150200455

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berkat kuasa-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang membahas mengenai “Perlindungaan Hukum terhadap Nasabah Bank Korbaan Pencurian Dana dengan Metode Skimming berdasarkan Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”

Skripsi ini merupakan salah satu tugas yang diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah agar kiranya menjadi sarana pengembangan wawasan mengenai perlindungan hukum serta perlindungan konsumen terhadap nasabah bank korban pencurian dana dengan metode skimming yang merugikan nasabah bank.

Dalam skripsi ini saya menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat saya nantikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya

Pada kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik terutama kepada yang terhormat :

1.

Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(4)

2.

Bapak Prof. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3.

Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4.

Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5.

Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta Pembimbing I yang telah peduli dan memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini;

6.

Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku Sekretaris bagian Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

7.

Ibu Dr. Detania Sukarja, S.H., L.L.M., selaku Dosen Pembimbing II yang telah peduli dan memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini; Universitas Sumatera Utara;

8.

Bapak Syaiful Azam, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis selama Penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9.

Seluruh Dosen Pengajar dan Pegawai pada Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10.

Keluarga tercinta, papa dan mama yaitu Bapak Ilham Daeli, S.E. dan

Ibu Nasminah Marhaenis Hawan, S.E., terima kasih untuk doa yang

luar biasa besar kuasanya, jerih payah, cinta dan kasih sayang tak

(5)

terhingga yang begitu berarti. Semoga Nesfi dapat menjadi anak yang shalihah, yang senantiasa berbakti untuk mama dan papa;

11.

Abang, kakak dan adikku tercinta, abangku Fajrin Ilmar Daely dan Idul Alkhair Daely, kakakku Bening Kharisma Ayu dan adikku Fahmi Arifsyah Daely. Terimakasih untuk doa, perjuangan, cinta dan dukungannya. Terkhusus adikku rahimahullah Mahardika Amin Daely, selepas kepergianmu, kakak akan berjuang untuk membahagiakan keluarga dan dapat menebar manfaat untuk banyak orang;

12.

Paman Fani, Tante Nel, kak Fani, kak Fina dan Rizky. Terimakasih untuk kasih sayang dan perhatiannya;

13.

Sahabat-sahabat seperjuangan penulis dalam suka dan cita selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yakni, Khairunnisa Isyarah Tanjung, Putri Dwi Aprilia, Annisa Rizki.

Terimakasih untuk kenangan masa kuliah yang positif. Semoga Allah mengabulkan cita-cita kita seperti nama grup kita “sukses, kaya raya”;

14.

Sahabat-sabahat sedari SMA dalam suka dan duka, Hissue;

15.

Qhairul Fadly Manurung & Hutomo, sahabat pintar semasa kuliah yang telah membantu penyelesaian skripsi ini;

16.

Teman-teman organisasi selama masa kuliah BTM Aladdinsyah, S.H., AIESEC, Payung Amal, HMI, Badan Pengurus Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (BPH IMAHMI) stambuk 2015.

Terimakasih atas pengalaman-pengalaman positif yang tak ternilai;

(6)

17.

Teman-teman pengajian Selangkah Lebih Baik. Terimakasih untuk kajian-kajiannya yang mengecas iman, setiap Sabtu di Masjid Al- Jihad;

18.

Seluruh keluarga besar IMAHMI stambuk 2015;

19.

Seluruh mahasiswa/i stambuk 2015 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Demikianlah penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang mendukung sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar dan kiranya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan yang terbaik bagi kita semua.

Medan, 20 Februari 2019

Nasfiahtul Istani Daely

NIM :150200455

(7)

DAFTAR ISI

COVER ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Keaslian Penulisan ... 7

F. Tinjauan Pustaka... 8

G. Metode Penelitian ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUGAN KONSUMEN DI INDONESIA ... 19

A. Perlidungan Konsumen ... 19

B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ... 20

C. Hak dan Kewajiban Konsumen ... 23

D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ... 28

(8)

E. Perlindungan Konsumen dalam Industri Perbankan ... 31

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN ANCAMAN KEJAHATAN SKIMMING ... 39

A. Pengertian Bank ... 39

B. Asas, Fungsi dan Tujuan Bank... 40

C. Aktvitas Perbankan ... 42

D. Ancaman Aktivitas Perbankan Berbasis Teknologi Informasi ... 44

E. Pengertian Kejahatan Skimming ... 52

F. Aspek Hukum Kejahatan Skimming... 56

G. Kasus Kejahatan Skimming ... 60

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN BANK TERHADAP NASABAH KORBAN PENCURIAN DANA DENGAN METODE SKIMMING ... 65

A. Tindakan Pertanggungjawaban Bank Kepada Nasabah yang Menjadi Korban Pencurian Dana dengan Metode Skimming ... 65

B. Landasan Hukum yang Dapat Digunakan Nasabah Apabila Dirugikan oleh Bank ... 70

BAB V PENUTUP ... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(9)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK KORBAN PENCURIAN DANA DENGAN METODE SKIMMING

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Nasfahtul Istani Daely

*

Bismar Nasution

**

Detania Sukarja

***

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap nasabah bank korban pencurian dana dengan metode skimming.

Kartu ATM yang umumnya dimiliki masyarakat saat ini adalah kartu berbasis strip magnetik. Teknologi strip magnetik pada kartu ATM belumlah mampu memberikan keamanan terhadap data pribadi maupun dana simpanan yang dimiliki oleh nasabah, karena sangat mudah untuk diduplikasi melalui metode skimming pada mesin ATM yang telah ditambahkan alat perekam, sehingga pelaku dengan mudahnya menggandakan data-data pribadi nasabah untuk kemudian diduplikasi dengan kartu palsu. Dengan kartu palsu tersebut, maka dana nasabah yang menjadi korban sangat mudah untuk dicuri, karena cara penarikan dananya sama dengan kartu ATM yang asli. Permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah bank korban pencurian dana dengan metode skimming berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bagaimanakah bentuk-bentuk penipuan dalam industri perbankan yang dapat merugikan nasabah, serta bagaimanakah pertanggungjawaban bank atas nasabah yang menjadi korban pencurian dana dengan metode skimming.

Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara penelusuran kepustakaan (library research) dan dianalisis dengan metode kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlindungan hukum terhadap nasabah korban kejahatan skimming yang mengalami kerugian akibat kesalahan dari sistem keamanan bank dapat diberikan dalam bentuk ganti kerugian berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen lembaga jasa keuangan terkait kasus skimming.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Perlindungan Konsumen, Nasabah Bank, Skimming, Kartu ATM.

* Mahasiswa

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia tidak terlepas dari sifat perbankan Indonesia sebagai lembaga penggerak roda perekonomian modern yang bertumpu pada kepercayaan transportasi yang memudahkan manusia dalam melakukan perjalanannya masyarakat.

1

Hal ini mendasari asas demokrasi ekonomi sebagai prinsip pelaksanaan kegiatan usaha perbankan yang bertujuan untuk menghimpun dan mengatur dana masyarakat serta menjaga kestabilan moneter guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2

Fungsi lembaga perbankan tersebut dijelaskan di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut “UU Perbankan”) yang menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

3

Pemerintah menugaskan lembaga perbankan di Indonesia untuk melaksanakan dan mendukung program-program pemerintah guna mengembangkan sektor-sektor perekonomian tertentu, atau memberikan perhatian

1 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2008), hlm. 15.

2 Ibid., hlm. 16.

3 Indonesia (Perbankan), Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, LN. 182 TLN 3790 Tahun 1998, Pasal 1 Ayat (2).

(11)

yang lebih besar pada koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil. Oleh karena itu, menurut ilmu sosiolog, perbankan diakui merupakan suatu lembaga sosial. Dalam arti, bahwa perbankan merupakan bentuk himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang menyangkut kebutuhan pokok manusia.

4

Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama bank menunjukkan eksistensinya di bidang perekonomian, maka akan semakin nyata pula peranan yang dapat bank berikan kepada masyarakat. Masyarakat menjadi semakin banyak yang menjadi nasabah atau pengguna produk dan jasa yang ditawarkan oleh bank, begitupun sebaliknya, bank memerlukan dana masyarakat/nasabah untuk membiayai semua kegiatan dan usaha bank dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan oleh bank.

Dalam era globalisasi saat ini, peran bank sebagai lembaga keuangan terus berupaya menyesuaikan diri dengan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk melayani nasabahnya dengan baik. Salah satu terobosan bagi suatu bank untuk memperluas jaringan kerja dan pertumbuhan pasar yang tidak lagi bergantung pada cabang secara fisik adalah dengan hadirnya electronic transaction (e-banking) melalui mesin Anjungan Tunai Mandiri (selanjutnya

disebut “ATM”), telepon seluler (phone banking) dan jaringan internet (internet banking) dalam melakukan transaksi keuangan.

5

Pemanfaatan teknologi informasi yang sudah tidak asing lagi dan sering digunakan masyarakat saat ini adalah ATM yang memiliki perangkat keamanan berupa Persona Identification Number

4 Muhammad Djumhana, op. cit., hlm. 337.

5 Nazarudin Tianotak, “Urgensi Cyberlaw di Indonesia dalam Rangka Penangan Cybercrime di Sektor Perbankan”, Jurnal Sasi, Vol. 17, No.4 Oktober 2004, hlm. 21.

(12)

(selanjutnya disebut “PIN”) yang hanya diketahui oleh nasabah yang bersangkutan.

6

ATM adalah suatu sistem perangkat komputerisasi yang dipergunakan oleh lembaga perbankan sebagai salah satu upaya menyediakan sistem layanan transaksi keuangan di tempat umum tanpa menggunakan pegawai bank (teller).

7

Jika dulu nasabah harus mengantri panjang di cabang hanya untuk penarikan tunai dalam nominal wajar, atau untuk transfer uang antar bank, atau juga untuk melakukan pembayaran kebutuhan, kini nasabah tidak perlu lagi datang ke cabang karena semua hal itu dapat dilakukan di semua mesin ATM yang tersedia.

Tujuan lembaga perbankan memperluas layanan jasa melalui ATM adalah untuk menawarkan produk-produk bank yang kompleks dengan kualitas yang ekuivalen dan biaya yang murah kepada nasabah yang lebih besar, serta memberikan kemudahan kepada nasabah untuk melakukan hubungan transaksi perbankan di setiap tempat dan kapan saja dengan menggunakan kartu ATM/Debet.

8

Kartu ATM adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang berwenang

6 Roni Sambiangga, “Sistem Keamanan ATM”, diakses dari http://informatika.stei.itb.ac.id/~rinaldi.munir/Kriptografi/2006-2007/Makalah1/Makalah1-

026.pdf, pada tanggal 4 September 2018, pukul 09:30 WIB.

7 Ibid.

8 Bank Indonesia, ”Edukasi Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran”¸ diakses dari https://www.bi.go.id/id/edukasi-perlindungan-konsumen/edukasi/produk-dan-jasa-sp/kartu-atm- debet/Pages/default.aspx, pada tanggal 4 September 2018, pukul 21:40 WIB.

(13)

untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang- undangan yang berlaku.

9

Sementara itu, Kartu Debet adalah pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang- undangan yang berlaku.

10

Kartu ATM/Debet yang beredar sejak tahun 2010 sebanyak 59,7 juta kartu meningkat drastis menjadi 152,6 juta kartu sampai dengan bulan Agustus 2018 dengan nominal penggunaan Kartu ATM/Debet mencapai 4,16 milyar transaksi atau 17,1 juta transaksi per hari.

11

Penggunaan Kartu ATM/Debet yang semakin meningkat dikarenakan manfaatnya yang memberikan kemudahan dan kecepatan bertransaksi via ATM membawa konsekuensi negatif tersendiri dengan semakin mudahnya para penjahat untuk melakukan aksinya yang semakin merisaukan masyarakat.

Salah satu bentuk kejahatan yang berkaitan dengan ATM adalah dengan penggandaan kartu ATM/card skimming.

12

Card skimming adalah aktivitas menggandakan informasi yang terdapat dalam pita magnetik (strip magnetik) yang terdapat pada kartu kredit maupun ATM/debit secara ilegal.

13

Sepanjang tahun 2012-2015 terjadi 5500 kasus skimming di dunia dan sebanyak 1.549 kasus

9 Ibid. .

10 Ibid.

11 Bank Indonesia, “Jumlah APMK yang Beredar”, diakses dari https://www.bi.go.id/id/statistik/sistem-

pembayaran/apmk/contents/jumlah%20apmk%20beredar.aspx, pada tanggal 5 September 2018, pukul 10.05 WIB.

12 Detik Finance, “Banyak Bank Jadi Korban Skimming, Bagaimana Sikap OJK?”, diakses dari https://finance.detik.com/moneter/d-3931526/banyak-bank-jadi-korban-skimming- bagaimana-sikap-ojk, pada tanggal 5 September 2018, pukul 13.30 WIB.

13 Ibid.

(14)

diantaranya terjadi di Indonesia.

14

Seiring dengan maraknya kasus skimming dalam sistem perbankan nasional yang menimbulkan kerugian finansial nasabah, maka otoritas perbankan yaitu Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut

“OJK”) perlu memberikan perlindungan hukum dalam menjamin dan melindungi nasabah perbankan.

Tindakan pencurian dana dengan metode skimming yang terjadi dalam bidang perbankan pada dasarnya tidak diketahui oleh pihak nasabah, sehingga pihak perbankan harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami oleh nasabah. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK KORBAN PENCURIAN DANA DENGAN METODE SKIMMING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”

B. Perumusan Masalah

Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

14 Tempo, “Sepertiga Kasus Skimming di Dunia Terjadi di Indonesia”, diakses dari https://nasional.tempo.co/read/680461/sepertiga-kasus-skimming-di-dunia-terjadi-di-

indonesia/full&view=ok, pada tanggal 5 September 2018, pukul 20.57 WIB.

(15)

1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah bank korban pencurian dana dengan metode skimming berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk penipuan dalam industri perbankan yang dapat merugikan nasabah berbasis teknologi informasi?

3. Bagaimanakah pertanggungjawaban bank atas nasabah yang menjadi korban pencurian dana dengan metode skimming?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap nasabah bank korban pencurian dana dengan metode skimming berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penipuan dalam industri perbankan yang dapat merugikan nasabah berbasis teknologi informasi.

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban bank atas nasabah yang menjadi korban pencurian dana dengan metode skimming.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

(16)

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya ilmu hukum ekonomi khususnya di bidang Perlindungan Hukum terhadap Nasabah Bank Korban Pencurian Dana dengan Metode Skimming berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menambah, memperluas, dan memperdalam wawasan mengenai pengaturan tentang perlindungan konsumen.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penulisan ini bermanfaat untuk untuk menambah wawasan dan pengetahuan secara khusus bagi nasabah bank korban pencurian dana dengan metode skimming serta memberikan masukan dan solusi kepada bank untuk lebih menjamin dan melindungi nasabahnya dari kejahatan pencurian dana dengan metode skimming.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi yang berjudul ”Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Korban Pencurian Dana dengan Metode Skimming Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen” belum pernah ditulis sebelumnya.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya

sendiri yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain.

(17)

Penulisan skripsi ini dilakukan berdasarkan pada hasil pemikiran sendiri, referensi, buku-buku, makalah-makalah, jurnal-jurnal dan media elektronik yang telah disesuaikan dengan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, objektif dan terbuka.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.

15

Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Pengertian di atas mengundang beberapa ahli untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian dari perlindungan hukum diantaranya:

1. Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang

15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1984), hlm. 133.

(18)

lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

16

2. Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.

17

3. Menurut CST Kansil, Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

18

2. Perlindungan Konsumen

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disebut “UU Perlindungan Konsumen”), yaitu:

“Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

19

Perlindungan konsumen berbicara mengenai jaminan atau kepastian tentang terpenuhinga hak-hak konsumen. Perlindungan konsumen mencakup 2 aspek yaitu:

20

16 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 54.

17 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1987), hlm. 1-2.

18 CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1980), hlm. 102.

19 Indonesia (Perlindungan Konsumen), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, LN. 42 TLN. 3821 Tahun 1999, Penjelasan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka (1).

(19)

1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang,

2. Perlindungan terhadap diberlakukannya konsumen syarat-syarat yang tidak adil.

3. Bank

Berdasarkan UU Perbankan Pasal 1 Ayat (1), yang berbunyi:

“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.”

21

Dan pasal 1 Ayat (2), yang berbunyi:

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.”

22

Menurut Kasmir, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya. Bank merupakan lembaga keuangan penyedia jasa, berbagai jasa keuangan, bahkan di negara maju bank merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat setiap kali bertransaksi.

23

20 Wibowo T Tunardy,S.H.,M.Kn., “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”, diakses dari http://www.jurnalhukum.com/hukum-perlindungan-konsumen-di-indonesia/, pada tanggal 19 September 2018, pukul 10.00 WIB.

21 Indonesia (Perbankan), op. cit., Pasal 1 Ayat (1).

22 Ibid., Pasal 1 Ayat (2).

23 Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 26.

(20)

UU Perlindungan Konsumen mengemukakan bahwa pelaku usaha adalah orang perorangan atau badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia melalui perjanjian menyelenggarakan kegitan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

24

Dari pasal tersebut yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah yang menjalankan kegiatan di bidang ekonomi yang terletak di wilayah teritorial Republik Indonesia. Oleh karena itu, bank adalah pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha di bidang perbankan yang terletak di wilayah Negara Republik Indonesia dibawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (yang selanjutnya disebut “OJK”). Dalam Peraturan OJK Nomor:

1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan ( selanjutnya disebut “POJK PKSJK”) yang dalam Pasal 1 angka 1 mengemukakan bahwa:

“Pelaku Usaha Jasa Keuangan adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah.”

25

Dalam Pasal tersebut mempertegas bahwa bank adalah pelaku usaha, sehingga bank juga mempunyai hak dan jawab sama seperti pelaku usaha yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan kegiatannya sesuai dengan peraturan mengenai pelaku usaha.

24 Indonesia (Perlindungan Konsumen), op. cit., Pasal 1 Angka (3).

25 Indonesia (POJK PKSJK), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Pasal 1 Angka 1.

(21)

4. Skimming

Skimming adalah tindakan pencurian informasi kartu kredit atau kartu

ATM dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu kredit atau kartu ATM secara ilegal. Skimming adalah salah satu jenis penipuan yang masuk ke dalam metode phishing. Pelaku bisa mendapatkan data nomor kartu kredit atau kartu ATM korban menggunakan metode sederhana seperti halnya fotokopi, atau metode yang lebih canggih seperti menggunakan perangkat elektronik kecil (skimmer) untuk menggesek kartu lalu menyimpan ratusan nomor kartu kredit korban.

26

5. Nasabah Bank

Nasabah merupakan pihak yang menggunakan jasa bank. Penghimpunan dana dan pemberian kredit merupakan pelayanan jasa perbankan yang utama dari semua kegiatan lembaga keuangan bank. Berdasarkan Pasal 1 angka (16) UU Perbankan diintroduksikan rumusan nasabah yaitu nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Rumusan tersebut kemudian diperinci pada butir berikutnya, yaitu sebagai berikut:

a. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

27

26 Liputan 6, “Mengenal Modus Pembobolan ATM Melalui Teknik Skimming”, diakses dari http://tekno.liputan6.com/read/2302264/mengenal-modus-pembobolan-atm-melalui- teknik- skimming, pada tanggal 6 September 2018, pukul 14.00 WIB.

27 Indonesia (Perbankan), op. cit., Pasal 1 Ayat (17).

(22)

b. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

28

. Konsumen mencakup seseorang atau setiap orang yang membeli sesuatu.

Ia dapat berupa anak kecil yang membeli es krim sampai ke orang dewasa yang membeli mobil sampai ke orang tua yang membeli buah. Lebih dari itu, ia tidak hanya pembeli atas barang yang dikonsumsi setiap hari, dan barang yang dikonsumsi pada waktu tertentu saja, tetapi orang yang memanfaatkan pelayanan seperti bank, asuransi dan fasilitas transportasi, dan lain-lain. Singkat kata, seseorang dapat menjadi konsumen barang tertentu, sesuatu yang dapat dimakan atau pelayanan tertentu.

29

Dalam hal ini nasabah adalah konsumen yang menggunakan jasa perbankan untuk kepentingannya sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 2.

30

Peraturan OJK juga mengemukakan bahwa konsumen ialah nasabah pada pasal 1 Pasal angka 2 POJK PKSJK yang berbunyi:

Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan”.

31

Dari uraian diatas kita dapat mengetahui bahwa nasabah adalah konsumen yang menggunakan jasa perbankan sehingga nasabah juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan konsumen sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

28 Ibid., Pasal 1 Ayat (18).

29Taufik Makarao, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia. (Jakarta:

Akademia 2012), hlm. 26.

30 Lihat Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 Angka 2.

31 Indonesia (POJK PKSJK), op. cit., Pasal 1 Angka (2).

(23)

6. Kartu ATM

Kartu ATM adalah jenis APMK (Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu) yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai atau pemindahan dana, yakni kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

32

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.

33

Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.

34

32 Ir. R. Serfianto Dibyo Purnomo, dkk, Untung dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit

& Uang Elektronik, (Jakarta: Visimedia, 2012), hlm. 83.

33Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2006), hlm. 295.

34 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 54.

(24)

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian hukum ini, digunakan sumber data sekunder yang memilki kekuatan mengikat ke dalam, dan dibedakan dalam:

35

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat

36

, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran dan peraturan perun.dang-undangan lainnya yang berkaitan dengan tema yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,

37

seperti misalnya literatur yan diperoleh dari perpustakaan seperti bahan bacaan, buku-buku, jurnal-jurnal, skripsi, tesis, dan artikel-artikel lain yang berhubungan dengan hukum merek sebagai perlindungan terhadap pemilik merek.

35Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 113.

36 Ibid.

37 Ibid., hlm. 114.

(25)

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

38

misalnya seperti kamus-kamus (hukum), ensiklopedia dan sebagainya.

Agar diperoleh informasi terbaru dan berkaitan dengan permasalahan, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu diperoleh dari:

39

Mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat- pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

40

4. Analisis Data

Di dalam penelitian hukum normatif, pengelolaan data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum

38 Ibid.

39 Soerjono Soekanto, op. cit., hlm. 52.

40 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, op. cit., hlm. 24.

(26)

tertulis tersebut untuk memudahan pekerjaan analisa dan konstruksi.

41

Kegiatan- kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu:

a. Memilih pasal-pasal yang berisi kaidah hokum

b. Membuat sistematik dari pasal-pasal tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu (selaras dengan judul yang diangkat penulis).

c. Data yang berupa peraturan perundang-undangan ini dianalisis secara induktif dan deduktif.

42

H. Sistematika Penulisan

Berdasarkan penjelasan di atas, maka untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang penulisan skripsi ini diperlukan sistematika penulisan yang telah disusun penulis sebagai berikut:

Bab I, menggambarkan isi dalam skripsi secara umum dan ringkas atau mewakili keseluruhan bab secara rangkum mengenai bagaimana latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, serta meliputi metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, bab ini membahas mengenai pengertian perlindungan konsumen, asas dan tujuan hukum perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen dalam pengaturan perlindungan konsumen, dan perlindungan konsumen dalam industri perbankan. Serta bab ini memiliki kaitan yang erat dengan pembahasan dalam penelitian ini.

41 Soerjono Sukanto, op. cit., hlm. 251.

42 Bambang Sunggono, op. cit., hlm. 186.

(27)

Bab III, bab ini membahas mengenai pengertian bank, asas, fungsi dan tujuan bank, aktivitas perbankan, ancaman penipuan dalam aktivitas perbankan berbasis teknologi informasi, pengertian skimming, aspek hukum kejahatan skimming, dan kasus skimming kejahatan skimming.

Bab IV, memfokuskan pembahasan mengenai tindakan pertanggungjawaban bank kepada nasabah yang menjadi korban pencurian dana dengan metode skimming dan landasan hukum yang dapat digunakan nasabah apabila dirugikan oleh bank.

Bab V, bab ini merupakan finishing dari penelitian ini, pada bab ini akan

dikemukakan kesimpulan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta saran-

saran dari penulis mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelititan ini

yang mungkin berguna dan bermafaat bagi wawasan dan ilmu pengetahuan.

(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Perlindungan Konsumen

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Sedangkan Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.

43

Menurut Az. Nasution, perlindungan hukum adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat. Disamping itu Az. Nasution dalam bukunya yang lain menyatakan bahwa pengertian hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.

44

Jadi dibedakan pengertian antara hukum perlindungan konsumen dan hukum konsumen.

Perlindungan hukum yang penulis maksud dalam skripsi ini tentunya adalah perlindungan hukum berupa upaya – upaya yang ditetapkan dalam peraturan perundang – undangan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut

43 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm. 25.

44 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2001), hlm. 19.

(29)

dalam setiap proses transaksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen, dengan kata lain adalah perlindungan hukum konsumen. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen, pengertian dari perlindungan konsumen adalah:

“Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”

45

Dengan demikian dalam perlindungan hukum konsumen, terdapat upaya – upaya yang ditetapkan oleh perundang – undangan sebagai perlindungan kepada konsumen.

B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Dalam mewujudkan upaya terhadap perlindungan konsumen di Indonesia, UU Perlindungan Konsumen memiliki asas dan tujuan yang diyakini dapat memberikan arahan terhadap penerapannya di tingkat praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan kuat dalam penegakannya.

46

Adapun asas dan tujuan yang terkandung dalam UU Perlindungan Konsumen antara lain sebagai berikut :

1. Asas Perlindungan Konsumen

UU Perlindungan Konsumen menganut lima asas antara lain sebagai berikut:

47

a. Asas manfaat, artinya ialah bahwa dalam mengamanatkan segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen haruslah memberikan

45 Indonesia (Perlindungan Konsumen), op. cit., Pasal 1 Angka 1.

46 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grasindo, 2000), hlm.17.

47 Indonesia (Perlindungan Konsumen), op. cit., Pasal 2.

(30)

manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha.

b. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas keseimbangan maksudnya ialah untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil ataupun spiritual.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas kepastian hukum, maksud dari asas ini ialah agar pelaku usaha baik konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

2. Tujuan Perlindungan Konsumen

UU Perlindungan Konsumen memiliki sasaran-sasaran atau tujuan-tujuan sebagai berikut:

48

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

48Ibid., Pasal 3.

(31)

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan infomasi serta akses untuk mendapatkan infomasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Apabila keseluruhan tujuan tersebut dikelompokan ke dalam tiga tujuan hukum secara umum, maka terlihat tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terdapat dalam rumusan huruf (c) dan huruf (e) kemudian tujuan dalam memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan (a) dan (b) serta huruf (c), (d) dan (f). Sedangkan tujuan khusus yang terkhir yaitu untuk mendapatkan kepastian hukum terlihat dalam rumusan huruf (d).

49

49 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 34.

(32)

C. Hak dan Kewajiban Konsumen

Pengertian Konsumen dalam Pasal 1 Angka 2 UU Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

50

Konsumen tentunya memiliki hak dan kewajiban yang penting untuk dipahami oleh konsumen. Apabila tidak, konsumen bisa dirugikan dan kehilangan hak-haknya, oleh karena itu yang tidak lepas harus diberi perhatian ialah kewajiban konsumen itu sendiri. Adapun hak dan kewajiban konsumen sebagai berikut:

1. Hak Konsumen

Hak-hak konsumen dalam UU Perlindungan Konsumen antara lain ialah:

51

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatka barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

50 Indonesia (Perlindungan Konsumen), op. cit., Pasal 1 Angka 2.

51 Ibid., Pasal 4.

(33)

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

Berdasarkan keseluruhan hak konsumen tersebut, terlihat bahwa UU Perlindungan Konsumen masih menitikberatkan masalah mengenai kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen yang merupakan hal pokok paling penting untuk dilindungi. Apabila dalam penggunaan suatu produk dapat membahayakan keselamatan konsumen maka jelas produk tersebut tidak layak untuk dikonsumsi dan/atau diedarkan. Untuk menghindari hal tersebut, konsumen diberikan hak untuk memilih segala produk yang dikehendakinya berdasarkan keterbukaan informasi yang akurat dan apabila konsumen mengalami kerugian, konsumen berhak untuk didengarkan keluhannya, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang tidak diskriminasi sampai pada mendapatkan ganti kerugian.

52

Apabila hak-hak tersebut disusun secara sistematis maka dapat dirumuskan sepuluh hak yang utama antara lain sebagai berikut:

53

52 Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 29.

53 Shidarta, op.cit., hlm. 78

(34)

Pertama adalah hak untuk mendapatkan keamanan. Hak untuk mendapatkan keamanan atas segala produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha merupakan salah satu hak dasar yang melekat pada diri konsumen, karena segala produk yang dipasarkan kepada konsumen memiliki risiko yang tinggi terhadap keamanan konsumen.

Kedua adalah hak untuk mendapatkan informasi yang benar. Setiap produk yang dipasarkan kepada konsumen wajib disertai dengan informasi yang akurat. Informasi tersebut sangat penting, sehingga konsumen tidak mempunyai asumsi yang salah terhadap produk tersebut.

Ketiga adalah hak untuk didengar. Hak untuk didengar merupakan hak yang berkaitan erat dengan hak untuk mendapatkan informasi yang akurat. Ini disebabkan bahwa terkadang informasi yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen masih sering tidak memuaskan. Untuk itu, konsumen berhak untuk mengajukan permintaan informasi lebih lanjut.

Keempat adalah hak untuk memilih. Sebagai pengguna suatu produk, konsumen diberikan hak untuk menentukan pilihannya. Konsumen tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar yang menyebabkan konsumen tidak bebas lagi untuk memilih produk yang diinginkannya.

Kelima adalah hak untuk mendapatkan produk barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikan. Dengan hak ini berarti konsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar.

Keenam adalah hak untuk mendapatkan ganti kerugian. Jika konsumen

merasakan kuantitas dan kualitas produk yang dikonsuminya tidak sesuai dengan

nilai tukar yang diperjanjikan, konsumen berhak menerima ganti kerugian. Jenis

(35)

dan jumlah ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masing-masing pihak. Agar terhindar dari hal tersebut, sering kali pelaku usaha mencantumkan klausula “barang yang dibeli tidak bisa dikembalikan kembali” hal tersebut sangat lumrah dijumpai pada toko- toko. Walaupun pencantuman secara sepihak demikian, tetap tidak dapat menghilangkan hak konsumen untuk mendapat ganti kerugian.

Ketujuh adalah hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum. Hak ini memiliki hubungan dengan hak untuk mendapat ganti kerugian, namun tidak identik sedemikian rupa. Karena untuk mendapatkan ganti kerugian konsumen tidak selalu harus melalui upaya hukum terlebih dahulu. Sebaliknya, dalam setiap upaya hukum untuk memperoleh ganti kerugian, hakikatnya wajib memenuhi beberapa karakteristik yang harus dipenuhi. Seperti yang terkandung dalam Pasal 46 Ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yang memberikan karateristik sebagai legal standing yang dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian.

Kedelapan adalah hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik.

Hak konsumen untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan salah satu hak dasar konsumen yang diatur diberbagai organisasi konsumen international.

Kesembilan adalah hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan

curang. Persaingan curang dapat terjadi apabila seorang pengusaha berusaha

untuk menguasai suatu komunitas konsumen untuk memajukan usahanya atau

memperluas jangkauan penjualan atau pemasarannya, dengan tidak beritikad baik

dalam pergaulan perkonomian.

(36)

Kesepuluh adalah hak untuk mendapatkan pendidikan. Dalam berbagai hal, pelaku usaha dituntut turut memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan pendidikan. Walaupun pendidikan tersebut tidak diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan, namun seiring dengan kemajuan teknologi yang digunakan dalam menghasilkan suatu produk, menuntut pula makin banyak informasi yang harus disampaikan kepada konsumen terkait hal tersebut. Padahal bentuk informasi yang komprehensif yang tidak menonjolkan unsur komersialiasi sebenarnya sudah merupakan bagian dari pendidikan konsumen.

2. Kewajiban Konsumen

Kewajiban konsumen pun tidak lepas diatur di dalam UU Perlindungan Konsumen. Pengaturan mengenai kewajiban konsumen dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh hasil yang optimal atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya sendiri. Adapun kewajiban konsumen adalah sebagai berikut:

54

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

54 Indonesia (Perlindungan Konsumen), op. cit., Pasal 5.

(37)

D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pengertian Pelaku Usaha dalam Pasal 1 Angka 3 UU Perlindungan Konsumen adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yag didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggrakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

55

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban pelaku usaha ini sering kali dikaitkan dengan hak konsumen. Maka oleh karena itu, hak dan kewajiban pelaku usaha tak kalah penting untuk dipahami oleh pelaku usaha sendiri. Adapun hak dan kewajiban pelaku usaha sebagai berikut:

1. Hak Pelaku Usaha

Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai kesimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, pelaku usaha diberikan hak yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen antara lain sebagai berikut:

56

Hak Pelaku usaha adalah :

57

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

55 Ibid., Pasal 1 Angka 3.

56 Abdul Halim Barkatullah, Hak-hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 39.

57 Indonesia (Perlindungan Konsumen), op. cit., Pasal 6.

(38)

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Berdasarkan penjabaran diatas, hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai dengan kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, menunjukan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang diberikan kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama.

58

Dalam praktik yang biasa terjadi, suatu barang dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah dari pada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah.

59

Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar.

60

2. Kewajiban pelaku usaha

Untuk menciptakan budaya bertanggung jawab terhadap pelaku usaha, UU Perlindungan Konsumen mengatur kewajiban pelaku usaha yang merupakan

58 Abdul Halim Barkatullah, op. cit., hlm. 40.

59 Ibid.

60 Ibid.

(39)

manifestasi dari hak-hak konsumen. Adapun kewajiban pelaku usaha yang diatur di dalam UU Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:

61

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Dari penjabaran mengenai kewajiban pelaku usaha di atas, tampak bahwa itikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan kewajiban pelaku

61 Indonesia (Perlindungan Konsumen), op. cit., Pasal 7.

(40)

usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

62

Dari adanya itikad baik dari pelaku usaha, maka pelaku usaha akan melakukan kewajiban-kewajiban yang lainnya, seperti memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur, memberlakukan atau melayani konsumen dengan benar, menjamin mutu barang dan/atau jasa yang di produksi dan sebagainya.

63

E. Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Perbankan

Lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, guna tetap mengekalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah harus berusaha melindungi masyarakat dari tindakan lembaga ataupun oknum pegawai bank yang tidak bertanggung jawab dan merusak sendi kepercayaan masyarakat. Apabila suatu saat terjadi merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, hal tersebut merupakan suatu bencana bagi ekonomi negara secara keseluruhan dan keadaan tersebut sangat sulit untuk dipulihkan kembali.

64

Melihat begitu besarnya risiko yang dapat terjadi apabila kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan merosot, tidak berlebihan jika usaha perlindungan konsumen jasa perbankan mendapat perhatian yang khusus. Dalam rangka usaha melindungi konsumen secara umum sekarang ini telah ada Undang- Undangnya, yaitu UU Perlindungan Konsumen.

62 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op. cit., hlm. 54.

63 Abdul Halim Barkatullah, op. cit., hlm. 42.

64 Muhamad Djumhana, op.cit., hlm. 303.

(41)

Berlakunya UU Perlindungan Konsumen memberikan konsekuensi logis terhadap pelayanan jasa perbankan. Pelaku usaha jasa perbankan oleh karenanya dituntut untuk:

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikannya;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif;

4. Menjamin kegiatan usaha perbankannya berdasarkan ketentuan standar perbankan yang berlaku;

5. Dan sebagainya.

Langkah nyata dari tuntutan terhadap bank merupakan hal yang wajar dalam rangka menjalankan kehati-hatian di bidang jasa perbankan. Para pelaku usaha perbankan memang harus mempunyai integritas moral yang tinggi.

65

Membicarakan perlindungan hukum terhadap nasabah kita tidak dapat memisahkan diri dengan UU Perlindungan Konsumen, karena pada dasarnya Undang-undang inilah yang dijadikan bagi perlindungan konsumen termasuk halnya nasabah secara umum.

Masalah perlindungan hukum bagi konsumen perbankan merupakan suatu hal yang sangat dilematis, sehingga sampai saat ini masalah perlindungan hukum bagi konsumen belum mendapat tempat yang baik dalam sistem perbankan nasional.

66

Perlindungan konsumen dipandang secara material maupun formal

65 Muhamad Djumhana, op.cit, hlm. 304.

66 Wulanmas A.P.G.Frederik, Buku Ajar Hukum Perbankan, (Yogyakarta:

Genta Press, 2012), hlm.139.

(42)

makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung maupun tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Dengan demikian, upaya-upaya dalam memberikan perlindungan terhadap kepentingan konsumen terutama konsumen di Indonesia merupakan suatu hal yang penting untuk segera dicari solusinya, terlebih pada era perdagangan bebas saat ini.

67

Menurut Hadjon dalam Sri Sumantri, perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal yaitu perlindungan hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif diberikan oleh pemerintah dalam bentuk pencegahan terjadinya pelanggaran. Hal ini diterapkan dalam pembentukan peraturan perundang- undangan, pembinaan, dan pengawasan. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa penindakan dan pemberian sanksi seperti denda, penjara dan hukum antam bahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa.

68

Pasal 4 huruf a UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa bank akan memberikan yang terbaik dalam pelayanan ATM dan nasabah sebagai konsumen pengguna layanan ATM berhak mendapat fasilitas terbaik, terutama berkaitan dengan dana nasabah.

69

Namun pada kasus ini, bank tidak memberikan kenyamanan dan keamanan bagi nasabah dalam menggunakan layanan ATM dengan hilangnya sejumlah dana nasabah dikarenakan kejahatan skimming.

67 Cerlina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Malang: Sinar Grafika, 2014), hlm. 5.

68 Sri Sumantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 15.

69 Indonesia (Perlindungan Konsumen), op. cit., Pasal 4 huruf a.

(43)

Dengan demikian produk bank layanan ATM tidak memberikan kenyamanan dan keamanan bagi nasabah pengguna ATM. Pasal 4 huruf c UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

70

Pasal 4 huruf a dan huruf c UU Perlindungan Konsumen merupakan bentuk perlindungan represif. Namun kesalahan dari sistem bank pada layanan keamanan ATM yang mengakibatkan kerugian pada nasabah merupakan hal yang terus terjadi. Hal ini membuktikan bahwa perlindungan preventif juga diperlukan dalam perlindungan hukum bagi nasabah yang mengalami kerugian akibat kesalahan dari sistem bank dengan pembentukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi nasabah yang mengalami kerugian akibat ketidakamanan sistem bank yaitu UU Perbankan, UU Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alterntif, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

71

Setelah adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut “UU OJK”), yang diundangkan pada tanggal 22 November 2011, pengaturan dan pengawasan perbankan yang semula berada pada BI sebagai bank sentral dialihkan pada OJK. OJK merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas atau wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan di sektor jasa keuangan. Berdasarkan Pasal 4 UU OJK disebutkan bahwa salah satu

70 Ibid., Pasal 4 huruf c.

71 Dwi Ayu Astrini, “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Pengguna Internet Banking dari Cybercrime”, Lex Privatum, Vol.III No.1, Januari-Maret 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila Anda tidak melakukan perpindahan penerbangan Scoot dengan Singapore Airlines atau SilkAir dalam rencana penerbangan yang sama, atau berhak atas layanan pindah Scoot-Thru

Kamus data adalah kumpulan daftar elemen data yang mengalir pada sistem perangkat lunak sehingga masukan (input) dan keluaran (output) dapat dipahami secara

Paparan data berisi tentang informasi yang dihasilkan oleh peneliti dari kegiatan pengolahan atau analisis data yang telah dikumpulkan dari pengukuran dari tes, angket, dan hasil

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan penguasaan kemampuan matematika siswa pada materi fungsi, dan mendeskripsikan kemampuan penalaran dan

Penggunaan strategi LSQ dipandang sesuai untuk materi pokok Ciri-ciri Makhluk Hidup, karena pada strategi ini siswa dibimbing untuk mengetahui dan memahami materi yang

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda (multiple linear regression). Analisis regresi linier

Naratif filem Geng Pengembaraan Bermula pada dasarnya berdiri atas elemen-elemen ruang, masa dan sebab akibat pada bahagian permulaan, pertengahan dan penamat.. Berikut

yang terdapat dalam pesan Gurutta dapat disampaikan dan diterapkan dalam pendidikan akhlak sebagaimana yang dilakukan oleh Gurutta yakni dengan menceritakan