• Tidak ada hasil yang ditemukan

PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU

KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF

PENDIDIKAN AKHLAK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

OLEH

ANA ALLAILY MUSYARROFAH

NIM: 11111092

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)

(2)
(3)

PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU

KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF

PENDIDIKAN AKHLAK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

OLEH

ANA ALLAILY MUSYARROFAH

NIM: 11111092

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

Mata air yang dangkal tetap saja bermanfaat jika jernih dan tulus, tetap

segar airnya.

(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis persembahkan

skripsi ini kepada:

1. Bapak dan Ibundaku tercinta, Bapak Chabib Mushtofa dan Ibu Alfi Salamah

yang telah banyak berkorban tanpa letih dan pamrih demi kesuksesan

putrinya.Terimakasih atas cinta, kasih sayang, doa, bimbingan dan nasihat

dalam kehidupan ini. Semoga selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan, dan

mendapat limpahan kasih sayang Allah Swt dunia akhirat.

2. Kakak-kakakku tersayang, Mas Mu‟allim, Mba Malihatun, Mba Nur Laelatul, Mba Fathin, Mas Barok, Mas Musa, Mba Umi, Mba Endah, Mas Imron, Mas

Hasan, Mas Rasikin, Mba Nur Khoeriyah, Mas Awan, Mba Dewi yang selalu

memberi arahan, motivasi, doa dan sumber inspirasi dalam hidupku. Semoga

sehat selalu, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam kebahagiaan dan

lindungan Allah Swt.

3. Mas Muhammad Ainnurofik yang selalu memberikan semangat, doa, dan

dukungan. Semoga sehat selalu, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Swt. Atas segala

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan

dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada

Rasulullah Saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna

untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam. Skripsi ini adalah “PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE MENURUT

PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari

berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan

penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).

4. Ibu Maslikhah, S.Ag., M.Si. sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah

memberikan bantuan dan bimbingan dengan ikhlas dan sabar serta pengorbanan

waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Siti Farikhah, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah

membantu peneliti selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.

6. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu

(10)

7. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta

bantuan.

8. Sahabat-sahabatku Azizah, Icha, Titik, Ema, lastri, Nida, Mba Sukrilah, Mba

Diyah, Silvi, Mba Fajar terima kasih atas dukungan, motivasi serta inspirasinya.

9. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011, khususnya teman-teman PAI kelas

C.

10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi

ini semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah Swt.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah Swt serta

mendapatkan balasan yang berlipat ganda amiin. Peneliti sadar bahwa dalam

penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

dengan kerendahan hati peneliti mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan penelitian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

peneliti pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan

sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Aamiin ya robbal „alamiin.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Salatiga, 29 Agustus 2015 Peneliti,

(11)

ABSTRAK

Musyarrofah, Ana Allaily. 2015. Pesan Gurutta pada Novel Rindu Karya Tere LiyeMenurut Perspektif Pendidikan Akhlak. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Maslikhah, S.Ag., M.Si..

Kata Kunci: Pesan Gurutta, Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan modal terpenting dalam pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk menghadapi masa depan yang lebih cerah. Remaja adalah penerus pembangunan dalam semua Negara. Merosotnya moral generasi muda merupakan pertanda akan merosotnya moral anak bangsa. Penyebab merosotnya akhlak bangsa adalah kurangnya pemahaman agama di tengah-tengah masyarakat dan kurangnyapendidikan akhlak. Kemerosotan akhlak dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu bukti gagalnya pendidikan selama ini terutama dalam bidang akhlak.Pendidikan akhlak pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini tidak hanya dapat diperoleh di rumah, di sekolah atau lembaga pendidikan formal lewat pembelajaran di kelas. Pendidikan akhlak dapat diperoleh dari mana saja. Salah satunya adalah melalui karya sastra yang bermutu dan berkualitas. Selain sebagai sarana hiburan, karya sastra novel juga bisa sebagai sarana belajar atau pendidikan. salah satunya adalah novel Rindu karya Tere Liye.Fokus penelitian yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimana pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel Rindu karangan Tere Liye. 2. Bagaimana pesan Gurutta pada novel Rindu dalam perspektif pendidikan Akhlak. 3. Apaimpilkasi pesan Guruttadalam pendidikan Akhlak.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research),

menggunakan pendekatan deskriptif analisis dengan menggambarkan dan menjelaskan teks-teks dalam novel yang mengandung tentang pendidikan akhlak dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan.Sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumetasi (documentation research methode),analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis isi (content analysis).

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1. Pesan Gurutta mengandung 23 macam akhlak terpuji yaitu menerima takdir, bersyukur, menaati perintah Allah Swt,

tobat, khauf dan raja‟, tawakal, adil terhadap diri sendiri, pantang menyerah, tidak

mementingkan diri sendiri, sabar, ikhlas, tegar, optimis, lapang dada, ta‟awun, berkumpul dengan orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai orang lain, pemaaf, memaafkan kesalahan orang tua, dan kasih sayang terhadap orang tua. 2. Pesan Gurutta mengandung akhlak terhadap Allah Swt (menerima takdir, bersyukur, menaati perintah Allah Swt, tobat, khauf dan raja‟,dan tawakal); akhlak terhadap diri sendiri (adil terhadap diri sendiri, gigih, tidak mementingkan diri sendiri, sabar, ikhlas, tegar, optimis,dan lapang dada); akhlak terhadap sesama yang meliputi

ta‟awun, berkumpul dengan orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai orang lain, dan pemaaf); akhlak terhadap orang tua (memaafkan kesalahan orang tua dan kasih sayang terhadap orang tua). 3. Implikasi pesan Gurutta

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... .. vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Kegunaan Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Penegasan Istilah ... 11

(13)

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

A.Gambaran Umum Novel ... 14

1. Pengertian Novel ... 14

2. Unsur-unsur Novel ... 15

3. Tujuan Novel ... 27

4. Hubungan Novel dengan Karya Ilmiah ... 28

5. Novel Rindu dan Pesan Akhlak Terpuji ... 30

B. Pendidikan Akhlak ... 32

1. Pendidikan ... 32

2. Akhlak ... 35

3. Pendidikan Akhlak ... 40

4. Ruang Lingkup Akhlak ... 46

BAB III BIOGRAFI ... 53

A.Biografi Pengarang ... 53

B. Biografi Novel ... 56

1. Tema ... 56

2. Penokohan ... 56

3. Alur ... 63

4. Sudut Pandang ... 65

5. Latar atau Setting ... 66

6. Gaya Bahasa ... 67

(14)

BAB IV ANALISIS DATA ... 85

A.Pesan Gurutta yang Berkaitan dengan Akhlak Terpuji ... 85

B. Pesan Gurutta pada Novel Rindu dalam Perspektif Pendidikan Akhlak ... 105

1. Akhlak terhadap Allah Swt ... 105

2. Akhlak terhadap Diri Sendiri ... 110

3. Akhlak terhadap Sesama ... 120

4. Akhlak terhadap Orang Tua ... 128

C.Implikasi pesan Gurutta dalam Pendidikan Akhlak ... 130

BAB IV PENUTUP ... 134

A.Kesimpulan ... 134

B. Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 137

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 Daftar Nilai SKK

Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi

Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan

manusia. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, baik kehidupan

keluarga, diri sendiri maupun kehidupan dalam bermasyarakat dan negara.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal

1 ayat 1, menuliskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses belajar pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Zakiah Daradjat dalam Majid (2005: 130)mendefinisikan bahwaPendidikan

Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik

agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati

tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai

pandangan hidup. Akhlak dalam ajaran Islam merupakan ukuran/barometer yang

dapat dijadikan ukuran untuk menilai kadar iman seseorang. Seseorang dapat

dikatakan memiliki kesempurnaan iman apabila dia memiliki budi pekerti/akhlak

yang mulia. Oleh karena itu, masalah akhlak/budi pekerti merupakan salah satu

pokok ajaran Islam yang diutamakan dalam Pendidikan Agama Islam untuk

(17)

Pendidikan agama berkaitan dengan pendidikan akhlak, tidak berlebihan

kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian

yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang

dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah yang dianggap buruk oleh

agama, sehingga nilai-nilai akhlak, keutamaan-keutamaan akhlak dalam

masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama,

sehingga seorang muslim tidak sempurna agamanya kecuali akhlaknya menjadi

baik (Ahid, 2010: 142).

Kedudukan akhlak penting dalam kehidupan, sehingga pendidikan akhlak

harus ditanamkan sedini mungkin. Pendidikan akhlak merupakan modal

terpenting dalam pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk

menghadapi masa depan yang lebih cerah. Pendidikan akhlak yang baik

diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin baik dan maju sehingga dengan

ini akan menimbulkan adanya saling peduli dan menyayangi satu sama lain.

Pendidikan akhlak merupakan bagian dalam pemikiran Islam sehingga

salah satu fokus penting dalam pendidikan Islam yaitu pendidikan akhlak. Akhlak

menurut Al-Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, dari sifat itu

timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan

pertimbangan pikiran lebih dulu (Mansur, 2007: 222). Pendidikan akhlak adalah

usaha sungguh-sungguh untuk mengubah akhlak buruk menjadi akhlak yang baik.

Dapat diartikan bahwa akhlak itu adalah dinamis tidak statis, terus mengarah

kepada kemajuan, dari tidak baik menjadi baik, bukan sebaliknya (Mansur, 2007:

(18)

Pendidikan akhlak dimulai dari lingkungan keluarga yaitu dengan diberi

bimbingan, petunjuk-petunjuk, dan contoh yang benar agar anak terbiasa

melakukan kebiasaan yang baik. Hidupnya mempunyai pedoman baik di rumah,

di madrasah maupun di lingkungan masyarakat yang dihadapinya.

Akhlak Nabi Muhammad Saw menjadi salah satu contoh akhlak yang baik.

Sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi Rasul

terkenal mempunyai akhlak yang baik. Orang Islam wajib mencontoh akhlak

Nabi Muhammad Saw sebagaimana firman Allah Swt:

َرَكَذَو َرِخَلأْا َمْوَ يْلاَو َللها اوُجْرَ ي َناَك نَمِّل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِللها ِلوُسَر ِفِ ْمُكَل َناَك ْدَقَّل

اًيرِثَك َللها

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." (Q.S. Al-Ahzab/33: 21).

Remaja adalah penerus pembangunan dalam semua negara. Merosotnya

moral generasi muda merupakan pertanda akan merosotnya moral anak bangsa.

Penyebab merosotnya akhlak bangsa adalah kurangnya pemahaman agama di

tengah-tengah masyarakat dan kurangnya pendidikan akhlak. Kemerosotan

akhlak dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu bukti gagalnya pendidikan

selama ini terutama dalam bidang akhlak.

Pendidikan akhlak pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini tidak

hanya dapat diperoleh di rumah, di sekolah atau lembaga pendidikan formal lewat

pembelajaran di kelas. Pendidikan akhlak dapat diperoleh dari mana saja. Salah

(19)

sarana hiburan, karya sastra novel juga bisa sebagai sarana belajar atau

pendidikan.

Ada beberapa penulis yang memasukkan nilai-nilai pendidikan terutama

pendidikan akhlak dalam setiap karya sastranya. Salah satu karya sastra yang

sarat dengan pendidikan akhlak adalah novel Rindu karya Tere Liye yang

diterbitkan oleh Republika, Jakarta.

Novel ini menceritakan tentang perjalanan panjang ibadah haji yang

berlatar waktu pada masa pemerintahan Hindia Belanda masih menduduki

Indonesia. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda memberikan pelayanan

perjalanan haji untuk rakyat pribumi yang tergolong kaya dan memiliki uang.

Perjalanan ini menggunakan kapal uap besar yakni kapal Blitar Holland.

Diceritakan tokoh Gurutta Ahmad Karaeng, ulama tersohor asal Makassar yang mengikuti perjalanan haji. Beliau rutin melakukan shalat berjama‟ah bersama penumpang yang lain dan mengisi pengajian di kapal setiap sehabis

shalat shubuh. Beliau adalah sosok yang selalu memberikan jawaban terbaik dan

nasihat-nasihat indah untuk menyelesaikan permasalahan masa lalu yang kelam

yang dibawa penumpang dalam kapal tersebut.

Novel ini dibuka dengan cerita yang unik. Penulis novel ini (Tere Liye)

menuliskan fakta sejarah nusantara pada tahun 1938. Salah satunya Indonesia

(yang masih bernama Hindia Belanda) mengikuti piala dunia di Prancis untuk

pertama kalinya. Novel ini tidak hanya menghibur tetapi juga menyajikan

kisah-kisah teladan dari para tokohnya dan juga nasihat-nasihat atau pesan-pesan dari

(20)

Kisah-kisah tersebut diceritakan dengan bahasa yang menarik sehingga

tidak membosankan ketika dibaca dan yang lebih penting secara tidak langsung

kisah-kisah tersebut menginspirasi dan memotivasi karena sarat dengan nilai-nilai

pendidikan terutama pendidikan akhlak.

Dengan melihat isi dari novel Rindu yang penuh dengan pelajaran dan

makna kehidupan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE

MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK sebagai sebuah karya

sastra yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan akhlak.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, peneliti memfokuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel Rindu karangan Tere Liye?

2. Bagaimana pesan Gurutta pada novel Rindu dalam perspektif pendidikan akhlak?

3. Apa implikasi pesan Gurutta dalampendidikan akhlak?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel Rindu karangan Tere Liye;

2. Untuk mengetahui pesan Gurutta dalam perspektif pendidikan akhlak; 3. Untuk mengetahui implikasi pesan Gurutta dalam pendidikan akhlak.

(21)

Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi yaitu secara

teoretis dan praktis:

1. Secara Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontibusi yang positif bagi

dunia pendidikan pada umumnya dan khususnya bagipengembangan nila-nilai

pendidikan baik umum maupun pendidikan Islam melalui pemanfaatan karya

sastra serta untuk menambah wawasan tentang keberadaan karya sastra (novel)

yang memuat tentang pendidikan.

2. Secara Praktis

a. Bagi Peneliti

Menambah wawasan peneliti mengenai pendidikan akhlak yang

terdapat dalam novel Rindu untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman

dalam bersikap dan berperilaku.

b. Bagi Dunia Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap

penggunaan media pembelajaran yang efektif dan efisien dalam rangka

melaksanakan pendidikan melalui media cerita yang inspiratif dalam

mendidik siswa.

c. Bagi Civitas Akademica

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan

untuk penelitian-penelitian yang relevan di masa yang akan datang.

d. Bagi Dunia Sastra

Diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan dan menjadi bahan

(22)

tentang keindahan dan hiburan semata sebagai daya jual namun juga

memperhatikan isi dan memasukkan pesan-pesan yang dapat diambil dari

karya sastra tersebut.

E. Metode Penelitian

Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang

berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau

objek penelitian sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan keabsahannya (Ruslan, 2010: 24).

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Penelitian ini menggunakan literatur dan teks sebagai objek utama analisis

yaitu dalam penelitian ini adalah novel yang kemudian dideskripsikan dengan

cara menggambarkan dan menjelaskan teks-teks dalam novel yang

mengandung pendidikan akhlak dengan menguraikan dan menganalisis serta

memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan berbagai sumber

(23)

surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya

(Arikunto, 2010: 274).

Metode dokumentasi ini dilakukan penelusuran dengan cara

menghimpun data dari berbagai literatur, baik artikel, jurnal, majalah, maupun

buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Dari pencarian data

model dokumentasi tersebut diharapkan terkumpulnya dokumen atau berkas

untuk melengkapi seluruh unit kajian data yang akan diteliti dan dianalisa lebih

lanjut.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah beberapa

sumber yang relevan dengan pembahasan skripsi. Adapun sumber data terdiri

dari dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu sumber data utama yang digunakan dalam

penelitian ini berupa Novel Rindu karya Tere Liye yang diterbitkan oleh

Republika, Jakarta pada tahun 2014.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu berbagai literatur yang berhubungan dan

relevan dengan objek penelitian. Peneliti mengambil dari kumpulan

berbagai artikel, jurnal, buku, blog diinternet dan karya tulis lain yang

berkaitan dengan penelitian ini demi memperkaya khazanah intelektual

(24)

4. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis isi (content analysis), dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan.

Isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan

isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan

naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai

akibat komunikasi yang terjadi. Isi laten adalah isi sebagaimana yang

dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana

terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen (Ratna, 2007: 48).

Sebagaimana metode kualitatif, dasar pelaksanaan metode analisis isi

adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran dalam metode kualitatif

memberikan perhatian pada situasi alamiah, maka dasar penafsiran dalam

metode analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan. Oleh karena itulah

metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti

menekankan bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi

interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa komunikasi (Ratna, 2007: 49).

Langkah-langkah yang peneliti gunakan dalam pengolahan data adalah

sebagai berikut:

a. Langkah deskripsi, yaitu menguraikan teks-teks dalam novel Rindu yang

berhubungan dengan pendidikan akhlak.

b. Langkah interpretasi, yaitu menjelaskan teks-teks dalam novel Rindu yang

(25)

c. Langkah analisis, yaitu menganalisis penjelasan dari novel Rindu yang

berhubungan dengan pendidikan akhlak.

d. Langkah pengambilan kesimpulan, yaitu mengambil kesimpulan dari

analisis yang telah penulis lakukan dari novel Rindu yang berhubungan

dengan pendidikan akhlak.

F. Penegasan Istilah

Agar pembaca mudah untuk memperoleh pemahaman dan gambaran yang

pasti terhadap istilah pokok yang tekandung dalam judul tersebut, maka peneliti

akan menjabarkan terlebih dahulu yaitu:

1. Pesan

Pesan adalah suruhan (perintah, nasihat, permintaan, amanat) yang harus

dilakukan atau disampaikan kepada orang lain (poerwadarminta, 1982: 746).

Pesan yang dimaksud adalah pesan atau nasihat Gurutta dalam novel rindu.

Gurutta merupakan bahasa dari etnis Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan yang menyebut ulama dengan sebutanGurutta. Penambahan “ta” pada “gurutta” berarti kita. Jadi makna Gurutta adalah guru kita (Kadir, 2013: 1). 2. Pendidikan Akhlak

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 1 ayat 1menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

(26)

akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara.

Akhlak menurut Al-Ghazali berasal dari kata Al-Khuluq (jamaknya Al-Akhlaq) ialah ibarat (sifat atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan wajar

dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan (Zainuddin, 1991:

102). Ibnu Maskawaih dalam Syafaat, Sohari Sahrani, dan Muslih (2008: 59)

mendefinisikan akhlak adalah sikap seseorang yang mendorongnya untuk

melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu).

Peneliti mendefinisikan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam

dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa

dipikir lagi dan dalam kehendak yang mantap. Jadi, pendidikan akhlak adalah

usaha yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh untuk merubah

akhlak buruk menjadi akhlak baik menuju terbentuknya kepribadian yang

utama.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan sistematika yang terdiri dari lima

bab yaitu pendahuluan, kajian pustaka, biografi, analisis data, dan penutup.

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan memuat tentang: latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode

(27)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan memuat tentang: gambaran umum tentang novel

yang meliputi pengertian novel, unsur-unsur novel, dan

pendidikan akhlak yang mencakup pengertian pendidikan

akhlak, tujuan pendidikan akhlak, dan ruang lingkup akhlak.

BAB III BIOGRAFI

Bab ini akan memuat tentang biografi penulis, biografi novel

yang mencakup tema, alur cerita, penokohan, gaya bahasa dan

latar dalam novel Rindu.

BAB IV ANALISIS DATA

Bab ini memuat tentang pesan Gurutta pada novel Rindu; pesan Gurutta dalam perspektif pendidikan akhlak; dan pesan

Gurutta implikasinya pada pendidikan akhlak.

BAB IV PENUTUP

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Novel

1. Pengertian Novel

Secara etimologis, novel berasal dari bahasa latin “novus” berarti baru

dan dalam bahasa Italia disebut “novella”. Suatu prosa naratif yang lebih

panjang daripada cerita pendek yang biasanya memerankan tokoh-tokoh atau

peristiwa imajiner. Novel merupakan karangan sastra prosa yang panjang dan

mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di

sekitarnya dengan cara menonjolkan sifat dan watak tokoh-tokoh itu

(Komaruddin dan Yooke, 2006: 162).

Badudu dan Zain dalam Aziezdan Abdul Hasim (2010: 2)

mendefinisikan bahwa novel merupakan karangan dalam bentuk prosa

tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami

orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka-duka, kasih dan benci,

tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya.

Novel lebih panjang dan lebih kompleks dari cerpen. Umumnya setiap

novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan

sehari-hari dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif

tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman

alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga

(29)

Nurgiyantoro (2012: 4) menyebutkan bahwa novel merupakan sebuah

karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan

yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut

pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja juga bersifat imajinatif.

Novel menampilkan suatu kejadian luar biasa pada kehidupan pelakunya,

yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya. Novel

merupakan roman yang lebih pendek (Wiyanto, 2012: 213).

2. Unsur-unsur Novel

a. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membangun prosa

(Wiyanto, 2012: 213). Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur

yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar

berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.

Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur (cerita)

inilah yang akan dijumpai jika kita membaca novel. Unsur yang

dimaksud untuk menyebut sebagian saja misalnya, peristiwa, cerita, plot,

penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya

bahasa, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2012: 23).

1) Tema

Tema adalah sumber gagasan atau ide cerita yang

dikembangkan menjadi sebuah karangan yang digunakan pengarang

dalam menyusun cerita(Haryanta, 2012: 270). Stanton dan Kenny

(30)

makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Sedangkan menurut

Nurgiyantoro (2012: 74) tema dalam sebuah karya sastra, fiksi,

hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun

cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah

kemenyeluruhan.

Dapat disimpulkan bahwa tema merupakan ide pokok atau

gagasan yang terkandung dalam sebuah cerita. Untuk menemukan

tema sebuah karya fiksi haruslah disimpulkan dari keseluruhan

cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema

merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan

sendirinya, ia akan tersembunyi dibalik cerita yang mendukungnya

(Nurgiyantoro, 2012: 68).

Stanton dalam Nurgiyantoro (2012: 87) mengemukakan

sejumlah kriteria yang dapat diikuti untuk menemukan dan

menafsirkan tema sebuah novel yaitu sebagai berikut:

a) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan

tiap detil cerita yang menonjol.

b) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat

bertentangan dengan tiap detil cerita.

c) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri

pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung

(31)

d) Penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada

bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan

dalam cerita.

2) Penokohan (Perwatakan)

Jones dalam Nurgiyantoro (2012: 165) mendefinisikan

penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang

yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh cerita satu dan yang

lainnya tentu tidak sama. Sebab, masing-masing tokoh itu

mempunyai watak. Pemberian watak pada tokoh itu dinamakan

perwatakan (Wiyanto, 2012: 216).

Para tokoh dalam sebuah novel yang baik itu yang menarik,

menimbulkan rasa ingin tahu, konsisten, menyakinkan, kompleks,

dan realistis (Aziez dan Abdul Hasim, 2010: 61).Tokoh-tokoh cerita

dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis

penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.

Berikut ini adalah pembedaan tokoh menurut Nurgiyantoro (2012:

176) dilihat dari sudut pandang dan tinjauan tertentu.

a) Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam

sebuah cerita ada 2 yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan

(1) Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya

dalam novel yang bersangkutan dan selalu hadir sebagai

pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik penting yang

(32)

(2) Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam

keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan

kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh

utama, secara langsung ataupun tak langsung.

b) Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi 2

yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis

(1) Tokoh protagonis merupakan tokoh yang menampilkan

sesuatu sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita,

pembaca.

(2) Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik.

Tokoh antagonis berperan sebagai penghalang tokoh

protagonis dan menggagalkan segala rencana yang dibuat

tokoh protagonis (Sambu, 2013: 64)

c) Berdasarkan perwatakannya tokoh dapat dibedakan menjadi 2

yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat.

(1) Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh

yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat

watak yang tertentu saja.

(2) Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap

berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian

dan jati dirinya.

d) Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan

tokoh-tokoh cerita dalam novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam

(33)

(1) Tokoh statis adalah tokoh yang memiliki sifat dan watak yang

relatif tetap, tidak berkembang dari awal hingga akhir cerita.

(2) Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan

dan perkembangan watak, sejalan dengan perkembangan

peristiwa dan plot.

e) Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap

(sekelompok) manusia dari kehidupan nyata, dibedakan ke dalam

tokoh tipikal dan tokoh netral.

(1) Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan

keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan

kualitas pekerjaan atau kebangsaannya.

(2) Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi

cerita itu sendiri.

3) Alur (Plot)

Alur adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk

mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan

temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab

akibat)(Haryanta, 2012: 12). Aziez dan Abdul Hasim (2010: 68)

mendefinisikan alur adalah suatu urutan cerita atau peristiwa yang

teratur dan terorganisasi. Istilah alur sama dengan istilah plot

maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu

cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai

(34)

Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit

orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara

berbagai unsur fiksi yang lain. Kejelasan tentang kaitan antar

peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah

pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot

dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan

cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, plot sebuah karya fiksi yang

kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kausalitas

antarperistiwanya, menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami

(Nurgiyantoro, 2012: 110).

Wiyanto (2012: 215-216) membagi plot atau alur menjadi 3,

yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran:

a) Alur maju yaitu apabila peristiwa-peristiwa dalam cerita

berurutan, baik berurutan waktu maupun berurutan kejadiannya.

b) Alur mundur yaitu apabila peristiwa terakhir didahulukan

kemudian bergerak ke peristiwa-peristiwa sebelumnya.

c) Alur campuran yaitu apabila susunan peristiwanya ada yang maju

dan ada yang mundur.

4) Sudut pandang

Sudut pandang adalah cara dan pandangan yang dipergunakan

pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar

dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya

fiksi kepada pembaca (Haryanta, 2012: 256).

(35)

a) Sudut pandang orang pertama

(1) Sudut pandang orang pertama sentral

Tokoh sentralnya adalah pengarang yang secara langsung

terlibat di dalam cerita. Kata ganti yang digunakannya adalah

kata ganti orang pertama (saya, aku, kita) (Wiyanto, 2012: 218).

(2) Sudut pandang orang pertama sebagai pembantu

Sudut pandang ini menampilkan “aku” hanya sebagai

pembantu yang mengantarkan tokoh yang menjadi tumpuan

cerita (Wiyanto, 2012: 218).

b) Sudut pandang orang kedua

Dalam sudut pandang ini, penulis menempatkan pembaca

sebagai karakter utama. Penulis sebagai narator, menjelaskan apa

saja yang dilakukan, dirasakan, dan dipikirkan karakter utama

sekaligus pembaca. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti

orang kedua “kamu, kau, anda atau dikau.” (Sambu, 2013: 78). c) Sudut pandang orang ketiga

(1) Sudut pandang orang ketiga serba tahu

Pengarang berada di luar cerita dan menjadi pengamat yang

tahu segalanya. Kata ganti yang digunakannya adalah kata

ganti orang ketiga (dia, mereka, atau menyebutkan nama pelaku) (Wiyanto, 2012: 218).

(36)

Pengarang sebagai pengamat yang terbatas hak ceritanya. Ia

hanya menceritakan apa yang dialami oleh tokoh yang

menjadi tumpuan cerita (Wiyanto, 2012: 218).

5) Latar atau Setting

Latar atau setting adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Haryanta, 2012:

150). Latar menunjukkan tempat, waktu atau kondisi dari narasi atau

dialog yang disampaikan oleh beberapa tokoh yang terdapat di

dalam cerita tersebut (Nugroho, 2014: 200). Latar atau setting

berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak

tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, di mana para tokoh

menjalankan perannya. Latar ini biasanya diwujudkan dengan

menciptakan kondisi-kondisi yang melengkapi cerita. Baik dalam

dimensi waktu maupun tempatnya, suatu latar bisa diciptakan dari

tempat dan waktu imajiner ataupun faktual (Aziez dan Abdul Hasim,

2010: 74).Setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis tetapi juga

memiliki fungsi psikologis sehingga setting mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu

yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya

(Aminuddin, 1991: 67).

Latar atau setting mencakup tiga hal, yaitu setting tempat,

(37)

a) Setting tempat, yaitu lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi(Nurgiyantoro, 2012: 227).

b) Setting waktu, yaitu berhubungan dengan masalah “kapan”

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah

karya fiksi. Sebuah peristiwa bisa saja terjadi pada masa sepuluh

tahun yang lalu, zaman majapahit, zaman revolusi fisik, atau

zaman sekarang. Bisa juga pagi, siang, sore, atau malam hari

(Wiyanto, 2012: 217).

c) Setting sosial, yaitu mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat

yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2012: 233).

6) Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara khas dalam menyampaikan pikiran

dan perasaan. Gaya bahasa dapat menimbulkan perasaan tertentu,

dapat menimbulkan reaksi tertentu, dan dapat menimbulkan

tanggapan pikiran pembaca (Wiyanto, 2012: 218). Cara seorang

pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media

bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna

dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi

pembaca (Aminuddin, 1991: 72).

Gaya bahasa dalam Wikipedia (2015: 1-3) ada beberapa

macam, yaitu alegori, metafora, simile, sinestesia, litotes, hiperbola,

(38)

a) Alegori, yaitu menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau

penggambaran.

b) Metafora, yaitu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda

dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau

hampir sama.

c) Simile, yaitu pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang

dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya,

bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai".

d) Sinestesia, yaitu suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang

dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.

e) Litotes, yaituungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta

dengan tujuan merendahkan diri.

f) Hiperbola, yaitu pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan

sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.

g) Personifikasi, yaitupengungkapan dengan menggunakan perilaku

manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.

h) Enumerasio, yaituungkapan penegasan berupa penguraian bagian

demi bagian suatu keseluruhan.

i) Satire, yaituungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau

parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan.

7) Amanat

Karya sastra selain berfugsi sebagai hiburan bagi pembacanya,

juga berfungsi sebagai sarana pendidikan. Dengan kata lain,

(39)

mengajari pembaca. Ajaran yang ingin disampaikan itu dinamakan

amanat, jadi, amanat adalah unsur pendidikan, terutama pendidikan

moral, yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca

lewat karya sastra yang ditulisnya. Unsur pendidikan ini tentu saja

tidak disampaikan secara langsung. Pembaca karya sastra baru dapat

mengetahui unsur pendidikannya setelah membaca seluruhnya

(Wiyanto, 2012: 218-219).

b. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah usur-unsur yang berada di luar karya sastra

itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem

organisme karya sastra. Meskipun demikian, unsur ekstrinsik cukup

berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh

karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang

sebagai sesuatu yang penting (Nurgiyantoro, 2012: 24). Sementara itu,

Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (2012: 24) menjelaskan bahwa

unsur yang dimaksud adalah keadaan subjektivitas individu pengarang

yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya

itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur

biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang

dihasilkannya.

Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi politik, dan

sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra, dan itu merupakan

unsur ekstrinsik pula (Nurgiyantoro, 2012: 24).

(40)

a. Menciptakan keindahan. Hal ini karena novel dibuat dari sususan kalimat

yang dirangkai secara indah agar mampu menyenangkan hati para

penikmat novel (Remedia, 2014: 2).

b. Menghibur. Bagi mereka yang menikmati novel, akan merasa terhibur

atas sajian keindahan yang ada tersebut. Novel dapat dijadikan sebagai

media informasi, edukasi, dakwah, dan sebagainya, namun semua itu

harus disajikan dengan cara yang menghibur (Sambu, 2013: 9).

c. Menyebarkan pengetahuan. Dengan adanya novel, maka pemikiran yang

dimiliki oleh orang lain bisa diketahui masyarakat. Sehingga masyarakat

yang membaca novel bisa mendapatkan pengetahuan baru yang

bermanfaat (Remedia, 2014: 2).

d. Memberikan bekal pendidikan bagi para pecinta sastra. Sebab, dalam

sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai tradisi budaya bangsa yang

turun temurun dari setiap generasi. Sehingga karya sastra dijadikan

media untuk menjaga keluhuran budaya dari sebuah masyarakat dan

memperkenalkan kepada generasi penerus dan masyarakat luar

(Remedia, 2014: 2).

e. Memberikan pengalaman emosional yang kuat kepada pembaca.Teknik

menulis fiksi dengan baik, sekaligus bisa menyuguhkan pengalaman

emosional yang kuat pada pembaca penting bagi seorang penulis novel.

Pada dasarnya, novel adalah media hiburan. Ketika pembaca sudah

terhibur, mereka akan dapat lebih mudah menerima pendidikan, dakwah,

atau apa pun informasi yang ingin kita selipkan. Walt Disney pernah

(41)

mendapat pelajaran dari situ, ketimbang mengajari mereka dan berharap

mereka terhibur.” Maka dari itu, penting bagi penulis fiksi untuk tahu

bagaimana cara memberikan pengalaman emosional yang kuat pada

pembaca (Sambu, 2013: 12).

4. Hubungan Novel dengan Karya Ilmiah

Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan,

deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, disajikan secara objektif

dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta,

teori, dan/atau bukti-bukti empirik. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang

isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan

oleh seorang penulis atau peneliti. Tujuannya untuk memberitahukan sesuatu

hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca (Dalman, 2012: 5).

Karya tulis atau karangan ilmiah menyajikan gagasan atau argumen

keilmuan berdasarkan fakta. Gagasan keilmuan itu harus dapat dipercaya dan

diterima kebenarannya, sehingga perlu kriteria penyajian secara benar

(Kusmana, 2010: 3). Pada hakikatnya, karya tulis ilmiah merupakan laporan

tentang sesuatu hasil penelitian, baik dari penelitian kepustakaan (library research), laboratorium, atau penelitian di masyarakat (field research ) (Agam, 2009: 16).

Suatu karangan yang menyajikan fakta umum, tetapi tidak disajikan

dengan metodologi penulisan karya tulis ilmiah yang benar, maka karangan

tersebut tidak dapat dikelompokkan ke dalam karangan ilmiah. Dengan

demikian, karya tulis ilmiah merupakan karangan tentang ilmu pengetahuan

(42)

penulisan karya tulis ilmiah. Fakta umum yang dimaksudkan adalah fakta

yang dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah (Kusmana, 2010: 3).

Karya fiksi seperti halnya dalam kesastraan Inggris dan Amerika,

menunjuk pada karya yang berwujud novel dan cerita pendek (Nurgiyantoro,

2012: 9). Karya fiksi merupakan suatu karya yang menyaran kepada cerita

yang bersifat rekaan, yaitu cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam

kehidupan nyata sehingga tidak perlu dicari kebenarannya, akan tetapi unsur

penciptaannya merupakan pandangan si penulis dari kehidupan nyata

disekitar lingkungan si penulis.

Apakah ada hubungannya antara novel dan karya ilmiah? Dari

penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karya ilmiah merupakan karya

tulis yang dapat dipercaya dan dapat dibuktikan kebenarannya sedangkan

novel merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan

nyata.

Finoza dalam Dalman (2012: 6) mengklasifikasikan karangan menurut

bobot isinya atas tiga jenis, yaitu: karangan ilmiah, karangan semi ilmiah atau

ilmiah populer, dan karangan nonilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan

ilmiah antara lain: makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi. Yang tergolong

karangan semi ilmiah, antara lain: artikel, editorial, opini, feuture, reportase. Yang tergolong ke dalam nonilmiah antara lain: anekdot, dongeng, hikayat,

cerpen, novel, roman, dan naskah drama (Dalman, 2012: 6).

Novel termasuk karya non ilmiah bukan ilmiah karena novel tidak

(43)

ilmiah apabila dalam novel tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan yang

diteliti dengan menggunakan kaidah-kaidah penulisan ilmiah.

5. Novel Rindu dan Pesan Akhlak Terpuji

Novel rindu adalah novel Tere Liye yang terbit pada tahun 2014. Novel

ini berkisah tentang perjalanan panjang jamaah haji pada tahun 1938. Sebuah

perjalanan panjang ini dimulai ketika sebuah kapal besar bernama

BlitarHolland mendarat di Pelabuhan Makassar. Kapal tersebut nantinya akan

berhenti dan menaikkan penumpang di Pelabuhan Surabaya, Semarang,

Batavia, Lampung, Bengkulu, Padang, Banda Aceh hingga Jeddah.Novel

Rindu tidak hanya bercerita tentang perjalanan panjang ke Tanah Suci.

Beragam tragedi, konflik, dan serangkaian peristiwa menyertainya. Novel ini

semakin berbobot dengan cuplikan sejarah di beberapa daerah yang dijadikan

setting. Seperti sejarah yang ada di kota Semarang.

Bergeser lagi ke selatan, terdapat bangunan paling indah di masa itu (sekarang dikenal dengan nama Lawang Sewu yang berarti seribu pintu). Bangunan itu merupakan kantor pusat perusahaan kereta api

Nederlandsch Indishe Spoorweg Maatschappij (NISM). Sesuai namanya, bangunan itu memiliki lebih banyak pintu dan jendela dibandingkan lima puluh rumah dijadikan satu. Taman di halaman bangunan itu saja sudah cukup membuat betah mata memandang (hlm: 171).

Novel Rindu istimewa karena adanya seorang tokoh ulama.Ulama

tersebut adalah Gurutta Ahmad Karaeng yang digambarkan sebagai ulama yang sempurna, berilmu, dan beradab. Bahkan empat dari lima pertanyaan

besar di novel Rindu terjawab sempurna dari lisannya yang bijak.

(44)

bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya atau mendustakannya." (hlm: 471).

“Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci atas

kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi ingatlah nasihat lama, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia rawat kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka, jangan rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba di dermaga

terakhirnya.” (hlm: 284)

B. Pendidikan Akhlak

1. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 326)

secara bahasa berasal dari kata “didik” yang artinya pelihara dan latih. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.

Secara terminologis, ada beberapa pengertian pendidikan

menurut pendapat para tokoh, yaitu sebagai berikut:

1) John S. Brubacher dalam Suwarno (2006: 20), pendidikan adalah

proses pengembangan potensi, kemampuan, dan kapasitas manusia

yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan

dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat

(media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat

digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam

mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

(45)

perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu.

Pendidikan dalam arti sempit adalah suatu proses

mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan dari

generasi ke generasi, yang dilakukan oleh masyarakat melalui

lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi,

atau lembaga-lembaga lain.

3) Nur Ahid dalam Ahid(2010: 12), pendidikan adalah transformasi

ilmu pengetahuan dan nilai kepada peserta didik secara

berangsur-angsur, yang diharapkan bisa diaktualisasikan melalui perilakunya

dalam kehidupan sehari-hari, yaitu kedudukan dan kondisinya dalam

kehidupan, sehubungan dengan diri, keluarga, kelompok, komunitas

dan masyarakatnya, serta kepada disiplin pribadinya.

4) Ibnu Faris dalamMahmud(2004: 2), pendidikan adalah perbaikan,

perawatan, dan pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan

menggabungkan unsur-unsur pendidikan di dalam jiwanya, sehingga

ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna yang sesuai

dengan kemampuannya.

Dari pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan adalah proses transformasi ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan

pengembangan potensi yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa

dan watak individu yang diharapkan bisa diaktualisasikan melalui

perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

(46)

Tujuan pendidikan dalam Islam secara garis besarnya adalah untuk

membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan seluruh

aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran, dan perasaannya (Daradjat,

1995: 35).

Al-Abrasy dalam Ahid (2010: 48) menyimpulkan lima tujuan

umum pendidikan sebagai berikut:

1) Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia, mencapai

suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari

pendidikan.

2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.

3) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat, atau

yang lebih terkenal sekarang dengan nama tujuan vokasional dan

profesional.

4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan

keingintahuan serta memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi

ilmu itu sendiri.

5) Mempersiapkan pelajar dari segi profesional, teknikal, dan

pertukangan supaya dapat mengetahui profesi dan pekerjaan yang

membutuhkan keterampilan tertentu, sehingga kelak bisa memenuhi

kebutuhan materi, di samping kebutuhan rohani, dan agama.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan

pendidikan adalah untuk membina manusia agar memiliki pengetahuan

(47)

akhlak yang mulia untuk persiapan kehidupan yang bahagia di dunia dan

akhirat.

2. Akhlak

a. Pengertian Akhlak

Secara etimologis, akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata

khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta),

makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan) (Ilyas, 2007: 1). Secara terminologis, ada beberapa definisi tentang akhlak menurut

para tokoh, diantaranya yaitu:

1) Imam Al-Ghazali dalam Ilyas (2007: 2), akhlak adalah sifat yang

tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan

dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan

pertimbangan.

2) Ibrahim Anis dalam Ilyas(2007: 2), akhlak adalah sifat yang

tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam

perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan

pertimbangan.

3) Ahmad Amin dalam Halim (2000: 9), akhlak adalah kehendak yang

dibiasakan artinya apabila kehendak itu membiasakan sesuatu, maka

kebiasaan itu dinamakan akhlak.

4) Ibnu Maskawih dalam Mansur (2007: 221), akhlak adalah keadaan

jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan

(48)

5) Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani dalam Mahmud (2004:

32), akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat

dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah

dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung.

Dari pendapat para tokoh di atas, peneliti menyimpulkan akhlak

adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan

perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir lagi dan dalam

kehendak yang mantap.

b. Fungsi Akhlak Bagi Seorang Muslim

1) Akhlak bukti nyata keimanan seseorang

Keyakinan dan suasana hati pada umumnya secara sangat

mudah dilihat tanda-tanda atau indikator fisiknya. Demikian juga

dengan keyakinan kepada Allah Swt dengan segenap bimbingan dan

ajaran-Nya. Orang yang beriman dan bertaqwa dengan setulusnya

pasti akan tampak pada sinar mukanya. Ketulusan iman akan

terpancar secara jelas di rona wajah (Ahmadi, 2004: 22).

2) Akhlak Hiasan Orang Beriman

Akhlak yang islami bagi seorang muslim bisa diibaratkan

hiasan yang memperindah penampilannya. Ketaatan kepada Allah

dan Rasulullah yang tulus, jika tidak dibarengi dengan perilaku yang

baik kepada orang lain, bisa diibaratkan sebuah benda yang tidak

(49)

3) Akhlak Amalan yang Paling Berat Timbangannya

Salah satu amal manusia yang paling mulia di hadapan Allah

dan paling berat timbangannya di sisi-Nya adalah akhlak dan

merupakan salah satu perilaku yang paling dicintai oleh Rasulullah

Saw (Ahmadi, 2004: 27).

4) Akhlak Mulia Simbol Segenap Kebaikan

Apa yang baik menurut Allah sesungguhnya baik untuk

manusia. Apa yang diperintahkan oleh Allah pasti bermanfaat bagi

manusia. Dalam istilah amar ma‟ruf nahi munkar, ma‟ruf artinya

sesuatu yang dikenal baik dan munkar berarti sesuatu yang diingkari. Dengan kata lain, sesuatu dianggap sebagai kebaikan jika

dikenal oleh umumnya orang Muslim sebagai kebaikan dan sesuatu

dianggap keburukan adalah jika disepakati oleh umumnya kaum

Muslim sebagai keburukan (Ahmadi, 2004: 32).

5) Akhlak mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Ahmad Syauqi menyatakan bahwa bangsa itu hanya bisa

bertahan selama mereka masih memiliki akhlak, bila akhlak telah

lenyap dari mereka, maka mereka akan menjadi lenyap pula

(Mansur, 2007: 234).

Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa akhlak menunjukkan

tingkat keimanan dan ketaatan seseorang kepada Allah Swt dan

Rasulullah Saw dan merupakan simbol segenap kebaikan sehingga

(50)

c. Kedudukan Akhlak

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam.

Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dari berbagai sunnah

qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah Saw. Akhlak Nabi

Muhammad yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu disebut

akhlak Islam atau akhlak Islami, karena bersumber dalam al-Qur‟an yang menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam (Ali, 2008: 349). Akhlak

bukan hanya sekedar sopan santun, tata krama yang bersifat lahiriah dari

seseorang terhadap orang lain melainkan lebih daripada itu (Djatnika,

1996: 11).

Akhlak yang mulia dalam Islam adalah melaksanakan

kewajiban-kewajiban, menjauhi segala larangan-larangan, memberikan hak kepada

yang mempunyainya baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang

berhubungan dengan makhluk, dirinya sendiri, orang lain, dan

lingkungannya (Djatnika, 1996: 24).

Akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan

pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman itu pada perilaku,

ucapan, dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti

keimanan dalam perbuatan, yang dilakukaan dengan kesadaran dan

karena Allah semata (Daradjat, 1995: 67). Untuk melihat kuat atau

lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang,

karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang

ada di dalam hati (Asmaran, 2002: 110). Muhammad Al-Ghazali dalam

(51)

akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan

akhlak yang jahat dan buruk.

Maslikhah (2009: 13-14) menjelaskan pentingnya kedudukan

akhlak dalam agama Islam adalah sebagai berikut:

1) Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam atau antara

perutusan utama Rasulullah Saw.

2) Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat di mana akhlak

yang baik dapat memberatkan timbangan amalan yang baik. Begitu

juga sebaliknya.

3) Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang

buruk boleh merusakkan pahala.

4) Akhlak merupakan sifat Rasulullah Saw dimana Allah Swt telah

memuji Rasulullah karena akhlaknya yang baik.

5) Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam.

6) Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada

neraka sebaliknya akhlak yang buruk menyebabkan seseorang jauh

dari surga.

Kedudukan akhlak sangat penting dalam Islam karena akhlak tidak

dapat dipisahkan dari iman. Allah Swt mengutus Rasulullah ke dunia

salah satu tujuannya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal

itu menunjukkan bahwa akhlak menempati posisi yang penting dalam

Islam. Seseorang yang mempunyai akhlak yang baik akan mendapatkan

kehidupan yang bahagia di dunia maupun di akhirat. Begitu juga

(52)

merusakkan pahala dan jauh dari kebahagiaan baik di dunia maupun di

akhirat.

3. Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai proses internalisasi

nilai-nilai akhlak mulia ke dalam diri peserta didik, sehingga nilai-nilai

tersebut tertanam kuat dalam pola pikir (mindset), ucapan dan perbuatannya, serta dalam interaksinya dengan Tuhan, manusia (dengan

berbagai strata sosial, fungsi, dan perannya) serta lingkungan alam jagat

raya (Nata, 2013: 209). Mansur (2007: 274) mendefinisikan pendidikan

akhlak adalah usaha sungguh-sungguh untuk mengubah akhlak buruk

menjadi akhlak yang baik.

Peneliti mendefinisikan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha

yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh untuk merubah

akhlak buruk menjadi akhlak baik menuju terbentuknya kepribadian

yang utama.

b. Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar manusia

berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dijalan yang lurus, jalan

yang telah digariskan oleh Allah Swt (Mahmud, 2004: 159).

Umiarso (2010: 114) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan

akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral

baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam

(53)

ikhlas, jujur, dan suci. Dengan kata lain, pendidikan akhlak bertujuan

untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah). Pendidikan akhlak juga mempunyai tujuan-tujuan lain (Mahmud,

2004: 160) di antaranya:

1) Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu

beramal saleh.

2) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani

kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam, melaksanakan apa yang

diperintahkan agama dan meninggalkan apa yang diharamkan,

menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala

sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan mungkar.

3) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi

secara baik dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun

nonmuslim.

4) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau

mengajak orang lain ke jalan Allah, melaksanakan amar ma‟ruf nahi

munkar dan berjuang fii sabilillah demi tegaknya agama Islam. 5) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mau merasa bangga

dengan persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan

hak-hak persaudaraan tersebut, mencintai dan membenci hanya

karena Allah, dan sedikit pun tidak kecut oleh celaan orang hasad

selama dia berada di jalan yang benar.

6) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia

(54)

daerah, suku, dan bahasa. Atau insan yang siap melaksanakan

kewajiban yang harus ia penuhi demi seluruh umat Islam selama dia

mampu.

7) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga

dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga

demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan

pendidikan akhlak adalah menciptakan manusia yang beriman dan

beramal shaleh untuk mencapai keharmonisan dan kebahagiaan dalam

berhubungan dengan Allah Swt, berhubungan dengan sesama makhluk

dan juga alam sekitar sehingga dapat menggapai kebahagiaan di dunia

dan di akhirat.

c. Pendidikan Akhlak dalam Keluarga

Pendidikan akhlak anak pada dasarnya adalah tanggungjawab

orangtua. Hal ini disebabkan, karena kedua orang tuanyalah orang yang

pertama dikenal dan diterimanya pendidikan (Ahid, 2010: 61).

Pendidikan akhlak di dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan

teladan dari orangtua. Perilaku dan sopan santun orang dalam hubungan

dan pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan orang tua terhadap

anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di dalam

lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat akan menjadi teladan

bagi anak-anak (Daradjat, 1995: 60).

(55)

pendidikan selanjutnya, baik secara formal maupun non formal (Ahid,

2010: 63). Pengalaman yang dilalui anak di lingkungan keluarga akan

berpengaruh tehadap kepribadiannya. Oleh karena itu, situasi rumah

tangga hendaknya dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang baik

(Ahid, 2010: 113).

Pendidikan akhlak dalam keluarga merupakan tanggungjawab

orang tua. Sifat dan perilaku orang tua akan menjadi teladan bagi

anak-anak. Orang tua harus dapat menjadi teladan yang baik dan menciptakan

situasi di dalam keluarga yang dapat menunjang terbentuknya akhlak

yang baik pada seluruh anggota keluarga khususnya anak.

d. Pendidikan Akhlak dalam Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan, tempat peserta didik

melaksanakan interaksi proses belajar mengajar secara formal dan

merupakan lembaga pelaksanan internalisasi nilai-nilai dari suatu

kebudayaan, kepada peserta didik secara terarah dan memiliki tujuan

(Ahid, 2010: 66).

Pada awalnya, pendidikan akhlak menjadi tanggungjawab

keluarga. Tetapi ketika anak mulai memasuki usia sekolah, pendidikan

akhlak juga menjadi tanggungjawab sekolah terutama pendidik. Pada

umumnya, anak akan meniru seluruh sikap, perbuatan, dan perilaku

orang tua dan gurunya. Jadi, panutan akhlak di rumah adalah ayah, ibu,

dan anggota keluarga lainnya, sedangkan di sekolah adalah guru, teman

Referensi

Dokumen terkait

Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam yang terdapat dalam novel Pulang karya Tere Liye dapat diterapkan pada setiap tingkatan pendidikan, baik dasar maupun

Berdasarkan tokoh-tokoh dalam film Moga Bunda Disayang Allah dapat disimpulkan bahwa pesan cerita yang ingin disampaikan yakni, senantiasa tolong-menolong terhadap sesama dengan

Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Pukat, Serial Anak-Anak Mamak karya Darwis Tere Liye meliputi akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, akhlak

Akhlak dalam hubungan horisontal merupakan perwujudan dari baik-buruknya dalam hubungan vertikal (akhlak terhadap Allah). Metode pendidikan akhlak yang telah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat al- An‟am ayat 151 -153 terdapat akhlak yang baik dan buruk, diantaranya: tidak berbuat

Analisis Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Muhammad Al- Maliki Dalam Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib. Konsep pendidikan akhlak

Sesungguhnya pendidikan akhlak merupakan bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam. diutus oleh Allah swt. untuk menjadi rasul dengan tugas menyempurnakan

Skripsi berjudul Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Tentang Kamu karya Tere Liye, ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana