PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU
KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF
PENDIDIKAN AKHLAK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
OLEH
ANA ALLAILY MUSYARROFAH
NIM: 11111092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU
KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF
PENDIDIKAN AKHLAK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
OLEH
ANA ALLAILY MUSYARROFAH
NIM: 11111092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
MOTTO
Mata air yang dangkal tetap saja bermanfaat jika jernih dan tulus, tetap
segar airnya.
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis persembahkan
skripsi ini kepada:
1. Bapak dan Ibundaku tercinta, Bapak Chabib Mushtofa dan Ibu Alfi Salamah
yang telah banyak berkorban tanpa letih dan pamrih demi kesuksesan
putrinya.Terimakasih atas cinta, kasih sayang, doa, bimbingan dan nasihat
dalam kehidupan ini. Semoga selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan, dan
mendapat limpahan kasih sayang Allah Swt dunia akhirat.
2. Kakak-kakakku tersayang, Mas Mu‟allim, Mba Malihatun, Mba Nur Laelatul, Mba Fathin, Mas Barok, Mas Musa, Mba Umi, Mba Endah, Mas Imron, Mas
Hasan, Mas Rasikin, Mba Nur Khoeriyah, Mas Awan, Mba Dewi yang selalu
memberi arahan, motivasi, doa dan sumber inspirasi dalam hidupku. Semoga
sehat selalu, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam kebahagiaan dan
lindungan Allah Swt.
3. Mas Muhammad Ainnurofik yang selalu memberikan semangat, doa, dan
dukungan. Semoga sehat selalu, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Swt. Atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan
dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Rasulullah Saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam. Skripsi ini adalah “PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE MENURUT
PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan
penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
4. Ibu Maslikhah, S.Ag., M.Si. sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan dengan ikhlas dan sabar serta pengorbanan
waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Siti Farikhah, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah
membantu peneliti selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
6. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
7. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta
bantuan.
8. Sahabat-sahabatku Azizah, Icha, Titik, Ema, lastri, Nida, Mba Sukrilah, Mba
Diyah, Silvi, Mba Fajar terima kasih atas dukungan, motivasi serta inspirasinya.
9. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011, khususnya teman-teman PAI kelas
C.
10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi
ini semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah Swt.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah Swt serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda amiin. Peneliti sadar bahwa dalam
penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati peneliti mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan penelitian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
peneliti pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan
sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Aamiin ya robbal „alamiin.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 29 Agustus 2015 Peneliti,
ABSTRAK
Musyarrofah, Ana Allaily. 2015. Pesan Gurutta pada Novel Rindu Karya Tere LiyeMenurut Perspektif Pendidikan Akhlak. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Maslikhah, S.Ag., M.Si..
Kata Kunci: Pesan Gurutta, Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak merupakan modal terpenting dalam pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk menghadapi masa depan yang lebih cerah. Remaja adalah penerus pembangunan dalam semua Negara. Merosotnya moral generasi muda merupakan pertanda akan merosotnya moral anak bangsa. Penyebab merosotnya akhlak bangsa adalah kurangnya pemahaman agama di tengah-tengah masyarakat dan kurangnyapendidikan akhlak. Kemerosotan akhlak dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu bukti gagalnya pendidikan selama ini terutama dalam bidang akhlak.Pendidikan akhlak pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini tidak hanya dapat diperoleh di rumah, di sekolah atau lembaga pendidikan formal lewat pembelajaran di kelas. Pendidikan akhlak dapat diperoleh dari mana saja. Salah satunya adalah melalui karya sastra yang bermutu dan berkualitas. Selain sebagai sarana hiburan, karya sastra novel juga bisa sebagai sarana belajar atau pendidikan. salah satunya adalah novel Rindu karya Tere Liye.Fokus penelitian yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimana pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel Rindu karangan Tere Liye. 2. Bagaimana pesan Gurutta pada novel Rindu dalam perspektif pendidikan Akhlak. 3. Apaimpilkasi pesan Guruttadalam pendidikan Akhlak.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research),
menggunakan pendekatan deskriptif analisis dengan menggambarkan dan menjelaskan teks-teks dalam novel yang mengandung tentang pendidikan akhlak dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan.Sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumetasi (documentation research methode),analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis isi (content analysis).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1. Pesan Gurutta mengandung 23 macam akhlak terpuji yaitu menerima takdir, bersyukur, menaati perintah Allah Swt,
tobat, khauf dan raja‟, tawakal, adil terhadap diri sendiri, pantang menyerah, tidak
mementingkan diri sendiri, sabar, ikhlas, tegar, optimis, lapang dada, ta‟awun, berkumpul dengan orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai orang lain, pemaaf, memaafkan kesalahan orang tua, dan kasih sayang terhadap orang tua. 2. Pesan Gurutta mengandung akhlak terhadap Allah Swt (menerima takdir, bersyukur, menaati perintah Allah Swt, tobat, khauf dan raja‟,dan tawakal); akhlak terhadap diri sendiri (adil terhadap diri sendiri, gigih, tidak mementingkan diri sendiri, sabar, ikhlas, tegar, optimis,dan lapang dada); akhlak terhadap sesama yang meliputi
ta‟awun, berkumpul dengan orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai orang lain, dan pemaaf); akhlak terhadap orang tua (memaafkan kesalahan orang tua dan kasih sayang terhadap orang tua). 3. Implikasi pesan Gurutta
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
JUDUL ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... .. vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 5
C.Tujuan Penelitian ... 6
D.Kegunaan Penelitian ... 6
E. Metode Penelitian ... 7
F. Penegasan Istilah ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
A.Gambaran Umum Novel ... 14
1. Pengertian Novel ... 14
2. Unsur-unsur Novel ... 15
3. Tujuan Novel ... 27
4. Hubungan Novel dengan Karya Ilmiah ... 28
5. Novel Rindu dan Pesan Akhlak Terpuji ... 30
B. Pendidikan Akhlak ... 32
1. Pendidikan ... 32
2. Akhlak ... 35
3. Pendidikan Akhlak ... 40
4. Ruang Lingkup Akhlak ... 46
BAB III BIOGRAFI ... 53
A.Biografi Pengarang ... 53
B. Biografi Novel ... 56
1. Tema ... 56
2. Penokohan ... 56
3. Alur ... 63
4. Sudut Pandang ... 65
5. Latar atau Setting ... 66
6. Gaya Bahasa ... 67
BAB IV ANALISIS DATA ... 85
A.Pesan Gurutta yang Berkaitan dengan Akhlak Terpuji ... 85
B. Pesan Gurutta pada Novel Rindu dalam Perspektif Pendidikan Akhlak ... 105
1. Akhlak terhadap Allah Swt ... 105
2. Akhlak terhadap Diri Sendiri ... 110
3. Akhlak terhadap Sesama ... 120
4. Akhlak terhadap Orang Tua ... 128
C.Implikasi pesan Gurutta dalam Pendidikan Akhlak ... 130
BAB IV PENUTUP ... 134
A.Kesimpulan ... 134
B. Saran ... 135
DAFTAR PUSTAKA ... 137
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Daftar Nilai SKK
Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, baik kehidupan
keluarga, diri sendiri maupun kehidupan dalam bermasyarakat dan negara.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
1 ayat 1, menuliskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses belajar pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Zakiah Daradjat dalam Majid (2005: 130)mendefinisikan bahwaPendidikan
Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik
agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati
tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai
pandangan hidup. Akhlak dalam ajaran Islam merupakan ukuran/barometer yang
dapat dijadikan ukuran untuk menilai kadar iman seseorang. Seseorang dapat
dikatakan memiliki kesempurnaan iman apabila dia memiliki budi pekerti/akhlak
yang mulia. Oleh karena itu, masalah akhlak/budi pekerti merupakan salah satu
pokok ajaran Islam yang diutamakan dalam Pendidikan Agama Islam untuk
Pendidikan agama berkaitan dengan pendidikan akhlak, tidak berlebihan
kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang
dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah yang dianggap buruk oleh
agama, sehingga nilai-nilai akhlak, keutamaan-keutamaan akhlak dalam
masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama,
sehingga seorang muslim tidak sempurna agamanya kecuali akhlaknya menjadi
baik (Ahid, 2010: 142).
Kedudukan akhlak penting dalam kehidupan, sehingga pendidikan akhlak
harus ditanamkan sedini mungkin. Pendidikan akhlak merupakan modal
terpenting dalam pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk
menghadapi masa depan yang lebih cerah. Pendidikan akhlak yang baik
diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin baik dan maju sehingga dengan
ini akan menimbulkan adanya saling peduli dan menyayangi satu sama lain.
Pendidikan akhlak merupakan bagian dalam pemikiran Islam sehingga
salah satu fokus penting dalam pendidikan Islam yaitu pendidikan akhlak. Akhlak
menurut Al-Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, dari sifat itu
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran lebih dulu (Mansur, 2007: 222). Pendidikan akhlak adalah
usaha sungguh-sungguh untuk mengubah akhlak buruk menjadi akhlak yang baik.
Dapat diartikan bahwa akhlak itu adalah dinamis tidak statis, terus mengarah
kepada kemajuan, dari tidak baik menjadi baik, bukan sebaliknya (Mansur, 2007:
Pendidikan akhlak dimulai dari lingkungan keluarga yaitu dengan diberi
bimbingan, petunjuk-petunjuk, dan contoh yang benar agar anak terbiasa
melakukan kebiasaan yang baik. Hidupnya mempunyai pedoman baik di rumah,
di madrasah maupun di lingkungan masyarakat yang dihadapinya.
Akhlak Nabi Muhammad Saw menjadi salah satu contoh akhlak yang baik.
Sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi Rasul
terkenal mempunyai akhlak yang baik. Orang Islam wajib mencontoh akhlak
Nabi Muhammad Saw sebagaimana firman Allah Swt:
َرَكَذَو َرِخَلأْا َمْوَ يْلاَو َللها اوُجْرَ ي َناَك نَمِّل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِللها ِلوُسَر ِفِ ْمُكَل َناَك ْدَقَّل
اًيرِثَك َللها
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." (Q.S. Al-Ahzab/33: 21).
Remaja adalah penerus pembangunan dalam semua negara. Merosotnya
moral generasi muda merupakan pertanda akan merosotnya moral anak bangsa.
Penyebab merosotnya akhlak bangsa adalah kurangnya pemahaman agama di
tengah-tengah masyarakat dan kurangnya pendidikan akhlak. Kemerosotan
akhlak dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu bukti gagalnya pendidikan
selama ini terutama dalam bidang akhlak.
Pendidikan akhlak pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini tidak
hanya dapat diperoleh di rumah, di sekolah atau lembaga pendidikan formal lewat
pembelajaran di kelas. Pendidikan akhlak dapat diperoleh dari mana saja. Salah
sarana hiburan, karya sastra novel juga bisa sebagai sarana belajar atau
pendidikan.
Ada beberapa penulis yang memasukkan nilai-nilai pendidikan terutama
pendidikan akhlak dalam setiap karya sastranya. Salah satu karya sastra yang
sarat dengan pendidikan akhlak adalah novel Rindu karya Tere Liye yang
diterbitkan oleh Republika, Jakarta.
Novel ini menceritakan tentang perjalanan panjang ibadah haji yang
berlatar waktu pada masa pemerintahan Hindia Belanda masih menduduki
Indonesia. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda memberikan pelayanan
perjalanan haji untuk rakyat pribumi yang tergolong kaya dan memiliki uang.
Perjalanan ini menggunakan kapal uap besar yakni kapal Blitar Holland.
Diceritakan tokoh Gurutta Ahmad Karaeng, ulama tersohor asal Makassar yang mengikuti perjalanan haji. Beliau rutin melakukan shalat berjama‟ah bersama penumpang yang lain dan mengisi pengajian di kapal setiap sehabis
shalat shubuh. Beliau adalah sosok yang selalu memberikan jawaban terbaik dan
nasihat-nasihat indah untuk menyelesaikan permasalahan masa lalu yang kelam
yang dibawa penumpang dalam kapal tersebut.
Novel ini dibuka dengan cerita yang unik. Penulis novel ini (Tere Liye)
menuliskan fakta sejarah nusantara pada tahun 1938. Salah satunya Indonesia
(yang masih bernama Hindia Belanda) mengikuti piala dunia di Prancis untuk
pertama kalinya. Novel ini tidak hanya menghibur tetapi juga menyajikan
kisah-kisah teladan dari para tokohnya dan juga nasihat-nasihat atau pesan-pesan dari
Kisah-kisah tersebut diceritakan dengan bahasa yang menarik sehingga
tidak membosankan ketika dibaca dan yang lebih penting secara tidak langsung
kisah-kisah tersebut menginspirasi dan memotivasi karena sarat dengan nilai-nilai
pendidikan terutama pendidikan akhlak.
Dengan melihat isi dari novel Rindu yang penuh dengan pelajaran dan
makna kehidupan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE
MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK sebagai sebuah karya
sastra yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan akhlak.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memfokuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel Rindu karangan Tere Liye?
2. Bagaimana pesan Gurutta pada novel Rindu dalam perspektif pendidikan akhlak?
3. Apa implikasi pesan Gurutta dalampendidikan akhlak?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel Rindu karangan Tere Liye;
2. Untuk mengetahui pesan Gurutta dalam perspektif pendidikan akhlak; 3. Untuk mengetahui implikasi pesan Gurutta dalam pendidikan akhlak.
Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi yaitu secara
teoretis dan praktis:
1. Secara Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontibusi yang positif bagi
dunia pendidikan pada umumnya dan khususnya bagipengembangan nila-nilai
pendidikan baik umum maupun pendidikan Islam melalui pemanfaatan karya
sastra serta untuk menambah wawasan tentang keberadaan karya sastra (novel)
yang memuat tentang pendidikan.
2. Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan peneliti mengenai pendidikan akhlak yang
terdapat dalam novel Rindu untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman
dalam bersikap dan berperilaku.
b. Bagi Dunia Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
penggunaan media pembelajaran yang efektif dan efisien dalam rangka
melaksanakan pendidikan melalui media cerita yang inspiratif dalam
mendidik siswa.
c. Bagi Civitas Akademica
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan
untuk penelitian-penelitian yang relevan di masa yang akan datang.
d. Bagi Dunia Sastra
Diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan dan menjadi bahan
tentang keindahan dan hiburan semata sebagai daya jual namun juga
memperhatikan isi dan memasukkan pesan-pesan yang dapat diambil dari
karya sastra tersebut.
E. Metode Penelitian
Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang
berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau
objek penelitian sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan keabsahannya (Ruslan, 2010: 24).
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Penelitian ini menggunakan literatur dan teks sebagai objek utama analisis
yaitu dalam penelitian ini adalah novel yang kemudian dideskripsikan dengan
cara menggambarkan dan menjelaskan teks-teks dalam novel yang
mengandung pendidikan akhlak dengan menguraikan dan menganalisis serta
memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan berbagai sumber
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya
(Arikunto, 2010: 274).
Metode dokumentasi ini dilakukan penelusuran dengan cara
menghimpun data dari berbagai literatur, baik artikel, jurnal, majalah, maupun
buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Dari pencarian data
model dokumentasi tersebut diharapkan terkumpulnya dokumen atau berkas
untuk melengkapi seluruh unit kajian data yang akan diteliti dan dianalisa lebih
lanjut.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah beberapa
sumber yang relevan dengan pembahasan skripsi. Adapun sumber data terdiri
dari dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber data utama yang digunakan dalam
penelitian ini berupa Novel Rindu karya Tere Liye yang diterbitkan oleh
Republika, Jakarta pada tahun 2014.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu berbagai literatur yang berhubungan dan
relevan dengan objek penelitian. Peneliti mengambil dari kumpulan
berbagai artikel, jurnal, buku, blog diinternet dan karya tulis lain yang
berkaitan dengan penelitian ini demi memperkaya khazanah intelektual
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis isi (content analysis), dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan.
Isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan
isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan
naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai
akibat komunikasi yang terjadi. Isi laten adalah isi sebagaimana yang
dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana
terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen (Ratna, 2007: 48).
Sebagaimana metode kualitatif, dasar pelaksanaan metode analisis isi
adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran dalam metode kualitatif
memberikan perhatian pada situasi alamiah, maka dasar penafsiran dalam
metode analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan. Oleh karena itulah
metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti
menekankan bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi
interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa komunikasi (Ratna, 2007: 49).
Langkah-langkah yang peneliti gunakan dalam pengolahan data adalah
sebagai berikut:
a. Langkah deskripsi, yaitu menguraikan teks-teks dalam novel Rindu yang
berhubungan dengan pendidikan akhlak.
b. Langkah interpretasi, yaitu menjelaskan teks-teks dalam novel Rindu yang
c. Langkah analisis, yaitu menganalisis penjelasan dari novel Rindu yang
berhubungan dengan pendidikan akhlak.
d. Langkah pengambilan kesimpulan, yaitu mengambil kesimpulan dari
analisis yang telah penulis lakukan dari novel Rindu yang berhubungan
dengan pendidikan akhlak.
F. Penegasan Istilah
Agar pembaca mudah untuk memperoleh pemahaman dan gambaran yang
pasti terhadap istilah pokok yang tekandung dalam judul tersebut, maka peneliti
akan menjabarkan terlebih dahulu yaitu:
1. Pesan
Pesan adalah suruhan (perintah, nasihat, permintaan, amanat) yang harus
dilakukan atau disampaikan kepada orang lain (poerwadarminta, 1982: 746).
Pesan yang dimaksud adalah pesan atau nasihat Gurutta dalam novel rindu.
Gurutta merupakan bahasa dari etnis Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan yang menyebut ulama dengan sebutanGurutta. Penambahan “ta” pada “gurutta” berarti kita. Jadi makna Gurutta adalah guru kita (Kadir, 2013: 1). 2. Pendidikan Akhlak
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 1menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Akhlak menurut Al-Ghazali berasal dari kata Al-Khuluq (jamaknya Al-Akhlaq) ialah ibarat (sifat atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan wajar
dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan (Zainuddin, 1991:
102). Ibnu Maskawaih dalam Syafaat, Sohari Sahrani, dan Muslih (2008: 59)
mendefinisikan akhlak adalah sikap seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu).
Peneliti mendefinisikan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
dipikir lagi dan dalam kehendak yang mantap. Jadi, pendidikan akhlak adalah
usaha yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh untuk merubah
akhlak buruk menjadi akhlak baik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini ditulis dengan menggunakan sistematika yang terdiri dari lima
bab yaitu pendahuluan, kajian pustaka, biografi, analisis data, dan penutup.
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan memuat tentang: latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan memuat tentang: gambaran umum tentang novel
yang meliputi pengertian novel, unsur-unsur novel, dan
pendidikan akhlak yang mencakup pengertian pendidikan
akhlak, tujuan pendidikan akhlak, dan ruang lingkup akhlak.
BAB III BIOGRAFI
Bab ini akan memuat tentang biografi penulis, biografi novel
yang mencakup tema, alur cerita, penokohan, gaya bahasa dan
latar dalam novel Rindu.
BAB IV ANALISIS DATA
Bab ini memuat tentang pesan Gurutta pada novel Rindu; pesan Gurutta dalam perspektif pendidikan akhlak; dan pesan
Gurutta implikasinya pada pendidikan akhlak.
BAB IV PENUTUP
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Novel
1. Pengertian Novel
Secara etimologis, novel berasal dari bahasa latin “novus” berarti baru
dan dalam bahasa Italia disebut “novella”. Suatu prosa naratif yang lebih
panjang daripada cerita pendek yang biasanya memerankan tokoh-tokoh atau
peristiwa imajiner. Novel merupakan karangan sastra prosa yang panjang dan
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di
sekitarnya dengan cara menonjolkan sifat dan watak tokoh-tokoh itu
(Komaruddin dan Yooke, 2006: 162).
Badudu dan Zain dalam Aziezdan Abdul Hasim (2010: 2)
mendefinisikan bahwa novel merupakan karangan dalam bentuk prosa
tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami
orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka-duka, kasih dan benci,
tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya.
Novel lebih panjang dan lebih kompleks dari cerpen. Umumnya setiap
novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan
sehari-hari dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif
tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman
alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga
Nurgiyantoro (2012: 4) menyebutkan bahwa novel merupakan sebuah
karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan
yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur
intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut
pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja juga bersifat imajinatif.
Novel menampilkan suatu kejadian luar biasa pada kehidupan pelakunya,
yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya. Novel
merupakan roman yang lebih pendek (Wiyanto, 2012: 213).
2. Unsur-unsur Novel
a. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membangun prosa
(Wiyanto, 2012: 213). Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur
yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar
berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.
Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur (cerita)
inilah yang akan dijumpai jika kita membaca novel. Unsur yang
dimaksud untuk menyebut sebagian saja misalnya, peristiwa, cerita, plot,
penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya
bahasa, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2012: 23).
1) Tema
Tema adalah sumber gagasan atau ide cerita yang
dikembangkan menjadi sebuah karangan yang digunakan pengarang
dalam menyusun cerita(Haryanta, 2012: 270). Stanton dan Kenny
makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Sedangkan menurut
Nurgiyantoro (2012: 74) tema dalam sebuah karya sastra, fiksi,
hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun
cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah
kemenyeluruhan.
Dapat disimpulkan bahwa tema merupakan ide pokok atau
gagasan yang terkandung dalam sebuah cerita. Untuk menemukan
tema sebuah karya fiksi haruslah disimpulkan dari keseluruhan
cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema
merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan
sendirinya, ia akan tersembunyi dibalik cerita yang mendukungnya
(Nurgiyantoro, 2012: 68).
Stanton dalam Nurgiyantoro (2012: 87) mengemukakan
sejumlah kriteria yang dapat diikuti untuk menemukan dan
menafsirkan tema sebuah novel yaitu sebagai berikut:
a) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan
tiap detil cerita yang menonjol.
b) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat
bertentangan dengan tiap detil cerita.
c) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri
pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung
d) Penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada
bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan
dalam cerita.
2) Penokohan (Perwatakan)
Jones dalam Nurgiyantoro (2012: 165) mendefinisikan
penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang
yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh cerita satu dan yang
lainnya tentu tidak sama. Sebab, masing-masing tokoh itu
mempunyai watak. Pemberian watak pada tokoh itu dinamakan
perwatakan (Wiyanto, 2012: 216).
Para tokoh dalam sebuah novel yang baik itu yang menarik,
menimbulkan rasa ingin tahu, konsisten, menyakinkan, kompleks,
dan realistis (Aziez dan Abdul Hasim, 2010: 61).Tokoh-tokoh cerita
dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis
penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.
Berikut ini adalah pembedaan tokoh menurut Nurgiyantoro (2012:
176) dilihat dari sudut pandang dan tinjauan tertentu.
a) Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam
sebuah cerita ada 2 yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan
(1) Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan dan selalu hadir sebagai
pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik penting yang
(2) Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam
keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh
utama, secara langsung ataupun tak langsung.
b) Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi 2
yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis
(1) Tokoh protagonis merupakan tokoh yang menampilkan
sesuatu sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita,
pembaca.
(2) Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik.
Tokoh antagonis berperan sebagai penghalang tokoh
protagonis dan menggagalkan segala rencana yang dibuat
tokoh protagonis (Sambu, 2013: 64)
c) Berdasarkan perwatakannya tokoh dapat dibedakan menjadi 2
yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat.
(1) Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh
yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat
watak yang tertentu saja.
(2) Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian
dan jati dirinya.
d) Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan
tokoh-tokoh cerita dalam novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam
(1) Tokoh statis adalah tokoh yang memiliki sifat dan watak yang
relatif tetap, tidak berkembang dari awal hingga akhir cerita.
(2) Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan
dan perkembangan watak, sejalan dengan perkembangan
peristiwa dan plot.
e) Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap
(sekelompok) manusia dari kehidupan nyata, dibedakan ke dalam
tokoh tipikal dan tokoh netral.
(1) Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan
keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan
kualitas pekerjaan atau kebangsaannya.
(2) Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi
cerita itu sendiri.
3) Alur (Plot)
Alur adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk
mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan
temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab
akibat)(Haryanta, 2012: 12). Aziez dan Abdul Hasim (2010: 68)
mendefinisikan alur adalah suatu urutan cerita atau peristiwa yang
teratur dan terorganisasi. Istilah alur sama dengan istilah plot
maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu
cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit
orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara
berbagai unsur fiksi yang lain. Kejelasan tentang kaitan antar
peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah
pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot
dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan
cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, plot sebuah karya fiksi yang
kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kausalitas
antarperistiwanya, menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami
(Nurgiyantoro, 2012: 110).
Wiyanto (2012: 215-216) membagi plot atau alur menjadi 3,
yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran:
a) Alur maju yaitu apabila peristiwa-peristiwa dalam cerita
berurutan, baik berurutan waktu maupun berurutan kejadiannya.
b) Alur mundur yaitu apabila peristiwa terakhir didahulukan
kemudian bergerak ke peristiwa-peristiwa sebelumnya.
c) Alur campuran yaitu apabila susunan peristiwanya ada yang maju
dan ada yang mundur.
4) Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara dan pandangan yang dipergunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar
dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya
fiksi kepada pembaca (Haryanta, 2012: 256).
a) Sudut pandang orang pertama
(1) Sudut pandang orang pertama sentral
Tokoh sentralnya adalah pengarang yang secara langsung
terlibat di dalam cerita. Kata ganti yang digunakannya adalah
kata ganti orang pertama (saya, aku, kita) (Wiyanto, 2012: 218).
(2) Sudut pandang orang pertama sebagai pembantu
Sudut pandang ini menampilkan “aku” hanya sebagai
pembantu yang mengantarkan tokoh yang menjadi tumpuan
cerita (Wiyanto, 2012: 218).
b) Sudut pandang orang kedua
Dalam sudut pandang ini, penulis menempatkan pembaca
sebagai karakter utama. Penulis sebagai narator, menjelaskan apa
saja yang dilakukan, dirasakan, dan dipikirkan karakter utama
sekaligus pembaca. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti
orang kedua “kamu, kau, anda atau dikau.” (Sambu, 2013: 78). c) Sudut pandang orang ketiga
(1) Sudut pandang orang ketiga serba tahu
Pengarang berada di luar cerita dan menjadi pengamat yang
tahu segalanya. Kata ganti yang digunakannya adalah kata
ganti orang ketiga (dia, mereka, atau menyebutkan nama pelaku) (Wiyanto, 2012: 218).
Pengarang sebagai pengamat yang terbatas hak ceritanya. Ia
hanya menceritakan apa yang dialami oleh tokoh yang
menjadi tumpuan cerita (Wiyanto, 2012: 218).
5) Latar atau Setting
Latar atau setting adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Haryanta, 2012:
150). Latar menunjukkan tempat, waktu atau kondisi dari narasi atau
dialog yang disampaikan oleh beberapa tokoh yang terdapat di
dalam cerita tersebut (Nugroho, 2014: 200). Latar atau setting
berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak
tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, di mana para tokoh
menjalankan perannya. Latar ini biasanya diwujudkan dengan
menciptakan kondisi-kondisi yang melengkapi cerita. Baik dalam
dimensi waktu maupun tempatnya, suatu latar bisa diciptakan dari
tempat dan waktu imajiner ataupun faktual (Aziez dan Abdul Hasim,
2010: 74).Setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis tetapi juga
memiliki fungsi psikologis sehingga setting mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu
yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya
(Aminuddin, 1991: 67).
Latar atau setting mencakup tiga hal, yaitu setting tempat,
a) Setting tempat, yaitu lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi(Nurgiyantoro, 2012: 227).
b) Setting waktu, yaitu berhubungan dengan masalah “kapan”
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Sebuah peristiwa bisa saja terjadi pada masa sepuluh
tahun yang lalu, zaman majapahit, zaman revolusi fisik, atau
zaman sekarang. Bisa juga pagi, siang, sore, atau malam hari
(Wiyanto, 2012: 217).
c) Setting sosial, yaitu mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat
yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2012: 233).
6) Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas dalam menyampaikan pikiran
dan perasaan. Gaya bahasa dapat menimbulkan perasaan tertentu,
dapat menimbulkan reaksi tertentu, dan dapat menimbulkan
tanggapan pikiran pembaca (Wiyanto, 2012: 218). Cara seorang
pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media
bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna
dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi
pembaca (Aminuddin, 1991: 72).
Gaya bahasa dalam Wikipedia (2015: 1-3) ada beberapa
macam, yaitu alegori, metafora, simile, sinestesia, litotes, hiperbola,
a) Alegori, yaitu menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau
penggambaran.
b) Metafora, yaitu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda
dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau
hampir sama.
c) Simile, yaitu pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang
dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya,
bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai".
d) Sinestesia, yaitu suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang
dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
e) Litotes, yaituungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta
dengan tujuan merendahkan diri.
f) Hiperbola, yaitu pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan
sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
g) Personifikasi, yaitupengungkapan dengan menggunakan perilaku
manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
h) Enumerasio, yaituungkapan penegasan berupa penguraian bagian
demi bagian suatu keseluruhan.
i) Satire, yaituungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau
parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan.
7) Amanat
Karya sastra selain berfugsi sebagai hiburan bagi pembacanya,
juga berfungsi sebagai sarana pendidikan. Dengan kata lain,
mengajari pembaca. Ajaran yang ingin disampaikan itu dinamakan
amanat, jadi, amanat adalah unsur pendidikan, terutama pendidikan
moral, yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca
lewat karya sastra yang ditulisnya. Unsur pendidikan ini tentu saja
tidak disampaikan secara langsung. Pembaca karya sastra baru dapat
mengetahui unsur pendidikannya setelah membaca seluruhnya
(Wiyanto, 2012: 218-219).
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah usur-unsur yang berada di luar karya sastra
itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra. Meskipun demikian, unsur ekstrinsik cukup
berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh
karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang
sebagai sesuatu yang penting (Nurgiyantoro, 2012: 24). Sementara itu,
Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (2012: 24) menjelaskan bahwa
unsur yang dimaksud adalah keadaan subjektivitas individu pengarang
yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya
itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur
biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang
dihasilkannya.
Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi politik, dan
sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra, dan itu merupakan
unsur ekstrinsik pula (Nurgiyantoro, 2012: 24).
a. Menciptakan keindahan. Hal ini karena novel dibuat dari sususan kalimat
yang dirangkai secara indah agar mampu menyenangkan hati para
penikmat novel (Remedia, 2014: 2).
b. Menghibur. Bagi mereka yang menikmati novel, akan merasa terhibur
atas sajian keindahan yang ada tersebut. Novel dapat dijadikan sebagai
media informasi, edukasi, dakwah, dan sebagainya, namun semua itu
harus disajikan dengan cara yang menghibur (Sambu, 2013: 9).
c. Menyebarkan pengetahuan. Dengan adanya novel, maka pemikiran yang
dimiliki oleh orang lain bisa diketahui masyarakat. Sehingga masyarakat
yang membaca novel bisa mendapatkan pengetahuan baru yang
bermanfaat (Remedia, 2014: 2).
d. Memberikan bekal pendidikan bagi para pecinta sastra. Sebab, dalam
sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai tradisi budaya bangsa yang
turun temurun dari setiap generasi. Sehingga karya sastra dijadikan
media untuk menjaga keluhuran budaya dari sebuah masyarakat dan
memperkenalkan kepada generasi penerus dan masyarakat luar
(Remedia, 2014: 2).
e. Memberikan pengalaman emosional yang kuat kepada pembaca.Teknik
menulis fiksi dengan baik, sekaligus bisa menyuguhkan pengalaman
emosional yang kuat pada pembaca penting bagi seorang penulis novel.
Pada dasarnya, novel adalah media hiburan. Ketika pembaca sudah
terhibur, mereka akan dapat lebih mudah menerima pendidikan, dakwah,
atau apa pun informasi yang ingin kita selipkan. Walt Disney pernah
mendapat pelajaran dari situ, ketimbang mengajari mereka dan berharap
mereka terhibur.” Maka dari itu, penting bagi penulis fiksi untuk tahu
bagaimana cara memberikan pengalaman emosional yang kuat pada
pembaca (Sambu, 2013: 12).
4. Hubungan Novel dengan Karya Ilmiah
Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan,
deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, disajikan secara objektif
dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta,
teori, dan/atau bukti-bukti empirik. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang
isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan
oleh seorang penulis atau peneliti. Tujuannya untuk memberitahukan sesuatu
hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca (Dalman, 2012: 5).
Karya tulis atau karangan ilmiah menyajikan gagasan atau argumen
keilmuan berdasarkan fakta. Gagasan keilmuan itu harus dapat dipercaya dan
diterima kebenarannya, sehingga perlu kriteria penyajian secara benar
(Kusmana, 2010: 3). Pada hakikatnya, karya tulis ilmiah merupakan laporan
tentang sesuatu hasil penelitian, baik dari penelitian kepustakaan (library research), laboratorium, atau penelitian di masyarakat (field research ) (Agam, 2009: 16).
Suatu karangan yang menyajikan fakta umum, tetapi tidak disajikan
dengan metodologi penulisan karya tulis ilmiah yang benar, maka karangan
tersebut tidak dapat dikelompokkan ke dalam karangan ilmiah. Dengan
demikian, karya tulis ilmiah merupakan karangan tentang ilmu pengetahuan
penulisan karya tulis ilmiah. Fakta umum yang dimaksudkan adalah fakta
yang dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah (Kusmana, 2010: 3).
Karya fiksi seperti halnya dalam kesastraan Inggris dan Amerika,
menunjuk pada karya yang berwujud novel dan cerita pendek (Nurgiyantoro,
2012: 9). Karya fiksi merupakan suatu karya yang menyaran kepada cerita
yang bersifat rekaan, yaitu cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam
kehidupan nyata sehingga tidak perlu dicari kebenarannya, akan tetapi unsur
penciptaannya merupakan pandangan si penulis dari kehidupan nyata
disekitar lingkungan si penulis.
Apakah ada hubungannya antara novel dan karya ilmiah? Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karya ilmiah merupakan karya
tulis yang dapat dipercaya dan dapat dibuktikan kebenarannya sedangkan
novel merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan
nyata.
Finoza dalam Dalman (2012: 6) mengklasifikasikan karangan menurut
bobot isinya atas tiga jenis, yaitu: karangan ilmiah, karangan semi ilmiah atau
ilmiah populer, dan karangan nonilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan
ilmiah antara lain: makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi. Yang tergolong
karangan semi ilmiah, antara lain: artikel, editorial, opini, feuture, reportase. Yang tergolong ke dalam nonilmiah antara lain: anekdot, dongeng, hikayat,
cerpen, novel, roman, dan naskah drama (Dalman, 2012: 6).
Novel termasuk karya non ilmiah bukan ilmiah karena novel tidak
ilmiah apabila dalam novel tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan yang
diteliti dengan menggunakan kaidah-kaidah penulisan ilmiah.
5. Novel Rindu dan Pesan Akhlak Terpuji
Novel rindu adalah novel Tere Liye yang terbit pada tahun 2014. Novel
ini berkisah tentang perjalanan panjang jamaah haji pada tahun 1938. Sebuah
perjalanan panjang ini dimulai ketika sebuah kapal besar bernama
BlitarHolland mendarat di Pelabuhan Makassar. Kapal tersebut nantinya akan
berhenti dan menaikkan penumpang di Pelabuhan Surabaya, Semarang,
Batavia, Lampung, Bengkulu, Padang, Banda Aceh hingga Jeddah.Novel
Rindu tidak hanya bercerita tentang perjalanan panjang ke Tanah Suci.
Beragam tragedi, konflik, dan serangkaian peristiwa menyertainya. Novel ini
semakin berbobot dengan cuplikan sejarah di beberapa daerah yang dijadikan
setting. Seperti sejarah yang ada di kota Semarang.
Bergeser lagi ke selatan, terdapat bangunan paling indah di masa itu (sekarang dikenal dengan nama Lawang Sewu yang berarti seribu pintu). Bangunan itu merupakan kantor pusat perusahaan kereta api
Nederlandsch Indishe Spoorweg Maatschappij (NISM). Sesuai namanya, bangunan itu memiliki lebih banyak pintu dan jendela dibandingkan lima puluh rumah dijadikan satu. Taman di halaman bangunan itu saja sudah cukup membuat betah mata memandang (hlm: 171).
Novel Rindu istimewa karena adanya seorang tokoh ulama.Ulama
tersebut adalah Gurutta Ahmad Karaeng yang digambarkan sebagai ulama yang sempurna, berilmu, dan beradab. Bahkan empat dari lima pertanyaan
besar di novel Rindu terjawab sempurna dari lisannya yang bijak.
bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya atau mendustakannya." (hlm: 471).
“Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci atas
kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi ingatlah nasihat lama, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia rawat kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka, jangan rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba di dermaga
terakhirnya.” (hlm: 284)
B. Pendidikan Akhlak
1. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 326)
secara bahasa berasal dari kata “didik” yang artinya pelihara dan latih. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.
Secara terminologis, ada beberapa pengertian pendidikan
menurut pendapat para tokoh, yaitu sebagai berikut:
1) John S. Brubacher dalam Suwarno (2006: 20), pendidikan adalah
proses pengembangan potensi, kemampuan, dan kapasitas manusia
yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan
dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat
(media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat
digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu.
Pendidikan dalam arti sempit adalah suatu proses
mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan dari
generasi ke generasi, yang dilakukan oleh masyarakat melalui
lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi,
atau lembaga-lembaga lain.
3) Nur Ahid dalam Ahid(2010: 12), pendidikan adalah transformasi
ilmu pengetahuan dan nilai kepada peserta didik secara
berangsur-angsur, yang diharapkan bisa diaktualisasikan melalui perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu kedudukan dan kondisinya dalam
kehidupan, sehubungan dengan diri, keluarga, kelompok, komunitas
dan masyarakatnya, serta kepada disiplin pribadinya.
4) Ibnu Faris dalamMahmud(2004: 2), pendidikan adalah perbaikan,
perawatan, dan pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan
menggabungkan unsur-unsur pendidikan di dalam jiwanya, sehingga
ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna yang sesuai
dengan kemampuannya.
Dari pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah proses transformasi ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan
pengembangan potensi yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa
dan watak individu yang diharapkan bisa diaktualisasikan melalui
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan pendidikan dalam Islam secara garis besarnya adalah untuk
membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan seluruh
aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran, dan perasaannya (Daradjat,
1995: 35).
Al-Abrasy dalam Ahid (2010: 48) menyimpulkan lima tujuan
umum pendidikan sebagai berikut:
1) Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia, mencapai
suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari
pendidikan.
2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
3) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat, atau
yang lebih terkenal sekarang dengan nama tujuan vokasional dan
profesional.
4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan
keingintahuan serta memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi
ilmu itu sendiri.
5) Mempersiapkan pelajar dari segi profesional, teknikal, dan
pertukangan supaya dapat mengetahui profesi dan pekerjaan yang
membutuhkan keterampilan tertentu, sehingga kelak bisa memenuhi
kebutuhan materi, di samping kebutuhan rohani, dan agama.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk membina manusia agar memiliki pengetahuan
akhlak yang mulia untuk persiapan kehidupan yang bahagia di dunia dan
akhirat.
2. Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Secara etimologis, akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata
khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta),
makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan) (Ilyas, 2007: 1). Secara terminologis, ada beberapa definisi tentang akhlak menurut
para tokoh, diantaranya yaitu:
1) Imam Al-Ghazali dalam Ilyas (2007: 2), akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
2) Ibrahim Anis dalam Ilyas(2007: 2), akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam
perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan.
3) Ahmad Amin dalam Halim (2000: 9), akhlak adalah kehendak yang
dibiasakan artinya apabila kehendak itu membiasakan sesuatu, maka
kebiasaan itu dinamakan akhlak.
4) Ibnu Maskawih dalam Mansur (2007: 221), akhlak adalah keadaan
jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
5) Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani dalam Mahmud (2004:
32), akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat
dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah
dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung.
Dari pendapat para tokoh di atas, peneliti menyimpulkan akhlak
adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir lagi dan dalam
kehendak yang mantap.
b. Fungsi Akhlak Bagi Seorang Muslim
1) Akhlak bukti nyata keimanan seseorang
Keyakinan dan suasana hati pada umumnya secara sangat
mudah dilihat tanda-tanda atau indikator fisiknya. Demikian juga
dengan keyakinan kepada Allah Swt dengan segenap bimbingan dan
ajaran-Nya. Orang yang beriman dan bertaqwa dengan setulusnya
pasti akan tampak pada sinar mukanya. Ketulusan iman akan
terpancar secara jelas di rona wajah (Ahmadi, 2004: 22).
2) Akhlak Hiasan Orang Beriman
Akhlak yang islami bagi seorang muslim bisa diibaratkan
hiasan yang memperindah penampilannya. Ketaatan kepada Allah
dan Rasulullah yang tulus, jika tidak dibarengi dengan perilaku yang
baik kepada orang lain, bisa diibaratkan sebuah benda yang tidak
3) Akhlak Amalan yang Paling Berat Timbangannya
Salah satu amal manusia yang paling mulia di hadapan Allah
dan paling berat timbangannya di sisi-Nya adalah akhlak dan
merupakan salah satu perilaku yang paling dicintai oleh Rasulullah
Saw (Ahmadi, 2004: 27).
4) Akhlak Mulia Simbol Segenap Kebaikan
Apa yang baik menurut Allah sesungguhnya baik untuk
manusia. Apa yang diperintahkan oleh Allah pasti bermanfaat bagi
manusia. Dalam istilah amar ma‟ruf nahi munkar, ma‟ruf artinya
sesuatu yang dikenal baik dan munkar berarti sesuatu yang diingkari. Dengan kata lain, sesuatu dianggap sebagai kebaikan jika
dikenal oleh umumnya orang Muslim sebagai kebaikan dan sesuatu
dianggap keburukan adalah jika disepakati oleh umumnya kaum
Muslim sebagai keburukan (Ahmadi, 2004: 32).
5) Akhlak mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Ahmad Syauqi menyatakan bahwa bangsa itu hanya bisa
bertahan selama mereka masih memiliki akhlak, bila akhlak telah
lenyap dari mereka, maka mereka akan menjadi lenyap pula
(Mansur, 2007: 234).
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa akhlak menunjukkan
tingkat keimanan dan ketaatan seseorang kepada Allah Swt dan
Rasulullah Saw dan merupakan simbol segenap kebaikan sehingga
c. Kedudukan Akhlak
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam.
Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dari berbagai sunnah
qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah Saw. Akhlak Nabi
Muhammad yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu disebut
akhlak Islam atau akhlak Islami, karena bersumber dalam al-Qur‟an yang menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam (Ali, 2008: 349). Akhlak
bukan hanya sekedar sopan santun, tata krama yang bersifat lahiriah dari
seseorang terhadap orang lain melainkan lebih daripada itu (Djatnika,
1996: 11).
Akhlak yang mulia dalam Islam adalah melaksanakan
kewajiban-kewajiban, menjauhi segala larangan-larangan, memberikan hak kepada
yang mempunyainya baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang
berhubungan dengan makhluk, dirinya sendiri, orang lain, dan
lingkungannya (Djatnika, 1996: 24).
Akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan
pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman itu pada perilaku,
ucapan, dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti
keimanan dalam perbuatan, yang dilakukaan dengan kesadaran dan
karena Allah semata (Daradjat, 1995: 67). Untuk melihat kuat atau
lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang,
karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang
ada di dalam hati (Asmaran, 2002: 110). Muhammad Al-Ghazali dalam
akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan
akhlak yang jahat dan buruk.
Maslikhah (2009: 13-14) menjelaskan pentingnya kedudukan
akhlak dalam agama Islam adalah sebagai berikut:
1) Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam atau antara
perutusan utama Rasulullah Saw.
2) Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat di mana akhlak
yang baik dapat memberatkan timbangan amalan yang baik. Begitu
juga sebaliknya.
3) Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang
buruk boleh merusakkan pahala.
4) Akhlak merupakan sifat Rasulullah Saw dimana Allah Swt telah
memuji Rasulullah karena akhlaknya yang baik.
5) Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam.
6) Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada
neraka sebaliknya akhlak yang buruk menyebabkan seseorang jauh
dari surga.
Kedudukan akhlak sangat penting dalam Islam karena akhlak tidak
dapat dipisahkan dari iman. Allah Swt mengutus Rasulullah ke dunia
salah satu tujuannya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal
itu menunjukkan bahwa akhlak menempati posisi yang penting dalam
Islam. Seseorang yang mempunyai akhlak yang baik akan mendapatkan
kehidupan yang bahagia di dunia maupun di akhirat. Begitu juga
merusakkan pahala dan jauh dari kebahagiaan baik di dunia maupun di
akhirat.
3. Pendidikan Akhlak
a. Pengertian Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai proses internalisasi
nilai-nilai akhlak mulia ke dalam diri peserta didik, sehingga nilai-nilai
tersebut tertanam kuat dalam pola pikir (mindset), ucapan dan perbuatannya, serta dalam interaksinya dengan Tuhan, manusia (dengan
berbagai strata sosial, fungsi, dan perannya) serta lingkungan alam jagat
raya (Nata, 2013: 209). Mansur (2007: 274) mendefinisikan pendidikan
akhlak adalah usaha sungguh-sungguh untuk mengubah akhlak buruk
menjadi akhlak yang baik.
Peneliti mendefinisikan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha
yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh untuk merubah
akhlak buruk menjadi akhlak baik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama.
b. Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar manusia
berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dijalan yang lurus, jalan
yang telah digariskan oleh Allah Swt (Mahmud, 2004: 159).
Umiarso (2010: 114) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan
akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral
baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam
ikhlas, jujur, dan suci. Dengan kata lain, pendidikan akhlak bertujuan
untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah). Pendidikan akhlak juga mempunyai tujuan-tujuan lain (Mahmud,
2004: 160) di antaranya:
1) Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu
beramal saleh.
2) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani
kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam, melaksanakan apa yang
diperintahkan agama dan meninggalkan apa yang diharamkan,
menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala
sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan mungkar.
3) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi
secara baik dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun
nonmuslim.
4) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau
mengajak orang lain ke jalan Allah, melaksanakan amar ma‟ruf nahi
munkar dan berjuang fii sabilillah demi tegaknya agama Islam. 5) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mau merasa bangga
dengan persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan
hak-hak persaudaraan tersebut, mencintai dan membenci hanya
karena Allah, dan sedikit pun tidak kecut oleh celaan orang hasad
selama dia berada di jalan yang benar.
6) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia
daerah, suku, dan bahasa. Atau insan yang siap melaksanakan
kewajiban yang harus ia penuhi demi seluruh umat Islam selama dia
mampu.
7) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga
dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga
demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah menciptakan manusia yang beriman dan
beramal shaleh untuk mencapai keharmonisan dan kebahagiaan dalam
berhubungan dengan Allah Swt, berhubungan dengan sesama makhluk
dan juga alam sekitar sehingga dapat menggapai kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.
c. Pendidikan Akhlak dalam Keluarga
Pendidikan akhlak anak pada dasarnya adalah tanggungjawab
orangtua. Hal ini disebabkan, karena kedua orang tuanyalah orang yang
pertama dikenal dan diterimanya pendidikan (Ahid, 2010: 61).
Pendidikan akhlak di dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan
teladan dari orangtua. Perilaku dan sopan santun orang dalam hubungan
dan pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan orang tua terhadap
anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di dalam
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat akan menjadi teladan
bagi anak-anak (Daradjat, 1995: 60).
pendidikan selanjutnya, baik secara formal maupun non formal (Ahid,
2010: 63). Pengalaman yang dilalui anak di lingkungan keluarga akan
berpengaruh tehadap kepribadiannya. Oleh karena itu, situasi rumah
tangga hendaknya dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang baik
(Ahid, 2010: 113).
Pendidikan akhlak dalam keluarga merupakan tanggungjawab
orang tua. Sifat dan perilaku orang tua akan menjadi teladan bagi
anak-anak. Orang tua harus dapat menjadi teladan yang baik dan menciptakan
situasi di dalam keluarga yang dapat menunjang terbentuknya akhlak
yang baik pada seluruh anggota keluarga khususnya anak.
d. Pendidikan Akhlak dalam Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan, tempat peserta didik
melaksanakan interaksi proses belajar mengajar secara formal dan
merupakan lembaga pelaksanan internalisasi nilai-nilai dari suatu
kebudayaan, kepada peserta didik secara terarah dan memiliki tujuan
(Ahid, 2010: 66).
Pada awalnya, pendidikan akhlak menjadi tanggungjawab
keluarga. Tetapi ketika anak mulai memasuki usia sekolah, pendidikan
akhlak juga menjadi tanggungjawab sekolah terutama pendidik. Pada
umumnya, anak akan meniru seluruh sikap, perbuatan, dan perilaku
orang tua dan gurunya. Jadi, panutan akhlak di rumah adalah ayah, ibu,
dan anggota keluarga lainnya, sedangkan di sekolah adalah guru, teman