BAB IV ANALISIS DATA
B. Pesan Gurutta pada Novel Rindu dalam Perspektif Pendidikan Akhlak
4. Akhlak terhadap Orang Tua
Akhlak terhadap orang tua yaitu berbuat baik (berbakti)
kepada ibu bapak (Maslikhah, 2009: 10). Risalah Islam yang
senantiasa menjunjung tinggi akhlak kemanusiaan memberikan
perhatian besar terhadap hubungan orang tua dan anak.
Akhlak terhadap orang tua antara lain: birrul walidain, berkasih sayang terhadap orang tua, berbuat baik kepada orang tua
yang telah meninggal, menghormati dan memuliakan orang tua,
membantu orang tua secara fisik dan materiil.
5) Akhlak terhadap Sesama Manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya
Untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong menolong dengan
orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara
karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita dan
merupakan orang yang paling dekat dengan kita (Umiarso dan Haris,
2010: 12).
Akhlak terhadap sesama manusia antara lain: mengucapkan
salam, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, memenuhi
undangan, rendah hati dan tidak sombong, memaafkan kesalahan
sesama muslim dan menutup aibnya (Salamulloh, 2008: 106). Masih
banyak akhlak terhadap sesama seperti solidaritas, tolong menolong,
saling menghargai, berkumpul dengan orang baik, dan berbuat baik.
6) Akhlak Mahmudah terhadap Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia,
baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
bernyawa (Nata, 2002: 150).
Manusia hidup memerlukan lingkungan karena manusia hidup
di dalam lingkungan. Lingkungan perlu dijaga dan diperhatikan.
Lingkungan hidup adalah keadaan sekeliling dari kehidupan
manusia di muka bumi ini. Oleh sebab itu, orang-orang yang
beriman dianjurkan mempunyai akhlak terhadap lingkungan.
Di antara akhlak terhadap lingkungan adalah menyayangi
b. Akhlak al-Mazmumah
Akhlak al-Mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik.
1) Akhlak Mazmumah Kepada Allah Swt
Dalam rangka menghambakan diri kepada Allah Swt, kita
wajib berakhlak mahmudah kepada-Nya dan jangan sampai
membiasakan berakhlak mazmumah kepada-Nya. Akhlak
mazmumah kepada Allah Swt yaitu mengingkari apa yang
diperintahkan Allah Swt sehingga melahirkan perbuatan-perbuatan
yang buruk (Umiarso dan Haris, 2010: 114).
Di antara akhlak mazmumah terhadap Allah Swt adalah kufur nikmat, mendustakan takdir Allah Swt, dan mengingkari perintah
Allah Swt.
2) Akhlak Mazmumah terhadap Rasulullah Saw
Akhlak mazmumah terhadap Rasulullah Saw adalah kebalikan dari akhlak mahmudah kepada Rasulullah Saw yakni tidak beriman dan tidak yakin bahwa Rasulullah Saw adalah utusan Allah Swt.
3) Akhlak Mazmumah terhadap Diri Sendiri
Akhlak mazmumah terhadap diri sendiri yakni tidak menjaga
amanah dari Allah untuk menjaga dirinya dengan sebaik mungkin.
Melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri, baik di dunia
maupun di akhirat (Ahmadi, 2004: 186).
Di antara akhlak terhadap diri sendiri adalah egois, dengki,
4) Akhlak Mazmumah terhadap Orang Tua
Akhlak mazmumahterhadap Orang Tua pada dasarnya adalah tidak berbakti kepada orang tua. Dan merupakan dosa besar apabila
durhaka kepada orang tua. Bahkan dosanya nyaris setingkat dengan
dosa kemusyrikan (menyekutukan Allah Swt) (Halim, 2000: 191).
Di antara akhlak mazmumah terhadap orang tua adalah „uququl
walidain (durhaka kepada kedua orang tua). 5) Akhlak Mazmumah terhadap Sesama Manusia
Akhlak mazmumah terhadap sesama manusia pada prinsipnya ialah pembiasaan perbuatan yang tidak tepat dalam menempatkan
diri di tengah-tengah komunitas manusia, khususnya dilihat dari
kacamata Islam. Sehingga harus ditinggalkan sejauh mungkin oleh
setiap muslim (Halim, 2000: 182).
6) Akhlak Mazmumah terhadap Lingkungan
Akhlak mazmumah terhadap makhluk lain selain manusia yang harus kita jauhi, pada prinsipnya ialah ketidaktepatan kita
dalam menempatkan makhluk lain itu pada posisinya masing-masing
BAB III BIOGRAFI
A. Biografi Pengarang
Novel Rindu adalah novel karya seorang penulis berbakat di Indonesia.
Tere Liye adalah nama penulis dari novel Rindu. Nama sebenarnya Tere Liye
adalah Darwis. Tere Liye lahir dan tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera. Ia
lahir pada tanggal 21 mei 1979. Tere Liye menikah dengan Ny. Riski Amelia dan
di karunia seorang putra bernama Abdullah Pasai. Tere Liye berasal dari keluarga
sederhana yang orang tuanya berprofesi sebagai petani biasa. Anak ke enam dari
tujuh bersaudara ini sampai saat ini telah menghasilkan banyak karya best seller. Bahkan beberapa di antaranya telah di angkat ke layar lebar (Wulansari,2014: 1).
Tere Liye meyelesaikan masa pendidikan dasar sampai menengah pertama
di SDN2 dan SMPN 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian melanjutkan
ke SMUN 9 bandar lampung. Setelah selesai di Bandar lampung, ia meneruskan
ke Universitas Indonesia dengan mengambil fakultas Ekonomi. Aktivitasnya
hingga saat ini masih berusaha untuk menghasilkan karya-karya luar biasa yang
dapat memotivasi dan menginspirasi setiap pembacanya (Wulansari,2014: 1).
Penulis yang satu ini memang berbeda dari kebanyakan penulis yang sudah
ada. Biasanya setiap penulis akan memasang foto, nomor kontak yang bisa di
hubungi atau riwayat hidup singkat di bagian belakang setiap karyanya. Meskipun
setiap karya yang di hasilkan laku di pasaran dan menjadi best seller. Namun Tere Liye seperti menghindari dan menutupi kehidupannya. Tere Liye memang
Itulah cara yang Tere Liye pilih, hanya berusaha memberikan karya terbaik
dengan tulus dan sederhana (Wulansari,2014: 2).
Di antara novel-novel karya Tere Liye adalah sebagai berikut:
1. Moga Bunda disayang Allah Swt (Penerbit Republika, 2006)
Novel Moga Bunda disayang Allah Swt adalah karya Tere Liye yang
sudah diangkat ke layar lebar (difilmkan). Novel ini menceritakan seorang
gadis kecil berusia 6 tahun yang memiliki keterbatasan fisik, buta, tuli,
sekaligus bisu yang berjuang keras untuk mendapatkan pendidikan. Kerja
keras seorang guru dalam mendidik siswanya yang memiliki kebutuhan
khusus menggunakan metode terbaik yang mudah diterima oleh siswanya.
Novel Moga Bunda Disayang Allah Swt juga menceritakan perjuangan
seorang ibu yang luar biasa sabar, ikhlas, tulus dan penuh kasih sayang
mendukung anaknya yang memiliki keterbatasan fisik (Ziyad, 2008: 1).
2. Hafalan Shalat Delisa (Penerbit Republika, 2008)
Novel Hafalan Shalat Delisa juga merupakan novel karya Tere Liye
yang sudah diangkat ke layar lebar (difilmkan). Novel ini mengisahkan
tentang ketabahan dan ketegaran seorang anak menerima takdir pahit yang
telah digariskan Allah Swt yakni kehilangan kakinya, kehilangan Ibu dan
ketiga kakaknya dalam peristiwa tsunami Aceh. Keikhlasan seorang anak
menerima keadaan dan ikhlas untuk menghafal bacaan shalat karena Allah
Swt (Gobel, 2011: 1).
3. Rembulan Tenggelam di Wajahmu (Penerbit Republika, 2009)
Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu menceritakan tentang adanya
hidup seorang anak panti Asuhan yang berjuang membangun hidupnya
sehingga menjadi pengusaha sukses. Selalu melihat rembulan yang
memberikan ketenangan ketika sedang ada masalah dan merasa kesepian dan
perasaan bersyukur sebagai salah satu ciptaan Sang Pencipta (Ari, 2013: 1-2).
4. Bidadari-Bidadari Surga (Penerbit Republika, 2008)
Novel Bidadari-bidadari Surga menceritakan tentang keikhlasan, dan
ketulusan seorang kakak perempuan yang berjuang menghidupi keluarga dan
mendidik adik-adiknya menjadi orang-orang yang sukses. Tokoh kakak
dalam novel Bidadari-bidadari Surga mengorbankan seluruh hidupnya untuk
merubah nasib Ibu dan adik-adiknya agar menjadi lebih baik dan
menekankan bahwa pendidikan itu penting bagi masa depan (Wicaksono,
2013: 1).
5. Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka Umum,
2010)
Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin menceritakan
tentang kehidupan sebuah keluarga yang sangat miskin. Seorang ibu dengan
dua orang anak yang sudah meninggalkan harapan bersekolah. Novel ini
ingin menyampaikan pesan bahwa bagaimanapun kehidupan ini kita tidak
boleh menyalahkan kehidupan dan harus selalu bersyukur karena semua yang
terjadi dalam kehidupan ini sudah diatur oleh Allah Swt. Seperti daun yang
jatuh tak pernah membenci angin (Zulfikar, 2013: 1).
B. Biografi Novel
Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari
1. Tema
Tema yang diambil dalam novel Rindu karya Tere Liye yaitu
perjalanan masa lampau yang penuh kerinduan ke Tanah Suci. Dalam novel
ini, penulis berhasil menggabungkan antara sejarah, romantisme, serta kisah
heroik dalam sebuah perjalanan suci menunaikan ibadah haji.
2. Penokohan
Tokoh-tokoh dalam novel Rinduadalah Gurutta Ahmad Karaeng, Daeng Andipati, Anna, Elsa, Ambo Uleng, Bonda Upe, Mbah Kakung
Slamet, Mbah Kakung Putri, Kapten Phillips, dan Sergeant Lucas. a. Gurutta Ahmad Karaeng
Gurutta Ahmad Karaeng merupakan tokoh utama dan tokoh protagonis dalam novel Rindu. Meskipun ada lima tokoh utama dalam
novel Rindu, tetapi tokoh Gurutta adalah tokoh yang paling menonjol.
Gurutta Ahmad Karaeng adalah tokoh yang paling dihormati dan bijak dalam pelayaran kapal Blitar Holland. Ahmad Karaeng adalah ulama
masyhur dari Makassar yang sering disapa Gurutta. Gurutta pintar berbahasa Belanda dan telah melakukan perjalanan ke berbagai daerah
untuk menuntu ilmu. Gurutta Ahmad Karaeng adalah ulama yang menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dari penumpang kapal Blitar
Holland.
Di masa muda, Gurutta pernah belajar agama di Aceh. Lantas melanjutkan hingga ke Yaman dan Damaskus, mengkaji agama dari ahli tafsir dan pakar hadis terkemuka. Ia juga pernah menetap di Eropa dua tahun lamanya. Ia benar-benar memahami nasihat
kejarlah ilmu hingga ke negeri China. Usia empat puluh lima barulah Gurutta kembali ke Makassar, menjadi imam Masjid Katangka (hlm: 19).
“Alleen de kleding en boeken.” Gurutta tersenyum, menjelaskan. Bahasa Belandanya fasih. Maksud Gurutta, isi tas besar itu hanya pakaian dan buku-buku. Tidak lebih tidak kurang (hlm: 36).
“Lihatlah kemari wahai lautan luas. Lihatlah seorang yang selalu
punya kata bijak untuk orang lain, tapi dia tidak pernah bisa bijak untuk dirinya sendiri (hlm: 316).
b. Daeng Andipati
Daeng Andipati adalah tokoh utama dan protagonis dalam novel
Rindu. Daeng Andipati merupakan pedagang sukses di Makassar yang
menjadi penumpang kapal Blitar Holland dengan mengikutsertakan istri,
kedua anaknya, serta seorang pembantu. Sosoknya berkarismatik,
terpandang, digambarkan dekat dengan orang-orang Belanda. Sekilas,
kehidupan Daeng Andipati nampak sempurna. Kebahagiaan seolah
meliputinya sepanjang waktu. Istri yang cantik dan salehah, dua anak
yang periang dan menggemaskan, juga karir bisnis yang menjanjikan.
Namun ada satu hal yang tersembunyi di dada Daeng Andipati.
Membuat seluruh kehidupan Daeng Andipati seolah tidak berarti. Adalah
kebencian yang mendalam Daeng Andipati terhadap ayahnya.
“…. Karena jika kau kumpulkan seluruh kebencian itu, kau gabungkan dengan orang-orang yang disakiti ayahku, maka ketahuilah, Gori. Kebencianku pada orang tua itu masih lebih
besar. Kebencianku masih lebih besar dibandingkan itu semua!”
(hlm: 362).
“Ini Daeng Andipati, pedagang di Kota Makassar. Masih muda,
kaya raya, pintar dan baik hati. Aku kenal dengannya saat dia dikirim orangtuanya sekolah di Rotterdam School of Commerce
lima belas tahun lalu (hlm: 11).
“Tidak akan hilang, Anna.” Ayah mereka menengahi, berkata
lembut, “Mereka akan membawa barang-barang kita naik ke atas kapal (hlm: 9).
Dua orang yang baru hari itu bertemu saling bersalaman, juga beberapa kelasi senior yang ikut turun bersama Kapten Phillips. Pemimpin rombongan yang dipanggil Daeng Andipati itu menyapa dalam bahasa Belanda. Terlibat percakapan beberapa saat, saling melempar pujian. Terlihat sekali ia amat terdidik dan tahu cara bergaul dengan bangsa Eropa (hlm: 12).
Tadi pagi ia melakukan apa saja demi menyelamatkan bungsunya. Di tengah kepungan kepanikan, ia berhasil membawa Elsa keluar dari pasar. Si sulung dengan wajah pias, menangis, tubuh kotor, dibawa ke salah satu rumah penduduk. Setelah memastikan Elsa aman, Daeng Andipati bergegas kembali ke pasar mencari Anna (hlm:131).
c. Anna
Anna merupakan tokoh tambahan dan tokoh protagonis dalam
novel Rindu. Anna adalah anak kedua dan merupakan anak bungsu dari
Daeng Andipati sebelum dua adik kembarnya lahir pada akhir cerita.
Anna naik haji bersama ayah, ibu dan kakak perempuannya. Dia gadis
usia 9 tahun yang cantik, periang, polos, pintar dan mempunyai rasa
keingintahuan yang tinggi. Anna selalu membuat suasana menjadi ramai
dan hangat dengan tingkahnya yang selalu ceria dan bersemangat.
“Anna dan Elsa.”Meneer Houten yang kali ini tertawa lebar, “Aku
tahu siapa dua putri cantik jelita ini. Goedemorgen” (hlm: 11).
“Memangnya kenapa kalau mabuk laut, Om?” Si Bungsu bertanya
polos. Mata bulatnya membesar (hlm: 13).
“Memangnya kenapa kalau muntah?” Si bungsu penasaran (hlm: 12).
Dua gadis kecil Anna dan Elsa, berlarian riang di atas dek kapal, kerudung mereka berkibar ditiup angin kencang, diteriaki oleh ibu mereka agar hati-hati. Kuli-kuli angkut bergegas memikul peti kayu dan tas-tas besar ke atas kapal (hlm 13).
d. Elsa
dari Daeng Andipati. Elsa selalu jahil dan sering menggoda adiknya.
Meskipun begitu dia adalah sosok gadis yang cantik, pintar mengaji, dan
mempunyai sopan santun yang baik.
“Dasar!” Kakaknya menatap datar, “kalau sampai tas biru itu
hilang, berarti hingga tiba di Mekah, kamu tidak berganti pakaian. Terus yang ini saja selama sembilan bulan” (hlm: 8).
“Ibu kami sedang mual, muntah-muntah. Apa boleh kami meminta
minuman jahe seperti dua hari lalu?” Elsa tersenyum,
menyampaikan tujuan dengan lebih baik dibanding Anna (hlm: 104).
e. Ambo Uleng
Ambo Uleng adalah tokoh utama dan protagonis dalam novel
Rindu. Ia mempunyai pertanyaan besar dalam hidupnya, pertanyaan
tentang cinta sejati. Ambo adalah pemuda yang kalem dan senang
menolong orang lain. Ambo memiliki jiwa seorang pelaut sejati karena
sejak kecil Ambo telah menjadi seorang pelaut dan bisa berbahasa
Belanda.
Ditilik dari wajahnya, pemuda itu berusia dua puluh tahun lebih. Rahang dan pipinya tegas, khas seorang pelaut Bugis yang tangguh. Tatapan matanya tajam meski sejak tadi lebih banyak menunduk. Ada bekas luka dikeningnya, tidak terlalu kentara karena tertutup oleh rambut yang dibiarkan panjang di bagian itu. Tinggi pemuda itu seperti kebanyakan penduduk lokal rata-rata. Tapi, tubuhnyya kekar dan gagah, dibungkus dengan kulit hitam legam karena sering terbakar terik matahari (hlm: 26).
“Lantas darimana kau belajar bahasa Belanda, Ambo? Meski kaku dan patah-patah, bahasa Belandamu cukup memadai. Setidaknya kau tidak memintaku mengulangi kalimat karena tidak mengerti, dan aku sebaliknya, tidak meminta kau menjelaskan ulang” (hlm:
28).
Demi melihat Ambo Uleng, Anna menyeret ibunya. Bilang Om Kelasi inilah yang menyelamatkannya Di Pasar Turi. Beberapa
penumpang lain ikut menatap Ambo Uleng, membuat kelasi pendiam itu salah-tingkah jadi pusat perhatian sejenak (hlm: 145)
f. Bonda Upe
Bonda Upe adalah tokoh utama dan tokoh protagonis dalam novel
Rindu yang mempunyai pertanyaan besar dalam hidupnya yang selama
ini dipendam selama bertahun-tahun. Bonda Upe adalah wanita
keturunan china yang mengalami masa lalu yang pahit yakni menjadi
seorang cabo (pelacur).
“Bagaimana kalau anak-anak tahu? Bagaimana kalau Anna dan Elsa tahu guru mengajinya bekas cabo? Bagaimana kalau ada
penumpang yang tahu? Aku seorang cabo, Gurutta!” Bonda Upe
berseru serak. Ia sudah hampir tiba di bagian paling penting, pertanyaan besarnya (hlm: 309).
“Lantas... Lantas...” Dengan suara tergagap karena gemetar, “Aku
seorang cabo, Gurutta. Apakah Allah...Apakah Allah akan menerimaku di Tanah Suci? Apakah perempuan hina sepertiku berhak menginjak Tanah Suci? Atau, cambuk menghantam punggungku, lututku terhujam ke bumi...Apakah Allah akan
menerimaku? Atau mengabaikan perempuan pendosa
sepertiku...membiarkan semua kenangan itu terus menghujam kepalaku. Membuatku bermimpi buruk setiap malam. Membuatku malu bertemu dengan siapa pun” (hlm: 310)
g. Kapten Phillips
Kapten Phillips adalah tokoh tambahan, dan tokoh sederhana. Sifat
dan pemunculannya hanya dituliskan sedikit. Kapten Phillpis merupakan
nahkoda dari kapal Blitar Holland yang tangguh dan memiliki jiwa
kepemimpinan.
Meneer Houten berkata riang, “Dan ini kawan kita Kapitein Phillips, Daeng Andipati. Salah satu kapitein hebat yang dimiliki
Koninklijke Rotterdamsche Lloyd, dia seorang pelaut asal Wales yang tangguh, meski sejak kecil telah tinggal di Amsterdam” (hlm: 12).
h. Mbah Kakung Slamet
Mbah kakung Slamet adalah tokoh utama dalam novel Rindu.
Mbah kakung Slamet menyimpan pertanyaan besar dalam hidupnya
setelah kematian istrinya Mbah Putri Slamet di kapal dalam perjalanan
ibadah haji. Usia mbah kakung hampir delapan puluh tahun dan
merupakan penumpang tertua di Kapal Blitar Holland. Pasangan mbah
kakung dan mbah putri Slamet merupakan pasangan yang romantis dan
banyak menginspirasi penumpang lain di kapal Blitar Holland.
Lihatlah, betapa mesra pasangan tua ini. Saat naik tangga, Mbah Kakung membantu istrinya dnegan lembut. Saat berjalan di lorong, mereka berdua berpegangan tangan. Sesekali berhenti. Mbah Kakung dengan sabar menunggu. Aduh, mesra sekali, seolah ini perjalanan bulan madu (hlm:189).
“Pendengaranku memang sudah berkurang, Nak. Mataku sudah
tidak awas lagi. Tapi kami akan naik haji bersama. Menatap
Ka‟bah bersama. Itu akan kami lakukan sebelum maut menjemput. bukti cinta kami yang besar.” Mbah Kakung menggenggam jemari
Mbah Putri, mengakhiri ceritanya (hlm: 208).
“Pendengaranku memang sudah tidak bagus lagi, Nak. Juga mataku, sudah rabun. Tubuh tua ini juga sudah bungkuk. Harus
kuakui itu.” Mbah Kakung membela diri, “Tapi aku masih ingat
kapan akau bertemu dengan istriku. Kapan aku melamarnya. Kapan kami menikah. Tanggal lahir semua anak-anak kami. Waktu-waktu indah milik kami. Aku ingat itu semua” (hlm: 205).
“Sejak kami menikah, hidupku tak memiliki pertanyaa lagi,
Gurutta. Aku sudah memiliki semua jawaban. Buat apa bertanya? Aku menghabiskan hari dengan pasti. Aku bahagia, bersyukur atas setiap takdir yang kuterima. Tapi hari-hari ini, aku tidak bisa mencegahnya. Pertanyaan itu muncul di kepalaku. Kenapa harus terjadi sekarang, Gurutta? Kenapa harus ketika kami sudah sedikit lagi dari Tanah Suci. Kenapa harus ada di lautan ini. Tidak bisakah ditunda barang satu-dua bulan? Atau, jika tidak bisa selama itu, bisakah ditunda hingga kami tiba di Tannah Suci, sempat bergandengan tangan melihat Masjidil Haram. Kenapa harus
i. Sergeant Lucas
Sergeant Lucas adalah seorang pimpinan tentara Belanda yang ditugaskan menjaga keamanan di kapal Blitar Holland selama perjalanan
ibadah haji. Sergeant Lucas merupakan tokoh tambahan karena pemunculannya dalam novel hanya sedikit. Sergeant Lucas juga merupakan tokoh antagonis. Dia selalu menghalangi rencana Gurutta
dan sangat membenci Gurutta karena menganggap Gurutta adalah seorang inlander pemberontak dan dapat menghasut penumpang lain untuk menuntut kemerdekaan pada pemerintah Belanda.
“Omong-kosong. Akui saja kau membawa buku-buku penuh
hasutan agar melawan pemerintah sah Hindia Belanda.” Pimpinan
serdadu mendelik, mengangkat buku itu hanya lima senti dari wajah Gurutta (hlm: 37).
“Jangan tertipu oleh tampilannya, seolah sederhana. Orang ini
amat berbahaya. Dia bisa menghasut seluruh penumpang untuk mengambil-alih kapal, melawan serdadu Belanda yang bertugas di atas kapal. Mereka tidak segan membunuh kelasi rendahan seperti
kalian” (hlm: 39).
Sergeant Belanda itu tidak suka Gurutta Ahmad Karaeng membuat pengajian setelah shalat shubuh di masjid kapal, itulah pasal yang hendak dibicarakan (hlm: 79).
3. Alur
Alur yang digunakan dalam novel Rindu karya Tere Liye adalah alur
maju campuran karena susunan peristiwa yang diceritakan dalam novel
Rindu ada yang maju dan ada yang mundur.
a. Alur maju
Berikut ini adalah kutipan dalam novel Rindu yang menunjukkan
Kapal Blitar Holland terus melaju menuju Lampung. Sebentar lagi tiba di Selat Sunda. Kapal itu bagai titik bercahaya di tengah hamparan laut gelap (hlm: 231).
Anna dan Elsa baru bangun satu jam kemudian. Dengan mata terpicing separuh juga, mereka ikut Daeng Andipati dan rombongan shalat shubuh di Masjid. Anna terkantuk-kantuk saat shalat, juga menguap berkali-kali saat Gurutta menggelar majelis ilmu, membahas tentang fikih haji (hlm: 188).
Makan malam berakhir pukul setengah sembilan. Pasangan sepuh Mbah Kakung dan Mbah Putri kembali ke kabin mereka. Penumpang yang makan di kantin juga berangsur kembali ke kabin masing-masing. Memenuhi lorong kapal. Satu-dua mencoba menatap dermaga yang masih dibungkus hujan. Sempat mengobrol tentang Kota Bengkulu, tempat kapal berlabuh sekarang. Tidak lama, segera melanjutkan langkah kaki (hlm: 296).
b. Alur mundur
Berikut ini adalah kutipan dalam novel Rindu yang menunjukkan
alur mundur:
“Aku bertemu dengannya dalam acara pernikahan saudaraku,
tanggal 12 April 1878. Malam itu, ia menjadi pendamping mempelai perempuan. Dan sungguh, menurutku ia jauh lebih cantik dibanding pengantinnya. Pun dibanding nona-nona Belanda di kota Semarang. Itu tidak ada apa-apanya. Wajah gadis mbah putri merona merah, tersenyum manis sekali. Jantungku langsung terpanah cinta. Terus terang aku hampir terkencing-kencing saat
memberanikan diri menyapanya.” Mbah Kakung Slamet mulai
bercerita dipaksa penumpang lain. Ia memejamkan mata sejenak. Meresapi setiap kalimat yang ia sampaikan (hlm: 205).
Dua bulan kemudian, 12 Agustus 1878 kami menikah. Seluruh kampung diundang, buruh perkebunan tebu, juga Tuan Tanah