NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
AL-
QUR’AN SURAT YUSUF AYAT 8
-18
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Siti Himatul Anisah
NIM. 111 14 065
BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
MOTTO
مالِعالا َق اوَف ُبَدَ الْا
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahlan untuk:
1. Keluarga tercinta Ayahanda Muslimun dan Ibunda Sofiatun yang tidak bosan mendo’akan, dan yang telah mendidik serta merawat dengan penuh kerelaan dan pengorbanan baik secara lahir maupun batin dengan iringan do’a
restunya.
2. Seluruh keluarga besar (Siti Basamah, Ahmad Turmudzi, Ahmad Sururi, Siti
Juwariyah, Mashudi, Muhammad Khalim, Tri Nuryani) yang selalu memberi
dorongan dan motivasi.
3. Bapak Kyai M. Chazim AS dan Kyai M. Chalim AS selaku Pengasuh Pondok Pesantren Putri Darul ‘Ulum Reksosari, Suruh, Kab. Senarang yang selalu membimbing, mendidik dan menasehati.
4. Bapak Drs. H. Nasafi, M.Pd.I selaku dosen pembimbing akademik yang
selalu membimbing selama 4 tahun.
5. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo. M.Ag. selaku pembimbing skripsi sekaligus
sebagai motivator sampai sampai selesainya penulisan skripsi ini.
6. Seluruh guru yang telah mendidik dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat
perguruan tinggi.
7. Seluruh sahabat, khususnya yang ada di Pondok Pesantren Putri Darul ‘Ulum
suruh, Pondok Pesantren Yasinta Salatiga dan teman PAI angkatan 2014 yang
selalu memberikan semangat dan motivasi untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
KATA PENGANTAR
مي ِح هرلٱ ِن َٰ م ۡحهرلٱ ِ هللَّٱ ِمۡسِب
Segala puji bagi Allah swt, yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Sholawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw. sebagai
suri tauladan kita untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM AL-QUR’AN SURAT YUSUF AYAT 8-18”. Skripsi ini disusun guna
memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana program studi Pendidikan
Agama Islam (PAI) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN).
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan karya tulis sederhana ini
berkat motivasi, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Selanjutnya penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
pembuatan skripsi ini, kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian dan
kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. H. Nasafi, M.Pd.I, selaku pembimbing akademik
5. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
ABSTRAK
Siti Himatul Anisah. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an Surat Yusuf Ayat 8-18. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Budihardjo. M.Ag
Kata Kunci: Nilai, Pendidikan, Akhlak, Al-Qur’an
Sesungguhnya pendidikan akhlak merupakan bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam. Rasulullah saw. diutus oleh Allah swt. untuk menjadi rasul dengan tugas menyempurnakan kemuliaan akhlak umat manusia. Akhlak dalam Tanpa akhlak, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan binatang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji apa saja nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Mengetahui nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 dan 2) Mngetahui relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 dalam kehidupan manusia.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian Library research, yaitu penelitian tersebut dengan mengumpulkan data-data yang ada hubungannya dengan objek penelitian, baik yang data primer (Al-Qur’an Surat Yusuf Ayat 8-18), Sekunder (terjemah dan tafsir al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-18), maupun tersier (buku-buku lain yang bersangkutan dengan penelitian dicari dari sumber kepustakaan). Adapun teknis analisis data menggunakan metode tafsir Maudhu’i, deskripsi dan analisis (tahlili).
DAFTAR ISI
COVER ...
JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... ... 5
C. Tujuan penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Penegasan Istilah ... 7
F. Metode Penelitian... 15
G. Kajian Penelitian Terdahulu ... 17
H. Sistematika Penulisan Skripsi ... 19
BAB II NILAI PENDIDIKAN AKHLAK RUANG LINGKUPNYA A. Nilai Pendidikan Akhlak ... 21
1. Pengertian Nilai ... 21
2. Pengertian Pendidikan ... 22
B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ... 28
1. Akhlak Terhadap Allah ... 28
2. Akhlak Terhadap Manusia ... 31
3. Akhlak Terhadap Alam ... 39
C. Metode Pendidikan Akhlak ... 40
BAB III TAFSIR SURAT YUSUF AYAT 8-18 1. Asbabun Nuzul Surat Yusuf ... 42
2. Kisah Nabi Yusuf as... 45
3. Tafsir Surat Yusuf ... 55
a. Q.S. Yusuf ayat 8 ... 55
b. Q.S. Yusuf ayat 9-10 ... 60
c. Q.S. Yusuf ayat 11-12 ... 66
d. Q.S. Yusuf ayat 13-14 ... 69
e. Q.S. Yusuf ayat 15 ... 73
f. Q.S. Yusuf ayat 16-17 ... 77
g. Q.S. Yusuf ayat 18 ... 79
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT YUSUF AYAT 8-18 A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an ... 84
B. Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak Surat Yusuf Ayat 8-18 dalam Kehidupan sehari-hari ... 96
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 104
B. Saran-Saran ... 105
C. Penutup ... 106
DAFTAR PUSTAKA ... 87
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan Agama yang diturunkan Allah melalui malaikat
Jibril untuk Rasulullah Muhammad saw. sebagai pedoman hidup dan
petunjuk bagi manusia untuk mencapai kesejahteraan dunia akhirat serta
sebagai pendidikan bagi manusia diseluruh alam. Islam sangat mementingkan
pendidikan, dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu
yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan yang
beretika dan bermoral.
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah
aspek tujuan. Pendidikan setidaknya memiliki tujuan mengembangkan aspek
jasmani diantaranya seperti kesehatan, cakap, kreatif dan rohani yang
merujuk kepada kualitas kepribadian, karakter, watak dan akhlak. Yang
semua itu menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pendidikan memiliki
peran yang strategis dalam membentuk manusia menjadi individu-individu
yang berkualitas, tidak hanya berkualitas dalam aspek skill, kognitif, afektif,
tetapi juga aspek spiritual. Melalui pendidikan individu memungkinkan
menjadi saleh, pribadi berkualitas secara skill, kognitif dan spiritual.
Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut John Dewey, sebagaimana yang dikutip oleh Wiji Suwarno,
pendidikan yaitu sebuah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman agar lebih
bermakna, sehingga pengalaman tersebut dapat mengarahkan pengalaman
yang akan didapat berikutnya. (Suwarno, 2006: 20)
Akhlak merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi kelangsungan
hidup berbangsa dan bernegara, sudah pasti etika yang baik dan mulia
(akhlaqul karimah). Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati
posisi yang sangat penting, karena akhlak merupakan mutiara kehidupan yang
membedakan antara makhluk ciptaan Allah yang berupa manusia dan
makhluk lainnya.
Sesungguhnya pendidikan akhlak merupakan bagian yang penting
dalam substansi pendidikan Islam, karena akhlak itulah merupakan misi
Islam, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw., “Sesungguhnya aku
diutus (oleh Allah) semata-mata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”
Seakan-akan pernyataan itu merupakan deklarasi atas kerasulan beliau.
Rasulullah saw. diutus oleh Allah swt. untuk menjadi rasul dengan tugas
menyempurnakan kemuliaan akhlak umat manusia. Akhlak dalam Islam tidak
hanya membimbing umat manusia dalam menjalin hubungan dengan sesama
manusia semata, melainkan juga dengan Sang Khaliq dan dengan sesama
Kedudukan akhlak dalam Islam nampaklah amat terhormat.
Keberadaanya memiliki kemutlakan yang nyaris absolud. Ibarat Islam adalah
sebuah gedung, maka akhlak adalah tiangnya yang wajib ditegakkan oleh
setiap muslim. Maka barang siapa yang menegakkannya berarti menegakkan
agama dan barang siapa yang mengabaikannya berarti merobohkannya.
(Halim, 2000: 20)
Mengkaji dan mendalami konsep akhlak merupakan sarana yang dapat
mengantarkan kita dapat mengamalkan akhlak mulia seperti yang dipesankan
oleh Nabi saw., dengan pemahaman yang jelas tentang konsep akhlak, kita
akan memiliki pijakan dan pedoman untuk mengarahkan tingkah laku kita
sehari-hari, sehingga kita memahami apakah yang kita lakukan benar atau
tidak, termasuk akhlak mahmudah (mulia) atau akhlak madzmumah (tercela).
Seorang muslim yang sempurna ialah orang yang ber-aqidah islamiah
secara total, tekun ber-ibadah islamiah dan ber-ahklaq Islamiah secara total
pula. Kuat dalam berakidah, tekun dalam beribadah dan mulia akhlaknya.
Seorang muslim baru tegak kemuslimannya apabila ia menegakkan ketiga
tiang itu sekaligus. Mustahil tegak akidahnya apabila tidak tegak ibadahnya.
Tidak mungkin tegak ibadahnya apabila akhlaknya tidak tegak. Dan tak
mungkin tegak akhlaknya apabila aqidahnya tidak tegak. (Halim, 2000: 23)
Al-Jurjani mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh
Ali Abdul Halim Mahmud bahwa akhlak adalah istilah bagi suatu sifat yang
tertanam pada diri manusia, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan
terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syari’at dengan
mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan
jika darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut
dinamakan akhlak yang buruk. (Mahmud, 2004: 26)
Jadi akhlak adalah sifat dan perilaku yang ada dalam diri seseorang,
yang akan terlahir perbuatan-perbuatan secara tidak sadar. Jika perbuatan
yang terlahir merupakan perbuatan yang sesuai norma dan syari’at yang
berlaku maka dinamakan akhlak yang baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang
terlahir merupakan perbuatan yang melanggar norma dan syari’at yang
berlaku maka dinamakan akhlak yang buruk.
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan akhlak, yang menjelaskan
bagaimana cara berbuat baik kepada Allah maupun sesama manusia. Kita
sebagai manusia dianjurkan untuk meneladani akhlak-akhlak yang baik.
Tingkah laku para Nabi dan Rasul merupakan contoh akhlak yang baik bagi
manusia.
Dalam kisah Nabi Yusuf dalam Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 banyak
tersimpan nilai-nilai akhlak bagaimana etika yang harus dilakukan manusia
terhadap manusia lainnya. Seperti halnya akhlaqul karimah seperti sifat sabar
dan akhlaqul madzmumah seperti su’udzon(berburuk sangka), hasad, dusta,
Dari uraian diatas penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf AS dalam al-Qur’an surat Yusuf
ayat 8-18. Untuk itu, maka penulis menyusun sebuah skripsi yang berjudul
“NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN
SURAT YUSUF AYAT 8-18” dengan harapan semoga dapat memberikan
manfaat dan konstribusi terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat
8-18?
2. Bagaimanakan relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 8-18 dalam Kehidupan Manusia?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apa saja Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 8-18.
2. Mengetahui relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 8-18 dalam Kehidupan Manusia
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,
1. Manfaat Teoritis
Penelitian pendidikan akhlak ini diharapkan dapat memberikan
manfaat secara teoritis, yaitu dapat memperbaiki akhlak bangsa terutama
bagi kaum muda. Selain itu diharapkan juga dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi penulis pribadi, teman-teman dan
semua yang membacanya. Dan memberikan konstribusi pemikiran dalam
upaya meningkatkan pengetahuan tentang kajian kisah Nabi Yusuf as.
sehingga dapat diketahui bagaimana kehidupan Nabi Yusuf as. Dengan
demikian diharapkan bagi setiap individu dalam keadaan tertentu dapat
mengambil pelajaran dari sifat-sifat Nabi Yusuf, baik untuk
mempengaruhi hidup menuju kebahagiaan dunia maupun akhirat.
2. Manfaat Praktis
Sebagai sumbangan fikiran dalam bentuk tulisan yang berbentuk
karya ilmiah bagi lembaga IAIN Salatiga guna dapat dimanfaatkan oleh
mahasiswa IAIN Salatiga maupun mahasiswa dari lembaga lain yang
sekiranya membutuhkan wawasan luas dalam pembuatan karya ilmiah,
maupun untuk berbagai pihak yang memerlukannya, khususnya bagi umat
Islam dalam rangka memperbaiki akhlak yang belum sesuai dengan
kriteria Islam yang sesungguhnya.
Sebagaimana tujuan dari visi dan misi Rasulullah SAW diutus
dimuka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak kaum muslimin dan
muslimat. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu
Islam(PAI) IAIN Salatiga khususnya maupun mahasiswa jurusan lainnya
dan para pembaca umumnya.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan maupun memahami
karya ilmiah ini, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul
skripsi ini sebagai berikut:
1. Nilai
Nilai berasal dari bahasa Latin vale’re yang artinya berguna,
mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu
yang dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan
seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan
dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermanfaat.
(Adisusilo, 2013: 56)
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan sesorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya.
(Maslikhah, 2009: 106)
Steeman mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh
Sutarjo Adisusilo bahwa nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada
hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah
tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu
menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang sangat
erat antara nilai dan etika. (Adisusilo, 2013: 56)
Jadi, nilai adalah sesuatu hal yang menentukan tingkah laku
seseorang dalam kehidupan yang mempunyai banyak manfaat dan
berharga sehingga dijadikan acuan dalam bertindak.
2. Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata bahasa Arab (ةيبرت) tarbiyah adalah
derivasi dari kata (بر) rabba, dan (ةيبرت) tarbiyah adalah kata bendanya.
Kata yang tersusun dari ra’ dan ba’ menunujukkan tiga hal yaitu
membenahi dan merawat sesuatu, menetapi sesuatu dan menempatinya,
dan menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Ibnu faris
mendefinisikan pendidikan adalah perbaikan, perawatan dan pengurusan
terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur
pendidikan dalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai
tingkat sempurna yang sesuai dengan kemampuannya. (Mahmud, 2004:
23)
Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai
macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Aspek yang yang
biasanya paling dipertimbangkan dalaam pendidikan antara lain yaitu
aspek penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, dan perubahan perilaku.
Definisi pendidikan secara luas yaitu segala pengalaman belajar
yang berlangsung dalam segala linkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
individu. (Mudyahardjo, 2010: 3)
Sedangkan definisi pendidikan secara sempit adalah pengajaran
yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap
anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai
kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap
hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. (Mudyahardjo, 2010: 6)
Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain supaya bisa memberdayakan
diri, dan dapat mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
3. Akhlak
Istilah akhlak adalah istilah bahasa Arab. Kata akhlak merupakan
bentuk jamak dari bentuk tunggal khuluq, yang memiliki arti umum
perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika diurai
secara bahasa berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika
digabung khalaqa(قلخ) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada
kata al-Khaliq yaitu Allah SWT dan kata makhluk, yaitu seluruh alam
yang Allah swt ciptakan. Maka kata akhlak tidak bisa dipisahkan dengan
al-Khaliq (Allah). Akhlak berarti sebuah perilaku yang muatannya
“menghubungkan” antara hamba dengan Allah SWT. (Ahmadi, 2004:
13)
Secara Bahasa, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang
merupakan jamak dari khuluq atau khulq, yang berarti tabiat atau budi
pekerti, kebiasaan atau adat, keperwiraan, kesatriaan, kejantanan dan
agama. (Wibowo, Dkk, 1999: 54)
Senada dengan hal tersebut, Al-Qur’an menyebutkan bahwa agama
itu adalah adat kebiasaan dan budi pekerti yang luhur, sebagaimana yang
terkandung dalam dua ayat Al-Qur’an berikut ini:
➔
⧫✓
“(Agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.” (Q.S. As-Syu’ara : 137)
◆
◼➔⬧
➔
→⧫
Dua ayat al-Qur’an diatas menegaskan dua hal. Pertama, bahwa
al-Qur’an menyebut Akhlak dalam bentuk tunggal, yaitu khuluq, bukan
akhlaq. Kedua, bahwa yang terpenting dari ajaran Islam adalah
mengamalkan ajarannya, sehingga menjadi kebiasaan sehari-hari.
(Shobahiya & Rosyadi, 2011: 86)
Adapun secara istilah, akhlak adalah hal yang melekat didalam
jiwa yang darinya timbul perbuatan dengan mudah tanpa difikir dan
diteliti. (Wibowo, Dkk, 1999: 56). Al-Jurjani mengemukakan pendapat
sebagaimana yang dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud bahwa akhlak
adalah istilah bagi suatu sifat yang tertanam pada diri manusia, yang
darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa
perlu berfikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir
perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syari’at dengan mudah, maka
sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan jika
darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut
dinamakan akhlak yang buruk. (Mahmud, 2004: 26)
Jadi akhlak adalah sifat dan perilaku yang ada dalam diri
seseorang, yang akan terlahir perbuatan-perbuatan secara tidak sadar.
Jika perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang sesuai norma dan
syari’at yang berlaku maka dinamakan akhlak yang baik. Sebaliknya, jika
perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang melanggar norma dan
4. Al-Qur’an
Ditinjau dari bahasa, al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, yaitu
bentuk jamak dari masdar kata (نارق – أرقي – أرق) qara’a – yaqra’u –
qur’anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang.
(Yunus, 2010: 335)
Ada beberapa pendapat tentang asal kata Al-Qur’an, diantaranya
ialah:
a. Asy-Syafi’i berpendapat bahwa al-Qur’an ditulis dan dibaca tanpa
hamzah (Al-Qur’an) dan tidak diambil dari kata lain. Ia adalah nama
yang khusus dipakai untuk kitab suci yang diberikan kepada Nabi
Muhammad.
b. Al-Fara’ dalam kitabnya “Ma’anil Qur’an” berpendapat bahwa
lafadz al-Qur’an tidak memakai hamzah, dan diambil dari kata qarain
jamak dari qarinah, yang berarti indikator(petunjuk). Hal ini
disebabkan karena sebagian ayat-ayat Al-Qur’an itu serupa satu sama
lain, maka seolah-olah sebagian ayat-ayatnya merupakan indikator
dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa itu.
c. Al-Asy’ari berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an tidak memakai
hamzah dan diambil dari kata qarana, yang berarti menggabungkan.
Hal ini disebabkan karena surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an
dihimpun dan digabungkan dalam satu mushaf.
d. Az-Zajjaj berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an itu berhamzah,
menghimpun. Hal ini karena al-Qur’an merupakan kitab suci yang
menghimpun intisari ajaran-ajaran dari kitab-kitab suci sebelumnya.
e. Al-lihyani berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an itu berhamzah,
bentuk masdarnya diambil dari kata qara’a yang berarti membaca,
hanya saja lafadz al-Qur’an ini menurut Al-Lihyani berbentuk masdar
dengan makna isim maf’ul. Jadi al-Qur’an artinya maqru’ (yang
dibaca).
f. Subhi Al-Shalih menyamakan kata al-Qur’an dengan al-qira’ah
sebagaimana dalam Q.S. Al-Qiyamah ayat 17-18
◆◼⧫
➔⬧
⧫◆➔◆
⬧⬧
⧫⧫⬧
⬧
⧫◆➔
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.” (Q.S. Al-Qiyamah : 17-18)
Sedangkan al-Qur’an menurut Abdul Wahab Khalaf yaitu firman
Allah yang diturunkan melalui ruhul amin (Jibril) kepada Nabi
Muhammad SAW dengan bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya,
dan sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia
dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam
membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dari surat
al-Fatikhah dan diakhiri dengan surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada
➔⧫
sekalipun kami adalah orang-orang yang benar." Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya´qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan" (Q.S. Yusuf: 8-18)
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (Library Research), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka dan yang dijadikan obyek kajian adalah hasil
karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Tekhnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan metode library research (penelitian
kepustakaan) maka peneliti menggunakan teknik yang diperoleh dari
perpustakaan dan dikumpulkan dari tafsir-tafsir, kitab-kitab dan
buku-buku yang berkaitan dengan obyek penelitian. Yang terdiri dari tiga
sumber:
a. Sumber primer, adalah sumber yang langsung dengan permasalahan
b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber pendukung
untuk memperjelas data primer, yaitu Terjemah al-Qur’an dan Tafsir
Al-Qur’an.
c. Sumber Tersier, dalam penelitian ini data tersiernya penulis
mengambil dari kitab-kitab, buku-buku dan media elektronik seperti
in ternet yang mendukung objek penelitian.
3. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan atau mengadakan
penelitian kepustakaan, maka metode yang digunakan untuk membahas
sebagai kerangka pikir penelitian adalah sebagai berikut:
a. Metode Analisis (tahlili)
Metode penafsiran tahlili adalah metode yang berupaya
menafsirkan ayat demi ayat al-Qur’an dari setiap surat-surat dalam
al-Qur’an dengan seperangkat alat-alat penafsiran diantaranya
asbabun nuzul, munasabat, nasikh mansukh, dan lain sebaginya.
(Departemen Agama RI, 2009: 68) untuk itu, pengkajian metode ini
kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran
yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apa yang dapat
diistinbathkan dari ayat serta mengemukakan kaitan ayat-ayat dan
relevansinya dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya.
Metode Analisis adalah metode yang digunakan untuk
terkandung dalam al-Qur’an khususnya surat Yusuf ayat 8-18 yang
diperkuat oleh tafsir para mufassir.
b. Metode Deskripsi
Metode deskripsi adalah suatu metode penelitian dengan
mendiskripsikan realita-realita, fenomena sebagaimana adanya yang
dipilih dari perspektif subyektif. (Winarno, 1989:132)
G. Kajian Penelitian Terdahulu
Kajian penelitian terdahulu sangat berguna bagi pembahasan skripsi ini.
Untuk mengkaji skripsi ini, peneliti melakukan kajian terhadap
penelitian-peneliatian sebelumnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, Skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam
Al-Qur’an (Telaah Surat ‘Abasa Ayat 1-10)” yang ditulis oleh Sri Widayati
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan,
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Skripsi ini menjelaskan tentang
nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam surat ‘Abasa ayat 1-10.
Kedua, Skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam
Kitab Al-Adzkar Karya Imam Nawawi” yang ditulis oleh Ngumdatul Qori’
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan,
Institut Agama Islam Negeri Salatiga tahun 2016. Skripsi ini menjelaskan
tentang nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam Kitab Al-Adzkar karya
Imam Nawawi dan relevansi pendidikan akhlak dalam Kitab Al-Adzkar karya
Ketiga, Skripsi yang berjudul “Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 90-91” yang ditulis oleh Maulia
Rahmawati Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga tahun 2016. Skripsi ini
menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat
an-Nahl ayat 90-91 dan implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat
an-Nahl ayat 90-91 dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat, Skripsi yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak dalam
Kitab Taisirul Khalaq” Karya Muhammad Taslim Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri
Salatiga tahun 2016. Skripsi ini menjelaskan tentang konsep pendidikan
akhlak yang terkandung dalam kitab Taisirul Khalaq dan relevansi konsep
pendidikan akhlak dalam kitab Taisirul Khalaq dalam konteks kekinian.
Dengan mencermati uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
peneliti terdahulu berbeda dengan penelitian yang penulis susun. Letak
perbedaanya yaitu objek kajiannya. Dalam skripsi yang disusun oleh Sri
Widayati menjelaskan Nilai akhlak dalam surat ‘Abasa ayat 1-10, dalam
skripsi yang disusun oleh Ngumdatul Qori’ menjelaskan Nilai akhlak dalam
kitab Al-Adzkar karya Imam Nawawi, dalam skripsi yang disusun oleh
Maulia Rahmawati menjelaskan Nilai akhlak dalam al-Qur’an Surat an-Nahl
ayat 90-91, dan skripsi yang disusun oleh Muhammad Taslim menjelaskan
yang penulis susun akan menjelaskan nilai pendidikan akhlak dalam
al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika
penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar
tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, menguraikan tentang: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian,
Penegasan Istilah, kajian Penelitian Terdahulu, dan sistematika Penulisan
sebagaimana gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
BAB II: Nilai pendidikan akhlak dan ruang lingkupnya, menguraikan
tentang Pengertian Nilai Pendidikan Ahklak dan Ruang Lingkup Pendidikan
Akhlak.
BAB III: Deskripsi Surat dan Tafsir al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18
BAB IV: Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 8-18 dan relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an
Surat Yusuf ayat 8-18 dalam kehidupan manusia.
BAB II
NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DAN RUANG LINGKUPNYA
A. Nilai Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Nilai
Nilai berasal dari bahasa Latin vale’re yang artinhya berguna,
mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu
yang dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan
seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan
dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermanfaat.
(Adisusilo, 2013: 56)
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan sesorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatn-perbuatnnya.
(Ensiklopedia Pendidikan, 2009: 106)
Steeman mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh
Sutarjo Adisusilo bahwa nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada
hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah
sesuatu yang dijinjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai
tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu
menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang sangat
Jadi, nilai adalah sesuatu hal yang menentukan tingkah laku
seseorang dalam kehidupan yang mempunyai banyak manfaat dan
berharga sehingga dijadikan acuan dalam bertindak.
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata bahasa Arab (ةيبرت) tarbiyah adalah
derivasi dari kata (بر) rabba, dan (ةيبرت) tarbiyah adalah kata bendanya.
Kata yang tersusun dari ra’ dan ba’ menunujukkan tiga hal yaitu
membenahi dan merawat sesuatu, menetapi sesuatu dan menempatinya,
dan menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Ibnu faris
mendefinisikan pendidikan adalah perbaikan, perawatan dan pengurusan
terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur
pendidikan dalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai
tingkat sempurna yang sesuai dengan kemampuannya. (Mahmud, 2004:
23)
Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai
macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Aspek yang yang
biasanya paling dipertimbangkan dalaam pendidikan antara lain yaitu
aspek penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, dan perubahan perilaku.
(Soyomukti, 2010: 27)
Definisi pendidikan secara luas yaitu segala pengalaman belajar
yang berlangsung dalam segala linkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
Sedangkan definisi pendidikan secara sempit adalah pengajaran
yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap
anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai
kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap
hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. (Mudyahardjo, 2010: 6)
Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut John Dewey, sebagaimana yang dikutip oleh Wiji
Suwarno, pendidikan yaitu sebuah rekonstruksi atau reorganisasi
pengalaman agar lebih bermakna, sehingga pengalaman tersebut dapat
mengarahkan pengalaman yang akan didapat berikutnya. (Suwarno, 2006:
20)
Wiji Suwarno merumuskan bahwa pendidikan bisa diartikan sebagi
berikut:
a. Pendidikan mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan
kemampuan, atau potensi yang perlu dikembangkan; peningkatan
pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan kearah mana
b. Dalam pendidikan, terdapat hubungan antara pendidikan dan peserta
didik. Di dalam hubngan itu, mereka memiliki kedudukan dan
perasaan yang berbeda. Tetapi, keduanya memiliki daya yang sama,
yaitu saling mempengaruhi guna terlaksanya proses pendidikan
(transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan
yang tertuju kepada tujuan yang di inginkan).
c. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan
pembentukan diri secara utuh. Maksudnya, pengembangan segenap
potensi dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai
individu, sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan.
d. Aktivitas pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
e. Pendidikan merupakan suatu proses pengalaman yang sedang dialami
yang memberikan pengertian, pandangan (Insight), dan penyesuaian
bagi seseorang yang menyebabkan perkembangan. (Suwarno, 2006:
22-23)
Menurut Umar Tirtahardja dan Lasula sebagaimana yang dikutip
oleh Binti Maunah mengemukakan pendapat pendidikan, seperti sifat
sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya yang
sanagt kompleks. Oleh karena itu beliau mengemukakan beberapa batas
a. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan
sebagai bagian atau pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi
yang lain.
b. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan
sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada
terbentuknya kepribadian peserta didik.
c. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara, diartikan sebagai
suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar
menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja, diartikan sebagai kegiatan
atau membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk
kerja. (Maunah, 2009: 2-3)
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain supaya bisa memberdayakan
diri, dan dapat mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara yang berlangsung didalam segala situasi dan sepanjang hidup.
3. Pengertian Akhlak
Istilah akhlak adalah istilah bahasa Arab. Kata akhlak merupakan
bentuk jamak dari bentuk tunggal khuluq, yang memiliki arti umum
perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika diurai
khalaqa(قلخ) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata
al-Khaliq yaitu Allah swt. dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah
swt ciptakan. Maka kata akhlak tidak bisa dipisahkan dengan al-Khaliq
(Allah). Akhlak berarti sebuah perilaku yang muatannya
“menghubungkan” antara hamba dengan Allah SWT. (Ahmadi, 2004: 13)
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaqun, jamak dari
Kholqun. Yang secara etimologi berasal dari budi pekerti, tabiat, perangai,
adat kebiasaan, perilaku dan sopan santun. (Jamhari, 1969: 59)
Senada dengan hal tersebut, al-Qur’an menyebutkan bahwa agama
itu adalah adat kebiasaan dan budi pekerti yang luhur, sebagaimana yang
terkandung dalam dua ayat al-Qur’an berikut ini:
➔
⧫✓
“(Agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.”
(Q.S. As-Syu’ara : 137)
◆
◼➔⬧
➔
→⧫
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam : 4)
Dua ayat al-Qur’an diatas menegaskan dua hal. Pertama, bahwa
al-Qur’an menyebut Akhlak dalam bentuk tunggal, yaitu khuluq, bukan
akhlaq. Kedua, bahwa yang terpenting dari ajaran Islam adalah
mengamalkan ajarannya, sehingga menjadi kebiasaan sehari-hari.
(Shobahiya & Rosyadi, 2011: 86)
Adapun secara istilah, akhlak adalah hal yang melekat didalam
diteliti. (Wibowo, Dkk, 1999: 56). Sedangkan menurut imam Ghazali
sebagaimana yang dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud bahwa kata
al-khuluq merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya
terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memikirkan dan
merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir
perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut syariat, maka sifat tersebut
dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah
perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang
buruk. (Mahmud, 2004: 28)
Al-Jurjani mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh
Ali Abdul Halim Mahmud bahwa akhlak adalah istilah bagi suatu sifat
yang tertanam pada diri manusia, yang darinya terlahir
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung.
Jika dari sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut
akal dan syari’at dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan
akhlak yang baik. Sedangkan jika darinya terlahir perbuatan-perbuatan
yang buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk.( Mahmud,
2004: 26)
Jadi akhlak adalah sifat dan perilaku yang ada dalam diri
seseorang, yang akan terlahir perbuatan-perbuatan secara tidak sadar. Jika
perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang sesuai norma dan
perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang melanggar norma dan
syari’at yang berlaku maka dinamakan akhlak yang buruk.
B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Akhlak memiliki karakteristik yang universal. Artinya, ruang lingkup
akhlak dalam pandangan Islam sama luasnya dengan luasnya ruang lingkup
pola hidup dan tindakan manusia dimana ia berada. Secara sederhana, ruang
lingkup akhlak sering dibedakan menjadi tiga, yaitu akhlak terhadap Allah,
akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap alam.
1. Akhlak Terhadap Allah
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap Allah atau pola hubungan
manusia dengan Allah adalah sikap dan perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia terhadap Allah. Akhlak terhadap Allah meliputi
beribadah kepadanya, mentauhidkannya, berdo’a, berdzikir dan bersyukur
serta tunduk dan taat hanya kepada Allah.
Allah Berfirman:
⧫◆
→◼
▪◆
➔◆
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat : 56)
Pada dasarnya kebesaran dan kemahakuasaan Allah tidak akan
berkurang apabila seandainya manusia di seluruh bumi ini ingkar atau
tidak menyembah Allah. Ingkar atau taat tidak berpengaruh terhadap
kekuasaan Allah. Dengan demikian ibadah yang dikerjakan manusia
Segala aktivitas ibadah harus didasarkan pada akidah tauhid yang
benar. Yaitu keyakinan bahwa Allah Maha Esa, satu-satunya Dzat yang
wajib disembah, tidak ada sesembahan yang pantas disembah selain Allah
SWT.
“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.”
(Q.S. Thaha : 14)
Agar akidah tauhid kita tetap terjaga dan terhindar dari godaan
syirik, maka kita diharuskan untuk selalu memohon dan mengingat Allah.
Dengan berdzikir dan berdo’a kepada Allah akan dapat menentramkan
hati orang-orang yang beriman.
⧫⬧◆
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu....” (Q.S. Al-Mu’min: 60)
⧫
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hatimenjadi tenteram.” (Q.S. Ar-Ra’d: 28)
Termasuk akhlak terhadap Allah adalah mensyukuri nikmat.
ringan, tidak rakus dan selalu optimis. Dalam firman-Nya Allah
menegaskan bahwa orang yang bersyukur akan mendapat tambahan
nikmat.
◆
⬧
◆
⬧
➔
⬧◆
◼
⧫
⧫⬧
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim: 7)
Akhlak terhadap Allah pada hakekatnya adalah memperteguh iman
kepada-Nya melalui beribadah, berdo’a, berdzikir, menjalankan
syari’atnya dan melaksanakan perbuatan dengan mengharap ridho-Nya.
(Shobahiya & Rosyadi, 2011: 116)
Akhlak yang harus kita lakukan sebagai seorang hamba pada
intinya yaitu kita harus beriman kepada Allah, mentauhidkan-Nya,
melaksanakan apa-apa yang diperintah-Nya, menjauhi larangan-Nya
dengan tujuan hanya mengharap ridho-Nya.
Ada beberapa alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada
Allah, yaitu:
b. Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera,
berupa pendengaran, penglihatan, akal, pikiran dan hati sanubari,
serta anggota badan yang kokoh dan sempurna pada manusia.
c. Karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, bintang,
ternak dan lain sebagainya.
d. Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan. (Nata, 1997: 148)
2. Akhlak Terhadap Manusia
Akhlak terhadap manusia dapat digolongkan menjadi beberapa
diantaranya yaitu Akhlak terhadap Rasululla, akhlak terhadap diri sendiri,
akhlak terhadap keluarga dan akhlak terhadap orang lain/masyarakat.
a. Akhlak Terhadap Rasulullah
Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari
iman, semua orang islam mengimani bahwa Rasulullah adalah
hamba Allah dan utusan-Nya. Makna mengimani ajaran Rasulullah
Saw adalah menjalankan ajarannya, menaati perintahnya dan
berhukum dengan ketetapannya.
Diantara perilaku atau akhlak yang harus dilakukan oleh
manusia terhadap Rasulullah diantaranya ialah sebagai berikut:
2) Mengikuti dan mengamalkan ajarannya
3) Mengucapkan Shalawat dan salam kepadanya
4) Mencintai keluarga Nabi
b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Akhlak terhadap diri sendiri yaitu pemenuhan kewajiban
manusia sebagai makhluk yang berjasmani dan rohani dituntut untuk
memenuhi kebutuhan jasmani serta rohaninya sendiri. Seperti halnya
beribadah untuk memenuhi kebutuhan rohaninya dan bekerja untuk
memenuhi kebutuhan jasmaninya.
Mengenai akhlak terhadap diri sendiri, telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an baik yang berbentuk perintah maupun larangan.
Diantaranya yaitu:
1) Jujur dan Dapat Dipercaya
Orang jujur sering digambarkan sebagai orang yang tidak
suka berbohong, bisa dipercaya serta bertanggungjawab.
Seseorang hendaknya berlaku jujur dan menjaga apa yang telah
diamanahkan kepadanya untuk disampaikan kepada yang berhak
tanpa mengurangi ataupun menambahi sedikitpun.
⧫
❑⧫◆
❑→
❑❑◆
⧫
✓
2) Sabar
Yang dimaksud dengan sabar adalah tidak mengeluh
kepada selain Allah tentang penderitaan yang menimpanya.
Maka apabila ditimpa penderitaan, harus memperkuat jiwa agar
mampu menanggungnya, disamping harus berikhtiar mencari
sebab-sebab penderitaan kegagalan. (Wibowo, Dkk, 1999: 67)
Seorang hamba diwajibkan untuk bersabar dalam segala
hal, walaupun dalam keadaan yang kurang baik. Apabila
ditimpa masalah ataupun penderitaan maka ia harus berusaha
meyakinkan hatinya, mempkuat jiwa agar semua itu bisa
dilewati dan harus yakin bahwa semua pasti ada jalan keluarnya.
Perintah bersabar diterangkan dalam firman Allah:
⧫
❑⧫◆
◆
❑◆◆
❑→◆
➔⬧
❑⬧➔
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Q.S. Ali Imran : 200)
3) Kerja keras dan disiplin
Yang dimaksud dengan kerja keras adalah bekerja dengan
batas-batas kemampuan yang maksimal tetapi tidak berlebihan
tidak ada istilah santai. Keberhasilan, baik duniawi maupun
ukhrowi tidak akan tercapai tanpa kerja keras. (Wibowo, Dkk,
1999: 67)
Dalam sebuah kehidupan, harus seimbang antara dunia dan
akhirat. Seseorang disamping harus beribadah sebagai
kewajiban seorang muslim untuk akhirat nanti, ia juga harus
menyeimbangkan kehidupannya di dunianya. Maka, sesorang
harus giat dalam berkerja keras serta disiplin sebagai penunjang
kehidupan dunia. Tetapi dalam bekerja keras tidak dianjurkan
untuk berlebih-lebihan, dilakukan sesuai kemampuan pribadi.
➔
“Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh
kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.” (Q.S. Al-An’am : 135)
4) Bersikap Sopan
Sikap sopan santun adalah memelihara pergaulan dan
dari orang lain secara tidak merendahkan orang lain, maksudnya
memberikan hak kepada yang mempunyainya. Menghormati
kepada yang lebih tua dan mengasihi kepada yang lebih muda.
Sopan santun ini menyebabkan dirinya memperoleh kemuliaan.
(Wibowo, Dkk, 1999: 66)
⧫◆
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Q.S. Al-Furqan: 63)5) Hidup Sederhana
Seseorang seharusnya tidak berlebihan dalam
kehidupannya. Seperti halnya tidak berlebihan dalam
membelanjakan hartanya untuk memenuhi kebutuhannya,
berhias dan lain sebagainya.
⧫◆
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Q.S. Al-Furqan: 67)
Ikhlas adalah membersihkan diri dari sifat riya’ (pamer)
dalam mengerjakan perintah Allah. Ikhlas juga dapat dimaknai
sebagai perbuatan yang dilandasi dan berharap kepada keridhaan
Allah. (Mahasri shobahiya & Imron Rosyadi, 2011: 120)
Apabila memberikan sesuatu atau suatu kebaikan maka
seseorang harus ikhlas dan tidak boleh mengharapkan imbalan.
Semua dilandaskan untuk mengharap ridho Allah swt.
➔
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (Q.S. Al-A’raf :29)
7) Dapat Menjadi Teladan
Dimaksudkan dengan teladan ialah perbuatan, sikap dan
perkataan yang baik yang dapat dicontoh oleh orang lain.
Seorang muslim harus bisa menjadi teladan bagi orang lain
sebab akhlaknya. (Arief Wibowo, Dkk, 1999:69) kita dianjurkan
Akhlak adalah salah satu hal yang perlu kita perbaiki, karena
kita dinilai orang lain dari perilaku kita.
⬧
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah.” (Q.S. Al-Ahzab : 21)
c. Akhlak Terhadap Keluarga
Keluarga adalah sekelompok orang yang mempunyai
hubungan darah atau perkawinan. Hubungan antara orang tua dan
anak, suami dan steri hendaklah tetap terjaga serasi. Kewajiban
masing-masing anggota keluarga dituntut untuk dilaksanakan
sebaik-baiknya. Demikian juga hak-hak masing-masing anggota keluarga
harus diberikan seadil-adilnya. (Shobahiya & Rosyadi, 2011: 121)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mangenai akhlak
terhadap keluarga diantaranya yaitu:
1) Berbuat Baik Terhadap Orang Tua
Orang tua adalah seseorag yang paling banyak memberikan
kebaikan terhadap anak. Terutama ibu yang telah mengandung
selama sembilan bulan, melahirkan dan menyusui. Orang tua
merupakan pendidik pertama yang mendidik anak. Seorang ayah
wajib bagi semua orang untuk menghormati dan berbuat baik
kepada kedua orang tua, yaitu dengan berbakti, mentaati
perintahnya, berbicara dengan baik dan lain sebagainya.
◆
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, ....” (Q.S. An-Nisa’: 36)
2) Menghormati Hak Hidup Anak
Anak adalah amanah dari Allah. Kalau orang yang
mendapatkan amanah dapat melaksanakan dengan baik maka ia
akan mendapat kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, orang tua wajib mengupayakan agar anak-anak
hidup sehat jasmani dan mencerdaskan pikirannya serta
mengasah spiritualnya. Allah melarang orang-orang yang
menelantarkan dan membunuh anak-anaknya. (Shobahiya &
Rosyadi, 2011: 122)
dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah
suatu dosa yang besar.” (Q.S. Al-Isra’ :31)
3) Membiasakan Bermusyawarah
Didalam sebuah keluarga pasti tidak akan luput dari
masalah yang bisa mengganggu keharmonisan dalam kehidupan
keluarga. Baik itu masalah kecil maupun masalah yang besar.
Maka di dalam kelauarga dianjurkan bermusyawarah untuk
mencari jalan keluar dari maslah-masalah yang terjadi.
Musyawarah merupakan sarana yang sangat efektif untuk
menyelesaikan masalah-masalah.
...
☺⬧◆
◆⧫
➔
....
”... dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik....” (Q.S. At-Thalaq :6)
4) Bergaul dengan Baik
Didalam keluarga harus saling menghormati dan
menyayangi terhadang anggota keluarga. Pastikan tidak ada
saling mengejek atau menghina, merasa iri ataupun saling
membenci. Pergaulan dalam keluarga harus dijaga dengan baik,
yang tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati
yang lebih tua.
d. Akhlak Terhadap Orang Lain/Masyarakat
Dalam msebuah masyarakat kita tidak bisa hidup sendiri, tetapi
diwajibkan untuk saling tolong-menolong dalam berbuat kebaikan,
membantu yang lemah, dan kita dilarang berlaku sombong serta
angkuh terhadap orang lain. Oleh karena itu, berakhlak kepada orang
lain adalah menjadi keharusan.
3. Akhlak Terhadap Alam
Yang dimaksud dengan alam disini adalah alam semesta yang
mengitari kehidupan manusia. Yang mencakup tumbuhan, hewan, udara,
dan lain sebagainya. Kehidupan manusia memerlukan lingkungan yang
seimbang. Maka akhlak terhadap alam lingkungan terutama sekali adalah
memanfaatkan potensi alam untuk kepentingan hidup manusia. Tetapi
harus diingat bahwa potensi alam terbatas dan umur kemanusiaan akan
panjang. Oleh karenanya, pelestarian dan pengembangan potensi alam
sepanjang mungkin. Manusia tidak boleh boros dalam memanfaatkan
potensi alam dan serakah dalam menggali kekayaan alam yang dapat
berakibatkan kerusakan alam itu sendiri.
C. Metode Pendidikan Akhlak
Dalam buku Daur al-Bait fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, karangan
Khatib Ahmad Santhut yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
membagi metode pendidikan moral/akhlak ke dalam 5 bagian, di antaranya
adalah:
1. Keteladanan: Metode ini merupakan metode terbaik dalam pendidikan
akhlak. Keteladanan selalu menuntut sikap yang konsisten serta kontinyu,
2. Dengan memberikan tuntunan: Yang dimaksud di sini adalah dengan
memberikan hukuman atas perbuatan anak atau perbuatan orang lain yang
berlangsung di hadapannya, baik itu perbuatan terpuji atau tidak terpuji
menurut pandangan al-Qur’an dan Sunnah.
3. Dengan kisah-kisah sejarah: Islam memperhatikan kecenderungan alami
manusia untuk mendengarkan kisah-kisah sejarah. Di antaranya adalah
kisah-kisah para Nabi, kisah orang yang durhaka terhadap risalah
kenabian serta balasan yang ditimpakan kepada mereka. Al-Qur’an telah
menggunakan kisah untuk segala aspek pendidikan termasuk juga
pendidikan akhlak.
4. Memberikan dorongan dan menanamkan rasa takut (pada Allah):
Tuntunan yang disertai motivasi dan menakut-nakuti yang disandarkan
pada keteladanan yang baik mendorong anak untuk menyerap
perbuatan-perbuatan terpuji, bahkan akan menjadi perwatakannya.
5. Memupuk hati nurani: Pendidikan akhlak tidak dapat mencapai
sasarannya tanpa disertai pemupukan hati nurani yang merupakan
kekuatan dari dalam manusia, yang dapat menilai baik buruk suatu
perbuatan. Bila hati nurani merasakan senang terhadap perbuatan tersebut,
dia akan merespon dengan baik, bila hati nurani merasakan sakit dan
menyesal terhadap suatu perbuatan, ia pun akan merespon dengan buruk.
BAB III
TAFSIR SURAT YUSUF AYAT 8-18
Surat Yusuf merupakan surat ke 12 yang terdiri dari 111 ayat. Penamaan
surat Yusuf ini berdasar kandungannya yang menguraikan kisah Nabi Yususf as.
berbeda dengan banyak Nabi yang lain, kisah Nabi Yusuf as. ini hanya disebut
dalam surat ini. Nama Nabi Yusuf (sekedar nama) disebut dalam surat al-An’am
ayat 6 dan surat Ghafir ayat 40. (Shihab, 2012: 3) Dalam surat ini dijelaskan
tentang kisah Nabi Yusuf as. secara runtun yang mengandung banyak
contoh(teladan), nasehat dan pelajaran.
Skripsi ini hanya fokus pada Surat Yusuf ayat 8-18 yang berisi teladan Nabi
Yusuf as. Dalam kisah Nabi Yusuf dalam Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 juga
banyak tersimpan nilai-nilai akhlak bagaimana etika yang harus dilakukan
manusia terhadap manusia lainnya. Seperti halnya akhlaqul karimah seperti sifat
sabar dan akhlaqul madzmumah seperti su’uzhon (berburuk sangka), hasad, dusta,
dhalim, khianat dan munafik. Pembahasan dalam tafsir ayat ini diambil dari tafsir
al-Misbah karya Quraish Shihab, Tafsir Ibnu Katsir dan kitab Tafsir al-Qur’an
lainnya.
A. Asbabun Nuzul Surat Yusuf
Secara bahasa asbabun nuzul berasal dari kata asbab dan nuzul. Kata
asbab merupakan mufrod (bentuk tunggal) dari kata sabab yang artinya
alasan atau sebab. Sebab adalah kejadian atau sesuatu hal yang
Sedangkan nuzul secara bahasa berarti turun, jadi asbabun nuzul
dapat diartikan sebagai sebab-sebab turunnya al-Qur’an. Menurut Ahmad
Shadali, mengartikan asbabun nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan
turunnya ayat-ayat al-Qur’an yang memberi jawaban terhadap sebab itu,
dan menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab itu. (Shadali,
2000:90)
Jadi, asbabun nuzul adalah sesuatu hal yang menjadikan sebuah
sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an yang memberikan penjelasan terhadap
hukum yang ada pada saat ayat-ayat al-Qur’an itu diturunkan.
Dilihat dari segi turunnya, al-Qur’an dibedakan menjadi dua
kelompok, yang pertama adalah ayat yang tidak memiliki sebab dan
hubungan dengan kejadian. Bagian kedua adalah ayat yang memiliki sebab
dengan suatu peristiwa. (Ichwan, 2008:74)
Ibnu Rahawaih sebagaimana sebagaimana dalam kitabnya
Almathalib al’aliyah, Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin
Muhammad, Telah menceritakan kepada kami Khalad Ashshofar dari Amru
bin Sa’ad dari S’ad tentang firman Allah Ta’ala:
⧫
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum
Ia mengatakan, “Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah
saw., maka Rasulullah saw. membacakannya kepada para sahabatnya
sekian lama, sehingga mereka bertanya-tanya, “Ya Rasulallah, bagaimana
sekiranya engkau bercerita-cerita kepada kami!” Lalu Allah menurunkan:
Alif laam raa, tilka ayaatul kitaabil mubiin, hingga Firman-Nya nahnu
naqushshu ‘alaika ahsanal qoshoshi, maka Rasulullah membacakannya
sekian lama, maka para sahabat mengatakan, “Hai Rasulullah, bagaimana
sekiranya engkau bercerita kepada kami”, maka Allah swt. menurunkan
ayat Allohu nazzala ahsanal hadiitsi kitaaban mutasyaabihab.” (Muqbil,
2006: 226)
Muhammad Hasbi menjelaskan suatu hari ketika Rasulullah saw
beberapakali memperdengarkan pembacaan al-Qur’an kepada sahabatnya,
para sahabat rasul mengajukan usul, “Ya Rasulullah, apakah tidak lebih
baik engkau menjelaskan kepada kami tentang kisah umat-umat yang telah
lalu untuk melapangkan dada kami dan mengisinya dengan perumpamaan
dan pelajaran yang terkandung dalam kisah-kisah itu.” Maka, berkenaan
dengan itu, turunlah surat Yusuf. (Hasbi, 2000: 1966)
Dalam Surat Yusuf diterangkan bahwa kisah Yusuf as. merupakan
kisah yang baik, dilihat dari bebrapa sisi. Pada ayat kedua dalam surat ini
Allah telah menegaskan bahwa al-Qur’an hanya bisa dipahami orang yang
memiliki akal dan mau menggunakan akalnya untuk memikirkan ayat-ayat