• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT YUSUF AYAT 8-18 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT YUSUF AYAT 8-18 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

AL-

QUR’AN SURAT YUSUF AYAT 8

-18

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Siti Himatul Anisah

NIM. 111 14 065

BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

مالِعالا َق اوَف ُبَدَ الْا

(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahlan untuk:

1. Keluarga tercinta Ayahanda Muslimun dan Ibunda Sofiatun yang tidak bosan mendo’akan, dan yang telah mendidik serta merawat dengan penuh kerelaan dan pengorbanan baik secara lahir maupun batin dengan iringan do’a

restunya.

2. Seluruh keluarga besar (Siti Basamah, Ahmad Turmudzi, Ahmad Sururi, Siti

Juwariyah, Mashudi, Muhammad Khalim, Tri Nuryani) yang selalu memberi

dorongan dan motivasi.

3. Bapak Kyai M. Chazim AS dan Kyai M. Chalim AS selaku Pengasuh Pondok Pesantren Putri Darul ‘Ulum Reksosari, Suruh, Kab. Senarang yang selalu membimbing, mendidik dan menasehati.

4. Bapak Drs. H. Nasafi, M.Pd.I selaku dosen pembimbing akademik yang

selalu membimbing selama 4 tahun.

5. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo. M.Ag. selaku pembimbing skripsi sekaligus

sebagai motivator sampai sampai selesainya penulisan skripsi ini.

6. Seluruh guru yang telah mendidik dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat

perguruan tinggi.

7. Seluruh sahabat, khususnya yang ada di Pondok Pesantren Putri Darul ‘Ulum

suruh, Pondok Pesantren Yasinta Salatiga dan teman PAI angkatan 2014 yang

selalu memberikan semangat dan motivasi untuk segera menyelesaikan

skripsi ini.

(8)

KATA PENGANTAR

مي ِح هرلٱ ِن َٰ م ۡحهرلٱ ِ هللَّٱ ِمۡسِب

Segala puji bagi Allah swt, yang telah melimpahkan rahmat, taufik,

hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Sholawat dan

salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw. sebagai

suri tauladan kita untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM AL-QUR’AN SURAT YUSUF AYAT 8-18”. Skripsi ini disusun guna

memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana program studi Pendidikan

Agama Islam (PAI) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN).

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan karya tulis sederhana ini

berkat motivasi, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Selanjutnya penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu

pembuatan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian dan

kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. H. Nasafi, M.Pd.I, selaku pembimbing akademik

5. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

(9)
(10)

ABSTRAK

Siti Himatul Anisah. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an Surat Yusuf Ayat 8-18. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Budihardjo. M.Ag

Kata Kunci: Nilai, Pendidikan, Akhlak, Al-Qur’an

Sesungguhnya pendidikan akhlak merupakan bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam. Rasulullah saw. diutus oleh Allah swt. untuk menjadi rasul dengan tugas menyempurnakan kemuliaan akhlak umat manusia. Akhlak dalam Tanpa akhlak, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan binatang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji apa saja nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Mengetahui nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 dan 2) Mngetahui relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 dalam kehidupan manusia.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian Library research, yaitu penelitian tersebut dengan mengumpulkan data-data yang ada hubungannya dengan objek penelitian, baik yang data primer (Al-Qur’an Surat Yusuf Ayat 8-18), Sekunder (terjemah dan tafsir al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-18), maupun tersier (buku-buku lain yang bersangkutan dengan penelitian dicari dari sumber kepustakaan). Adapun teknis analisis data menggunakan metode tafsir Maudhu’i, deskripsi dan analisis (tahlili).

(11)

DAFTAR ISI

COVER ...

JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 5

C. Tujuan penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Penegasan Istilah ... 7

F. Metode Penelitian... 15

G. Kajian Penelitian Terdahulu ... 17

H. Sistematika Penulisan Skripsi ... 19

BAB II NILAI PENDIDIKAN AKHLAK RUANG LINGKUPNYA A. Nilai Pendidikan Akhlak ... 21

1. Pengertian Nilai ... 21

2. Pengertian Pendidikan ... 22

(12)

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ... 28

1. Akhlak Terhadap Allah ... 28

2. Akhlak Terhadap Manusia ... 31

3. Akhlak Terhadap Alam ... 39

C. Metode Pendidikan Akhlak ... 40

BAB III TAFSIR SURAT YUSUF AYAT 8-18 1. Asbabun Nuzul Surat Yusuf ... 42

2. Kisah Nabi Yusuf as... 45

3. Tafsir Surat Yusuf ... 55

a. Q.S. Yusuf ayat 8 ... 55

b. Q.S. Yusuf ayat 9-10 ... 60

c. Q.S. Yusuf ayat 11-12 ... 66

d. Q.S. Yusuf ayat 13-14 ... 69

e. Q.S. Yusuf ayat 15 ... 73

f. Q.S. Yusuf ayat 16-17 ... 77

g. Q.S. Yusuf ayat 18 ... 79

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT YUSUF AYAT 8-18 A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an ... 84

B. Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak Surat Yusuf Ayat 8-18 dalam Kehidupan sehari-hari ... 96

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 104

B. Saran-Saran ... 105

C. Penutup ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 87

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan Agama yang diturunkan Allah melalui malaikat

Jibril untuk Rasulullah Muhammad saw. sebagai pedoman hidup dan

petunjuk bagi manusia untuk mencapai kesejahteraan dunia akhirat serta

sebagai pendidikan bagi manusia diseluruh alam. Islam sangat mementingkan

pendidikan, dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu

yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan yang

beretika dan bermoral.

Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah

aspek tujuan. Pendidikan setidaknya memiliki tujuan mengembangkan aspek

jasmani diantaranya seperti kesehatan, cakap, kreatif dan rohani yang

merujuk kepada kualitas kepribadian, karakter, watak dan akhlak. Yang

semua itu menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pendidikan memiliki

peran yang strategis dalam membentuk manusia menjadi individu-individu

yang berkualitas, tidak hanya berkualitas dalam aspek skill, kognitif, afektif,

tetapi juga aspek spiritual. Melalui pendidikan individu memungkinkan

menjadi saleh, pribadi berkualitas secara skill, kognitif dan spiritual.

Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

(14)

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara.

Menurut John Dewey, sebagaimana yang dikutip oleh Wiji Suwarno,

pendidikan yaitu sebuah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman agar lebih

bermakna, sehingga pengalaman tersebut dapat mengarahkan pengalaman

yang akan didapat berikutnya. (Suwarno, 2006: 20)

Akhlak merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi kelangsungan

hidup berbangsa dan bernegara, sudah pasti etika yang baik dan mulia

(akhlaqul karimah). Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati

posisi yang sangat penting, karena akhlak merupakan mutiara kehidupan yang

membedakan antara makhluk ciptaan Allah yang berupa manusia dan

makhluk lainnya.

Sesungguhnya pendidikan akhlak merupakan bagian yang penting

dalam substansi pendidikan Islam, karena akhlak itulah merupakan misi

Islam, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw., “Sesungguhnya aku

diutus (oleh Allah) semata-mata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak

Seakan-akan pernyataan itu merupakan deklarasi atas kerasulan beliau.

Rasulullah saw. diutus oleh Allah swt. untuk menjadi rasul dengan tugas

menyempurnakan kemuliaan akhlak umat manusia. Akhlak dalam Islam tidak

hanya membimbing umat manusia dalam menjalin hubungan dengan sesama

manusia semata, melainkan juga dengan Sang Khaliq dan dengan sesama

(15)

Kedudukan akhlak dalam Islam nampaklah amat terhormat.

Keberadaanya memiliki kemutlakan yang nyaris absolud. Ibarat Islam adalah

sebuah gedung, maka akhlak adalah tiangnya yang wajib ditegakkan oleh

setiap muslim. Maka barang siapa yang menegakkannya berarti menegakkan

agama dan barang siapa yang mengabaikannya berarti merobohkannya.

(Halim, 2000: 20)

Mengkaji dan mendalami konsep akhlak merupakan sarana yang dapat

mengantarkan kita dapat mengamalkan akhlak mulia seperti yang dipesankan

oleh Nabi saw., dengan pemahaman yang jelas tentang konsep akhlak, kita

akan memiliki pijakan dan pedoman untuk mengarahkan tingkah laku kita

sehari-hari, sehingga kita memahami apakah yang kita lakukan benar atau

tidak, termasuk akhlak mahmudah (mulia) atau akhlak madzmumah (tercela).

Seorang muslim yang sempurna ialah orang yang ber-aqidah islamiah

secara total, tekun ber-ibadah islamiah dan ber-ahklaq Islamiah secara total

pula. Kuat dalam berakidah, tekun dalam beribadah dan mulia akhlaknya.

Seorang muslim baru tegak kemuslimannya apabila ia menegakkan ketiga

tiang itu sekaligus. Mustahil tegak akidahnya apabila tidak tegak ibadahnya.

Tidak mungkin tegak ibadahnya apabila akhlaknya tidak tegak. Dan tak

mungkin tegak akhlaknya apabila aqidahnya tidak tegak. (Halim, 2000: 23)

Al-Jurjani mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh

Ali Abdul Halim Mahmud bahwa akhlak adalah istilah bagi suatu sifat yang

tertanam pada diri manusia, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan

(16)

terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syari’at dengan

mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan

jika darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut

dinamakan akhlak yang buruk. (Mahmud, 2004: 26)

Jadi akhlak adalah sifat dan perilaku yang ada dalam diri seseorang,

yang akan terlahir perbuatan-perbuatan secara tidak sadar. Jika perbuatan

yang terlahir merupakan perbuatan yang sesuai norma dan syari’at yang

berlaku maka dinamakan akhlak yang baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang

terlahir merupakan perbuatan yang melanggar norma dan syari’at yang

berlaku maka dinamakan akhlak yang buruk.

Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan akhlak, yang menjelaskan

bagaimana cara berbuat baik kepada Allah maupun sesama manusia. Kita

sebagai manusia dianjurkan untuk meneladani akhlak-akhlak yang baik.

Tingkah laku para Nabi dan Rasul merupakan contoh akhlak yang baik bagi

manusia.

Dalam kisah Nabi Yusuf dalam Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 banyak

tersimpan nilai-nilai akhlak bagaimana etika yang harus dilakukan manusia

terhadap manusia lainnya. Seperti halnya akhlaqul karimah seperti sifat sabar

dan akhlaqul madzmumah seperti su’udzon(berburuk sangka), hasad, dusta,

(17)

Dari uraian diatas penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai-nilai

pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf AS dalam al-Qur’an surat Yusuf

ayat 8-18. Untuk itu, maka penulis menyusun sebuah skripsi yang berjudul

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN

SURAT YUSUF AYAT 8-18” dengan harapan semoga dapat memberikan

manfaat dan konstribusi terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat

8-18?

2. Bagaimanakan relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada al-Qur’an Surat

Yusuf ayat 8-18 dalam Kehidupan Manusia?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui apa saja Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat

Yusuf ayat 8-18.

2. Mengetahui relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada al-Qur’an Surat

Yusuf ayat 8-18 dalam Kehidupan Manusia

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,

(18)

1. Manfaat Teoritis

Penelitian pendidikan akhlak ini diharapkan dapat memberikan

manfaat secara teoritis, yaitu dapat memperbaiki akhlak bangsa terutama

bagi kaum muda. Selain itu diharapkan juga dapat menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi penulis pribadi, teman-teman dan

semua yang membacanya. Dan memberikan konstribusi pemikiran dalam

upaya meningkatkan pengetahuan tentang kajian kisah Nabi Yusuf as.

sehingga dapat diketahui bagaimana kehidupan Nabi Yusuf as. Dengan

demikian diharapkan bagi setiap individu dalam keadaan tertentu dapat

mengambil pelajaran dari sifat-sifat Nabi Yusuf, baik untuk

mempengaruhi hidup menuju kebahagiaan dunia maupun akhirat.

2. Manfaat Praktis

Sebagai sumbangan fikiran dalam bentuk tulisan yang berbentuk

karya ilmiah bagi lembaga IAIN Salatiga guna dapat dimanfaatkan oleh

mahasiswa IAIN Salatiga maupun mahasiswa dari lembaga lain yang

sekiranya membutuhkan wawasan luas dalam pembuatan karya ilmiah,

maupun untuk berbagai pihak yang memerlukannya, khususnya bagi umat

Islam dalam rangka memperbaiki akhlak yang belum sesuai dengan

kriteria Islam yang sesungguhnya.

Sebagaimana tujuan dari visi dan misi Rasulullah SAW diutus

dimuka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak kaum muslimin dan

muslimat. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu

(19)

Islam(PAI) IAIN Salatiga khususnya maupun mahasiswa jurusan lainnya

dan para pembaca umumnya.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan maupun memahami

karya ilmiah ini, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul

skripsi ini sebagai berikut:

1. Nilai

Nilai berasal dari bahasa Latin vale’re yang artinya berguna,

mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu

yang dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan

seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang

menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan

dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermanfaat.

(Adisusilo, 2013: 56)

Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling

benar menurut keyakinan sesorang atau kelompok orang sehingga

prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya.

(Maslikhah, 2009: 106)

Steeman mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh

Sutarjo Adisusilo bahwa nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada

hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah

(20)

tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu

menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang sangat

erat antara nilai dan etika. (Adisusilo, 2013: 56)

Jadi, nilai adalah sesuatu hal yang menentukan tingkah laku

seseorang dalam kehidupan yang mempunyai banyak manfaat dan

berharga sehingga dijadikan acuan dalam bertindak.

2. Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata bahasa Arab (ةيبرت) tarbiyah adalah

derivasi dari kata (بر) rabba, dan (ةيبرت) tarbiyah adalah kata bendanya.

Kata yang tersusun dari ra’ dan ba’ menunujukkan tiga hal yaitu

membenahi dan merawat sesuatu, menetapi sesuatu dan menempatinya,

dan menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Ibnu faris

mendefinisikan pendidikan adalah perbaikan, perawatan dan pengurusan

terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur

pendidikan dalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai

tingkat sempurna yang sesuai dengan kemampuannya. (Mahmud, 2004:

23)

Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai

macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Aspek yang yang

biasanya paling dipertimbangkan dalaam pendidikan antara lain yaitu

aspek penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, dan perubahan perilaku.

(21)

Definisi pendidikan secara luas yaitu segala pengalaman belajar

yang berlangsung dalam segala linkungan dan sepanjang hidup.

Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

individu. (Mudyahardjo, 2010: 3)

Sedangkan definisi pendidikan secara sempit adalah pengajaran

yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal.

Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap

anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai

kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap

hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. (Mudyahardjo, 2010: 6)

Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang

dilakukan oleh seseorang kepada orang lain supaya bisa memberdayakan

diri, dan dapat mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

(22)

3. Akhlak

Istilah akhlak adalah istilah bahasa Arab. Kata akhlak merupakan

bentuk jamak dari bentuk tunggal khuluq, yang memiliki arti umum

perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika diurai

secara bahasa berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika

digabung khalaqa(قلخ) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada

kata al-Khaliq yaitu Allah SWT dan kata makhluk, yaitu seluruh alam

yang Allah swt ciptakan. Maka kata akhlak tidak bisa dipisahkan dengan

al-Khaliq (Allah). Akhlak berarti sebuah perilaku yang muatannya

“menghubungkan” antara hamba dengan Allah SWT. (Ahmadi, 2004:

13)

Secara Bahasa, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang

merupakan jamak dari khuluq atau khulq, yang berarti tabiat atau budi

pekerti, kebiasaan atau adat, keperwiraan, kesatriaan, kejantanan dan

agama. (Wibowo, Dkk, 1999: 54)

Senada dengan hal tersebut, Al-Qur’an menyebutkan bahwa agama

itu adalah adat kebiasaan dan budi pekerti yang luhur, sebagaimana yang

terkandung dalam dua ayat Al-Qur’an berikut ini:







➔

⧫✓



“(Agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.” (Q.S. As-Syu’ara : 137)

◆

◼➔⬧

➔

→⧫



(23)

Dua ayat al-Qur’an diatas menegaskan dua hal. Pertama, bahwa

al-Qur’an menyebut Akhlak dalam bentuk tunggal, yaitu khuluq, bukan

akhlaq. Kedua, bahwa yang terpenting dari ajaran Islam adalah

mengamalkan ajarannya, sehingga menjadi kebiasaan sehari-hari.

(Shobahiya & Rosyadi, 2011: 86)

Adapun secara istilah, akhlak adalah hal yang melekat didalam

jiwa yang darinya timbul perbuatan dengan mudah tanpa difikir dan

diteliti. (Wibowo, Dkk, 1999: 56). Al-Jurjani mengemukakan pendapat

sebagaimana yang dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud bahwa akhlak

adalah istilah bagi suatu sifat yang tertanam pada diri manusia, yang

darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa

perlu berfikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir

perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syari’at dengan mudah, maka

sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan jika

darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut

dinamakan akhlak yang buruk. (Mahmud, 2004: 26)

Jadi akhlak adalah sifat dan perilaku yang ada dalam diri

seseorang, yang akan terlahir perbuatan-perbuatan secara tidak sadar.

Jika perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang sesuai norma dan

syari’at yang berlaku maka dinamakan akhlak yang baik. Sebaliknya, jika

perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang melanggar norma dan

(24)

4. Al-Qur’an

Ditinjau dari bahasa, al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, yaitu

bentuk jamak dari masdar kata (نارق – أرقي – أرق) qara’a – yaqra’u –

qur’anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang.

(Yunus, 2010: 335)

Ada beberapa pendapat tentang asal kata Al-Qur’an, diantaranya

ialah:

a. Asy-Syafi’i berpendapat bahwa al-Qur’an ditulis dan dibaca tanpa

hamzah (Al-Qur’an) dan tidak diambil dari kata lain. Ia adalah nama

yang khusus dipakai untuk kitab suci yang diberikan kepada Nabi

Muhammad.

b. Al-Fara’ dalam kitabnya “Ma’anil Qur’an” berpendapat bahwa

lafadz al-Qur’an tidak memakai hamzah, dan diambil dari kata qarain

jamak dari qarinah, yang berarti indikator(petunjuk). Hal ini

disebabkan karena sebagian ayat-ayat Al-Qur’an itu serupa satu sama

lain, maka seolah-olah sebagian ayat-ayatnya merupakan indikator

dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa itu.

c. Al-Asy’ari berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an tidak memakai

hamzah dan diambil dari kata qarana, yang berarti menggabungkan.

Hal ini disebabkan karena surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an

dihimpun dan digabungkan dalam satu mushaf.

d. Az-Zajjaj berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an itu berhamzah,

(25)

menghimpun. Hal ini karena al-Qur’an merupakan kitab suci yang

menghimpun intisari ajaran-ajaran dari kitab-kitab suci sebelumnya.

e. Al-lihyani berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an itu berhamzah,

bentuk masdarnya diambil dari kata qara’a yang berarti membaca,

hanya saja lafadz al-Qur’an ini menurut Al-Lihyani berbentuk masdar

dengan makna isim maf’ul. Jadi al-Qur’an artinya maqru’ (yang

dibaca).

f. Subhi Al-Shalih menyamakan kata al-Qur’an dengan al-qira’ah

sebagaimana dalam Q.S. Al-Qiyamah ayat 17-18



◆◼⧫

➔⬧

⧫◆➔◆



⬧⬧

⧫⧫⬧

⬧

⧫◆➔



“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.” (Q.S. Al-Qiyamah : 17-18)

Sedangkan al-Qur’an menurut Abdul Wahab Khalaf yaitu firman

Allah yang diturunkan melalui ruhul amin (Jibril) kepada Nabi

Muhammad SAW dengan bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya,

dan sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia

dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam

membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dari surat

al-Fatikhah dan diakhiri dengan surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada

(26)
(27)

➔⧫

(28)

sekalipun kami adalah orang-orang yang benar." Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya´qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan" (Q.S. Yusuf: 8-18)

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian

kepustakaan (Library Research), karena semua yang digali adalah

bersumber dari pustaka dan yang dijadikan obyek kajian adalah hasil

karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.

2. Tekhnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan metode library research (penelitian

kepustakaan) maka peneliti menggunakan teknik yang diperoleh dari

perpustakaan dan dikumpulkan dari tafsir-tafsir, kitab-kitab dan

buku-buku yang berkaitan dengan obyek penelitian. Yang terdiri dari tiga

sumber:

a. Sumber primer, adalah sumber yang langsung dengan permasalahan

(29)

b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber pendukung

untuk memperjelas data primer, yaitu Terjemah al-Qur’an dan Tafsir

Al-Qur’an.

c. Sumber Tersier, dalam penelitian ini data tersiernya penulis

mengambil dari kitab-kitab, buku-buku dan media elektronik seperti

in ternet yang mendukung objek penelitian.

3. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan atau mengadakan

penelitian kepustakaan, maka metode yang digunakan untuk membahas

sebagai kerangka pikir penelitian adalah sebagai berikut:

a. Metode Analisis (tahlili)

Metode penafsiran tahlili adalah metode yang berupaya

menafsirkan ayat demi ayat al-Qur’an dari setiap surat-surat dalam

al-Qur’an dengan seperangkat alat-alat penafsiran diantaranya

asbabun nuzul, munasabat, nasikh mansukh, dan lain sebaginya.

(Departemen Agama RI, 2009: 68) untuk itu, pengkajian metode ini

kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran

yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apa yang dapat

diistinbathkan dari ayat serta mengemukakan kaitan ayat-ayat dan

relevansinya dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya.

Metode Analisis adalah metode yang digunakan untuk

(30)

terkandung dalam al-Qur’an khususnya surat Yusuf ayat 8-18 yang

diperkuat oleh tafsir para mufassir.

b. Metode Deskripsi

Metode deskripsi adalah suatu metode penelitian dengan

mendiskripsikan realita-realita, fenomena sebagaimana adanya yang

dipilih dari perspektif subyektif. (Winarno, 1989:132)

G. Kajian Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian terdahulu sangat berguna bagi pembahasan skripsi ini.

Untuk mengkaji skripsi ini, peneliti melakukan kajian terhadap

penelitian-peneliatian sebelumnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, Skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam

Al-Qur’an (Telaah Surat ‘Abasa Ayat 1-10)” yang ditulis oleh Sri Widayati

Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan,

Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Skripsi ini menjelaskan tentang

nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam surat ‘Abasa ayat 1-10.

Kedua, Skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam

Kitab Al-Adzkar Karya Imam Nawawi” yang ditulis oleh Ngumdatul Qori’

Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan,

Institut Agama Islam Negeri Salatiga tahun 2016. Skripsi ini menjelaskan

tentang nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam Kitab Al-Adzkar karya

Imam Nawawi dan relevansi pendidikan akhlak dalam Kitab Al-Adzkar karya

(31)

Ketiga, Skripsi yang berjudul “Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak

dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 90-91” yang ditulis oleh Maulia

Rahmawati Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga tahun 2016. Skripsi ini

menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat

an-Nahl ayat 90-91 dan implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat

an-Nahl ayat 90-91 dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat, Skripsi yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak dalam

Kitab Taisirul Khalaq” Karya Muhammad Taslim Jurusan Pendidikan Agama

Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri

Salatiga tahun 2016. Skripsi ini menjelaskan tentang konsep pendidikan

akhlak yang terkandung dalam kitab Taisirul Khalaq dan relevansi konsep

pendidikan akhlak dalam kitab Taisirul Khalaq dalam konteks kekinian.

Dengan mencermati uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

peneliti terdahulu berbeda dengan penelitian yang penulis susun. Letak

perbedaanya yaitu objek kajiannya. Dalam skripsi yang disusun oleh Sri

Widayati menjelaskan Nilai akhlak dalam surat ‘Abasa ayat 1-10, dalam

skripsi yang disusun oleh Ngumdatul Qori’ menjelaskan Nilai akhlak dalam

kitab Al-Adzkar karya Imam Nawawi, dalam skripsi yang disusun oleh

Maulia Rahmawati menjelaskan Nilai akhlak dalam al-Qur’an Surat an-Nahl

ayat 90-91, dan skripsi yang disusun oleh Muhammad Taslim menjelaskan

(32)

yang penulis susun akan menjelaskan nilai pendidikan akhlak dalam

al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18.

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika

penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu

kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar

tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan, menguraikan tentang: Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian,

Penegasan Istilah, kajian Penelitian Terdahulu, dan sistematika Penulisan

sebagaimana gambaran awal dalam memahami skripsi ini.

BAB II: Nilai pendidikan akhlak dan ruang lingkupnya, menguraikan

tentang Pengertian Nilai Pendidikan Ahklak dan Ruang Lingkup Pendidikan

Akhlak.

BAB III: Deskripsi Surat dan Tafsir al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18

BAB IV: Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat

Yusuf ayat 8-18 dan relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an

Surat Yusuf ayat 8-18 dalam kehidupan manusia.

(33)

BAB II

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DAN RUANG LINGKUPNYA

A. Nilai Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Nilai

Nilai berasal dari bahasa Latin vale’re yang artinhya berguna,

mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu

yang dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan

seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang

menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan

dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermanfaat.

(Adisusilo, 2013: 56)

Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling

benar menurut keyakinan sesorang atau kelompok orang sehingga

prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatn-perbuatnnya.

(Ensiklopedia Pendidikan, 2009: 106)

Steeman mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh

Sutarjo Adisusilo bahwa nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada

hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah

sesuatu yang dijinjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai

tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu

menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang sangat

(34)

Jadi, nilai adalah sesuatu hal yang menentukan tingkah laku

seseorang dalam kehidupan yang mempunyai banyak manfaat dan

berharga sehingga dijadikan acuan dalam bertindak.

2. Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata bahasa Arab (ةيبرت) tarbiyah adalah

derivasi dari kata (بر) rabba, dan (ةيبرت) tarbiyah adalah kata bendanya.

Kata yang tersusun dari ra’ dan ba’ menunujukkan tiga hal yaitu

membenahi dan merawat sesuatu, menetapi sesuatu dan menempatinya,

dan menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Ibnu faris

mendefinisikan pendidikan adalah perbaikan, perawatan dan pengurusan

terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur

pendidikan dalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai

tingkat sempurna yang sesuai dengan kemampuannya. (Mahmud, 2004:

23)

Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai

macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Aspek yang yang

biasanya paling dipertimbangkan dalaam pendidikan antara lain yaitu

aspek penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, dan perubahan perilaku.

(Soyomukti, 2010: 27)

Definisi pendidikan secara luas yaitu segala pengalaman belajar

yang berlangsung dalam segala linkungan dan sepanjang hidup.

Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

(35)

Sedangkan definisi pendidikan secara sempit adalah pengajaran

yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal.

Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap

anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai

kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap

hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. (Mudyahardjo, 2010: 6)

Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Menurut John Dewey, sebagaimana yang dikutip oleh Wiji

Suwarno, pendidikan yaitu sebuah rekonstruksi atau reorganisasi

pengalaman agar lebih bermakna, sehingga pengalaman tersebut dapat

mengarahkan pengalaman yang akan didapat berikutnya. (Suwarno, 2006:

20)

Wiji Suwarno merumuskan bahwa pendidikan bisa diartikan sebagi

berikut:

a. Pendidikan mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan

kemampuan, atau potensi yang perlu dikembangkan; peningkatan

pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan kearah mana

(36)

b. Dalam pendidikan, terdapat hubungan antara pendidikan dan peserta

didik. Di dalam hubngan itu, mereka memiliki kedudukan dan

perasaan yang berbeda. Tetapi, keduanya memiliki daya yang sama,

yaitu saling mempengaruhi guna terlaksanya proses pendidikan

(transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan

yang tertuju kepada tujuan yang di inginkan).

c. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan

pembentukan diri secara utuh. Maksudnya, pengembangan segenap

potensi dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai

individu, sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan.

d. Aktivitas pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah, dan

masyarakat.

e. Pendidikan merupakan suatu proses pengalaman yang sedang dialami

yang memberikan pengertian, pandangan (Insight), dan penyesuaian

bagi seseorang yang menyebabkan perkembangan. (Suwarno, 2006:

22-23)

Menurut Umar Tirtahardja dan Lasula sebagaimana yang dikutip

oleh Binti Maunah mengemukakan pendapat pendidikan, seperti sifat

sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya yang

sanagt kompleks. Oleh karena itu beliau mengemukakan beberapa batas

(37)

a. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan

sebagai bagian atau pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi

yang lain.

b. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan

sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada

terbentuknya kepribadian peserta didik.

c. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara, diartikan sebagai

suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar

menjadi warga negara yang baik.

d. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja, diartikan sebagai kegiatan

atau membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk

kerja. (Maunah, 2009: 2-3)

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang

dilakukan oleh seseorang kepada orang lain supaya bisa memberdayakan

diri, dan dapat mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

dan negara yang berlangsung didalam segala situasi dan sepanjang hidup.

3. Pengertian Akhlak

Istilah akhlak adalah istilah bahasa Arab. Kata akhlak merupakan

bentuk jamak dari bentuk tunggal khuluq, yang memiliki arti umum

perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika diurai

(38)

khalaqa(قلخ) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata

al-Khaliq yaitu Allah swt. dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah

swt ciptakan. Maka kata akhlak tidak bisa dipisahkan dengan al-Khaliq

(Allah). Akhlak berarti sebuah perilaku yang muatannya

“menghubungkan” antara hamba dengan Allah SWT. (Ahmadi, 2004: 13)

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaqun, jamak dari

Kholqun. Yang secara etimologi berasal dari budi pekerti, tabiat, perangai,

adat kebiasaan, perilaku dan sopan santun. (Jamhari, 1969: 59)

Senada dengan hal tersebut, al-Qur’an menyebutkan bahwa agama

itu adalah adat kebiasaan dan budi pekerti yang luhur, sebagaimana yang

terkandung dalam dua ayat al-Qur’an berikut ini:







➔

⧫✓



“(Agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.”

(Q.S. As-Syu’ara : 137)

◆

◼➔⬧

➔

→⧫



“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam : 4)

Dua ayat al-Qur’an diatas menegaskan dua hal. Pertama, bahwa

al-Qur’an menyebut Akhlak dalam bentuk tunggal, yaitu khuluq, bukan

akhlaq. Kedua, bahwa yang terpenting dari ajaran Islam adalah

mengamalkan ajarannya, sehingga menjadi kebiasaan sehari-hari.

(Shobahiya & Rosyadi, 2011: 86)

Adapun secara istilah, akhlak adalah hal yang melekat didalam

(39)

diteliti. (Wibowo, Dkk, 1999: 56). Sedangkan menurut imam Ghazali

sebagaimana yang dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud bahwa kata

al-khuluq merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya

terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memikirkan dan

merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir

perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut syariat, maka sifat tersebut

dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah

perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang

buruk. (Mahmud, 2004: 28)

Al-Jurjani mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh

Ali Abdul Halim Mahmud bahwa akhlak adalah istilah bagi suatu sifat

yang tertanam pada diri manusia, yang darinya terlahir

perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung.

Jika dari sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut

akal dan syari’at dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan

akhlak yang baik. Sedangkan jika darinya terlahir perbuatan-perbuatan

yang buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk.( Mahmud,

2004: 26)

Jadi akhlak adalah sifat dan perilaku yang ada dalam diri

seseorang, yang akan terlahir perbuatan-perbuatan secara tidak sadar. Jika

perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang sesuai norma dan

(40)

perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang melanggar norma dan

syari’at yang berlaku maka dinamakan akhlak yang buruk.

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Akhlak memiliki karakteristik yang universal. Artinya, ruang lingkup

akhlak dalam pandangan Islam sama luasnya dengan luasnya ruang lingkup

pola hidup dan tindakan manusia dimana ia berada. Secara sederhana, ruang

lingkup akhlak sering dibedakan menjadi tiga, yaitu akhlak terhadap Allah,

akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap alam.

1. Akhlak Terhadap Allah

Yang dimaksud dengan akhlak terhadap Allah atau pola hubungan

manusia dengan Allah adalah sikap dan perbuatan yang seharusnya

dilakukan oleh manusia terhadap Allah. Akhlak terhadap Allah meliputi

beribadah kepadanya, mentauhidkannya, berdo’a, berdzikir dan bersyukur

serta tunduk dan taat hanya kepada Allah.

Allah Berfirman:

⧫◆

→◼



▪◆



➔◆



“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat : 56)

Pada dasarnya kebesaran dan kemahakuasaan Allah tidak akan

berkurang apabila seandainya manusia di seluruh bumi ini ingkar atau

tidak menyembah Allah. Ingkar atau taat tidak berpengaruh terhadap

kekuasaan Allah. Dengan demikian ibadah yang dikerjakan manusia

(41)

Segala aktivitas ibadah harus didasarkan pada akidah tauhid yang

benar. Yaitu keyakinan bahwa Allah Maha Esa, satu-satunya Dzat yang

wajib disembah, tidak ada sesembahan yang pantas disembah selain Allah

SWT.

“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.”

(Q.S. Thaha : 14)

Agar akidah tauhid kita tetap terjaga dan terhindar dari godaan

syirik, maka kita diharuskan untuk selalu memohon dan mengingat Allah.

Dengan berdzikir dan berdo’a kepada Allah akan dapat menentramkan

hati orang-orang yang beriman.

⧫⬧◆

“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu....” (Q.S. Al-Mu’min: 60)

⧫

mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati

menjadi tenteram.” (Q.S. Ar-Ra’d: 28)

Termasuk akhlak terhadap Allah adalah mensyukuri nikmat.

(42)

ringan, tidak rakus dan selalu optimis. Dalam firman-Nya Allah

menegaskan bahwa orang yang bersyukur akan mendapat tambahan

nikmat.

◆

⬧

◆

⬧

➔



⬧◆

◼



⧫

⧫⬧



“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya

jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku

sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim: 7)

Akhlak terhadap Allah pada hakekatnya adalah memperteguh iman

kepada-Nya melalui beribadah, berdo’a, berdzikir, menjalankan

syari’atnya dan melaksanakan perbuatan dengan mengharap ridho-Nya.

(Shobahiya & Rosyadi, 2011: 116)

Akhlak yang harus kita lakukan sebagai seorang hamba pada

intinya yaitu kita harus beriman kepada Allah, mentauhidkan-Nya,

melaksanakan apa-apa yang diperintah-Nya, menjauhi larangan-Nya

dengan tujuan hanya mengharap ridho-Nya.

Ada beberapa alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada

Allah, yaitu:

(43)

b. Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera,

berupa pendengaran, penglihatan, akal, pikiran dan hati sanubari,

serta anggota badan yang kokoh dan sempurna pada manusia.

c. Karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana

yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan

makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, bintang,

ternak dan lain sebagainya.

d. Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya

kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan. (Nata, 1997: 148)

2. Akhlak Terhadap Manusia

Akhlak terhadap manusia dapat digolongkan menjadi beberapa

diantaranya yaitu Akhlak terhadap Rasululla, akhlak terhadap diri sendiri,

akhlak terhadap keluarga dan akhlak terhadap orang lain/masyarakat.

a. Akhlak Terhadap Rasulullah

Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari

iman, semua orang islam mengimani bahwa Rasulullah adalah

hamba Allah dan utusan-Nya. Makna mengimani ajaran Rasulullah

Saw adalah menjalankan ajarannya, menaati perintahnya dan

berhukum dengan ketetapannya.

Diantara perilaku atau akhlak yang harus dilakukan oleh

manusia terhadap Rasulullah diantaranya ialah sebagai berikut:

(44)

2) Mengikuti dan mengamalkan ajarannya

3) Mengucapkan Shalawat dan salam kepadanya

4) Mencintai keluarga Nabi

b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri

Akhlak terhadap diri sendiri yaitu pemenuhan kewajiban

manusia sebagai makhluk yang berjasmani dan rohani dituntut untuk

memenuhi kebutuhan jasmani serta rohaninya sendiri. Seperti halnya

beribadah untuk memenuhi kebutuhan rohaninya dan bekerja untuk

memenuhi kebutuhan jasmaninya.

Mengenai akhlak terhadap diri sendiri, telah dijelaskan dalam

Al-Qur’an baik yang berbentuk perintah maupun larangan.

Diantaranya yaitu:

1) Jujur dan Dapat Dipercaya

Orang jujur sering digambarkan sebagai orang yang tidak

suka berbohong, bisa dipercaya serta bertanggungjawab.

Seseorang hendaknya berlaku jujur dan menjaga apa yang telah

diamanahkan kepadanya untuk disampaikan kepada yang berhak

tanpa mengurangi ataupun menambahi sedikitpun.

⧫



❑⧫◆

❑→



❑❑◆

⧫

✓



(45)

2) Sabar

Yang dimaksud dengan sabar adalah tidak mengeluh

kepada selain Allah tentang penderitaan yang menimpanya.

Maka apabila ditimpa penderitaan, harus memperkuat jiwa agar

mampu menanggungnya, disamping harus berikhtiar mencari

sebab-sebab penderitaan kegagalan. (Wibowo, Dkk, 1999: 67)

Seorang hamba diwajibkan untuk bersabar dalam segala

hal, walaupun dalam keadaan yang kurang baik. Apabila

ditimpa masalah ataupun penderitaan maka ia harus berusaha

meyakinkan hatinya, mempkuat jiwa agar semua itu bisa

dilewati dan harus yakin bahwa semua pasti ada jalan keluarnya.

Perintah bersabar diterangkan dalam firman Allah:

⧫



❑⧫◆



◆

❑◆◆

❑→◆



➔⬧

❑⬧➔



“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Q.S. Ali Imran : 200)

3) Kerja keras dan disiplin

Yang dimaksud dengan kerja keras adalah bekerja dengan

batas-batas kemampuan yang maksimal tetapi tidak berlebihan

(46)

tidak ada istilah santai. Keberhasilan, baik duniawi maupun

ukhrowi tidak akan tercapai tanpa kerja keras. (Wibowo, Dkk,

1999: 67)

Dalam sebuah kehidupan, harus seimbang antara dunia dan

akhirat. Seseorang disamping harus beribadah sebagai

kewajiban seorang muslim untuk akhirat nanti, ia juga harus

menyeimbangkan kehidupannya di dunianya. Maka, sesorang

harus giat dalam berkerja keras serta disiplin sebagai penunjang

kehidupan dunia. Tetapi dalam bekerja keras tidak dianjurkan

untuk berlebih-lebihan, dilakukan sesuai kemampuan pribadi.

➔

“Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh

kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.” (Q.S. Al-An’am : 135)

4) Bersikap Sopan

Sikap sopan santun adalah memelihara pergaulan dan

(47)

dari orang lain secara tidak merendahkan orang lain, maksudnya

memberikan hak kepada yang mempunyainya. Menghormati

kepada yang lebih tua dan mengasihi kepada yang lebih muda.

Sopan santun ini menyebabkan dirinya memperoleh kemuliaan.

(Wibowo, Dkk, 1999: 66)

⧫◆

orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Q.S. Al-Furqan: 63)

5) Hidup Sederhana

Seseorang seharusnya tidak berlebihan dalam

kehidupannya. Seperti halnya tidak berlebihan dalam

membelanjakan hartanya untuk memenuhi kebutuhannya,

berhias dan lain sebagainya.

⧫◆

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Q.S. Al-Furqan: 67)

(48)

Ikhlas adalah membersihkan diri dari sifat riya’ (pamer)

dalam mengerjakan perintah Allah. Ikhlas juga dapat dimaknai

sebagai perbuatan yang dilandasi dan berharap kepada keridhaan

Allah. (Mahasri shobahiya & Imron Rosyadi, 2011: 120)

Apabila memberikan sesuatu atau suatu kebaikan maka

seseorang harus ikhlas dan tidak boleh mengharapkan imbalan.

Semua dilandaskan untuk mengharap ridho Allah swt.

➔

Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (Q.S. Al-A’raf :29)

7) Dapat Menjadi Teladan

Dimaksudkan dengan teladan ialah perbuatan, sikap dan

perkataan yang baik yang dapat dicontoh oleh orang lain.

Seorang muslim harus bisa menjadi teladan bagi orang lain

sebab akhlaknya. (Arief Wibowo, Dkk, 1999:69) kita dianjurkan

(49)

Akhlak adalah salah satu hal yang perlu kita perbaiki, karena

kita dinilai orang lain dari perilaku kita.

⬧

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut

Allah.” (Q.S. Al-Ahzab : 21)

c. Akhlak Terhadap Keluarga

Keluarga adalah sekelompok orang yang mempunyai

hubungan darah atau perkawinan. Hubungan antara orang tua dan

anak, suami dan steri hendaklah tetap terjaga serasi. Kewajiban

masing-masing anggota keluarga dituntut untuk dilaksanakan

sebaik-baiknya. Demikian juga hak-hak masing-masing anggota keluarga

harus diberikan seadil-adilnya. (Shobahiya & Rosyadi, 2011: 121)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan mangenai akhlak

terhadap keluarga diantaranya yaitu:

1) Berbuat Baik Terhadap Orang Tua

Orang tua adalah seseorag yang paling banyak memberikan

kebaikan terhadap anak. Terutama ibu yang telah mengandung

selama sembilan bulan, melahirkan dan menyusui. Orang tua

merupakan pendidik pertama yang mendidik anak. Seorang ayah

(50)

wajib bagi semua orang untuk menghormati dan berbuat baik

kepada kedua orang tua, yaitu dengan berbakti, mentaati

perintahnya, berbicara dengan baik dan lain sebagainya.

◆

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, ....” (Q.S. An-Nisa’: 36)

2) Menghormati Hak Hidup Anak

Anak adalah amanah dari Allah. Kalau orang yang

mendapatkan amanah dapat melaksanakan dengan baik maka ia

akan mendapat kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, orang tua wajib mengupayakan agar anak-anak

hidup sehat jasmani dan mencerdaskan pikirannya serta

mengasah spiritualnya. Allah melarang orang-orang yang

menelantarkan dan membunuh anak-anaknya. (Shobahiya &

Rosyadi, 2011: 122)

(51)

dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah

suatu dosa yang besar.” (Q.S. Al-Isra’ :31)

3) Membiasakan Bermusyawarah

Didalam sebuah keluarga pasti tidak akan luput dari

masalah yang bisa mengganggu keharmonisan dalam kehidupan

keluarga. Baik itu masalah kecil maupun masalah yang besar.

Maka di dalam kelauarga dianjurkan bermusyawarah untuk

mencari jalan keluar dari maslah-masalah yang terjadi.

Musyawarah merupakan sarana yang sangat efektif untuk

menyelesaikan masalah-masalah.

...

☺⬧◆

◆⧫

➔

....



”... dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik....” (Q.S. At-Thalaq :6)

4) Bergaul dengan Baik

Didalam keluarga harus saling menghormati dan

menyayangi terhadang anggota keluarga. Pastikan tidak ada

saling mengejek atau menghina, merasa iri ataupun saling

membenci. Pergaulan dalam keluarga harus dijaga dengan baik,

yang tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati

yang lebih tua.

d. Akhlak Terhadap Orang Lain/Masyarakat

Dalam msebuah masyarakat kita tidak bisa hidup sendiri, tetapi

(52)

diwajibkan untuk saling tolong-menolong dalam berbuat kebaikan,

membantu yang lemah, dan kita dilarang berlaku sombong serta

angkuh terhadap orang lain. Oleh karena itu, berakhlak kepada orang

lain adalah menjadi keharusan.

3. Akhlak Terhadap Alam

Yang dimaksud dengan alam disini adalah alam semesta yang

mengitari kehidupan manusia. Yang mencakup tumbuhan, hewan, udara,

dan lain sebagainya. Kehidupan manusia memerlukan lingkungan yang

seimbang. Maka akhlak terhadap alam lingkungan terutama sekali adalah

memanfaatkan potensi alam untuk kepentingan hidup manusia. Tetapi

harus diingat bahwa potensi alam terbatas dan umur kemanusiaan akan

panjang. Oleh karenanya, pelestarian dan pengembangan potensi alam

sepanjang mungkin. Manusia tidak boleh boros dalam memanfaatkan

potensi alam dan serakah dalam menggali kekayaan alam yang dapat

berakibatkan kerusakan alam itu sendiri.

C. Metode Pendidikan Akhlak

Dalam buku Daur al-Bait fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, karangan

Khatib Ahmad Santhut yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,

membagi metode pendidikan moral/akhlak ke dalam 5 bagian, di antaranya

adalah:

1. Keteladanan: Metode ini merupakan metode terbaik dalam pendidikan

akhlak. Keteladanan selalu menuntut sikap yang konsisten serta kontinyu,

(53)

2. Dengan memberikan tuntunan: Yang dimaksud di sini adalah dengan

memberikan hukuman atas perbuatan anak atau perbuatan orang lain yang

berlangsung di hadapannya, baik itu perbuatan terpuji atau tidak terpuji

menurut pandangan al-Qur’an dan Sunnah.

3. Dengan kisah-kisah sejarah: Islam memperhatikan kecenderungan alami

manusia untuk mendengarkan kisah-kisah sejarah. Di antaranya adalah

kisah-kisah para Nabi, kisah orang yang durhaka terhadap risalah

kenabian serta balasan yang ditimpakan kepada mereka. Al-Qur’an telah

menggunakan kisah untuk segala aspek pendidikan termasuk juga

pendidikan akhlak.

4. Memberikan dorongan dan menanamkan rasa takut (pada Allah):

Tuntunan yang disertai motivasi dan menakut-nakuti yang disandarkan

pada keteladanan yang baik mendorong anak untuk menyerap

perbuatan-perbuatan terpuji, bahkan akan menjadi perwatakannya.

5. Memupuk hati nurani: Pendidikan akhlak tidak dapat mencapai

sasarannya tanpa disertai pemupukan hati nurani yang merupakan

kekuatan dari dalam manusia, yang dapat menilai baik buruk suatu

perbuatan. Bila hati nurani merasakan senang terhadap perbuatan tersebut,

dia akan merespon dengan baik, bila hati nurani merasakan sakit dan

menyesal terhadap suatu perbuatan, ia pun akan merespon dengan buruk.

(54)

BAB III

TAFSIR SURAT YUSUF AYAT 8-18

Surat Yusuf merupakan surat ke 12 yang terdiri dari 111 ayat. Penamaan

surat Yusuf ini berdasar kandungannya yang menguraikan kisah Nabi Yususf as.

berbeda dengan banyak Nabi yang lain, kisah Nabi Yusuf as. ini hanya disebut

dalam surat ini. Nama Nabi Yusuf (sekedar nama) disebut dalam surat al-An’am

ayat 6 dan surat Ghafir ayat 40. (Shihab, 2012: 3) Dalam surat ini dijelaskan

tentang kisah Nabi Yusuf as. secara runtun yang mengandung banyak

contoh(teladan), nasehat dan pelajaran.

Skripsi ini hanya fokus pada Surat Yusuf ayat 8-18 yang berisi teladan Nabi

Yusuf as. Dalam kisah Nabi Yusuf dalam Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 juga

banyak tersimpan nilai-nilai akhlak bagaimana etika yang harus dilakukan

manusia terhadap manusia lainnya. Seperti halnya akhlaqul karimah seperti sifat

sabar dan akhlaqul madzmumah seperti su’uzhon (berburuk sangka), hasad, dusta,

dhalim, khianat dan munafik. Pembahasan dalam tafsir ayat ini diambil dari tafsir

al-Misbah karya Quraish Shihab, Tafsir Ibnu Katsir dan kitab Tafsir al-Qur’an

lainnya.

A. Asbabun Nuzul Surat Yusuf

Secara bahasa asbabun nuzul berasal dari kata asbab dan nuzul. Kata

asbab merupakan mufrod (bentuk tunggal) dari kata sabab yang artinya

alasan atau sebab. Sebab adalah kejadian atau sesuatu hal yang

(55)

Sedangkan nuzul secara bahasa berarti turun, jadi asbabun nuzul

dapat diartikan sebagai sebab-sebab turunnya al-Qur’an. Menurut Ahmad

Shadali, mengartikan asbabun nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan

turunnya ayat-ayat al-Qur’an yang memberi jawaban terhadap sebab itu,

dan menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab itu. (Shadali,

2000:90)

Jadi, asbabun nuzul adalah sesuatu hal yang menjadikan sebuah

sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an yang memberikan penjelasan terhadap

hukum yang ada pada saat ayat-ayat al-Qur’an itu diturunkan.

Dilihat dari segi turunnya, al-Qur’an dibedakan menjadi dua

kelompok, yang pertama adalah ayat yang tidak memiliki sebab dan

hubungan dengan kejadian. Bagian kedua adalah ayat yang memiliki sebab

dengan suatu peristiwa. (Ichwan, 2008:74)

Ibnu Rahawaih sebagaimana sebagaimana dalam kitabnya

Almathalib al’aliyah, Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin

Muhammad, Telah menceritakan kepada kami Khalad Ashshofar dari Amru

bin Sa’ad dari S’ad tentang firman Allah Ta’ala:

⧫

“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan

mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum

(56)

Ia mengatakan, “Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah

saw., maka Rasulullah saw. membacakannya kepada para sahabatnya

sekian lama, sehingga mereka bertanya-tanya, “Ya Rasulallah, bagaimana

sekiranya engkau bercerita-cerita kepada kami!” Lalu Allah menurunkan:

Alif laam raa, tilka ayaatul kitaabil mubiin, hingga Firman-Nya nahnu

naqushshu ‘alaika ahsanal qoshoshi, maka Rasulullah membacakannya

sekian lama, maka para sahabat mengatakan, “Hai Rasulullah, bagaimana

sekiranya engkau bercerita kepada kami”, maka Allah swt. menurunkan

ayat Allohu nazzala ahsanal hadiitsi kitaaban mutasyaabihab.” (Muqbil,

2006: 226)

Muhammad Hasbi menjelaskan suatu hari ketika Rasulullah saw

beberapakali memperdengarkan pembacaan al-Qur’an kepada sahabatnya,

para sahabat rasul mengajukan usul, “Ya Rasulullah, apakah tidak lebih

baik engkau menjelaskan kepada kami tentang kisah umat-umat yang telah

lalu untuk melapangkan dada kami dan mengisinya dengan perumpamaan

dan pelajaran yang terkandung dalam kisah-kisah itu.” Maka, berkenaan

dengan itu, turunlah surat Yusuf. (Hasbi, 2000: 1966)

Dalam Surat Yusuf diterangkan bahwa kisah Yusuf as. merupakan

kisah yang baik, dilihat dari bebrapa sisi. Pada ayat kedua dalam surat ini

Allah telah menegaskan bahwa al-Qur’an hanya bisa dipahami orang yang

memiliki akal dan mau menggunakan akalnya untuk memikirkan ayat-ayat

Referensi

Dokumen terkait

Nomina dari segi sintaksisnya, nomina yang bercirikan (a) sebagai fungtor subjek, objek, pelengkap dalam kalimat yang berpredikat verba, (b) tak bisa

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat No.22 Tahun 1998 tanggal 14 Desember 1998 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa

“ Pelaksanaan Sidang Keliling Perkara Perceraian Kaitannya dengan Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan di Pengadilan Agama. Brebes (Studi Kasus di

Jadi, permasalahan dalam penelitian ini, bagaimana menghasilkan cat tembok dari getah karet, tepung tapioka dan air sehingga dapat membentuk cat tembok dengan komposisi yang tepat

kata asing yang belum dikenal memang akan membangkitkan rasa ingin tahu, namun itu akan menghambat kelancaran komunikasi. Pilihan kata hendaknya juga disesuaikan dengan pokok

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah telah melimpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akhir ini yang merupakan

Berdasarkan hasil analisis sistem akuntansi pembelian pada Notebook88 maka ditemukan kelemahan bahwa tidak terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab yang tepat,

terhadap variabel terikat dapat juga dilihat dari nilai signifikan yang diperoleh. pada Tabel Coefficients , dengan kriteria, jika nilai signifikan variabel