• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN

E. Tantangan dalam Menghayati Semangat Peniten Rekolek

Usaha untuk semakin menghayati semangat peniten rekolek, menghadapi tantangan-tantangan zaman yang menuntut sebuah sikap bijaksana dalam menyikapi. Tantangan yang dihadapi oleh para suster SFS dalam menghayati semangat peniten rekolek adalah kemajuan zaman yang pesat membutuhkan kesaksian akan penghayatan spiritualitas pendiri yang relevan (Sr. Zita, 2008:232).

1. Tantangan Zaman Modern bagi para suster SFS

Tantangan zaman modern khususnya hidup religius mengalami pergeseran nilai terutama dari cara hidup dan penghayatan nilai-nilai luhur yang ada dalam biara. Pengalaman membuktikan bahwa budaya yang berkembang dalam zaman modern ini mempengaruhi pola pikir orang zaman sekarang. Dunia dewasa ini menawarkan aneka bentuk pola dan gaya hidup bercorak hedonistic dan pragmatis. Orang hanya mengejar hal-hal yang menguntungkan dalam hidupnya (Sudiarjo dan Bagus Laksana 2003: 74).

Gaya hidup kontemporer yang hedonistic mulai melunturkan gaya hidup asketik (Sudiarjo dan Bagus Laksana 2003: 74). Hal ini mau mengatakan bahwa gaya hidup asketik tidak lagi dijalankan dengan baik. Kegiatan pantang dan puasa mulai luntur tidak dilaksanakan dengan baik. Orang merasa sulit untuk dapat merasakan kesusahan, orang tidak tahan dengan keadaan yang tidak nyaman. Kesulitan untuk dapat melalui proses yang panjang dan menyakitkan, pengalaman ini mau membuktikan bahwa kesabaran orang zaman ini sudah mulai luntur karena orang tidak lagi menghargai proses tetapi lebih banyak melihat hasilnya saja.

Budaya konsumeristik (mentalitas pelahap) mempengaruhi hidup religius zaman ini, di mana keinginan untuk memuaskan apa yang ingin dimiliki tanpa mampu untuk memilih secara selektif serta bijaksana. Keinginan dan kebutuhan mengendalikan hidup manusia yang mendorong seseorang untuk menjadi pelahap. Seseorang dikatakan berhasil jika memiliki banyak barang serta uang sehingga melahirkan dorongan untuk mengingikan dan memperjuangkan perolehan sebanyak-banyaknya (Darminta, 2006:75)

Budaya instan serba cepat dan tidak lagi menghargai proses, pengaruh ini cukup besar dirasakan dalam kehidupan religius semua serba cepat dan tepat dan orang cenderung untuk terburu-buru dan tidak dapat tertata hidupnya, tanpa pertimbangan matang dan hanya asal selesai. Kwalitas hidup dan hasilnya juga kurang memuasakan karena semua dikerjakan asal bisa selesai saja.

Mudah menyerah atau cepat putus asa orang mudah untuk menyerah karena usahanya tidak menghasilkan buah yang nyata, pada kenyataannya sulit bagi orang untuk mampu menerima kekalahan karena dunia sekarang ini selalu memihak mereka yang menang. Cepat menyerah dan putus asa adalah awal sebuah kegagalan. keberanian dan kebesaran hatilah yang akan memampukan manusia untuk bangkit kembali dari kegagalan. Dalam kegagalan di sana tersimpan makna yang mendalam. Pada intinya manusia zaman ini memiliki sikap egois mementingkan dirinya cukup tinggi semua diukur dengan dirinya. Semua hal selalu dikaitkan dengan diri apakah menguntungkan untuk dirinya atau tidak sehingga sulit untuk dapat berempati dengan orang lain.

Tantangan yang terberat adalah bagaimana dapat mencapai kesempurnaan rohani. Untuk mewujudkan hal itu perlu kerja keras atau bahkan harus di bayar mahal dengan melalui proses yang panjang. Maka dari itu orang semakin diajak untuk mampu mengusahakan yang terbaik dalam hidupnya ( Sudiarjo dan Bagus Laksana 2003: 75).

Tantangan dalam menghayati peniten rekolek dipengaruhi juga oleh hal-hal di atas. Seorang peniten bagaimana mampu mengalahkan kemauannya sendiri dan membiarkan Allah berkarya dalam hidupnya menjadi sulit karena manusia lebih mengandalakan kekuatannnya sendiri, merasa paling baik, paling hebat sehingga tidak lagi merasa perlu untuk selalu menyandarkan hidupnya pada penyelenggaraan Illahi. Kerendahan hati itu seakan tidak lagi dimiliki karena merasa lebih baik dari orang lain. Sikap peka terhadap sesama juga dirasakan kurang karena bergesernya nilai kemanusiaan dan kepedulian, ingin menjadi nomor satu dan akibatnya melupakan orang-orang di sekitarnya.

Kesatuan dan cintalah yang akan menjadikan tubuh ini seimbang dan berkembang, menyakini bahwa masing-masing anggota memiliki peran yang tak tergantikan oleh siapapun dan menghargai setiap pribadi sebagai satu tubuh yang tak terpisahkan. Persaudaraan SFS yang menyatukan setiap pribadi-pribadi sehingga kita bukannya hidup sendiri tetapi sadar bahwa persaudaraanlah yang menyatukan kita. Kesombongan tentu bukan ciri seorang peniten rekolek, karena Moeder Yohana selalu mengajarkan kita untuk selalu mampu bersikap rendah hati. Tantangannya terletak pada penghayatan nilai-nilai pendiri pada setiap pribadi sejauh mana nilai-nilai itu mampu dihidupi oleh setiap pribadi, kesederhanaan, kehinadinaan, semangat doa,

pertobatan yang terus menerus yaitu dengan mau memperbaharui diri untuk menjadi pribadi yang berkwalitas tinggi.

Keteladanan hidup dalam penghayatan spiritualitas akan sangat membantu dalam mempromosikan cara hidup membiara sehingga kehadiran para suster memiliki dampak yang positif bagi sesama terutama dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari baik dalam hidup komunitas maupun karya yang ditangani oleh para suster. Menjadi saksi dalam kehidupan keseharian itu memerlukan keteladanan yang nyata.

2. Relevansi Peniten Rekolek Untuk Zaman Ini

Tantangan zaman dan kenyataan yang dihadapi oleh kaum religius menuntut suatu sikap hidup rohani yang matang. Kehidupan rohani yang matang berarti seseorang memiliki sikap bijaksana, dewasa, bertanggungjawab. Kebijaksanaan dan kedewasaan yang memampukan orang untuk menentukan yang terbaik dalam kehidupannnya. Semangat peniten rekolek bagi religius mengingatkan kita akan pentingnya relasi yang mendalam dengan Allah dan sikap pertobatan terus menerus dimana manusia menyadari bahwa dirinya bukanlah apa-apa. Hidup manusia bersumber pada Allah. Allah adalah sumber kekuatan dan kebijaksaan.

Relevansi cita-cita Peniten Rekolek bagi masa kini adalah bagaimana orang diajak untuk kembali pada sumber hidup yang mampu menjamin seluruh kehidupan kita.. Situasi sosial kemasyarakatan di Indonesia menjadi suatu tantangan di masa kini. Gaya hidup kontemporer yang hedonistic di mana orang merasa sulit untuk dapat merasakan kesusahan, orang tidak tahan dengan keadaan yang tidak nyaman. Maka usaha yang dapat dilakukan adalah dengan melatih kesabaran, tidak mudah mengeluh bila mengalami kesulitan atau kegagalan. Hal ini dapat dilakukan terutama

kesiapsediaan dalam melaksanakn tugas perutusan, berani menerima segala tugas dengan penuh kegembiraan di manapun dan dengan siapapun.

Budaya konsumeristik (mentalitas pelahap) gaya hidup ini sudah sangat berkembang di zaman sekarang ini, usaha yang dapat dilakukan adalah dengan selektif dan bijaksana dalam menentukan apa yang akan dipakai dan dipergunakan. Mengetahui kebutuhannya sendiri dan berani mengatakan cukup sehingga penghayatan kemiskinan itu nyata dalam hidup kita.

Mudah menyerah atau cepat putus asa, orang zaman ini mudah mengalami stress karena kurangnya penyerahan diri yang total, orang sibuk dengan kegiatan untuk mencari nafkah sehingga melupakan Tuhan yang merupakan sumber hidup. Di tengah kesibukkan yang ada selalu menyediakan waktu khusus untuk berdoa.

Budaya instan serba cepat menghargai proses, perlu latihan kesabaran, rendah hati, tidak sombong, tidak meremehkan orang lain, dan memberi kepercayaan penuh. Rendah hati dalam bersikap terhadap orang lain, berani mengakui kelebihan orang lain, memberi ucapan selamat kepada orang lain yang sudah bekerja keras, sportif.

Semangat peniten rekolek masih sangat relevan di zaman ini karena manusia tidak bisa hidup mengandalkan kekuatannya sendiri, Allah tetap mengambil peranan penting dalam hidup. Maka perlu keseimbangan antara doa dan karya sehingga hidup tumbuh menjadi pribadi yang seimbang dan berkembang dalam iman.

Dokumen terkait