• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek menurut spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek menurut spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi."

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI”. Pemilihan judul skripsi ini bertitik tolak pada perlunya lebih menghidupi doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para suster Fransiskan Sukabumi. Pemahaman doa yang baik akan membantu dalam perwujudan sikapnya. Peranan semangat peniten rekolek untuk semakin memberi kekuatan dalam menghidupi semangat kongregasi. Maka perlulah mengetahui hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi sehingga nanti semangat ini dapat dihidupi dan mampu diwujudkan dalam hidup pribadi, komunitas maupun dalam karya. Penulis mengkaji masalah ini menggunakan metode studi pustaka.

Semangat peniten rekolek dan doa adalah warisan dari pendiri yang perlu terus dihidupi sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak hilang ataupun luntur. Dalam usaha untuk meghidupi nilai-nilai yang ada dalam semangat kongregasi maka perlulah untuk memahami dan mendalami sejarah munculnya semangat peniten rekolek. Munculnya semangat peniten rekolek ini di prakasai oleh beberapa tokoh diantaranya: Petrus Marchant dan Yohana Van Yesus. Dari kedua tokoh ini di dapatkan bagaimana perjuangan dalam usaha untuk menghidupi semangat pembaharuan yang sampai sekarang masih hidup dan relevan di zaman ini. Suster Fransiskan Sukabumi mempunyai teladan hidup yang nyata khususnya dalam menghidupi semangat peniten yaitu St. Fransiskus Assisi. Fransiskus menjadi model dalam penghayatan semangat peniten rekolek karena kerendahan hatinya dan totalitasnya kepada Allah.

Doa dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi merupakan bentuk bakti dan juga usaha untuk semakin menghidupi semangat peniten rekolek. Suster Fransiskan Sukabumi dipanggil untuk menjadi pendoa dan pentobat yang sejati karena kongregasi ini memiliki semboyan hidup sebagai peniten rekolek. Maka akan ditemukan benang merah kaitan antara doa dan semangat peniten rekolek bahwa doa mendukung semangat peniten rekolek maupun sebaliknya semangat peniten rekolek mendukung dalam perwujudan doa.

(2)

ix ABSTRACT

The title of this thesis is THE MUTUAL CONNECTION BETWEEN THE PRAYER AND THIS SPIRIT OF THE RECOLLECT PENITENCE ACCORDING TO THE SPIRITUALITY OF THE FRANSISCAN SISTERS OF SUKABUMI. The writer chose this title based on the needs to provide sustenance for prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi. Well understanding about prayer will helped the sisters in assisting their realization of their attitude. The role of the spirit of the recollect penitence is to strengthen their way of life in living out the spirit of the congregation. So it is nessary to know about the mutual connection between the prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi, later on, they can live out this spirit and able to realize on their own lives, in the community and apostolic activities. The writer examines this problem using the method of literature.

The spirit of the recollect penitence and prayer was the heritage of ythe founder which is needed to live it so that the values contained in it will not lost whethet faded. In an effort to live out the values that exist in the spirit of the congregation, it is needed to understand about the history of emerged initiating by several prominent figures including Peter Machant and Joana Van Yesus. Based om there two prominent figures we can find how they were stuggling to live out the spirit of renewal that still revant till this modern world. The Fransiscan sisters of Sukabumi have a real life example especially in living out the spirit of the recollect penitence that is St. Fransicis of Assisi. He became a model of total comprehension in living out the spirit of the recollect penitence, because of this humility and the totality of self giving to God.

Prayers in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi are form of devotions and the effort to be more provided sustenance for the spirit of the recollect penitence. The Fransiscan sisters of Sukabumi are called to become a genuine prayer and a repentant person, because this congregation have a motto that is to live as a recollect penitence. It will be found in common thread that links between prayer and the spirit of the recollect penitence, neither is prayer able to support the spirit of the recollect penitence nor just the opposite the recollect penitence will support the realization of prayer.

(3)

HUBUNGAN TIMBAL BALIK

ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama katolik

Oleh:

Atik Suparyanti NIM : 081124011

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi, yang telah memberikan kesempatan untuk belajar, orang tua yang selalu menyertaiku dalam setiap doanya, teman-teman sepanggilan yang selalu memberiku semangat, dan

(7)

v MOTTO

“Bersukacitalah dalam pengharapan, bersabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.”

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI”. Pemilihan judul skripsi ini bertitik tolak pada perlunya lebih menghidupi doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para suster Fransiskan Sukabumi. Pemahaman doa yang baik akan membantu dalam perwujudan sikapnya. Peranan semangat peniten rekolek untuk semakin memberi kekuatan dalam menghidupi semangat kongregasi. Maka perlulah mengetahui hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi sehingga nanti semangat ini dapat dihidupi dan mampu diwujudkan dalam hidup pribadi, komunitas maupun dalam karya. Penulis mengkaji masalah ini menggunakan metode studi pustaka.

Semangat peniten rekolek dan doa adalah warisan dari pendiri yang perlu terus dihidupi sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak hilang ataupun luntur. Dalam usaha untuk meghidupi nilai-nilai yang ada dalam semangat kongregasi maka perlulah untuk memahami dan mendalami sejarah munculnya semangat peniten rekolek. Munculnya semangat peniten rekolek ini di prakasai oleh beberapa tokoh diantaranya: Petrus Marchant dan Yohana Van Yesus. Dari kedua tokoh ini di dapatkan bagaimana perjuangan dalam usaha untuk menghidupi semangat pembaharuan yang sampai sekarang masih hidup dan relevan di zaman ini. Suster Fransiskan Sukabumi mempunyai teladan hidup yang nyata khususnya dalam menghidupi semangat peniten yaitu St. Fransiskus Assisi. Fransiskus menjadi model dalam penghayatan semangat peniten rekolek karena kerendahan hatinya dan totalitasnya kepada Allah.

Doa dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi merupakan bentuk bakti dan juga usaha untuk semakin menghidupi semangat peniten rekolek. Suster Fransiskan Sukabumi dipanggil untuk menjadi pendoa dan pentobat yang sejati karena kongregasi ini memiliki semboyan hidup sebagai peniten rekolek. Maka akan ditemukan benang merah kaitan antara doa dan semangat peniten rekolek bahwa doa mendukung semangat peniten rekolek maupun sebaliknya semangat peniten rekolek mendukung dalam perwujudan doa.

(11)

ix ABSTRACT

The title of this thesis is THE MUTUAL CONNECTION BETWEEN THE PRAYER AND THIS SPIRIT OF THE RECOLLECT PENITENCE ACCORDING TO THE SPIRITUALITY OF THE FRANSISCAN SISTERS OF SUKABUMI. The writer chose this title based on the needs to provide sustenance for prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi. Well understanding about prayer will helped the sisters in assisting their realization of their attitude. The role of the spirit of the recollect penitence is to strengthen their way of life in living out the spirit of the congregation. So it is nessary to know about the mutual connection between the prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi, later on, they can live out this spirit and able to realize on their own lives, in the community and apostolic activities. The writer examines this problem using the method of literature.

The spirit of the recollect penitence and prayer was the heritage of ythe founder which is needed to live it so that the values contained in it will not lost whethet faded. In an effort to live out the values that exist in the spirit of the congregation, it is needed to understand about the history of emerged initiating by several prominent figures including Peter Machant and Joana Van Yesus. Based om there two prominent figures we can find how they were stuggling to live out the spirit of renewal that still revant till this modern world. The Fransiscan sisters of Sukabumi have a real life example especially in living out the spirit of the recollect penitence that is St. Fransicis of Assisi. He became a model of total comprehension in living out the spirit of the recollect penitence, because of this humility and the totality of self giving to God.

Prayers in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi are form of devotions and the effort to be more provided sustenance for the spirit of the recollect penitence. The Fransiscan sisters of Sukabumi are called to become a genuine prayer and a repentant person, because this congregation have a motto that is to live as a recollect penitence. It will be found in common thread that links between prayer and the spirit of the recollect penitence, neither is prayer able to support the spirit of the recollect penitence nor just the opposite the recollect penitence will support the realization of prayer.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah yang Maha baik, karena penyertaan-Nya yang tiada hentinya, sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul: HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI.

Penulisan skripsi ini bertujuan memberikan sumbangan, untuk hidup religius dalam hubungan dengan doa yang merupakan ciri khas kehidupan religius. Doa dan pertobatan menjadi gerak bersama yang mampu mendukung dalam hidup rohani.

Penulis bersyukur bahwa kehadiran banyak pihak baik secara langsung maupun tidak yang telah mendampingi, membimbing, mendoakan dan memotivasi penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Rm. Dr. J Darminta, SJ selaku dosen pembimbing utama, yang telah menyediakan waktu untuk membimbing dengan setia dan sabar, mengarahkan, memberikan masukan dan memotivasi dalam menyusun skripsi ini.

2. Rm. Drs. FX. Heryatno W.W.,S.J., M.Ed. selaku kaprodi IPPAK yang telah mendukung dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Bpk. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M. Hum selaku dosen penguji II dan pembimbing akademik yang telah mendampingi, memberikan motivasi, membimbing dengan penuh kesabaran selama penulis menyelesaikan skripsi. 4. Bpk. Drs. L. Bambang Hendarto Y. M. Hum selaku dosen III yang selalu setia

mengarahkan dan membantu penulis untuk menyelesaikan tugas skripsi.

5. Segenap Staf Dosen prodi IPPAK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidkan Universitas Sanata Dharma yang membimbing penulis selama belajar.

(13)
(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Metode Penulisan ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI A. Latar Belakang Sejarah Gerakan Spiritualitas Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi ... 13

1.Sejarah Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi ... 14

2.Sejarah Peniten Rekolek menurut Kontitusi Limburg ... 17

a. Petrus Marchan Perancang Konstitusi Limburg ... 18

b. Yohana Van Yesus Perancang Konstitusi Limburg ... 19

c. Kekhasan Yohana Van Yesus ... 21

B. Makna Gerakan Peniten Rekolek bagi Keempat Kongregasi ... 26

(15)

xii

2.Hubungan Keempat Kongregasi Peniten Rekolek ... 29

C. Peniten Rekolek menurut St. Fransiskus Assisi ... 30

1.Awal Pertobatan St. Fransiskus Assisi ketika berdoa di depan Salib San Damiano ... 30

a. Titik Awal Pertobatan Fransiskus ... 31

b. Praktek Pertobatan oleh Fransiskus ... 32

c. Puncak Hidup Pertobatan Fransiskus ... 33

2.Teladan Hidup Fransiskus Assisi dalam Memaknai Peniten Rekolek a. Semangat Tobat ... 34

b. Semangat Doa ... 35

c. Hidup dalam Kemiskinan ... 36

d. Hidup dalam Semangat Kehinadinaan ... 37

D. Spriritualitas Peniten Rekolek dalam Konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi ... 37

1.Pengertian Spiritualitas secara umum ... 38

2.Pengertian Spiritualitas menurut Konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi berdasarkan Kapitel Th. 2012 ... 38

a. Menghayati Kasih ... 39

b. Yesus Kristus Injili ... 39

c. Hidup Persaudaraan ... 40

d. Tobat ... 40

e. Doa ... 40

f. Pelayanan ... 41

g. Kesederhanaan ... 41

3. Usaha Kongregasi dalam Menfasilitasi Penghayatan Spiritualitas ... 42

E. Tantangan dalam Menghayati Semangat Peniten Rekolek ... 43

1.Tantangan Zaman Modern bagi Suster Fransiskan Sukabumi ... 43

2.Relevansi Peniten Rekolek untuk Zaman ini ... 46

(16)

BAB I PENDAHULUAN

Hidup religius adalah salah satu bentuk panggilan khusus. Seorang religius yang dipanggil memerlukan waktu untuk dapat berproses dalam menanggapi panggilanNya. Dalam proses menanggapi panggilan perlu memperhatikan hidup doanya. Bagi para religius doa merupakan hal yang pokok dan mendasar yang perlu dihayati dan dihidupi. Doa menjadi dasar bagi para religus untuk dapat melaksanakan apa yang menjadi kehendakNya. Sebagai religius tidak hanya melaksanakan doa tetapi juga perlu melakukan pertobatan dengan semangat tobat. Doa dan pertobatan Dalam kehidupan seorang religius merupakan hal penting, begitu juga dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi doa dan pertobatan merupakan dua hal yang penting yang perlu diusahakan untuk semakin menjadi milik. Doa dan pertobatan merupakan dua hal penting karena para Suster Fransiskan Sukabumi memiliki spirit hidup sebagai peniten rekolek. Dalam usaha untuk semakin menghayati dan menghidupi semangat peniten rekolek ini maka perlunya on going formation (pembelajaran terus menerus). Dalam bab I penulis akan menguraikan latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan mengenai hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek menurut spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi.

A. Latar Belakang

(17)

Hidup Kristen merupakan hidup pertobatan terus menerus, yang berarti terus menerus mengarahkan hidup kepada Tuhan, atau dipanggil untuk mengadakan pembaharuan. Pembaharuan itu bukan berarti mengubah atau menggantikan karisma khas hidup religius, sehingga pembaharuan itu tetap menjaga kekhasan tarekat. Pembaharuan yang perlu dilakukan antara lain dalam hal doa.

Doa merupakan sarana memupuk hidup batin (ET n. 45) doa adalah ungkapan kedalaman kerinduan untuk dapat berjumpa dengan Allah. Doa adalah ungkapan semangat keanakkan maupun semangat penghambaan di hadapan Allah dan merupakan pernyataan iman bahwa Allah memang kuasa atas hidupnya. Oleh karena berdoa merupakan saat dimana orang membiarkan Allah menyatakan diriNya menopang hdup manusia. Doa merupakan bentuk olah diri agar menjadi orang rohani. (Darminta,1983:28-29)

Doa adalah sarana dimana seorang religius menyadari bahwa hidupnya ditopang oleh Allah, dan sumber kehidupannya. Pengalaman akan kepercayaan dan keyakinan akan pertolongan Allah itu terungkap dalam doa. Dalam doa orang akan bertemu dalam relasi intim penuh kerinduan akan peran serta Allah dalam kehidupannya.

Doa merupakan bagian inti dalam kehidupan seorang religius. Dalam Konsili Vatikan II, dalam Dekrit Perfectae Caritatis (1993: art. 6) menegaskan: “ Mereka yang mengikarkan nasihat Injil harus mencari dan mencintai di atas segalanya Allah, Yang lebih dahulu mencinta kita (bdk 1 Yoh 4: 10). Dalam segala situasi hendaknya mereka mengembangkan kehidupan yang tersembunyi bersama Kristus di dalam Allah (bdk Kol 3:3)”. Relasi yang intim dengan Allah dalam ketulusan dan penyerahan diri yang utuh akan semua realitas hidup.

(18)

untuk semakin menghayati imannya salah satunya adalah pembaharuan yang ditetapkan oleh Konsili Vatikan II ialah:

Lembaga hidup monastik hendaknya dipertahankan dengan setia dan makin memancarkan semangatnya yang asli baik Timur maupun Barat. Lembaga ini berjasa luhur selama perjalanan abad dalam Greja dan dalam masyarakat manusia. Tugas utama para rahib ilaha memberikan pelayanan kepada Kedaulatan Ilahi, pelayanan yang serentak rendah hati dan anggun di balik tembok-tembok pertapaan, ilahi dalam kehidupan tertutup, maupun dengan menerima secara sah sejumlah karya dibidang kerasulan atau cinta kasih Kristen. Maka, sambil mempertahankan ciri khas tiap lembaga, hendaknya tradisi-tradisi tua yang baik diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan jiwa-jiwa dewasa ini sekian, sehingga pertapaan menjadi semisal pesemaian bagi pembaharuan umat Kristen. Demikian pula sebaliknya biara-biara yang berdasarkan peraturan atau lembaganya menggabungkan secara mesra kehidupan kerasulan dengan ofisi dalam koor dan dengan tata hidup pertapaan, menyerasikan cara hidupnya dengan tuntutan-tuntutan kerasulan yang sesuai baginya, sehingga mereka mengikuti tata hidupnya dengan setia sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kepentingan Gereja. (PC. Art. 9)

Lembaga hidup bakti perlu menyadari pentingnya kontemplasi karena dimensi ini ditemukan dalam doa dan karya. Doa menjadi salah satu makanan jiwa dan kekuatan dalam kehidupan seorang religius. Kehidupan doa tidak hanya berhenti pada keteraturan, ketaatan, kedisiplinan dalam doa tetapi juga menyangkut pada hal-hal lainnya. Doa yang dihayati dan dihidupi ini setiap hari perlu memiliki daya dampak dalam kehidupan seorang religius. Doa menjadi salah satu hal penting dalam kehidupan religius. Doa menjadi kekuatan dalam kehidupan religius, berbagai usaha dilakukan untuk dapat semakin memaknai doa. Pembaharuan dalam hidup doa perlu diusahakan terus menerus karena doa ini menjadi inti hidup religius yang perlu dikembangkan dan dihayati sehingga semakin memantapkan hidup panggilan.

(19)

mengembangkan hidup rohani. Dalam kongregasi SFS kehidupan doa dan semangat pertobatan perlu diperbaharui terus menerus karena SFS memiliki dua ciri khas yaitu sebagai peniten rekolek sebagai pentobat dan pendoa. Para suster Fransiskan Sukabumi memiliki semangat Peniten Rekolek. Peniten artinya: pertobatan dan Rekolek artinya: mengumpulkan kembali. Jadi Peniten Rekolek artinya: Kembali memusatkan diri pada Allah. Bentuk dari peniten : pertobatan, ulahtapa, matiraga. Bentuk rekolek: samadi, permenungan, kontemplasi. Usaha untuk kembali pada semangat awal ini memotivasi untuk sungguh menghargai dan memberi tekanan penting khususnya dalam hidup rohani yang menjadi salah satu aspek yang menentukan dan mendukung hidup sebagai religius.

Kongregasi SFS disebut: “Saudara-saudari para pentobat” (AngOrReg art.2). Mengapa disebut dengan saudari-saudari para pentobat, karena Fransiskus menamakan dirinya adalah pentobat dari Asisi. Fransiskus sangat menekankan hidup dalam pertobatan, ia sangat menghidupi semangat tobat dalam keseluruhan hidupnya. “Pertobatan” biasanya dipahami sebagai praktek usaha-usaha matiraga lahiriah, seperti halnya: puasa dan matiraga. “Pertobatan” (Metanoia) Injili berarti harafiah merupakan suatu perubahan budi, pembaharuan menyeluruh dan terus menerus atas diri seseorang yang mengarahkan kepada kesatuan dengan Allah dengan seluruh keberadaannnya.

Di setiap tempat di mana pun juga, pada setiap saat dan segala waktu, hendaklah saudara-Saudari dengan sungguh-sungguh dan rendah hati mengimani Allah yang kekal, mahatinggi, dan mahaluhur, Bapa dan Putera dan Roh kudus; hendaklah mereka memiliki-Nya di dalam hati dan mencintai-Nya, menghormati, menyembah, mengabdi, memuji, meluhurkan serta memuliakan-Nya. Hendaklah mereka menyembah Dia dengan hati yang murni, karena kita harus selalu bedoa dengan tidak jemu-jemu; sebab Bapa mencari penyembah yang demikian itu.

(20)

Dengan jelas dikatakan Fransiskus bahwa saudara-saudari selalu menyediakan waktu khusus untuk berdoa serta tidak jemu-jemu. Menyadari bahwa Allah sungguh Mahaluhur dan pengikutnya diajak untuk memiliki kesungguhan dalam kehidupannya. Fransiskus mengajarkan kepada kita religius yang mengambil semangat dari St. Fransiskus, dapat mengikuti hidup seturut injil. “Cara hidup saudara-saudari Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus ialah: menepati Injil Suci Tuhan Yesus Kristus, dengan itu hidup dalam ketaatan tanpa milik dan dalam kemurnian....(AngOrReg Art.1). Berarti bahwa Injil menjadi sumber utama dari segala peraturan yang ada. Dalam AngOrReg dinyatakan bahwa setiap saudara yang mengambil spiritualitas Fransiskus diajak untuk menepati Injil sebagai pegangan dan pedoman dalam kehidupannya.

Sebagai pengikut Fransiskus para suster SFS diingatkan untuk selalu:

...Sebagai pengikut Yesus Kristus menurut teladan Fransiskus, mereka wajib mengerjakan hal-hal yang lebih banyak dan lebih besar dengan menepati perintah dan nasihat Tuhan kita Yesus Kristus, dan mereka harus menyangkal dirinya sebagaimana mereka masing-masing telah janjikan kepada Allah (AngOrReg art.1b hal: 6)

Dalam AngOrReg ini Fransiskus memberikan beberapa nasihat yang diarahkan bagi kaum religius . Undangan untuk mengerjakan hal-hal yang besar dan luhur sesuai dengan injil yang memadukan pertobatan. Pertobatan injili yang dituntut oleh kehadiran kerajaan Allah. Hidup pertobatan dapat diwujudkan lewat: puasa badani, matiraga terhadap kesombongan, dan melawan dosa-dosa.

(21)

tak berkembang, diantaranya adalah dalam doa bisa kita lihat bagaimana kehadiran dalam doa itu sungguh dengan sepenuh hati atau hanya sekedar kewajiban saja. Begitu pula dalam penghayatan pertobatan apakah sudah mampu untuk mewujudkannya dalam kehidupan bersama. Para suster SFS juga mengalami kesulitan terutama dalam penghayatan dan menghidupi spiritualitas kongregasi.

Dalam rekomendasi kapitel di Sukabumi, tanggal 3 April 2012 para kapitularis menemukan sejumlah keprihatinan, bertolak dari pengalaman hidup sebagai anggota Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi khususnya dalam hidup komunitas, menggereja dan memasyarakat. Keprihatinan mendorong untuk mencari, menggali, menemukan dan mendalami khasanah rohani pendiri, kongregasi, sejarahnya antara lain: Upaya-upaya pendalaman spiritualitas belum cukup memotivasi, mendorong dan menggugah para Suster Fransiskan Sukabumi untuk hidup sesuai dengan spiritualitas. Dalam Kapitel ini menjadi titik tolak untuk melihat bahwa para suster SFS perlu memahami dan mendalami spiritualitas sebagai suatu bentuk on going formation. Pembaharuan terus menerus adalah salah satu usaha untuk semakin mengembangkan hidup religius. Sebagai seorang religius dituntut untuk selalu hidup dalam semangat pembaharuan terus menerus. Pembaharuan terus menerus ini dikenal dalam kehidupan religius sebagai on going formation. Pembaharuan yang dilakukan dalam kehidupan religius dilakukan dalam banyak aspek antara lain: doa, persaudaraan, spiritualitas, karya, pelayanan, dll. Pembaharuan ini dirasakan sebagai usaha yang tidak hanya sekali jadi, perlu proses yang panjang dan juga ketekunan dalam mengusahakannya.

(22)

Semua orang beriman kristiani menurut cara masing-masing wajib melakukan tobat demi hukum ilahi. Akan tetapi, agar mereka semua bersatu dalam pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, saat orang-orang beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan ibadat dan karya amalkasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibaannya secara lebih setia dan terutama dengan puasa dan berpantang, seturut norma kanon(1249).

Dalam kanon ini mau ditegaskan bahwa perlu melakukan pertobatan yang sejati yang disertai dengan kesungguhan, melakukan hal-hal yang nyata yang menjadi ciri khas pertobatan. Pertobatan berdasarkan AngOrReg art. 13 memberikan beberapa orientasi yang khas pertobatan: perjalanan pertobatan, tindakan-tindakan penitensi dan partisipasi dalam sengsara Kristus. Anggaran Dasar dan cara hidup Saudara-saudari Ordo ketiga regular Santo Fransiskus (2001:pasal 1 ayat 2) sebagai berikut:

Saudara-saudari dari Ordo ini, bersama semua orang yang mau mengabdi Tuhan Allah di dalam Gereja yang kudus, katolik dan apostolic, hendaknya bertekun dalam iman dan pertobatan yang sejati. Mereka mau menghayati pertobatan injili ini dalam semangat doa dan kemiskinan serta kerendahan hati. Dan hendaknya mereka menjauhkan diri dari segala kejahatan dan bertekun dalam yang baik hingga akhir sebab Putera Allah sendiri akan datang dengan mulianya dan mengatakan kepada semua orang yang mengakui Dia dan menyembah serta mengabdi kepadaNya dalam pertobatan: Mari hai kamu yang diberkati Bapa-Ku, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak awal.

(23)

Pemahaman akan doa dan semangat peniten rekolek perlu dipahami oleh para suster karena hal ini mendukung dalam penghayatan dalam kehidupan bersama. Pembaharuan terus menerus berkaitan dengan doa perlu diusahakan untuk semakin meningkatkan hidup beriman kristiani. Sehingga para suster semakin tangguh dalam kehidupan serta tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah-masalah yang ada, sehingga mampu mewujudkan diri sebagai tempat pengungsian bagi yang membutuhkannya. Doa menjadi sumber kekuatan dan ciri khas seorang Fransiskan rekolek maka dimensi hidup doa menjadi hal yang penting yang perlu diusahakan. Sehingga doa bukan hanya sebatas formalitas saja atau kewajiban tetapi sebagai kebutuhan yang hakiki yang mampu mendukung dalam kehidupan sebagai seorang Fransiskan sejati. Sehingga penulis merasa tertarik untuk mengetahui hubungan antara doa dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan para suster SFS apakah dari antara keduanya ada hubngan yang semakin menyuburkan sehingga mampu mewujudkan sebuah pembaharuan. Doa menuju pada pembaharuan terus menerus dan pertobatan yang sejati.

(24)

gagasan-gagasan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para Suster Fransiskan Sukabumi, sehingga pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul:

“HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI.”

B. Rumusan Permasalahan

1. Apakah latar belakang semangat peniten rekolek Suster Fransiskan Sukabumi? 2. Bagaimanakah pandangan Suster Fransiskan Sukabumi mengenai semangat

peniten rekolek?

3. Bagaimana doa dalam kehidupan para suster Fransiskan Sukabumi menurut spiritualitas kongregasi?

4. Bagaimana hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi?

5. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk semakin menyuburkan semangat peniten rekolek bagi para Suster Fransiskan Sukabumi?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi untuk mendalami latar belakang sejarah semangat peniten rekolek.

(25)

3. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi semakin menghidupi doa seturut spiritualitas kongregasi.

4. Membantu Para Suster Fransiskan Sukabumi untuk mengetahui hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek.

5. Menyuburkan semangat peniten rekolek dalam hidup doa sehingga buah-buah pertobatan sungguh dapat diaktualisasikan dalam hidup sehari-hari.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi para Suster Fransiskan Sukabumi

Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi dalam menghayati doa dan semangat peniten rekolek.

2. Bagi kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi

Memberikan sumbangan untuk dapat mengusahakan menyuburkan doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi.

3. Bagi penulis

Melalui ini penulis semakin diajak untuk lebih mendalami dan menghayati doa dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan Suster Fransiskan Sukabumi.

E. Metode Penulisan

(26)

dialami penulis pada setiap perjumpaan dan kebersamaan dengan para Suster Fransiskan Sukabumi.

F. Sistematika Penulisan

Karya tulis ini berjudul “Hubungan Timbal Balik antara Doa dan Semangat Peniten Rekolek menurut Spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi”. Dalam penulisan skripsi ini penulis membaginya dalam lima bab yakni:

Pada bab I pendahuluan yang meliputi: Latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Pada bab II, penulis akan menguraikan dalam 5 bagian. Bagian pertama menjelaskan mengenai sejarah peniten rekolek beserta tokoh-tokoh yang menjadi penggerak peniten rekolek. pada bagian kedua membahas mengenai makna gerakan peniten rekolek bagi keempat kongregasi. bagian ketiga berbicara mengenai peniten rekolek menurut St. Fransiskus Assisi. Bagian keempat tentang spiritualitas peniten rekolek dalam konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi dan bagian kelima berisi mengenai tantangan dalam menghidupi peniten rekolek.

(27)

Pada bab IV, penulis akan membahas mengenai program Katekese sebagai salah satu sarana untuk on going formation demi mendukung perkembangan hidup doa dan pertobatan. Katekese Shared Christian Praxis (SCP) untuk mengaktualisasikan doa dan pertobatan dalam kehidupan sehari-hari. Bab ini akan dibagi dalam tiga bagian, bagian pertama berisikan tentang on going formation dalam hidup religius, bagian kedua membahas mengenai katekese sebagai salah satu usaha dalam On going formation. Pada bagian ketiga beriskan tentang usulan program katekese beserta contohnya.

(28)

BAB II

SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI

Peniten rekolek merupakan semangat yang dihidupi oleh religius SFS. Pada Bab II ini penulis akan menjelaskan tentang peniten rekolek dalam kongregasi suster Fransiskan Sukabumi (SFS), pada bagian pertama berisi mengenai latar belakang gerakan peniten rekolek. pada bagian kedua berisi tentang makna gerakan peniten rekolek bagi kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi, pada bagian ketiga memuat Gerakan ini tidak dapat terlepas dari seorang tokoh yaitu St. Fransiskus Assisi. Tantangan dalam penghayatan dan relevansinya. Gerakan ini muncul karena peran serta Fransiskus dalam mendirikan ordo, St. Fransiskus Assisi mendirikan tiga ordo: Ordo pertama yaitu Ordo Saudara Dina, Ordo kedua yaitu Ordo Klaris, dan Ordo ketiga yaitu Ordo Peniten. Ordo Peniten adalah ordo aktif yang berada di tengah dunia, yang ingin mengabdi Allah dan sesama, menurut Injil dalam tapa dan karya amal.

A. Latar Belakang Sejarah Gerakan Spiritualitas Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi

(29)

Gerakan peniten rekolek adalah salah satu pembaharuan dalam kehidupan religius pada abad ke-17. Gerakan ini juga dipengaruhi oleh seorang tokoh yaitu Martin Luther. Pembaharuan dalam hidup membiara ditunjukkan dengan semangat untuk semakin menghayati Injil suci Tuhan Yesus Kristus tanpa terlepas dari tradisi hidup membiara. Gerakan ini melestarikan tradisi hidup membiara menggunakan unsur baru tetapi juga tidak melupakan unsur lama. Gerakan pada abad itu disebut “peniten” yang artinya pentobat. Fransiskus Assisi memperkenalkan kelompoknya sebagai “pentobat dari Assisi”. Para religius yang tertarik pada cara hidup Fransiskus dan meneladan pola menghayati Injil ala Fransiskus disebut sebagai para peniten.

1. Sejarah Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi

Sejarah peniten rekolek berawal dari St. Fransiskus Assisi yang memberi perhatian besar pada pembaharuan. Pembaharuan bagi Fransiskus adalah semacam usaha untuk kembali ke awal simple, sederhana, tidak mencolok sesuai dengan bentuk hidup Fransiskus (Eddy Kristianto 2009: 21-22). Gerakan peniten rekolek ini hanya terdapat dalam gerakan religius Fransiskan “Minoriten” atau OFM saja (Eddy Kristianto, 2009: 19). Hal ini mengatakan bahwa gerakan peniten rekolek ini tidak terdapat pada dua ordo OFMConv dan OFMCap, meskipun ketiganya sama-sama meneladan cara hidup Fransiskus Assisi tetapi masing-masing ordo memiliki kekhasannya yang berbeda satu dengan yang lain. Karena cara hidup Fransiskus yang khas membuat banyak orang tertarik untuk bergabung bersama dengan Fransiskus, meskipun pada awalnya Fransikus tidak memiliki cita-cita untuk mendirikan ordo.

(30)

yang lahir dari ranah Observan. Fransiskan Observan berusaha menepati regula dengan baik. Hal itu mau menegaskan bahwa “penyesuaian” terus menerus untuk menjadi pribadi yang berkwalitas dengan tetap menyadari keterbatasannya sebagai manusia. Kesetiaan pada regula St. Fransiskus Assisi dengan tidak ada pemaafan keterbatasan diri dan juga pembenaran diri karena situasi, sehingga regular dilaksanakan dengan penuh ketaatan dan kesetiaan tanpa terkecuali ( Eddy Kristianto, 2009:23).

Dalam perjalanan waktu, untuk dapat sungguh menghayati regula dengan setia tidak selalu dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena ada juga kemerosotan dalam upaya penghayatan semangat awal. (Eddy Kristianto 2009: 24). Maka muncullah gerakan pembaharuan untuk menghidupkan jiwa regula. Untuk melakukan pembaharuan itu diperlukan upaya yang pelik, unik dan rumit sehingga hal ini berujung pada pemisahan. Kelompok Observan; melaksanakan, melakukan, menghayati adalah rekolek. Gerakan ini merupakan usaha bersama (Eddy Kristianto ,2009: 25). Hal ini mau mengatakan bahwa gerakan pembaharuan ini bukan hanya diprakasai oleh seorang tokoh saja tetapi merupakan gerak bersama yang akhirnya menghasilkan suatu pembaharuan.

Reformasi katolik disuburkan oleh Reformasi Protestanisme (Martin Luther cs) dan Kontra Reformasi (Konsili Trento). Tahta suci berkepentingan untuk mengawasi, dan terutama memelihara dengan penuh perhatian kelompok-kelompok religius supaya kelompok ini menghayati dengan benar nasehat Injil dan memenuhi harapan Gereja Katolik Roma (Eddy Kristanto, 2009:25).

(31)

berlangsungnya pembaharuan hidup religius di lingkungan Gereja khususnya dalam keluarga Fransiskan. Sri Paus dan Raja Henry IV mendukung gerakan rekolek sehingga memperoleh otonomi dari Observan. Pada 1602 Clemens VIII menyatakan para rekolek sebagai putra-putra sejati Fransiskus Assisi (Eddy Kristanto, 2009:26).

Rekolek merupakan salah satu cabang dari Observan yang muncul di Eropa barat pada abad ke-16 dan berkembang terutama di Prancis, Jerman, Belanda dan Belgia. Rekolek menciptakan dan mempertahankan tradisi tinggal di pedesaan, desentralisasi, menjunjung tinggi keugaharian, dan kesederhanaan melalui ulah tapa, doa serta meditasi dan refleksi. Petrus Marchant adalah minister Provinsi Belgia, ia adalah seorang Fransiskan Rekolek, yang memberikan ilham kepada Johanna Van Jesus untuk melalukan reformasi dari dalam hidup religius yang ia hayati.

Adanya hubungan antara satu dengan yang lain menghasilkan suatu tektur, yang mampu mendukung gerakan peniten ini, karena sejak awal diungkapkan, bahwa gerakan ini bukan sebagai gerak personal melainkan gerak bersama yang melibatkan banyak tokoh dalam mewujudkannya. Fransiskus Assisi menamakan kelompoknya sebagai: Ordo Pentobat” (The Order of Penitence), tetapi pada akhirnya istilah ini dipakai oleh Ordo ketiga regula Santo Fransiskus yang sudah eksis pada abad ke-13. (Eddy Kristianto, 2009:28).

(32)

yang hendak di usahakan adalah hati yang wening (jernih) dan roh ilahi yang menguasai insani religius.

Semangat doa dan devosi tidak bisa tidak dalam tradisi Fransiskan merupakan buah utama mengikuti Kristus dan oleh karena itu menduduki tempat terpenting dalam kehidupan Fransiskan. Tanpa pengalaman yang mendalam akan Allah, para fransiskan tidak akan mampu berbagi (peduli dan terlibat) dihadapan penderitaan bangsa manusia. Maka perlu menyadari perlunya menemukan kembali dimensi kontemplatif dari cara hidup ini.

Para Fransiskan menjunjung asas Copmtemplatio aliis tradere artinya membawa, menarik hasil dan buah kontemplatisi kepada orang lain (Eddy Kristanto, 2009:30). Hal ini mau menggambarkan bahwa kontemplasi yang dilakukan oleh para pengikut Fransiskus ini bukan hanya berhenti demi untuk keperluan pribadi tetapi juga dapat dirasakan oleh sesama lewat tutur kata, perbuatan dan pelayanan.

Para religius bukanlah orang-orang yang tinggal di menara gading, terpisah dengan masyarakat, melainkan bagian itegral masyarakat. Para religius memiliki kepedulian terhadap orang-orang yang terpinggirkan sehingga terasa kesehatian dengan masyarakat. Munculnya rekolek menegaskan adanya semangat untuk kembali ke akar ke sumber cita-cita pendiri seraya mempertimbangkan zaman. Gerakan rekolek mau mengingat kembali pada jati dirinya.

2. Sejarah Peniten Rekolek Menurut Konstitusi Limburg

(33)

seorang pembaru hidup religius Suster-suster Ordo Fransiskan Regular (Nico Dister 2011:5). Pembaharuan ini dimulai dari kota Limburg (pegunungan Ardennes, Belgia) dan dikenal dengan sebutan “Reformasi Limburg”.

Di antara serikat Ordo Fransiskan Regular di Indonesia ada yang berasal dari Nederland dan mengikuti reformasi Limburg dan berspiritualitas Peniten Rekolek. Biara Suster Peniten Rekolek di Breda (Belanda) yang bersemboyan Alles voor allen

adalah ibu kandung dari keempat kongregasi yaitu FCH (Palembang), SFS (Sukabumi), KSFL (Pematangsiantar), dan FSE (Medan). Konstitusi Limburg pada abad XVI dipakai untuk pegangan dan konstitusi ini dirancang oleh Muder Yohana bersama saudara dina bernama Petrus Marchant (Nico Syukur Dister 2011:6). Kedua tokoh inilah yang telah membaharui semangat peniten rekolek dengan cara menyusun atura-aturan dalam biara yang akan mengingatkan para peniten untuk semakin menghayati panggilannya. Konstitusi Limburg ini memuat tentang aturan-aturan hidup dalam biara yang mengajak pengikutnya untuk kembali pada semangat awal. Semangat awal itu adalah kesadaran bahwa sebagai pengikut Fransiskus yang peniten dan rekolek, yang tidak melupakan doa dan pertobatan sebagai kekhasannya.

a. Petrus Marchant Perancang Konstitusi Limburg

(34)

Petrus Marchant membidani lahirnya kongregasi Peniten Rekolek serta menyusun konstitusi Peniten Rekolek (tahun 1623). Konstitusi ini disusun berdasarkan inspirasi dari Sr. Yohana Van Jesus yang terdorong oleh Ilham Ilahi bercita-cita untuk membaharui semangat hidup religius Ordo ketiga Regular St. Fransiskus. Konstitusi disahkan oleh Paus Urbanus VIII pada tahun 1634. Lalu konstitusi ini menjadi sumber pegangan bagi para religius yang menamakan dirinya Peniten Rekolek (Eddy Kristianto, 2009: 39)

Pada tahun 1841, atas rekomendasi Mgr. Johanes Van Hooydonk, konstitusi itu dicetak ulang untuk kepentingan para religius yang baru tumbuh diwilayah keuskupannya, seperti di Dongen, Etten, Roosendal, Bergen Op Zoom, dll. Petrus Marchant kemudian menjadi Devinitor Jendral seluruh Ordo St. Fransiskus dan Kustos di Flandria dan akhirnya diangkat menjadi Komisaris Apostolik Jenderal. Beliaulah yang menerima pembaharuan profesi religius Johana Van Jesus, ia mengantar mereka ke tempat yang telah dipersiapkan yaitu di Limburg. Petrus Machant menjadi pembimbing rohani. Sampai pada akhir hidupnya ia setia mendampingi para suster kongregasi Peniten Rekolek. Petrus Marchant wafat di Gent pada tanggal 11 November 1661 (Eddy Kristisnto, 2009: 41).

b. Yohana Van Yesus Perancang Konstitusi Limburg

(35)

Pada usianya yang ke- 28 tahun Johanna Babtista Neerinckx masuk biara. Berawal dari pertemuan dengan seorang Fransiskan Rekolek, kemudian dia memutuskan untuk masuk biara Ordo santo Fransiskus yaitu kongregasi Suster-suster Kelabu di kota Gent dengan nama Sr. Johanna Neerinkx. Kongregasi ini merupakan Ordo Ketiga regular Santo Yakobus yang membaktikan diri kepada perawatan orang-orang sakit. Terdorong untuk menjadi putri yang terbaik dari Bapa Fransiskus, maka ketika dipilih menjadi pemimpin dalam kongregasi, ia mulai mengadakan pembaharuan. Ia meletakkan pembaharuan dengan keyakinan bahwa Allah adalah segala-galanya dan manusia bukan apa-apa dihadapan –Nya. Agar hatinya terus menerus ada pada hadirat-Nya maka sikap hening “clausura” dipandang penting. Pembaharuan ini ditolak oleh para anggotanya, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri dan menjadi suster biasa.

Jiwa pembaharuan lebih diarahkan pada diri sendiri sampai mendapat waktu yang cukup matang. Keheningan dia ciptakan di sekeliling dirinya sehingga membuat suara Tuhan meresapkan lebih dalam. Ia juga tercekam oleh keinginan untuk melihat clausura, dan itu sangat mempengaruhi seluruh hidupnya, kemudian ia menjadi tidak tenang sebelum mewujudkannya (Eddy Kristianto, 2009: 43).

(36)

akhirnya Johanna Neerickx mendapat dukungan dan jalan keluar yang terbaik dari ketakutan tersebut.

Pada tanggal 21 September 1623, Sr. Johanna dan beberapa suster yang mendukung pembaharuan meninggalkan biara Gent menuju Limburg untuk memulai suatu cara hidup baru yang diperjuangkan. Kota Limburg terletak di Belgia Timur, wilayah pegunungan dan pariwisata Ardenes, tidak terlalu jauh dari metropolitan Liege. Sr. Johanna Neerikx, Sr. Francoise Verhelst, Sr. Catharina Baeke, Sr. Maria Makam, Sr. Johanna Wagenere. Mereka membaharui profesi berdasarkan Konstitusi Peniten Rekolek 1623, di tangan pater Petrus Marchant serta mengubah namanya menjadi Sr. Johanna Van Jesus, Sr. Francoise Van Maria, Sr. Catharina van Antonius, Sr. Maria Van Bonaventura dan Sr. Johanna Van Bernadus.

Di tempat yang baru suasana alam baru dan aturan baru jiwa mereka berkembang dengan sangat cepat. Pembaharuan itu lebih menitik beratkan segi kontemplatif, dengan dua ide besar yang menjiwai hidupnya yaitu: penitensi (pertobatan, ulah tapa, matiraga), dan rekolek (samadi, permenungan, kontemplasi) yang diwujudkan dengan menghayati kemiskinan sejati, hidup dalam klausura. Johanna wafat di Limburg 26 Agustus 1648 (Eddy Kristianto, 2009: 46-47).

c. Kekhasan Yohana Van Yesus

Kekhasan Yohana Van Yesus adalah memiliki jiwa pembaharu dan semangat hamba Yesus. Warisan dari Ibu Yohana Van Yesus melukiskan jiwa dan semangat sejati sebagai seorang Peniten Rekolek. Dengan mengenal warisan dan terutama perjalanan spiritualitasnya maka akan sangat membantu kita untuk semakin mampu menghayati hidup sebagai seorang peniten yang sejati.

(37)

Muder Yohana memiliki hasrat besar untuk dapat bermatiraga, cinta kasih serta Ekaristi. Kepekaan akan kebenaran, ketulenan dan kejujuran ia memandang segala sesuatu dengan secara benar dan jujur buahnya dapat terlihat yaitu keyakinan hidup bahwa ia bukan apa-apa dan bahwa Allah adalah segala-galanya. Kesadaran hidupnya bahwa ia bukan apa-apa dihadirat Allah menunjukkan bahwa ia memiliki kerendahan hati yang mendalam. Keyakinan bahwa manusia bukan apa-apa di hadapan Allah begitu juga diyakini oleh St. Fransiskus Assisi dalam syair-syair yang terkenal: Nyayian saudara matahari, mulai dengan menyapa Allah Yang Mahaluhur, Mahakuasa dan berakir dengan ajakan kepada segala mahkluk ciptaannNya untuk merendahkan diri serendah-rendahnya.

Barangsiapa hendak menjalankan hidup pasif atau hidup mistik, harus pertama-tama menyiapkan diri dalam hidup aktif atau hidup berkarya dengan melepaskan diri dari segala sesuatu yang padanya ia melekat, betapa pun kecilnya. Allah menghendaki hati dan maksud kita murni dan tak bernoda. Tak satu ciptaan pun boleh tinggal di dalamnya, karena Tuhan sendiri saja ingin mendiaminya untuk melaksanakan kehendak-Nya dan untuk menyempurnakan kekasihnya menurut perkenaan-Nya. (Nico Syukur Dister, 2011: 59).

Berikut ini adalah ajaran Muder Yohana mengenai kesempurnaan. Menurut Muder Yohana kesempurnaan terletak dalam pengalaman mistik bahwa Allah adalah segala-galnya, berkat persatuan kasih yang total dengan Allah. Hal ini dapat terjadi dengan latihan matiraga, pemurnian, pasrah dan pelepasan sehingga kehendakNya yang mendorong setiap hal yang kita perbuat.

(38)

Dalam praktik hidup rohani kita dapat menghayati bahwa Allah adalah segala-galanya maka perlulah kita melakukan pengosongan diri secara total yaitu dengan: penyangkalanan terhadap hal pemuasaan inderawi dan rohani dengan melepaskan kesenangan jasmani dan rohani seperti makanan yang lezat, nikmat dalam doa(Konsolidasi), pujian orang-orang ekstase dan penglihatan. Usaha agar semua perbuatan dilakukan dengan maksud yang menyerupai kehendak Allah, memiliki sikap pasrah akan segala penderitaan, serta proaktif dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Dengan melakukan hal di atas maka semangat kebenaran itu akan tumbuh dan berkembang dalam kehidupan kita (Nico Syukur Dister 2011:64).

2). Aku sendiri bukan apa-apa

Pelepas-bebasan (atau pemurnian) yang aktif dilangsungkan oleh jiwa sendiri dengan bantuan rakmat Allah. Tujuan dari pelepas adalah memurnikan daya-daya yang indrawi dan rohani dari segala ketidak teraturan dan kelekatan sehingga oleh karenanya seluruh hidup dipimpin oleh kehendak Allah (Nico Syukur Dister 2011: 66)

Menyadari bahwa manusia bukan apa-apa ini akan mengajak kita untuk menyadari bahwa peran Allah dalam hidup kita memberi sesuatu yang mampu menggerakkan dan menghidupi kita. Pelepas-bebasan disebut juga kemiskinan rohani merupakan pekerjaan Allah yang harus ditanggung atau diderita oleh jiwa dengan sabar dan tenang.

3). Jalan Cinta kasih

(39)

Ajaran cinta kasih inilah yang mendasari penghayatan Yohana bahwa Allah adalah segala-galanya dan Si aku bukan apa-apa. Kasih kepada Allah sebagai intensi semua perbuatan kita. Hal ini memiliki arti bahwa setiap hal yang kita lakukan adalah hanya untuk kemuliaan Allah. Bukan untuk kepentingan diri pribadi. Tetapi demi kemuliaan Allah.

4). Jalan Salib

Yohana hanya mengajarkan jalan yang dikemukakan Tuhan kita Yesus Kristus dalam injil karangan St. Matius, bab 16: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya memikul salibnya dan mengikuti Aku.” Dalam hal ini diajarkan empat tingkat: keingingan untuk mendatangi Tuhan kita dengan meninggalkan semuanya, menyangkal dirinya dan meninggalkan semuanya yang dapat merayu atau menarik perhatian kita, memikul salib yaitu dengan menderita dan mati dalam Yesus Kristus dan mengikuti Yesus Kristus dengan menjadikan Dia pemimpin, serta teladan dalam perkataan dan perbuatan.

...Menyadari keangkuhan sebagai musuh yang paling licik dan berbahaya, ia berdoa dengan memohon agar Tuhan sudi mengambil darinya pengetahuan yang luhur dan ekstase yang mempesonakan itu, lagi pula spaya Allah hanya menyatakan dua hal yaitu: kebinaannya sendiri, kebukan apa-apaannya dan kelemahannya, dan kebaikan yang tiada habisnya dari Yesus Kristus yang tersalib. (Nico Syukur Dister, 2011: 80)

(40)

Hal ini menunjukkan bahwa devosi kepada Kristus yang tersalib menjadi ciri khas kongregasi Peniten Rekolek yang diharapkan dapat meresap dalam kehidupan para suster Peniten Rekolek.

5). Taman Tertutup

Taman tertutup adalah gambaran jiwa. “Dinda, pengantinku, kebun tertutup engkau, kebun tertutup dan mata air termeterai” (Kid 4:12). Cintailah keheningan injili dengan menahan kata-kata yang sia-sia dan tak berguna. Keheningan seperti itu mempertahankan engkau dalam kemurnian hati, di mana Allah yang agung mempunyai kediaman-Nya Yang kudus. “Berbahagialah orang yang suci hatinya” sabda Guru” sebab mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).

Dalam jalan rawaji dijelaskan Muder Yohana bahwa pelepasan-bebasan aktif dalam kehidupan tidak mungkin kecuali berkat hidup doa yang mendalam. Sifat doa ini ditulisnya:

Doa yang benar itu terdiri dari gerak turun dan gerak naik. Adapun “turun” artinya secara kontinu melayangkan pandangan kepada kebukan-apa-apa-an kita sendiri dan kepada ketidak berdayakan kita. Gerak naik itu kita langsungkan dalam roh yang mengagumi keagungan dan kebaikan Bapa di surge, yang dengan penuh kasih sayang memimpin kita oleh ketuhanan-Nya (Nico Syukur Dister 2011:87).

(41)

Kecondongan tetap untuk menarik diri dari dunia dan bersemedi dalam hati sebagai ciri khas peniten. Keheningan memiliki nilai tinggi dalam kehidupan seorang peniten bagaimana hal ini dapat dihidupi oleh para pengikutnya. Maka perlulah kita sebagi pengikutya selalu menyediakan waktu dan diri untuk mampu menciptakan suasana hening dalam hati.

B. Makna Gerakan Peniten Rekolek Bagi Keempat Kongregasi

Kongregasi yang dialiri oleh semangat Peniten Rekolek khususnya yang ada di Indonesia FCH (Suster St. Fransiskus Charitas), SFS (Suster Fransiskan Sukabumi), KSFL (Kongregasi Suster-suster Fransiskus dari St. Lusia), FSE (Suster Fransiskan Santa Elisabeth), memiliki satu semangat yang sama yang diilhami oleh Ibu Theresia Saelmaekers yang memiliki semboyan: “Alles Voor Allen” (Nico Dister Syukur 2011:6). Makna Gerakan peniten rekolek bagi keempat kongregasi adalah kekuatan untuk selalu yakin akan penyelenggaraan illahi.

1. Gerakan Peniten Rekolek Bagi Keempat Kongregasi

(42)

selalu mau mengusahakan yang terbaik dalam kehidupannya. Hubungan dengan keempat kongregasi bahwa selama ini semangat Peniten ini telah hidup dan tumbuh subur dalam karya-karya para suster yang sampai sekarang masih dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Perjuangan untuk selalu dapat menghidupi semangat pembaharuan diri terus menerus. Kongregasi yang dialiri oleh semangat Peniten Rekolek khususnya yang ada di Indonesia FCH (Suster St. Fransiskus Charitas), SFS (Suster Fransiskan Sukabumi), KSFL (Kongregasi Suster-suster Fransiskus dari St. Lusia), FSE (Suster Fransiskan Santa Elisabeth), memiliki satu semangat yang sama yang diilhami oleh Ibu Theresia Saelmaekers yang memiliki semboyan: “Alles Voor Allen” (Nico Dister Syukur 2011:6).

Moeder Theresia Saelmaekers adalah pendiri biara Breda. Sifat-sifatnya: tangguh, bertanggungjawab, berani, pekerja keras, teguh pada prinsip dan percaya akan penyelegaraan Tuhan. Biara Breda yang didirikan oleh Moeder Theresia Saelmaekers berasal dari pembaharuan Limbur. Biara ini juga disebut dengan nama biara peniten. Biara peniten di pengaruhi oleh semangat Suster dari Dongen. Biara ini mengkhususkan untuk merawat secara fisik, tetapi ia juga memperhatikan kehidupan rohani pasien. Kehidupan manusia dipulihkan secara utuh: sehat jasmani dan rohani dalam arti terjadi keseimbangan dalam proses penyembuhan (Eddy Kristianto, 2009: 81).

(43)

Kepercayaan pada penyelenggaraan Ilahi ini dapat kita lihat dari peran Allah dalam hidup pribadi para pengikutnya yang tangguh untuk berjuang seperti halnya Ibu Theresia Saelmaekers, dalam karya misi yang dilakukan bukan hanya di Belanda tetapi sampai di Indonesia, kongregasi peniten rekolek ini dapat berkembang sampai di Indonesia, makna peniten rekolek ini dapat dirasakan dan dibuktikan dari cara melayani pasien selain merawat secara fisik tetapi juga secara rohani.

Ini adalah bagan bentuk kekerabatan antara keempat konggregasi

Biara Breda Alles Voor Allen

Th 1830

Kelompok Theresia Saelmaekers dari Leuven

Biara Oosterhout Bergen op Zoom Biara Rotterdam Biara Breda Jl. Haagdijk

“Charitas” Th. 1834 “Pengungsian bagi “Alles voor Allen” “Ketika Aku Sakit,

Theresia Saelmaekers Penderita” Th. 1838 Th. 1841-1847 kamu melawat Aku”

(FCH-Palembang) Sr. Rosa de Bie Sr. Lucia Dierckx Th. 1880

(SFS-Sukabumi) (KSFL-Pematang Siantar) Sr.Malthilda Leenders

(FSE-Medan)

( Eddy Kristianto, 2009: 86)

(44)

Rosa De Bie dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1933 yang pusatnya di Sukabumi. Yang ketiga Biara Peniten Rekolek Rotterdam (KSFL) yang berdiri sejak tahun 1847 oleh Moeder Lucia dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1925 yang pusat biaranya ada di Pemantang Siantar. Yang keempat Biara Peniten Rekolek Elisabeth Breda (FSE) yang berdiri sejak tahun 1880 oleh Moeder Malthilda leenders dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1925 yang pusat biaranya ada di Medan.

2. Hubungan Keempat Kongregasi Peniten Rekolek

Keempat kongregasi ini saling berhubungan kekerabatan seperti yang dapat dilihat dalam diagram diatas. Moeder Theresia Saelmaekers mendirikan beberapa biara yang akhirnya datang dan berkarya di Indonesia. Semangat Ibu Theresia ini dihidupi oleh tarekat-tarekat yang ada di Indonesia: FCH, SFS, KSFL dan FSE.

Maria Theresia, sebagai pemimpin religius, memiliki banyak andil dalam mengembangkan kehidupan religius maupun kehidupan karya pelayanan. Barbara (Saelmaekers) lahir di Brabant (Belgia), tanggal 5 September 1797. Nama Biara: Suster Maria Theresia. Moeder Theresia Saelmakers ini adalah pendiri kongregasi Fransiskan Breda. Biara Breda menggunakan Anggaran dasar Ordo ketiga Regular St. Fransiskus Assisi dan Konstitusi Peniten Rekolek Reformasi Limburg (Eddy Kristianto, 2009:79).

(45)

dalam karya pelayanan (Moeder Theresia Saelmaekers, pendiri kongregasi Fransiskan Breda : 29).

Keyakinan akan penyelenggaraan Ilahi ini yang mendorong ntuk membuka komunitas-komunitas di Osterhout, Bergen Op Zoom, dan Rotterdam. Komunitas yang didirikan itu merupakan pusat dari biara-biara yang ada di Indonesia Osterhout adalah pusat biara FCH, Bergen Op zoom pusat biara SFS, Rotterdam adalah pusat dari biara KSFL, dan Breda adalah pusat biara FSE. Hubungan keempat kongregasi adalah hubungan saudara yang disatukan dalam satu semangat Peniten Rekolek “Alles Voor Allen” yang artinya Semua untuk semua.

C. Peniten Rekolek Menurut St. Fransiskus Assisi

Peniten Rekolek berawal dari pertobatan St. Fransiskus Assisi oleh karena dorongan dari Allah. Pertobatan yang membawa perubahan dalam hidupnya baik sebagai titik awal perubahan dalam hidupnya. Dari hidup yang serba tidak menentu menjadi pribadi yang memiliki arah hidup yang jelas. Perubahan yang menyeluruh dan menembus batas diri sendiri.

1. Awal Pertobatan Fransiskus Assisi Ketika Berdoa Di depan Salib San Damiano

(46)

yang dikehendakiNya, hal ini terwujud dalam sikap hidupnya setelah ia mendengarkan suara Allah.

a. Titik Awal Pertobatan Fransiskus Assisi

“Kami bersyukur kepadaMu karena sebagaimana dengan perantaraan Putramu, Engkau telah menciptakan kami, demikian pula karena belas kasihMu yang mahakudus, yang telah Engkau berikan kepada kami, Engkau telah membuat Dia, yang sungguh Allah dan sungguh Manusia, lahir dari Santa Maria tetap perawan, yang mulia dan amat berbahagia dan oleh salib, darah dan wafatNya, Engkau mau menebus kami, orang tawanan. Dan kami bersyukur kepadamu, karena PuteraMu itu akan datang lagi dalam semarak keagunganNya, untuk mengirim ke dalam api yang kekal orang-orang terkutuk yang belum melakukan pertobatan dan belum mengenal Engkau serta mengabdi kepadamu dalam pertobatan: “Marilah kamu yang diberkatioleh bapaKu, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia di jadikan.(Mat 25:34, AngTBul 23:3-5)

Fransiskus memulai langkah “Pertobatannya dalam Anggaran dasar Tanpa Bulla dengan doa syukur. Pertobatan Fransiskus adalah suatu ungkapan terima kasih karena kebaikan Allah atas belas kasih Allah bapa yang telah mengutus puteranya untuk manusia.

Pertobatan dilakukan bukan karena semata-mata dorongan manusiawi, melainkan tindakkan Allah. “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi karena kemurahan hati Allah”.(Rom 9:16)

(47)

Fransiskus memberikan petunjuk kepada kita arah hidup religius yang sejati khususnya dengan pertobatan yang tidak hanya dipergunakan untuk sendiri tetapi menyeluruh. Pertobatan seturut injil suci, khususnya kotbah di bukit (bdk.Mat 5-7). b. Praktik Hidup Pertobatan oleh Fransiskus Assisi sebagai jawaban total

Fransiskus menjalani hidup pertobatan dengan penuh kebahagiaan, yang terungkap dalam keseluruhan hidupnya. Hidup pertobatan adalah jawaban total dan terang-terangan dari hati penuh rasa syukur atas semua karunia Allah melalui Kristus. Fransiskus bertekun dalam pertobatan yakni penyangkalan diri secara total menuju kepada Tuhan.

Marilah kita mencinta Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap budi, dengan penuh kekuatan dan ketabahan, dengan penuh daya pengertian, dan segenap tenaga, dengan segala jerih payah, dan segenap perasaan, dengan seluruh sanubari, dengan penuh hasrat, dan kemauan, Dia sudah dan masih memberikan kepada kita semuanya: seluruh badan, seluruh jiwa, dan seluruh hidup kita, Dia yang menciptakan kita dan menebus kita serta akan menyelamatkan kita karena belaskasihNya semata-mata, Dia sudah dan masih mengerjakan segalanya yang baik untuk kita, orang yang malang dan hina ini, busuk dan berbau, tak tahu terima kasih dan jahat” (AngTBul 23:8). Dalam AngTBul 23:8 tersebut mau dikatakan bahwa sebagai rasa syukur perlulah mencintai Tuhan dengan sepenuh hati dengan ketulusan dan cinta sejati karena karya keselamatan yang telah dianugerahkan kepada manusia. Ia telah menebus manusia yang berdosa dengan belaskasih yang tak ternilai.

(48)

c. Puncak hidup pertobatan Fransiskus Assisi

Puncak pertobatan Injili adalah sebagaimana orang mampu melepaskan diri sendiri demi Allah bahkan sampai melupakan diri. Hal ini berarti bahwa orang mengarahkan hidupnya menuju pada Allah sampai kekal.

Fransiskus menyebut dirinya”jalan pentobat”. Pertobatan berhubungan dengan metanoia pertobatan sejati. Pertobatan berasal dari Allah yang telah mencurahkan kasihNya kepada manusia. Titik awal hidup pertobatan tidak terletak pada diri seseorang tetapi terletak pada tindakan Allah. Allahlah yang menciptakan untuk melakukan petobatan, melalui kristus Allah menyelamatkan manusia yang jatuh dalam dosa.

Keseluruhan hidup Fransiskus adalah melakukan pertobatan Hidup dalam rencana Allah adalah sesuatu yang membahagiakan. Maka janganlah menginginkan dan menghendaki hal lainnya, janganlah sesuatu yang lain menyenangkan dan menggembirakan kita, kecuali pencipta dan penebus serta penyelamat kita (AngTBul 23:9).

Kesempurnaan dan kepenuhan hidup pertobatan dipaparkan Fransiskus dalam Anggaran Tanpa Bulla 23: 10-11

(49)

Dalam seluruh hidupnya Fransiskus menampakkan bagaimana ia telah memberi teladan kesalehan khususnya dalam melakukan pertobatan sejati. Fransiskus menyadari bahwa dirinya adalah adalah seorang pendosa yang perlu selalu kembali kepada sang sumber rahmat. Kesadaran itu ia hidupi dan ia pancarkan lewat kehidupannya setiap hari. Sikap radikal yang dimiliki Fransiskus adalah pembaharuan diri terus menerus.

2. Teladan Hidup Fransiskus Assisi Terutama Dalam Memaknai Peniten Rekolek (Wasiat-Wasiat)

Bagi pengikut Fransiskus hidup Fransiskus merupakan teladan dalam kehidupan. Hidup dijiwai oleh roh Fransiskan yang menjadi dasar atau disebut pilar utama yang menopang kehidupan sebagai seorang Fransiskan. Berikut ini diuraikan secara singkat ke-4 pilar utama roh Fransiskan itu:

a. Semangat Melakukan Pertobatan

Pertobatan merupakan tuntutan untuk suatu hidup religius, tetapi merupakan elemen hakiki dari hidup kristiani. Pertobatan dalam semangat Fransiskan mengandung dua unsur yang hakiki dan khas. Suatu pertobatan terus menerus dalam arti biblis”metanoia” yaitu suatu gerakan batin manusia yang mengarahkan diri kembali kepada Allah. Allah sebagai pusat hidup aspirasi dan aktivitas hidup. Pertobatan dalam pandangan Fransiskan menunjukkan sikap batin (psikologi spiritual) yang mengarahkan kerinduan utama jiwa dan gerakan hati yang tak henti-hentinya (Eddy Kristianto 2009:203).

(50)

ketiga regular. Pertobatan bagi Fransiskus adalah perubahan orientasi yaitu dengan memeluk orang kusta dan merawat mereka. Maka dalam sejarah kongregasi Peniten Rekolek perhatian pada orang sakit, anak terlantar, orang miskin amat jelas (Eddy Kristianto 2009:205). Karya karitatif merupakan dimensi konstitutif dari hal melakukan pertobatan dalam semangat cinta kasih kristiani.

Pada saat ini kongregasi yang memiliki semangat Peniten Rekolek juga memiliki karya-karya yang diperuntukkan untuk membantu mereka yang sakit dan menderita sesuai dengan semangat pertobatan. Pelayanan karya karitatif disesuaikan dengan zaman yang ada namun tetap dijiwai oleh semangat pelayanan kasih.

b. Semangat Berdoa

Berdoa merupakan puncak dari pertobatan. Dalam doa orang mengkontemplasikan misteri dan karya Allah dan mengangkat pujian serta syukur kepada Bapa dengan perantaraan Kristus dalam Roh Kudus. Berdoa mencakup keberadaan manusia sebagai makhluk yang selalu menundukkan diri kepada kehendak Allah.

(51)

Hal ini mau menegaskan bahwa Fransiskus menekankan hidup doa sebagai hal yang utama dalam setiap pelayanan dan karyanya, mengapa demikian karena doa menjadi obor yang mampu memhidupkan serta memberi kekuatan dalam karya maupun dalam tugas-tugas yang dilaksanakannya. Maka Fransiskus menghendaki agar para pengikutnya memili ikatan perasaan dengan Gereja yaitu dengan melakukan Ofisi Ilahi atau Ibadat Harian. Ekaristi sebagai puncak dan sumber hidup mereka (Eddy Kristianto 2009:208).

Aspek keheningan menjadi hal yang penting dalam gerakan Ordo ketiga regular Fransiskan. Dalam keheningan orang mampu mendengarkan suara Allah lewat Sabda Injil. Maka tradisi silensium magnum (keheningan total) mendapat tempat dalam praksis hidup para Fransiskan.

c. Hidup dalam semangat kemiskinan

Semangat kemiskinandan kedinaan merupakan kembaran warisan rohani Fransiskus. Roh kedinaan dalam semangat Fransiskus berkaitan dengan pilihan bebas untuk mengambil disposisi batin sebagai minors, bawahan. Pilihan ini muncul bukan karena sindrom rendah diri (inferiority complex) (ed. Eddy Kristianto 2009: 209). Semangat kemiskinan Fransiskan merupakan suatu kemampuan dasar untuk melepaskan, mengosongkan diri sebagaimana Kristus yang “walaupun Ilahi, tetapi melepaskan keilahian-Nya dan mengosongkan diri” (Flp 2:7).

(52)

kebahagian dan kedinaan yang menyatakan bahwa manusia bukanlah apa-apa dan apa yang dimiliki manusia adalah pemberian dari kemurahanNya.

Miskin bukan berarti pada materiil saja tetapi dilaksanakan dalam cara hidup mengikuti Kristus menurut gaya Fransiskus sebagai “musafir dan perantau” (AngBul VI:3). Menerima semua dari Allah dan sesama, dan memberi kembali segala-galanya kepada Allah dan sesama.

d. Hidup dalam semangat kehinadinaan (Kerendahan Hati)

Kehinadinaan muncul karena pilihan bebas untuk hidup seturut teladan Kristus (Luk 22:26), yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan memberi hidupNya bagi keselamatan banyak orang dan karena kasih Allah (1Ptr 2:13). Kehinadinaan merupakan ciri khas dalam Fransiskan.

Kesetiaan akan sikap hina dina membuat para saudara-saudari tidak mencari kesuksesan demi kesuksesan dalam karyanya, serta kedudukan terhormat. Hal ini mau mengatakan bahwa kehinadinaan menjadikan orang mampu untuk mensyukuri setiap kesempatan sebagai anugerah Tuhan.

Keempat pilar di atas memberikan gambaran bahwa sebagai seorang peniten tentunya memiliki semangat pertobatan yang terus menerus, semangat doa dalam keheningan batin, miskin di hadapan Allah dan dapat hidup dalam kehinadinaan sebagaimana Kristus telah memberikan teladan kepada kita Ia yang kaya mau turun dari surga untuk kita para pendosa.

D. Spiritualitas Peniten Rekolek Dalam Konstitusi SFS

(53)

akan dibicarakan mengenai spiritualitas suster Fransiskan Sukabumi berdasarkan rekomendasi kapitel tahun 2012.

1. Pengertian Spiritualitas Secara Umum

Spiritualitas adalah daya gerak yang membentuk sikap dan semangat setiap anggota kelompok hidup membiara. Spiritualitas sebagai kekhasan hidup religius dalam menghayati hidup rohaninya. Harjawijata(1979:2) menyatakan pengertian kata”spiritualitas” berasal dari bahasa latin “spiritus” sebenarnya menjadi sesuatu yang sangat konkrit antara lain: ilham, sukma, jiwa. Spriritualitas berarti cara menyadari, memikirkan dan menghayati hidup rohani yang digerakkan oleh roh.

Dalam kamus bahasa Indonesia “Spiritual” artinya rohani (jiwa). Secara etimologi kata “spirit” berasal dari kata Latin “Spiritus”, yang berarti “roh, jiwa, sukma, kasadaran diri, nyawa hidup. Spiritualitas adalah sesuatu hal yang diyakini dan dihayati dalam hidup dan menjadi pendorong seseorang alam bertindak dan bersikap di dalam kehidupannya (Biara Karmel).

2. Pengertian Spiritualitas Menurut Konstitusi SFS Berdasarkan Kapitel Th. 2012

(54)

sukabumi menghayati kasih Yesus Kristus injili dalam hidup persaudaraan yang ditopang oleh semangat tobat, doa, pelayanan dan kesederhanaan”

Di bawah ini termuat penjabaran mengenai masing-masing arti kata dan makna dalam rumusan spiritualitas SFS

a) Menghayati kasih

Allah mewahyukan diri-Nya sebagai kasih (bdk 1 Yoh 4:8). Sikap Allah yang adalah kasih itu paling nyata dalam memberi demi kebaikan dan keselamatan manusia, solider, setia kawan dan terlibat dalam hidup manusia. Kita beriman dan berharap akan Allah dipanggil untuk mengikuti teladan dan kepedulian Allah tersebut. Menghayati kasih berarti menghadirkan Allah dalam perilaku hidup kita (Rekomendasi Kapitel SFS 2012: 1).

Menghayati kasih yang mengutamakan orang lain: solider, setia kawan, terlibat. Allah selalu mengajari kita untuk memberi dengan ketulusan, totalitas, sepenuh hati tidak hanya pada materi tetapi bakat dan kemampuan serta perhatian sederhana untuk menjadi bahan bagi kita untuk memberi.

b) Yesus Kristus Injili

Allah yang Maha baik, Maha luhur, maha kuasa, maha kasih memberikan Putera Tunggal-Nya kepada seluruh ciptaan-Nya melalui peristiwa inkarnasi yang memuncak pada sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Seluruh fungsi dan peran Yesus Kristus Putera Allah itu diwartakan oleh para Rasul dan diimani oleh Gereja sebagai pribadi yang menyelamatkan (Rekomendasi Kapitel SFS, 2012: 1).

(55)

mencari jalan keluar, selalu mengandalkan Allah. Kesulitan yang besar atau kecil menjadi bagian tak terpisahkan bagi para Suster Fransiskan Sukabumi.

c) Hidup Persaudaraan

Hidup persaudaran suster fransiskan sukabumi berpola pada persekutuan Yesus dan keduabelas rasul. Dengan ciri-ciri sebagai berikut: terdiri dari orang-orang sederhana, total, siap sedia, menyertai Guru ke manapun Dia pergi, menjadi saksi kebangkitan-Nya dan pewarta yang tangguh, persekutuan manusiawi, kolegialitas (Rekomendasi Kapitel SFS, 2012: 1). Hidup persaudaraan dimulai dari komunitas, komunitas adalah “starting point” untuk melatih diri dalam penghayatan persaudaraan. komunitas tempat pembelajaran yang lengkap.

d) Tobat

Sebagaimana St. Fransiskus Assisi memulai hidupnya yang baru dalam semangat pertobatan, demikian pula para suster menghayati panggilan mereka sebagai batu dari pertobatan untuk mengikuti Yesus Kristus. Ada banyak cara hidup yang ditawarkan oleh dunia, tetapi berkat kasih karunia Allah ia berkenan menggerakkan hati orang-orang pilihanNya untuk membaktikan diri mereka demi kerajaan-Nya (Mat 19:11). Menjadi anggota SFS yang dihayati sebagai suatu “tanda pertobatan” adalah berusaha “mengenakan hidup baru” dalam Yesus Kristus. Spirit ini menggerakkan para suster untuk mengusahakan pembaharuan diri terus menerus dalam hidup mereka setiap hari dengan saling mengampuni dan menyelamatkan (Rekomendasi Kapitel SFS, 2012: 2).

e) Doa

(56)

bentuk komunikasi intensif antara manusia hina dina dengan Allah yang melampaui segalanya. Para suster disadarkan bahwa hidup doa dan kontemplasi (doa pribadi, doa bersama, ekaristi, relfeksi atas realita hidup dalam terang sabda) merupakan sumber dan roh yang menjiwai seluruh hidup dan pelayanan mereka (konst. Pasal 32). Dari sumber ini mengalir kekuatan dan semangat hidup bagi para suster (Rekomendasi Kapitel SFS 2012: 2).

Spirit doa mampu membawa orang untuk bertindak sesuai apa yang dikehendaki Allah. Kesadaran akan kebutuhan untuk selalu bersama Allah. Doa mampu menyuburkan hidup sebagai SFS.

f) Pelayanan

Yesus bersabda kepada para murid-Nya: jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki (Yoh 13:14). Hal ini jugalah yang diharapkan oleh Ibu Rosa de Bie dari para suster, untuk hidup saling melayani dengan gembira agar dapat menjadikan diri mereka sebagai pengungsian bagi yang berkesusahan (konst. Ps: 45). Pengalaman saling melayani dalam hidup berkomunitas inilah yang kemudian mengalir keluar kepada semua orang yang dilayani melalui perbuatan kasih dalam berbagai bentuk karya pelayanan yang dilaksanakan oleh para suster. Dengan cara ini para suster ikut membawa sekaligus mengalami dan menyadari kasih Allah secara nyata. Allah adalah tempat pengungsian bagi orang lain, khusunya yang menderita (Rekomendasi Kapitel SFS, 2012 : 2). g) Kesederhanaan

(57)

sikap lepas bebas pada jabatan, barang/harta benda dan tempat yang dapat menjamin hidup serta kelangsungan hidup kongregasinya. Para suster hendaknya menampakkan kesederhanaan dalam: penggunaan barang/fasilitas, cara bergaul yang terbuka menerima siapa saja, penuh syukur dan gembira atas apa yang disediakan, mau bekerja keras apapun jenisnya, rela berbagi baik materi maupun kemampuan dengan orang lain (bdk. Konst ps: 20), melepaskan hak untuk menggunakan dan mengurus milik pribadi (bdk, Konst ps 23). (Rekomendasi Kapitel SFS, 2012 hal: 2).

Tarekat suster Fransiskan Sukabumi mempunyai spiritualitas yang diambil dari semangat St. Fransiskus Assisi. St. Fransiskus sebagai teladan dalam kehidupan para suster yang memiliki devosi kepada salib. Salib menjadi tanda serta lambang bagi kongregasi untuk lebih menjiwa seluruh kehidupannnya sebagai seorang peniten yang sejati. Yesus yang tersalib dan miskin menjadi bentuk penghayatan dalam kehidupan sehari-hari. Merenungkan sengasara Kristus dan ketekunannya bersama Maria Bunda Yesus.

3. Usaha Kongregasi Dalam Menfasilitasi Penghayatan Spiritualitas

Referensi

Dokumen terkait

Kemungkinan yang terjadi adalah karena kekuatan dan jarak pusat gempa yang jauh dari stasiun radio yang digunakan dan juga adanya rugi-rugi propagasi dalam pemancaran

Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan data langsung dengan mengadakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun data yang dikumpulkan adalah yang berhubungan

Diharapkan dari penelitian ini dihasilkan bentuk dan ukuran partikel yang seragam serta nilai suseptibilitas magnetik mendekati toner pasaran.. Selain itu, pasir besi

Tujuan penelitian ini adalah membangun aplikasi berbasis web menggunakan bahasa pemrograman PHP (Personal Home Page) untuk mendapatkan komponen-komponen pasut dan

Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur- sayuran dan

Definisi atau dalil yang ringkas itu menurut Muhammad Yamin sama isi dan maksudnya dengan yang panjang sehingga sendi-sendi dalam rumusan yang sembilan jumlahnya itu

Produk MPI dikumpulkan di Admin FITK sesuai tanggal yang telah ditentukan : a. PGMI, dikumpulkan tanggal 21

Tujuan dari pengajaran mata kuliah basis data adalah untuk memberikan suatu pendahuluan mengenai sistem manajemen basis data, dengan penekanan pada bagimana cara