Bab III Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah Dan Kebijakan Keuangan
3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
3.1.2. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun
berdasarkan pertimbangan berbagai asumsi yang diperkirakan mempengaruhi
perekonomian di wilayah ini. Asumsi tersebut berasal dari lingkungan eksternal
nasional maupun global dan kondisi internal domestik Provinsi DIY. Perkembangan
kondisi eksternal terkait dengan perbaikan perekonomian global yang semakin
menunjukkan hasil ditandai dengan perilaku negara-negara maju yang semakin
agresif dalam melakukan ekspansi dan berimbas pada kondisi makro ekonomi
nasional Indonesia sebagai bagian dari perekonomian global yang memiliki peran
penting. Kondisi internal domestik Provinsi DIY terkait dengan menggeliatnya
Tahun 2012
- 76 -
kegiatan ekspor dan sektor tersier di wilayah ini. Selain iklim ekonomi yang semakin
kondusif proyeksi tahun 2011-2012 tidak dapat dipisahkan dari pengaruh letusan
Gunung Merapi yang terjadi di Provinsi DIY pada Oktober 2010.
Angka-angka proyeksi variabel makro ekonomi Provinsi diklasifikasikan ke dalam dua
kategori, yaitu: pertumbuhan ekonomi moderat (m) dan optimis (o). Dikatakan
moderat, apabila asumsi-asumsi yang digunakan untuk proyeksi dan perkembangan
data historis yang ada mengarah pada kecenderungan yang menurun.Sementara
klasifikasi optimis mengindikasikan bahwa asumsi-asumsi proyeksi yang mampu
mendorong perbaikan perekonomian diharapkan dapat terealisasi.Data-data
proyeksi yang dilaporkan pada Bab IV ini juga mengakomodir hasil diskusi internal
dengan Pemerintah Provinsi DIY terutama Bapeda Provinsi DIY.
1.
Pertumbuhan Ekonomi
Suasana optimistis perekonomian global dan nasional mewarnai asumsi yang
digunakan dalam melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi DIY 2010-
2012. Asumsi tersebut antara lain:
a.
Proses pemulihan krisis ekonomi global yang terus berlanjut mendorong geliat
ekonomi pasar global yang menjadi tujuan ekspor produk-produk DIY
b.
Permintaan ekspor yang terus meningkat dan diharapkan mampu mendorong
investasi jangka panjang
c.
Kinerja ekonomi nasional selama tahun 2010 berada pada tren meningkat yang
didorong oleh konsumsi rumah tangga yang tinggi akan terus berlanjut di tahun-
tahun mendatang
d.
Adanya kebijakan antisipasi diberlakukannya pasar bebas di kawasan Asia, serta
iklim ekspor/impor yang cenderung meningkat menyusul pulihnya ekonomi
internasional.
e.
Proyek investasi baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta masih berjalan
seperti
fly over, unde pass, water boom, inland port, pembangunan hotel
berbintang, dan real estate, diharapkan mampu menggerakkan perekonomian
DIY tahun-tahun mendatang dalam jangka panjang
f.
Adanya kenaikkan upah minimum regional (UMR) dan kenaikkan gaji PNS yang
berimbas pada kenaikan pendapatan dan daya beli masyarakat
g.
Anggaran penanganan pasca bencana letusan Gunung Merapi berupa
rehabilitasi dan rekonstruksi yang mencakup empat poin utama seperti
pemulihan sektor ekonomi, pemulihan sektor infrastruktur, pemulihan sektor
pemerintahan dan sektor kesejahteraan rakyat dimasukkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DIY tahun 2011
h.
Pemerintah dan seluruh pelaku sektor ekonomi mampu memanfaatkan
momentum pertumbuhan nasional 2010 untuk meningkatkan perekonomian
Provinsi DIY
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor di atas maka pertumbuhan ekonomi
Provinsi DIY pada tahun 2010 sampai dengan 2012 masing-masing adalah 4,5%-
5,0% (2010), 4,7%-5,3% (2011), dan 5,3%-5,6% (2012). Proyeksi pertumbuhan
cenderung memiliki tren yang meningkat seiring meningkatnya optimisme dunia
usaha pasca 2010. Meskipun demikian angka pertumbuhan tersebut tetap berada di
bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan berbagai kondisi yang ada pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi
DIY di tahun 2011 dan 2012 dari sisi penawaran akan banyak didorong oleh sektor
Tahun 2012
- 77 -
jasa-jasa terutama jasa pemerintah. Berbagai kebijakan baik di sektor fisik terkait
rehabilitasi bendana maupun non fisik terkait pemulihan citra DIY dan usaha
menciptakan iklim investasi yang kondusif akan memberikan hasil di tahun-tahun
mendatang. Berbagai kebijakan tersebut diharapkan dapat menjadi stimulus untuk
menciptakan trickle down effect yang dapat dinikmati masyarakat secara merata.
Salah satu program pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Sleman terkait
dengan penaganan pasca bencana Gunung Merapi adalah pengadaan program
padat karya infrastruktur di lokasi bencana sebesar 3 miliar rupiah di tahun 2010.
Anggaran tersebut dibagi dalam dua pos yaitu 2,49 miliar rupiah untuk Dinas Sosial,
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) dan sisanya untuk Dinas
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (DPPK). Program padat karya infrastruktur
tersebut tersebar di 13 desa yang ada di 5 Kecamatan, yakni Pakem, Cangkringan,
Turi, Tempel dan Ngemplak.Masing-masing pedesaan ada 2 lokasi yang menjadi titik
sasaran. Jumlah tenaga kerja yang direkrut dalam program ini menapai 2.600 orang
dan semuanya menajdi korban erupsi merapi dan program ini akan terus berlanjut di
tahun 2011.
Sementara itu dalam kajian Bank Indonesia (2010) perekonomian Provinsi DIY tahun
2010 diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Meredanya krisis
keuangan dan ekonomi global berdampak positif terhadap perekonomian nasional
dan DIY pada khususnya. Perekonomian DIY diperkirakan tumbuh di kisaran 4,5%-
5%, relatif searah dengan perkembangan ekonomi nasional yang diproyeksikan
tumbuh dikisaran 5,5%-5,6%. Kinerja ekspor dan industri pengolahan sudah mulai
menunjukkan arah perbaikan searah dengan membaiknya permintaan eksternal dan
domestik.
Dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi didorong oleh kegiatan konsumsi dan
investasi. Pertumbuhan konsusmsi dipengaruhi oleh daya beli yang membaik yang
antara lain bersumber dari peningkatan upah dan nilai tukar petani yang tumbuh
positif serta dukungan pembiayaan yang meningkat. Peningkatan konsumsi
pemerintah juga mendorong pertumbuhan. Investasi swasta yang terus tumbuh
mengimbangi kenaikkan permintaan semakin memantapkan pertumbuhan ekonomi
DIY.
Terkait dengan keuangan, rencana pendapatan daerah mengalami penurunan
sebesar 1,26%. Hal ini disebabkan oleh perkiraan turunnya Dana Alokasi Umum
(DAU) sebesar 0,78% dan hasil Pajak Daerah sebesar -2,44%. Penyusunan RAPBD
tahun 2010 ini cukup konservatif dengan tetap memperhatikan kapasitas
perekonomian di DIY. Namun demikian khusus untuk PAD realisasinya dimungkinkan
dapat lebih tinggi, searah dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang membaik.
Secara keseluruhan komposisi anggaran Pendapatan Daerah 2010 diperkirakan
masih disominasi oleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 58,09% dan Pajak Daerah
13,42%.
Namun ditengah-tengah pertumbuhan ekonomi DIY yang semakin membaik dan
menggembirakan, diperkirakan akan terganggu dengan adanya letusan Gunung
Merapi. Dampak dari bencana alam ini meliputi beberapa sektor terutama pertanian
Tahun 2012
- 78 -
khususnya tanaman pangan holtikultura dan sektor lainnya seperti sub sektor
angkutan udara, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pariwisata dan
sektor jasa-jasa. Meskipun demikian pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 tetap di
atas pertumbuhan tahun sebelumnya 2009.
Gambar. III.4
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DIY dan Indonesia,
2009 – 2010 (%)
Sumber: Hasil analisis dan Bank Indonesia (2009)
Keterangan: “m” = moderat dan “o” = optimis
Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan berada di
atas 6% di tahun-tahun mendatang. Tahun 2010 diperkirakan tumbuh sebesar 6%,
sedangkan 2011 tumbuh sebesar 6%-6,5% dan 6,1%-6,6% di 2012. Kajian BI (2010)
menyatakan bahwa kinerja ekonomi domestik selama tahun 2010 berada pada tren
meningkat, meski masih dibayangi berbagai kendala terkait infrastrukturdan pola
pertumbuhan yang belum berimbang. Kinerja konsumsi rumah tangga masih kuat
didukung oleh masih terjaganya daya beli masyarakat, ketersediaan pembiayaan dari
bank dan non bank, masih optimisnya tingkat keyakinan konsumen dan relatif
rendahnya harga barang impor.
Dilihat dari proyeksi nilai PDRB Provinsi DIY Berdasarkan Lapangan Usaha
menunjukkan bahwa pada tahun 2010 berada pada kisaran Rp20.953.922 juta -
Rp21.114.335 juta, sedangkan proyeksi tahun 2011 sebesar Rp21.938.756 -
Rp22.233.395 juta, dan tahun 2012 sebesar Rp138.214.165 - Rp140.070.386
juta. Nilai PDRB ini lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan tahun 2009. Kenaikkan
ini terjadi karena di awal tahun 2010 hingga Bulan September, perekonomian DIY
tumbuh sekitar 5,2%, tetapi keberlanjutan pertumbuhan tersebut diperkirakan akan
terganggu akibat erupsi Gunung Merapi, sehingga pertumbuhan kumulatif selama
setahun hanya lebih sedikit dari tahun sebelumnya.
Tahun 2012
- 79 -
Tabel III.10
Proyeksi Nilai PDRB Provinsi DIY
Berdasarkan Lapangan Usaha (ADHK 2000) dalam juta rupiah
Lapangan
Usaha
2010
2011
2012
M
O
m
O
m
o
Pertanian
3.785.128
3.803.239
3.976.255
4.018.175
4.199.945
4.256.316
Penggalian
154.123
154.860
159.546
161.228
166.219
168.450
Industri
Pengolahan
2.670.742
2.683.521
2.770.996
2.800.210
2.893.117
2.931.948
Listrik & Air
Bersih
196.666
197.607
208.441
210.638
221.967
224.946
Konstruksi
2.020.141
2.029.806
2.127.891
2.150.325
2.253.205
2.283.447
Perdagangan,
Hotel &
Restoran
4.457.557
4.478.885
4.754.133
4.804.255
5.091.353
5.159.688
Pengangkutan
& Komunikasi
2.178.698
2.189.122
2.206.983
2.230.251
2.251.389
2.281.607
Keu, Real
Estat & Jasa
Perusahn
1.993.830
2.003.370
2.075.051
2.096.928
2.172.801
2.201.964
Jasa-Jasa
3.497.038
3.513.770
3.659.460
3.698.041
3.851.514
3.903.208
PDRB
20.953.922 21.114.335 21.938.756 22.233.395 23.101.510 23.411.764
Sumber: Hasil analisis. Keterangan: “m” = moderat dan “o” = optimis
Sementara itu nilai PDRB Provinsi DIY tahun 2011 dan 2012 diperkirakan akan terus
meningkat seiring dengan pembangunan yang bersifat ekspansif maupun
rehabilitasif pasca 2010. Seluruh sektor ekonomi diperkirakan mampu menciptakan
pertumbuhan positif dalam membentuk PDRB.
Tahun 2012
- 80 -
Gambar III.5
Proyeksi Kontribusi Provinsi DIY Berdasarkan Lapangan Usaha
(Harga Konstan 2000), 2010 – 2012 (%)
Sumber: Hasil analisis
Keterangan: “m” = moderat dan “o” = optimis
Untuk melihat sumbangan masing-masing sektor terhadap nilai PDRB Provinsi DIY
dapat di lihat pada gambar di bawah ini.Struktur perekonomian DIY pada dua tahun
mendatang masih di dominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor perdagangan hotel
dan restoran, sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Kontribusi tertinggi dihasilkan
oleh sektor perdagangan hotel dan restoran masing-masing sebesar 21,27% (2010),
21,67% (2011), dan 22,04% (2012). Persentase sektor ini diperkirakan akan terus
meningkat seiring dengan pulihnya pasar global, membaiknya sektor pariwisata dan
permintaan masyarakat yang besar. Sektor lain yang berkontribusi terbesar ke dua
adalah sektor jasa-jasa dan disusul sektor pertanian. Di tahun 2010 sektor pertanian
diperkirakan mengalami kontraksi sebagai dampak erupsi Merapi, sedangkan jasa-
jasa cenderung tetap.
Tabel III.11
Proyeksi Pertumbuhan PDRB Per Sektor Provinsi DIY
Berdasarkan Lapangan Usaha
(Harga Konstan 2000), 2010 – 2012 (%)
Lapangan Usaha
2010
2011
2012
2010m
2010o
2011m
2011o
2012m
2012o
Pertanian
4,28
4,78
5,05
5,65
5,63
5,93
Penggalian
3,26
3,76
3,52
4,11
4,18
4,48
Industri Pengolahan
2,75
3,24
3,75
4,35
4,41
4,70
Listrik & Air Bersih
5,96
6,47
5,99
6,59
6,49
6,79
Tahun 2012
- 81 -
Lapangan Usaha
2010
2011
2012
2010m
2010o
2011m
2011o
2012m
2012o
Konstruksi
5,01
5,51
5,33
5,94
5,89
6,19
Perdagangan, Hotel &
Restoran
6,30
6,80
6,65
7,26
7,09
7,40
Pengangkutan &
Komunikasi
2,83
3,33
1,30
1,88
2,01
2,30
Keu, Real Estat & Jasa
Perusahn
4,75
5,25
4,07
4,67
4,71
5,01
Jasa-Jasa
4,44
4,94
4,64
5,24
5,25
5,55
PDRB
4,50
5,00
4,70
5,30
5,30
5,60
Sumber: Hasil analisis
Keterangan: “m” = moderat dan “o” = optimis
Kemudian jika dilihat dari pertumbuhannya, sektor perdagangan hotel dan restoran
juga merupakan sektor yang pertumbuhannya tetap tinggi.Sektor ini semakin
menarik dan terus berkembang karena dukungan pemerintah dan masyarakat yang
konsisten mengembangkan sektor ini.Selain itu karakteristik perekonomian yang
mengandalkan sektor pariwisata dan pendidikan tetap member pengaruh besar
pada perkembangan sektor perdagangan hotel dan restoran.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi DIY juga dilakukan pada PDRB dari sisi
permintaan. Nilai PDRB berdasarkan penggunaan tahun 2010-2012 masih
didominasi oleh komponen Konsumsi Rumah Tangga. Nilai komponen ini hampir dua
kali lipat dibandingkan dengan komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto dan lebih dari 2 kali nilai Konsumsi Pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa
permintaan masyarakat di tahun-tahun mendatang tetap tinggi. Pertumbuhan
ekonomi yang didorong oleh konsumsi tidak selamanya negatif, karena konsumsi
masyarakat juga mencerminkan daya beli masyarakat yang dapat mencerminkan
kesejahteraan. Secara umum tren pembentukan PDRB dari konsumsi rumah tangga
cenderung menurun seiring meningkatnya kegiatan investasi yang tercermin dari
pembentukan modal bruto. Kegiatan invesatsi yang cenderung meningkat ini
disebabkan oleh kondisi perkonomian yang juga terus membaik pasca erupsi merapi.
Tahun 2012
- 82 -
Tabel III.12
Proyeksi Nilai PDRB Provinsi DIY
Berdasarkan Penggunaan (Harga Konstan 2000), 2010 – 2012 (juta Rp)
Jenis
Penggunaan
2010
2011
2011
m
o
m
o
m
o
Konsumsi
Rumah
Tangga
9.039.528
9.082.779
9.304.757
9.402.855
9.641.206
9.770.609
Konsumsi
Pemerintah
4.416.419
4.437.551
4.717.507
4.767.243
5.059.337
5.127.242
Pembentuk
an Modal
Tetap
Domestik
Bruto
5.607.554
5.634.384
5.886.941
5.949.005
6.214.490
6.297.900
Lainnya
1.890.421
1.899.466
2.029.552
2.050.949
2.186.477
2.215.823
PDRB
20.953.922 21.054.180 21.938.756 22.170.052 23.101.510 23.411.574
Sumber: Hasil analisis, Keterangan: ”m” = moderat dan ”o” = optimis
Kontribusi Komponen Konsumsi Rumah Tangga pada tahun 2010, 2011 dan 2012
masing-masing sebesar 43,14%, 42,41% dan 41,73%. Nilai kontribusi komponen ini
cenderung menurun sedangkan nilai kontribusi komponen lainnya cenderung
meningkat. Misalnya, komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dan
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto.
Gambar III.6
Proyeksi Kontribusi PDRB Provinsi DIY Berdasarkan Penggunaan (ADHK 2000), 2010
– 2012 (%)
Tahun 2012
- 83 -
Jika dicermati dari nilai pertumbuhan masing-masing komponen dapat disimpulkan
bahwa komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah cenderung
turun pada tahun 2011 dan meningkat kembali di tahun 2012. Sedangkan
komponen yang diperkirakan konsisten trus meningkat adalah Pembentukan Modal
Tetap Domestik Bruto. Angka pertumbuhan yang paling tinggi diantara jenis
penggunaan tersebut adalah konsumsi pemerintah. Masing-masing pertumbuhan
yang terjadi di 2010-2012 adalah 7,20% -7,71% (2010), 6,82% - 7,43% (2011), dan
7,25% - 7,55% (2012).
Pertumbuhan PMTDB ini diperkirakan didorong oleh investasi bangunan berupa
pembangunan perhotelan, pembangunan jalur jalan lingkar selatan, perluasan
bandara Adisucipta serta pembangunan beberapa milik Pemda kabupaten/kota
lainnya dan investasi swasta.
Tabel 3.13
Proyeksi Pertumbuhan PDRB Provinsi DIY Berdasarkan Penggunaan (Harga Konstan
2000), (%)
Jenis Penggunaan
2010
2011
2012
m
o
m
o
m
o
Konsumsi Rumah Tangga
3,29 3,78 2,93 3,52 3,62 3,91
Konsumsi Pemerintah
7,20 7,71 6,82 7,43 7,25 7,55
Pembentukan Modal
Tetap Domestik Bruto
4,27 4,77 4,98 5,58 5,56 5,86
Lainnya
4,91 5,41 7,36 7,98 7,73 8,04
PDRB
4,50 5,00 4,70 5,30 5,30 5,60
Sumber: Hasil analisis
Keterangan: “m” = moderat dan “o” = optimis
a.
Incremental Capital Output Ratio (ICOR)
Pada tahun 2011, diperkirakan angka ICOR (Incremental Capital Output Ratio)
Provinsi DIY akan berada pada angka 4,86 yang artinya untuk menghasilkan
output Rp.1 diperlukan investasi sebesar Rp.4,86 lebih rendah jika dibandingkan
pada tahun 2010 yang diperkirakan sebesar 5,02 artinya semakin kecil ICOR
yang dimiliki oleh statu perekonomian berarti semakin besar produktifitasnya.
Konsekuensinya adalah dengan tingkat investasi yang sama akan menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang semakin besar.
Proyeksi angka ICOR Provinsi DIY diatas diharapkan dapat berdampak langsung
terhadap perkembangan perekonomian DIY ke arah yang lebih baik. Ini
disebabkan semakin membaiknya/mengecilnya nilai ICOR diharapkan akan
mampu meningkatkan kapasitas produksi perekonomian daerah (PDRB)
sehingga target-target makroekonomi yang dirumuskan dapat tercapai.
Tahun 2012
- 84 -
Pencapaian target-target makroekonomi ini akan bermanfaat dalam pencapaian
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dicerminkan salah satunya oleh
pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Perkembangan ICOR
Provinsi DIY dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.14
Proyeksi ICOR Provinsi DIY Tahun 2010-2012
Tahun
PDRB
Modal (Investasi) Bruto
Pertumbuhan
ICOR
(juta Rp)
Juta Rp
% PDRB
Ekonomi (%)
2010m 20.074.184,00 4.534.758,17
22,59
4,50
5,02
2010o
20.170.233,00 5.062.728,48
25,10
5,00
5,02
2011m 21.017.671,00 4.800.856,41
22,84
4,70
4,86
2011o
22.233.395,00 5.726.877,88
25,76
5,30
4,86
2012m 23.545.165,31 6.477.258,52
27,51
5,30
5,19
2012o
24.934.330,06 6.687.387,32
26,82
5,60
4,79
Sumber: Bappeda Provinsi DIY (diolah)
b.
Inflasi
Tingkat inflasi di Provinsi DIY (dengan mengasumsikan bahwa inflasi Kota
Yogyakarta dapat mewakili inflasi di tingkat Provinsi DIY) untuk tahun 2011
diperkirakan dapat mencapai angka 5,50%-6,0%, lebih rendah dibandingkan
inflasi pada tahun 2010 yang berkisar antara 6,6%-7,0%. Sedangkan pada tahun
2012 diperkirakan sebesar 4,5%-5,0%. Angka-angka proyeksi tersebut
meningkat dibandingkan inflasi tahun 2009 sebesar 3,42%. Peningkatan yang
cukup signifikan diperkirakan akibat dampak kebijakan kenaikan TDL dan LPG.
Kenaikan kedua komodiats tersebut mempunyai efek pengganda yang tinggi
karena TDL yang dinaikkan mulai dari listrik rumah tangga berkapasitas 1300 VA
dan gas kapasitas 12 kg. Keduanya mempunyai pangsa konsumen yang sangat
besar di DIY, bukan hanya untuk kepentingan rumah tangga tetapi juga industri
kecil menengah yang banyak berkembang di DIY. Kenaikan kedua komoditas
tersebut pada akhirnya meningkatkan harga kebutuhan pokok maupun produk-
produk yang lain. Kondisi ini tambah diberatkan dengan adanya erupsi Gunung
Merapi yang mengakibatkan pasokan hasil pertanian terganggu dan memicu
kenaikan harga pangan. Gejolak harga di kelompok bahan makanan yang
dipengaruhi oleh musim juga turut menyumbang kenaikkan inflasi yang cukup
tinggi di tahun 2010.
Seiring ekspektasi ekonomi yang membaik, tingkat inflasi pada tahun 2011
diperkirakan menurun berkisar antara 5,0%-5,5%. Menurunnya tingkat inflasi
didasarkan asumsi setelah kejutan kenaikan TDL dan LPG pada tahun 2010
faktor pemicu pertumbuhan inflasi dapat diantisipasi melalui upaya-upaya serius
Tahun 2012
- 85 -
yang dilakukan pemerintah, proses politik lokal dan nasional tidak mengganggu
kegiatan ekonomi, dan kondisi ketersediaan dan permintaan akan barang/jasa
akan stabil. Faktor eksternal seperti nilai tukar yang stabil, tekanan permintaan
yang relatif normal, dan kemungkinan banjirnya produk dengan harga murah
seiring dengan diberlakukannya ACFTA juga mampu menjadi pengendali
kenaikkan inflasi.
Meskipun demikian angka inflasi tersebut masih tinggi dibandingkan tahun
2009. Faktor yang diperkirakan menjadi penekan kenaikkan harga di tahun
2011 adalah rencana pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan efektif
diberlakukan pada Januari 2011 di Jabodetabek dan seluruh Pulau Jawa pada
pertengahan tahun atau awal semester kedua tahun 2011. Selain itu tren harga
gula dunia yang cenderung naik karena terganggunya pasokan, dan perilaku
harga emas yang berfluktuasi sangat tajam perlu terus diwaspadai karena
berpotensi menyumbang inflasi tahun 2011. Kondisi domestik DIY yang juga
perlu diwaspadai adalah efek tidak langsung dari penambahan objek pajak
seperti pajak bagi pedagang mikro-kecil dan rencana kenaikkan HPP.
Inflasi Kota Yogyakarta hingga Bulan November 2010 telah mencapai 6,61%.
Dari tujuh kelompok pengeluaran konsumsi yang dihitung Indeks Harga
Konsumen (IHK), seluruh kelompok pengeluaran mengalami kenaikan angka
indeks, kecuali kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga yang mengalami
penurunan sebesar 0,07 persen. Kelompok bahan makanan naik sebesar 2,48
persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau naik 0,42 persen;
kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar naik 0,18 persen; kelompok
sandang sebesar naik 0,76 persen; kelompok kesehatan naik 0,24 persen dan
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan naik sebesar 0,03 persen.
(BPS, 2010)
Tahun 2012
- 86 -
Tabel III.15
Sumbangan Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Inflasi Kota Yogyakarta Bulan
November 2010
Sumber: Berita Resmi Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta No.45/12/34/Th.XII, 01
Desember 2010
Gambar III.8
Laju Inflasi Kota Yogyakarta Tahun Kalender 2010
menurut Kelompok Pengeluaran
Sumber: Berita Resmi Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta No.45/12/34/Th.XII, 01
Desember 2010
Sementara itu inflasi nasional di tahun 2010 dan 2011 berada pada kisaran
5%±1% (BI, 2010). Pemicu inflasi nasional terutama berasal dari gejolak harga
bahan makanan terkait dengan gangguan pasokan akibat faktor cuaca.Selain itu
Tahun 2012
- 87 -
kondisi global seperti meningkatnya permintaan dan kenaikkan harga-harga
komoditas dunia diperkirakan turut menyumbang inflasi nasiona.Di sektor
moneter juga berpotensi menyumbang inflasi terkait tingginya likuditas asing
yang masuk ke Indonesia sebagai konsekuensi membaiknya perekonomian
global dan perilaku ekspansif negara-negara maju.
Dalam kajian Biro Riset Infobank juga dinyatakan bahwa inflasi atau pemanasan
perekonomian akan datang silih berganti. Pada Oktober 2010 laju inflasi sudah
mengarah ke 5,6 persen dan diperkirakan hingga akhir 2010 inflasi akan berada
+/- 5 persen. Adapun pada 2011, inflasi diprediksi akan berkisar +/- 6 persen.
Sumber inflasi lebih banyak berasal dari sisi penawaran karena kendala
distribusi.
c.
Investasi (PMA dan PMDN)
Pada tahun 2010 nilai investasi (PMDN dan PMA) di Provinsi DIY diproyeksikan
tumbuh sekitar 11,03%. Provinsi DIY sebagai salah satu wilayah tujuan
pendidikan dan wisata menjadi daya tarik tersendiri dalam peningkatan
investasi. Kondisi perekonomian yang stabil dan tumbuh positif ditiga triwulan
2010 diperkirakan mampu menarik investor membangun DIY. Investasi tersebut
dilakukan terkait dengans ektor pariwisata dan infrastruktur seperti
pembangunan hotel dan jalan layang. Investasi yang telah berjalan selama tahun
2010 sebelum terjadi erupsi Merapi diharapkan menjadi penggerak ekonomi di
tahun berikutnya. Kegiatan parisisata dan pendidikan yang selama ini menjadi
con DIY diharapkan mampu dipadukan untuk mempertahankan nilai investasi
yang selama ini sudah ada di DIY. Perbaikan ekonomi global layaknya dapat
dijasikan peluang bagi pemerintah agar ikut memperoleh manfaat dari
momentum
tersebut.
Inovasi
kreativitas
pengambil
kebijakan
dalam
menciptakan ide-ide atau kondisi yang kondusif dalam penciptaan iklim investasi
merupakan prasyarat yang utama.
Sementara itu di tahun 2011 nilai investasi diperkirakan turun sebesar -3,57%.
Investasi yang melambat ini diperkirakan karena pada saat itu Provinsi DIY masih
dalam proses mengembalikan citra Provinsi DIY dengan menetapkan berbagai
kebijakan pro investasi untuk menarik kembali investor domestik maupun asing.
Investasi masih akan bergantung pada proyek investasi pemerintah. Hasil dari
kerja seluruh komponen masyarakat DIY terutama pemerintah akan
menampakkan hasil ditahun 2012 dengan meningkatnya jumlah investasi
sebesar 7,71%.
Tahun 2012
- 88 -
Tabel III.16
Proyeksi Investasi di Provinsi DIY, 2010 – 2012
Tahun
Investasi
PMDN
▲Investasi PMA
Investasi
PMA
+PMDN
(Rp)
▲Pertbh
(%)
USD
Setara
Rp
▲Rp
▲Total
(Rp)
▲2010
2.164.640 195.507.559 1.759.568 1.371.352 3.130.920 5.295.560
11,03
2011
1.943.051 180.690.487 1.626.214 1.537.490 3.163.705 5.106.756
-3,57
2012
2.080.444 188.687.964 1.698.192 1.722.096 3.420.288 5.500.731
7,71
Sumber: Hasil analisis Bappeda
Keterangan: - nilai tukar (konversi PMA dalam USD ke Rp) adalah sebesar Rp
9,000/USD
▲ Investasi dalam juta rupiah
Dengan menetapkan tingkat pertumbuhan investasi pada kisaran tersebut maka
dapat diketahui bahwa pada tahun 2010, 2011 dan 2012 Provinsi DIY
memerlukan investasi masing-masing sebesar Rp5.295.560 juta, Rp5.106.756
juta, dan Rp5.500.731 juta. Nilai investasi ini cukup tinggi, tetapi dengan
perencanaan investasi yang didukung oleh ketersediaan basis data investasi
secara lengkap dan akurat diharapkan target investasi tersebut dapat tercapai.
d.
Ketenagakerjaan
Kondisi tenaga kerja yang bekerja Provinsi DIY pada tahun 2011 diperkirakan
sebanyak 1.945.000 orang lebih besar dibandingkan pada perkiraan tahun
2010 sebanyak 1.922.198 orang. Kondisi penganggur terbuka Provinsi DIY pada
tahun 2011 sebanyak 133.000 orang, lebih besar dibandingkan pada tahun
2010 sebanyak 125.786 orang, dengan demikian rasio pengangguran terbuka
pada Tahun 2011 sebesar 6,40%. Sementara itu, pada tahun 2012 kondisi
tenaga kerja yang bekerja Provinsi DIY diperkirakan sebanyak 2.101.000 orang,
kondisi penganggur terbuka sebanyak 127.000 orang, dengan demikian rasio
pengangguran terbuka pada Tahun 2012 sebesar 6,04%. Proyeksi
ketenagakerjaan di DIY ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
Tabel III.17
Proyeksi Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas
Menurut Kegiatan (ribu orang) Provinsi DIY
Tenaga Kerja
2010
2011
2012
Angkatan Kerja
2.047.984
2.078.000
2.101.000
Bekerja
1.922.198
1.945.000
1.974.000
Pengagguran Terbuka
125.786
133.000
127.000
Pengangguran Terbuka (%)*
6,14
6,40
6,04
*Rasio Pengangguran terhadap angkatan kerja
Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.
Tahun 2012
- 89 -
Sementara itu kondisi tenaga kerja di Provinsi DIY pada Bulan Agustus 2010
Hasil Sakernas menunjukkan bahwa TPAK di Provinsi DIY pada Agustus 2010
sekitar 69,76 persen, menurun sedikit bila dibandingkan keadaan Agustus 2009
(70,23%) atau Februari 2010 (71,41%). Pola perkembangan TPAK pada periode
2008-2010 juga menunjukkan pola yang menarik.TPAK tidak banyak berubah
tetapi terdapat kecenderungan pada bulan Agustus TPAK lebih rendah bila
dibandingkan kondisi bulan Februari, kecuali pada Agustus 2008.Pergeseran
musim penghujan pada waktu itu dapat menjadi salah satu penjelasnya.(BPS
DIY, 2010).
Sektor Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan dan Sektor
Perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi menyerap pekerja paling
banyak di Provinsi DIY yaitu masing-masing sekitar 30,4 persen dan 24,7 persen
pada Agustus 2010. Sektor lain yang peranannya cukup berarti adalah Jasa
kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (17,9%), Industri (13,9%) dan
Konstruksi (6,2%). Bila ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, maka selama
satu tahun terakhir persentase penduduk yang bekerja di sektor Pertanian,
perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan, Sektor Industri, Sektor
Perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi, dan Sektor Jasa
kemasyarakatan, sosial, dan perorangan pada Agustus 2010 lebih tinggi
dibandingkan keadaan Agustus 2009.
e.
Kemiskinan
Kondisi Penduduk miskin di Provinsi DIY pada tahun 2011 diperkirakan
Dalam dokumen
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
(Halaman 83-102)