• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut kamus idiom bahasa inggris red tape merupakan proses birokrasi yang rutin dan berbelit –belit meskipun tidak penting. Salah satu kelemahan yang sering dikaitkan dengan birokrasi ialah “red-tape” . Istilah ini merujuk kepada satu peraturan birokrasi yang sangat berlebihan sehingga menyebabkan kelewatan kepada sesuatu urusan ataupun proses.

Konsep birokrasi yang disampaikan oleh Max Weber oleh sebagian ahli organisasi dipandang sebagai organisasi yang kaku, berbelit-belit, terlalu formal sehingga meninbulkan apa yang disebut dengan “The Red-Tape”.

Bozeman dan Feneey red-tape seringkali dipergunakan sebagai sinonim dari istilah prosedur, peraturan, dan regulasi, manakala ketiganya berjalan menyimpang dan menjadi berlebih-lebihan, maka pada saat itulah red tape ada dan berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bentuk-bentuk red tape, terdapat lima jenis bentuk red-tape yang kerap dijumpai pada birokrasi hal ini meliputi, meliputi: persyaratan yang banyak, kurang relevan dan ketat; struktur dan hierarki yang panjang, ketat dan berlebihan; prosedur atau tahapan yang rigid atau rinci, kompleks, panjang, dan ketaatan secara berlebihan, serta berbelit-belit; waktu yang lebih lama dari ketentuan, biaya yang lebih tinggi dari standar yang telah ditetapkan; dan sikap dan perilaku petugas yang suka menunda dan acuh tak acuh, mendahulukan keluarga, sahabat dan kroni-kroninya, mengharapkan imbalan, kurang menghargai masyarakat yang dilayani. Adapun perilaku masyarakat wirausaha menghindari red-tape adalah dengan cara menelikung (short cut behavior) dan menyuap (bribery behavior). Untuk itu penulis menawarkan pemutusan red-tape dengan merampingkan struktur dan menyederhanakan prosedur. dengan melalui tiga hierarki atau prosedur.

Victor A Thompson mengungkapkan Red Tape merupakan awal kemunculan dari sebuah Patologi ini. Red-Tape disebabkan adanya kecenderungan alami yang terjadi di dalam tubuh dan para birokrat yang tercetak dari rutinitas kegiatan mereka sendiri. Birokrasi yang semestinya lebih memper-efisien-kan proses malah semakin berbelit-belit karena para birokrat terlalu “patuh” pada prosedur yang ada. Jenis dari Patologi Birokrasi selain Red-Tape

yaitu Korupsi, Kolusi, Nepotisme, tidak adanya akuntabilitas, pertanggung jawaban formal, dan lain sebagainya.

M Shafritz dan E. W Russel (1997) merumuskan birokrasi sebagai : (1) Semua Kantor Pemerintah: Semua kantor yang melaksanakan fungsi publik yang dijalankan oleh pemerintah. (2) Semua Pegawai Pemerintah:Semua pegawai pemerintah dari tingkatan terendah hingga tertinggi, yang dipilih maupun yang diangkat. (3) Karakteristik Negatif: Segala sesuatu yang menunjukkan karakterisitik negatif birokrasi seperti korupsi, kaku, prosedural, berbelit-belit dan

inefisiensi. (4) Karakteristik Struktural menurut Max Weber: Birokrasi identik dengan karakteristik struktural yang dikemukakan oleh Max Weber, seperti adanya pembidangan tugas yang jelas, prinsip hierarki, spesialisasi dan formalisme.

Red-tape dari birokrasi terkait dengan prosedur birokrasi yang berbelit-belit dan lamban dalam melakukan tugasnya. dalam kajian ilmu politik red tape of beaurocration ini merupakan salah satu penyakit birokrasi yang klasik. Red tape’ maksudnya formalitas dan prosedussr berbelit-belit yang perlu dilalui, khususnya melibatkan pengisian formulir atau penyerahan dokumentasi, sebelum bisa diambil tindakan resmi.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpukan red-tape merupakan salah satu patologi birokrasi yang menyerang sistem, prosedur, regulasi, serta peraturan yang dijalankan secara berlebihan sehingga kehilangan relevansinya dan

menimbulkan kekaburan aturan-aturan sehingga terjadinya birokrasi yang lambat dan berbelit-belit.

Adapun indikator Red-Tape adalah sebagai berikut.

1. Prosedur, peraturan dan regulasi berjalan secara berlebihan dan menyimpang sehingga menjadi berbelit-belit.

2. Terlalu patuh pada prosedur serta prosedur yang kurang jelas dan berbelit-belit.

3. Adanya formalitas yang berlebihan.

4. Birokrasi yang bersifat kaku, dan kurang menerima perubahan. 5. Struktur birokrasi yang panjang.

6. Waktu penyelesaian yang lebih lama dari ketentuan. 7. Biaya yang lebih tinggi dari ketentuan.

8. Sikap prilaku birokrat yang suka menunda-nunda pekerjaan.

9. Sikap prilaku birokrat yang lebih mengutamakan keluarga, sahabat, dan kroni-kroni.

10.Sikap birokrat yang acuh-tak acuh dan kurang menghargai masyarakat yang dilayani.

1.6 Definisi konsep

Konsep atau definisi konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan barbagai fenomena yang sama.” Konsep merupakan suatu kesatuan pengertian tentang

suatu hal atau persoalan yang dirumuskan. Dalam merumuskan kita harus dapat menjelaskannya sesuai dengan maksud kita memakainya.

a) Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara ideal. Birokrasi dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan proses di dalam organisasi. Para teoritikus klasik seperti Fayol (1949), Taylor (1911), dan Weber (1948), selama bertahun-tahun telah mendukung model birokrasi guna meningkatkan efektivitas administrasi organisasi. Max Weber adalah sosok yang dikenal sebagai bapak birokrasi. Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan karakteristik struktural.

1. Peraturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi.

2. Spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan.

3. Hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara

individu, membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi.

4. Pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan.

5. Kemampuan tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda. Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya.

6. Impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu.

7. Penguraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung

jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.

8. Rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan.

b) Menurut Geertz etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang di pancarkan hidup, Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat menilai. Maka hal ini bisa di pertanyakan apakah kerja dalam arti khusus, usaha komersial, dianggap suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu imperatif dari diri, ataukah sesuatu yang terkait dengan identitas diri yang bersikap sakral.Identitas diri dalam hal ini adalah sesuatu yang telah diberikan oleh agama, etos kerja sangat terkait dengan irama karakter, kualitas hidup, gaya moral estetika dan suasana perasaan seseorang.

c) Victor A Thompson menggambarkan fitur dari patologi birokrasi seperti “sikap menyisih berlebihan, pemasangan taat pada aturan atau rutinitas dan prosedur, perlawanan terhsadap perubahan, dan desakan picik atas hak-hak dari otoritas dan status.” Sayangnya, pada kenyataannya negara berkembang telah menjadi ‘ruang dan tempat’ tumbuh suburnya patologi birokrasi. Seperti Indonesia sebagai negara berkembang masih dalam selimut patologi birokrasi, mulai dari birokrasi pusat hingga birokrasi di daerah. Bahwa ternyata desentralisasi atau otonomi daerah yang sedang

dan terus dijalani bangsa ini belum mampu menyingkirkan patologi birokrasi. Bahkan di beberapa daerah kita menyaksikan semakin mengukuhkan patologi birokrasi itu sendiri. Ciri ini dapat kita lihat,

1. Betapa administrasi publik kita masih kerap bersifat elitis, otoriter, paternalistik, serta menjauh dari atau jauh dari masyarakat dan lingkungannya. Bahwa keberadaan birokrasi belum menyatu dalam kehidupan masyarakat dan belum mengakomodir kolektifitas atau partisipasi semua unsur dalam agenda birokrasi.

2. Birokrasi kita kekurangan sumber daya manusia (dalam hal kualitas) untuk menyelenggarakan pembangunan dan over (berlebih) dalam segi kuantitas. Fakta ini telah kita saksikan, birokrasi kita masih saja lemah secara sumber daya manusia. Dan sangat wajar lemah, karena dalam proses rekrutmennya selama ini bukan atas dasar kualitas, dan inilah salah satu produk patologi birokrasi tersebut. Secara kuantitas, jelas birokrasi Indonesia sangat gemuk dan over lembaga dalam menangani sektor-sektor yang pada dasarnya sama. Sehingga sering kita menyaksikan di kantor-kantor pemerintahan kita banyak aparatur yang tidak bekerja dan terjadinya tumpang tindih dalam penanganan masalah dalam memberikan pelayanan publik.

3. Birokrasi kita masih lebih berorientasi kepada kemanfaatan pribadi ketimbang kepentingan masyarakat. Telah menjadi sebuah realitas yang berkepanjangan. Bahwa mental dan kultur birokrasi kita masih berazas manfaat pribadi atau kelompok serta sangat pragmatis dan

mengabaikan kehendak rakyat. Kenyataan ini dekat dengan kita, di mana para birokrat kita begitu kaya-kaya atau sejahtera secara materiil secara tidak layak bila dibandingkan gaji yang ditetapkan.

4. Birokrasi kita sering mengutamakan formalitas daripada substansi. Bahwa banyak penyelenggaraan birokrasi kita dalam melaksanakan pembangunan hanya bersifat sekedar tanpa mengoptimalkan sisi esensi, manfaat dan dampak positifnya jauh ke depan. Serta sering bersifat seremonial.

5. Birokrasi kita masih asik dengan jalannya sendiri tanpa mengperhitungkan atau mengakomodir aspirasi rakyat. Birokrasi kita, khususnya di daerah, masih jauh dari pengawasan yang seyogianya. Artinya, lepas dari proses politik dan pengawasan publik secara kuat. d) Bozeman dan Feneey red-tape seringkali dipergunakan sebagai sinonim

dari istilah prosedur, peraturan, dan regulasi, manakala ketiganya berjalan menyimpang dan menjadi berlebih-lebihan, maka pada saat itulah red tape ada dan berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bentuk-bentuk red tape, terdapat lima jenis bentuk-bentuk red-tape yang kerap dijumpai pada birokrasi hal ini meliputi, meliputi: persyaratan yang banyak, kurang relevan dan ketat; struktur dan hierarki yang panjang, ketat dan berlebihan; prosedur atau tahapan yang rigid atau rinci, kompleks, panjang, dan ketaatan secara berlebihan, serta berbelit-belit; waktu yang lebih lama dari ketentuan, biaya yang lebih tinggi dari standar yang telah ditetapkan; dan sikap dan perilaku petugas yang suka menunda dan acuh tak acuh,

mendahulukan keluarga, sahabat dan kroni-kroninya, mengharapkan imbalan, kurang menghargai masyarakat yang dilayani. Adapun perilaku masyarakat wirausaha menghindari red-tape adalah dengan cara menelikung (short cut behavior) dan menyuap (bribery behavior). Untuk itu penulis menawarkan pemutusan red-tape dengan merampingkan struktur dan menyederhanakan prosedur. dengan melalui tiga hierarki atau prosedur.

Dokumen terkait