• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tarif dan Kuota Tarif

Dalam dokumen MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN Si (Halaman 33-37)

B. Manfaat teknolog

2.7 Tarif dan Kuota Tarif

Tarif adalah hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-barang impor. Apabila suatu barang impor dikenakan tarif, maka harga jual barang tersebut di dalam negeri menjadi mahal. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan untuk membeli barang tersebut, sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri lebih banyak dinikmati oleh masyarakat.

Tarif dapat difenisikan sebagai pajak atu cukai yang dikenakan pada suatu komoditi yang diperdagangkan dalam hal ini yang diimpor dan diekspor. Pembebanan pajak inidiberlakukan terhadap produk-produk yang melewati batas-batas Negara.

Macam-macam Penentuan Tarif, yaitu:

1. Bea Ekspor (export duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju negara lain (di luar costum area).

2. Bea Transito (transit duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut negara lain.

3. Bea Impor (import duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk dalam suatu negara (tom area).

Jenis Tarif:

1. Ad valorem duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan dalam presentase dari nilai barang yang dikenakan bea tersebut.

2. Specific duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan untuk tiap ukuran fisik daripada barang.

3. Specific ad valorem atau compound duties, yakni bea yang merupakan kombinasi antara specific dan ad valorem. Misalnya suatu barang tertentu dikenakan 10% tarif ad valorem ditambah Rp 20,00 untuk setiap unit.

Sistem Tarif :

1. Single-column tariffs : sistem di mana untuk masing-masing barang hanya mempunyaisatu macam tarif. Biasanya sifatnya autonomous tariffs (tarif yang tingginya ditentukan sendiri oleh sesuatu negara tanpa persetujuan dengan negara lain). Kalau tingginya tarif ditentukan dengan perjanjian dengan negara lain disebut conventional tariffs.

2. Double-column tariffs : sistem di mana untuk setiap barang mempunyai 2 (dua) tarif. Apabila kedua tarif tersebut ditentukan sendiri dengan undang-undang, maka namanya : “bentuk maksimum dan minimum”.

3. Triple-column tariffs : biasanya sistem ini digunakan oleh negara penjajah. Sebenarnya sistem ini hanya perluasan daripada double column tariffs, yakni dengan menambah satu macam tariff preference untuk negara-negara bekas jajahan atau afiliasi politiknya. Sistem ini sering disebut dengan nama “preferential system”.

Jenis-Jenis Tarif Impor

Tarif impor adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi impor. Tarif impor jika ditinjau dari mekanisme penghitungannya, ada beberapa jenis tarif, yaitu :

a) Tarif spesifik (specific tariff). Tarif jenis ini adalah tarif/pajak yang dikenakan sebagai beban tetap setiap barang yang diimpor (misalnya Rp.100 untuk setiap kg beras impor).

b) Tarif ad valorem (ad valorem tariff). Adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya pembebanan tarif sebesar 10 % dari nilai setiap kg beras yang diimpor).

c) Tarif campuran (compound tariff). Adalah gabungan tarif spesifik dan tarif ad valorem. Misalnya, harga beras impor per kg Rp.1.500, jika jumlah beras impor sebanyak 1000 kg, maka berdasarkan tarif spesifik akan dikenakan sebesar Rp.100 x 1.000 kg = Rp.100.000. Kemudian berdasarkan tarif ad valorem, maka dikenakan sebesar 10 % dari nilai 1000 kg beras, yaitu 10 % x Rp.1.500.000 = Rp.150.000. Dengan demikian total tarif yang dibebankan sebesar Rp.100.000 + Rp.150.000 = Rp.250.000.

Dampak tarif terhadap konsumsi dan produksi dalam negeri

Dampak yang ditimbulkan akibat pemberlakuan tarif dapat dibahas melalui gambar di bawah ini. Misalkan, negara A mempunyai fungsi penawaran atas barang x adalah Qs = 1,5P– 5

dan fungsi permintaan Qd = 70 – P, maka harga keseimbangan di negara A tanpa perdagangan luar negeri adalah :

1,5P – 5 = 70 – P 2,5P = 75

P = Rp.30/unit; dan Q = 40 unit

Jadi sebelum adanya perdagangan luar negeri harga x di negara A adalah Px = Rp.30/unit, dan jumlah x yang ditawarkan dan diminta di dalam negeri sebesar 40 unit. Bila negara A mengadakan hubungan perdagangan luar negeri tanpa pembebanan tarif, dan harga x di pasar internasional dimisalkan Px = Rp.10/unit, maka jumlah x yang diminta oleh konsumen negara A meningkat menjadi 60 unit. Di pihak lain, produsen barang x di negara A hanya akan menawarkan sebanyak 10 unit pada harga Px = Rp.10/unit, karena tidak mampu bersaing pada harga tersebut. Dengan demikian jumlah impor negara A atas barang x sebesar 50 unit (total konsumsi dalam negeri 60 unit dikurang jumlah yang ditawarkan produsen dalam negeri 10 unit).

Selanjutnya, dimisalkan terhadap barang x dikenakan tarif sebesar 50 % dari harga per unit, maka harga barang x di negara A naik menjadi Px = Rp.15/unit, sehingga konsumen negara A mengurangi permintaannnya menjadi 55 unit. Di pihak lain, produsen negara A pada harga tersebut menaikkan penawarannya menjadi 17,5 unit. Jumlah impor negara A atas barang x turun menjadi 37,5 unit (total konsumsi sebesar 55 unit dikurang total produksi dalam negeri sebesar 17,5 unit).

Berdasarkan ilustrasi di atas tampak bahwa perdagangan internasional tanpa tarif memberikan keuntungan bagi konsumen, yaitu dapat mengkonsumsi x dalam jumlah yang lebih banyak, karena harga yang lebih murah. Di pihak lain, produsen dalam negeri yang tidak mampu bersaing dengan barang impor mengurangi produksinya (ada sebahagian produsen gulung tikar). Jadi dampak tarif terhadap konsumsi dalam negeri bersifat negatif, sedangkan terhadap produksi dalam negeri bersifat positif.

Efek tarif :

Pembebanan tarif terhadap sesuatu barang dapat mempunyai efek terhadap perekonomian suatu negara, khususnya terhadap pasar barang tersebut. Beberapa sfek tarif tersebut adalah :

 Efek terhadap harga (price effect)

 Efek terhadap konsumsi (consumption effect)

 Efek terhadap produk (protective/import substitution effect)

 Efek terhadap redistribusi pendapatan (redistribution effect)

Effective Rate of Protection

Tarif terhadap bahan mentah akan menaikkan ongkos produksi. Apabila tarif hanya dikenakan pada barang jadi maka harga barang tersebut akan naik. Hubungan antara tarif terhadap barang jadi dan tarif terhadap bahan mentah dapat dinyatakan dengan adanya “effective rate of protection” yang dinikmati oleh produsen yang memproses barang jadi tersebut. apabila barang jadi dan juga bahan mentah impor itu dikenakan tarif, maka effective rate of protection bagi produsen barang tersebut makin tinggi apabila makin rendah tarif terhadap bahan mentah.

Alasan- alasan pembebanan tarif

Beberapa alasan yang dikemukakan mengenai pembebanan tarif ini untuk:  Melindungi tenaga kerja dan produsen dalam negeri

 Stabilitasi harga barang

 Mengurangi penganggguran dalam negeri.

 Menghilangkan defisit neraca pembayaran nasional  Memperbaiki kesejahteraan nasional

 Mendorong sector industri dalam negeri untuk bersaing denganprodusen luar negeri.  Melindungi industry penting nasional.

Dari alasan di atas,dapat kita lihat betapa bagusnya tujuan dari pemberlakuan restriksi tariff ini. Namun pada kenyataannya hal tersebut lebih bertolak pada kepentingan invidu ataukelompok-kelompok tertentu. Hanya sekelompok oranglah yang mengalami kejumlah besar keuntungan Alasan lain diberlakukannya pembebanan tarif adalah:

a. Secara ekonomis: 1. Memperbaiki nilai tukar.

2. Infant-industri, dalam hal ini merupakan perlindungan bagi industri-industri terhadap persaingan luar negeri.

3. Diversivikasi, penitikberatan produksi Negara pada satu atau bebrapa barang saja.

4. Employment, pembebanan tariff akan menurunkan import dan menaikkanproduksi dalam negeri sehingga akan terbuka banyak lapangan kerja di dalam negeri.

5. Anti dumping atau penjualan produk keluar negeri dengan harga murah daripadadi dalam negeri. b. Secara non ekonomis:

1. Pertahanan nasional.

2. Cita-cita membangun suatu perekonomin nasional yang tangguh dan mandiri.

3. Perlindungan terhadap kegiatan-kegiatan tertentu yang mempunyai nilai social budaya yang ingin dilestarikan.

4. Menunjang tujuan politik luar negeri tertentu

Kuota

Kuota adalah hambatan kuantitatif yang membatasi impor barang secara khusus dengan spesifikasi jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya ada beberapa pengecualian bagi pemegang lisensi impor atau yang mempunyai hak-hak istimewa (privileges) yang diberikan oleh pemerintah untuk diizinkan memasukkan barang ke dalam negeri.

Dampak kebijakan kuota bagi negara importir : 1. Harga barang melambung tinggi,

2. Konsumsi terhadap barang tersebut menjadi berkurang, 3. Meningkatnya produksi di dalam negeri.

Dampak kebijakan kuota bagi negara eksportir : a. Harga barang turun,

b. Konsumsi terhadap barang tersebut menjadi bertambah, c. Produksi di dalam negeri berkurang.

Adapun kuota dapat di golongkan menjadi : 1. Kuota Impor yang terdiri dari :

a) Absolute atau unilateral quota adalah kuota yang besar kecilnya ditentukan sendiri oleh suatu negara tanpa persetujuan dengan negara lain.

b) Negotiated atau bilateral quota adalah kuota yang besar kecilnya ditentukan berdasarkan perjanjian antar 2 negara atau lebih.

c) Tariff quota adalah gabungan antara tarif dan quota. Untuk sejumlah tertentu barang diizinkan masuk (impor) dengan tarif tertentu, tambahan impor masih diizinkan tetapi dikenakan tarif yang lebih tinggi.

d) Mixing quota yaitu membatasi penggunaan bahan mentah yang diimpor dalam proporsi tertentu dalam produksi barang akhir.

2. Kuota Ekspor, seperti halnya dengan kuota impor, maka ekspor pun dapat dibatasi

jumlahnya. Kuota ekspor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah yang merupakan barang perdagangan penting dan dibawah suatu pengawasan badan internasional. Pembatasan jumlah ekspor ini bertujuan antara lain :

a) Untuk mencegah barang-barang yang penting jatuh berada di tangan musuh. b) Untuk menjamin tersedianya barang di dalam negeri dalam proporsi yang cukup.

c) Untuk mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga guna mencapai stabilisasi harga.

Perbedaan kuota impor dengan tarif impor muncul ketika terjadi pergeseran kurva permintaan dari D ke D1, yaitu fungsi permintaan penjadi Qd = 80 - P. Bila terjadi pemberlakukan tarif sebesar 50 % dari harga semula (Rp.10/unit), maka harga naik menjadi Rp.15/unit, tetapi pergeseran kurva permintaan dari D ke D1, tidak mengakibatkan kenaikan harga Px lebih dari Rp.15/unit, namun jumlah permintaan meningkat menjadi 65 unit, berarti ada tambahan impor sebesar garis terputus-putus b – c sebesar 10 unit. Bila kuota impor yang dikenakan, maka pergeseran kurva permintaan dari D ke D1, justru akan menaikkan harga dalam negeri lebih tinggi misalnya menjadi Px = Rp.20/unit. Oleh karena kuota impor telah ditetapkan sebesar 37,5 unit (garis tebal a’ – b’), maka dengan adanya pergeseran kurva permintaan dari D ke D1 dengan harga Rp.20/unit jumlah produksi dalam negeri meningkat menjadi 25 unit, sehingga konsumsi dalam negeri hanya meningkat menjadi 62,5 unit (jumlah produksi dalam negeri 25 unit ditambah kuota impor 37,5 unit).

Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa perbedaan antara kuota impor dengan tarif impor adalah kenaikan permintaan pada kasus kuota impor sebesar 37,5 unit dalam contoh di atas dapat menaikkan harga dalam negeri jauh lebih tinggi bisa mencapai Px = Rp.20/unit. Kenaikan permintaan dalam kasus tarif impor sebesar 50 % (dengan jumlah impor sebesar 37,5 unit) tidak akan menaikkan harga dalam negeri lebih tinggi, harga dalam negeri hanya akan naik pada Px = Rp.15/unit.

Dalam dokumen MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN Si (Halaman 33-37)

Dokumen terkait