• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. FUNGSI LEMBAGA PENYANDERAAN DALAM

D. Tata Cara dan Prosedur Pelaksanaan Penyanderaan

Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib

Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak/ Wajib Pajak apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:

1. Syarat kuantitatif, yaitu apabila Penanggung Pajak/ Wajib Pajak mempunyai hutang pajak sekurang-kurang nya Rp.100.000.000.-(seratus juta rupiah), dan 2. Syarat kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya itikad baik Penanggung

Pajak/ Wajib Pajak yang bersangkutan dalam melunasi hutang pajaknya. Tata cara pelaksanaan penyanderaan terhadap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak harus dilaksanakan dengan mekanisme tertentu dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses penyanderaan telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-218/ PJ/ 2003. Ketentuan tesebut menyatakan bahwa proses paksa badan diawali dengan diajukannya permohonan izin penyanderaan oleh Kepala KPP / KPPBB kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak untuk perhatian Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Permohonan tersebut memuat :

1. Identitas Penanggung Pajak yang akan disandera.

2. Jumlah hutang pajak yang belum dilunasi disertai Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak Penanggung Pajak yang bersangkutan sampai dengan tanggal usulan penyanderaan dan upaya hukum yang ditempuh Wajib Pajak/ Penanggung Pajak (keberatan/ peninjauan kembali, banding, gugatan, maupun peninjauan kembali ke Mahkamah Agung).

3. Tindakan penagihan pajak meliputi penagihan persuasif dan represif yang telah dilaksanakan oleh KPP/ KPPBB dengan melampirkan fotocopy Surat Paksa dan Berita Acara Penyampaian Surat Paksa.

4. Uraian tentang adanya petunjuk bahwa Penanggung Pajak diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

Setelah menerima izin tertulis dari Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Pajak untuk perhatian Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak, segera mengirimkan izin tertulis tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Pajak yang bersangkutan melalui kurir, pos kilat tercatat, atau pos kilat khusus. Segera setelah menerima izin tersebut, Kepala KPP / KPPBB menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan.

Apabila Menteri Keuangan telah memberikan izin tertulis untuk melakukan penyanderaan sebagaimana yang dimaksud diatas, maka yang akan melaksanakan penyanderaan adalah jurusita negara yang berada di Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

Kemudian Jurusita Pajak tersebut menyampaikan Surat Perintah Penyanderaan secara langsung kepada Penanggung Pajak dengan disaksikan oleh dua (2) orang saksi yaitu dua orang Warga Negara Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya; yaitu Kepala Seksi Penagihan, Koordinator Pelaksana Penagihan, atau aparat Desa / Kelurahan. Dalam melaksanakan penyanderaan, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan dari aparat Kepolisian atau Kejaksaan. Tindakan ini ditempuh guna memperlancar proses penyanderaan, serta menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Ketika

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib

Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan, bersembunyi atau melarikan diri, maka Jurusita Pajak melalui Kepala KPP / KPPBB atau atasannya dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk menghadirkan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang bersangkutan. Begitu pula dalam hal Jurusita Pajak menemui kesulitan, ataupun atas alasan keamanan dan keselamatan Jurusita Pajak dan saksi-saksi, maka Jurusita Pajak dapat meminta bantuan dari pihak Kepolisian atau Kejaksaan.

Namun demikian, penyanderaan tidak boleh dilakukan dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:

1. Apabila Penanggung Pajak sedang beribadah;

2. Apabila Penanggung Pajak sedang mengikuti sidang resmi; 3. Apabila Penanggung Pajak sedang mengikuti Pemilihan Umum.

Jika Penanggung Pajak yang akan disandera berada di luar wilayah kerja Kepala KPP /KPPBB yang menerbitkan Surat Paksa atau jika Penanggung Pajak yang akan disandera tersebut melarikan diri atau bersembunyi ke luar wilayah kerja dari Kepala KPP / KPPBB, maka Kepala KPP / KPPBB tersebut tetap dapat menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan dan memerintahkan Jurusita Pajak untuk melaksanakan penyanderaan terhadap Penanggung Pajak yang berada di luar wilayah kerjanya. Hal ini dilakukan dengan meminta bantuan kepada Kepala KPP / KPPBB yang wilayah kerjanya merupakan tempat kedudukan , tempat domisili, atau tempat persembunyian dari Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang akan disandera itu. Dalam kasus semacam ini, Kepala KPP / KPPBB yang dimintai bantuannya wajib memberikan bantuan antara lain dengan:

1. Memberikan keterangan dan informasi tentang keberadaan Penanggung Pajak yang dimaksud;

2. Memperbantukan Jurusita Pajak dan menyediakan saksi;

3. Melakukan koordinasi dengan aparat Pemerintah Daerah / Kepolisian setempat;

4. Memberikan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan penyanderaan.26

Proses penyanderaan yang sesungguhnya baru mulai dilaksanakan ketika Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung Pajak yang akan disandera. Jika Penanggung Pajak yang bersangkutan menolak menerima Surat Perintah Penyanderaan, maka menurut ketentuan, Jurusita Pajak harus meninggalkan Surat Perintah Penyanderaan tersebut ditempat kedudukan Penanggung Pajak, baik ditempat tinggal atau tempat kerjanya, dan mencatatnya dalam Berita Acara Penyampaian Surat Perintah Penyanderaan bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Perintah Penyanderaan tersebut. Dengan demikian, Surat Perintah Penyanderaan dianggap telah diterima dan sah sehingga mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis. Selain itu, salinan Surat Perintah Penyanderaan disampaikan kepada Kepala Rumah Tahanan Negara.

Surat Perintah Penyanderaan tersebut memuat sekurang-kurangnya: 1. Identitas Penanggung Pajak;

2. Alasan Penyanderaan; 3. Izin Penyanderaan;

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib

4. Lamanya Penyanderaan; dan 5. Tempat Penyanderaan.

Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan ketika Penanggung Pajak ditempatkan di Rumah Tahanan Negara. Berita Acara tersebut harus ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Kepala Rumah Tahanan Negara, dan saksi-saksi. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan disampaikan kepada: 1. Kepala Rumah Tahanan Negara;

2. Penanggung Pajak yang akan disandera;

3. Bupati / Walikota, dimana Penanggung Pajak yang disandera bertempat tinggal, sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk atau paspor yang dimilikinya.

Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan tersebut merupakan syarat formal sahnya penyanderaan dan berfungsi sebagai Berita Acara serah terima Penanggung Pajak yang disandera oleh Jurusita Pajak kepada kepala tempat penyanderaan.

Berita Acara Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat: 1. Nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan;

2. Izin tertulis Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; 3. Tempat penyanderaan;

4. Lamanya penyanderaan; 5. Identitas saksi penyanderaan.

Menurut Surat Keputusan Bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia No. M-02.UM.01 Tahun 2003 dan No. 294 / KMK.03 / 2003, penyanderaan yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara

penempatannya dipisahkan dari tempat tahanan tersangka tindak pidana lainnya berdasarkan jenis kelamin Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang disandera. Berkaitan dengan penempatan ini, Kepala Rumah Tahanan Negara wajib memperhatikan penempatan Penanggung Pajak yang disandera yang berada dalam kondisi tertentu, seperti sakit keras, mengidap penyakit menular, ataupun mengidap gangguan jiwa.

Penerimaan Penanggung Pajak yang akan disandera di Rumah Tahanan Negara dicatat dalam Buku Register Daftar Penanggung Pajak yang disandera. Dalam buku register tersebut dimuat mengenai:

1. Penelitian surat sebagai dasar penyanderaan;

2. Pencocokan nama Penanggung Pajak yang disandera; 3. Penggeledahan badan atau barang;

4. Pengambilan sidik jari; 5. Pengambilan foto; dan

6. Pemeriksaan kesehatan oleh dokter / paramedis Rumah Tahanan Negara. Apabila Penanggung Pajak yang akan disandera adalah seorang wanita, maka penggeledahan badan atau barang harus dilakukan oleh petugas wanita. Apabila dalam hal tidak terdapat petugas wanita, maka penggeledahan dapat dilakukan oleh polisi wanita atau istri dari petugas. Petugas yang berwenang melakukan penggeledahan harus melakukannya sesuai dengan etika penggeledahan yang telah ditentukan. Semua barang atau uang yang diperoleh dari hasil penggeledahan wajib dicatat dalam register khusus dan ditandatangani oleh petugas dan Penanggung Pajak yang disandera. Apabila ditemukan barang

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib

berbahaya atau barang terlarang, maka barang tersebut dapat dirampas atau dimusnahkan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Pelaksanaan penyanderaan bagi Wajib Pajak/ Penanggung Pajak dilakukan selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjangkan lagi selama-lamanya 6 bulan. Ketentuan mengenai jangka waktu maksimum penyanderaan ini didasarkan pada perhitungan besarnya utang pajak, besarnya jumlah harta yang disembunyikan dan dihubungkan dengan itikad baik Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Dengan dilakukannya penyanderaan, maka segala biaya yang terjadi seperti biaya hidup selama dalam penyanderaan di rumah tahanan negara, dan biaya penangkapan dalam hal Penanggung Pajak melarikan diri dari rumah tahanan negara menjadi beban Penanggung Pajak yang disandera yang akan diperhitungkan sebagai biaya penagihan pajak.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-218 / PJ / 2003, bahwa sekalipun Penanggung Pajak disandera, selama dalam penyanderan Penanggung Pajak tetap memperoleh hak-hak seperti:

1. Melakukan ibadah di tempat penyanderaan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing;

2. Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

3. Mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman dari keluarga; 4. Memperoleh bahan bacaan dan informasi atas biaya sendiri;

5. Menerima kunjungan rohaniawan dan dokter pribadi atas biaya sendiri setelah mendapat izin dari Kepala Rumah Tahanan Negara;

6. Menerima kunjungan keluarga, pengacara dan sahabat setelah mendapat izin tertulis dari Kepala KPP / KPPBB paling banyak 3 (tiga) kali dalam seminggu selama tiga puluh menit untuk setiap kali kunjungan; dan

7. Menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas kepada Kepala Rumah Tahanan Negara atau Kepala KPP / KPPBB.

Ketentuan mengenai hak dari Penanggung Pajak yang disandera menunjukkan bahwa sekalipun yang bersangkutan mempunyai sikap yang kurang terpuji karena tidak bersedia untuk memenuhi kewajiban pajaknya atau bahkan beritikad kurang baik berkaitan dengan pajak, hal tersebut tidak menghilangkan hak-hak dasar yang mereka miliki. Hak yang dimaksud disini adalah hak-hak seperti yang telah dikemukakan diatas. Tetapi, sesuai dengan sifat penyanderaan yang menempatkan pihak yang disandera tersebut di tempat yang tertutup dan terasing dari masyarakat serta memiliki pengamanan dan pengawasan yang memadai, maka setiap Penanggung Pajak yang disandera dilarang membawa telepon genggam atau peralatan elektronik lainnya yang dapat digunakan untuk menghubungi seseorang di luar Rumah Tahanan Negara.

Selain berbagai hak tersebut, apabila Penanggung Pajak yang disandera menderita penyakit keras, maka yang bersangkutan dapat dirawat di rumah sakit di luar Rumah Tahanan Negara setelah memperoleh izin tertulis dari Kepala KPP / KPPBB yang menyandera. Apabila Penanggung Pajak yang disandera menderita sakit keras secara mendadak dan memerlukan tinadakan cepat maka petugas

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib

Rumah Tahanan Negara dapat segera membawa yang bersangkutan ke rumah sakit atau klinik kesehatan terdekat dan memberitahukan hal tersebut kepada Kepala KPP / KPPBB yang bersangkutan, serta pihak kepolisian untuk pengawalan. Ketentuan tersebut juga berlaku kepada Penanggung Pajak yang menderita gangguan jiwa. Jika perawatan medis di luar Rumah Tahanan Negara sebagaimana telah dijelaskan dilakukan, maka masa perawatan medis tersebut tidak dihitung sebagai masa penyanderaan.

Apabila Penanggung Pajak yang disandera meninggal dunia di Rumah Tahanan Negara karena sakit, maka Kepala Rumah Tahanan Negara harus segera memberitahukan kepada Pejabat yang menyandera dan keluarga dari Penanggung Pajak serta membuat Berita Acara Kematian. Pemberitahuan dan Berita Acara Kematian tersebut disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia, serta pihak kepolisian. Barang atau uang milik Penanggung Pajak yang meninggal dunia tersebut diserahkan kepada keluarganya dengan suatu tanda bukti penerimaan.

Seorang Penanggung Pajak yang melarikan diri dari Rumah Tahanan Negara dalam masa penyanderaan dapat disandera kembali berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang dahulu diterbitkan terhadapnya. Apabila terjadinya pelarian oleh pihak Penanggung Pajak, terdapat kemungkinan dilakukannya upaya pencarian dan pengejaran. Biaya yang muncul sebagai akibat dari upaya pencarian dan pengejaran tersebut harus ditanggung oleh Penanggung Pajak yang

bersangkutan. Waktu yang dihabiskan selama masa pelarian tidak diperhitungkan sebagai masa penyanderaan.

Disatu sisi, hak-hak dari Penanggung Pajak yang disandera dijamin dan dilindungi. Tetapi di sisi lain Penanggung Pajak yang disandera juga dituntut untuk memenuhi kewajibannya seperti:

a. Seorang Penanggung Pajak yang disandera selama dalam Rumah Tahanan Negara, wajib mematuhi tata tertib dan disiplin Rumah Tahanan Negara.

b. Penanggung Pajak yang disandera dilarang membawa telepon genggam, pager, komputer atau peralatan elektronik lain yang dapat digunakan untuk menghubungi seseorang di luar Rumah Tahanan Negara.

Jika terbukti Penanggung Pajak yang disandera melakukan pelanggaran terhadap tata tertib dan disiplin, maka Kepala Rumah Tahanan Negara harus memberitahukan pelanggaran tersebut kepada Kepala KPP / KPPBB atau kepada kepolisian terdekat.

Berdasarkan penjelasan mengenai prosedur penyanderan tersebut serta ketentuan mengenai pihak yang menanganinya, dapat disimpulkan bahwa penyanderaan dalam kasus ini tidak dapat disamakan dengan sanksi pidana. Hal ini disebabkan karena tindakan Penanggung Pajak yang menyebabkan dilakukannya penyanderaan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana. Selain itu, pengenaan sanksi pidana sebagai bagian dari upaya penegakan hukum pidana harus melalui suatu proses peradilan. Dengan demikian, meskipun lembaga paksa badan (Gijzeling) menempatkan orang dalam tempat tertentu dengan pembatasan terhadap hak individu, namun tindakan penyanderaan tidak

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib

dapat disamakan dengan pengenaan sanksi pidana. Dalam penyanderaan berlaku ketentuan bahwa yang bersangkutan akan dilepaskan jika telah memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dokumen terkait