• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. Tata Cara Penelitian

Fase gerak yang digunakan yaitu campuran metanol : ammonium asetat + TEA 0,1%. Masing-masing larutan disaring menggunakan kertas saring Whatman yang dibantu dengan pompa vaccum dan diawaudarakan selama 15 menit. Pencampuran fase gerak dilakukan didalam sistem KCKT.

Tabel III. Komposisi fase gerak yang dibuat dalam penelitian

No

Komposisi Fase Gerak

Metanol p.a. Ammonium asetat + Tea 0,1%

1 50 50

2 60 40

2. Pembuatan Larutan Internal Standar Asetanilida

a. Pembuatan larutan stok asetanilida. Menimbang seksama kurang lebih 0,5 gram asetanilida, larutkan dengan metanol pada labu takar 10,0 mL hingga tanda. Didapatkan larutan stok asetanilida 0,05 g/mL (50 mg/mL).

b. Pembuatan larutan intermediate asetanilida. Larutan intermediate dibuat dengan mengambil 0,5 mL larutan stok asetanilida 50 mg/mL ke dalam labu takar 10,0 mL, encerkan hingga tanda dengan metanol. Didapatkan larutan intermediate asetanilida 2,5 mg/mL

c. Pembuatan larutan intermediate kerja asetanilida. Larutan intermediate kerja dibuat dengan mengambil 0,2 mL larutan intermediate asetanilida 2,5 mg/mL ke dalam labu takar 5,0 mL, encerkan hingga tanda dengan metanol. Didapatkan larutan intermediate kerja 0,1 mg/mL (100 µg/mL).

3. Pembuatan Larutan Baku Nikotin

a. Pembuatan larutan stok nikotin. Larutan stok dibuat dengan dengan cara mengambil 497 µL baku nikotin (ρ = 1,009 g/mL) dan dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL. Larutan diencerkan dengan metanol hingga tanda. Didapatkan larutan stok nikotin 0,1 g/mL (100 mg/mL).

b. Pembuatan larutan intermediate nikotin. Larutan intermediate nikotin dibuat dengan mengambil 500 µL larutan stok nikotin dan dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL. Larutan diencerkan dengan metanol hingga tanda. Didapatkan larutan intermediate nikotin 10 mg/mL.

c. Pembuatan larutan intermediate kerja nikotin. Larutan intermediate kerja nikotin dibuat dengan mengambil 200 µL stok larutan intermediate nikotin

dan dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL, larutan diencerkan dengan metanol hingga tanda. Didapatkan larutan intermediate kerja nikotin 0,2 mg/mL (200 µg/mL).

d. Pembuatan seri larutan baku nikotin. Membuat 3 seri larutan baku nikotin dengan konsentrasi 20, 60 dan 100 µg/mL dengan cara mengambil larutan intermediate kerja nikotin dengan menggunakan mikropipet sebanyak 100, 300 dan 500 µL ke dalam syringe yang terpasang milipore diujung syringe. Masing– masing seri larutan baku nikotin tersebut ditambahkan 100 µL larutan intermediate kerja asetanilida untuk mendapatkan konsentrasi standar internal asetanilida 10 µg/mL. Campuran baku nikotin dan asetanilida yang telah siap kemudian ditambahkan masing–masing 800, 600 dan 400 µL metanol 30% ke dalam syringe, saring menggunakan milipore ke dalam vial KCKT kemudian diawaudarakan selama 2 menit. Setiap seri larutan baku direplikasi sebanyak 3x.

4. Preparasi Sampel

a. Pembuatan KOH 10 M. Menimbang seksama lebih kurang 56,11 g (BM=56,11), masukan ke dalam labu takar 100,0 mL, kemudian dilarutkan dalam aquadest hingga tanda.

b. Pembuatan KOH 0,1 M. Mengambil 2,0 mL KOH 10 M, masukkan ke dalam labu takar 200,0 mL, kemudian encerkan dengan aquadest hingga tanda.

c. Preparasi sampel rokok. Diambil 20 batang rokok “merek X” yang telah dibeli, dipotong tegak lurus bagian batang rokok. Dikeluarkan bagian batang rokok yang mengandung serbuk tembakau dan cengkeh. Serbuk diaduk kemudian

diblender. Campuran serbuk hasil blender yang dihasilkan kemudian diayak dengan ayakan nomor mesh 16, didapatkan campuran serbuk halus tembakau yang siap untuk diekstraksi lebih lanjut.

d. Ekstraksi sampel. Sebanyak 0,2 g serbuk sampel rokok, tambahkan 20 µL asetanilida 10 mg/mL, larutkan dalam etanol teknis 20 mL. Panaskan diatas waterbath pada suhu 70oC selama 10 menit. Setelah didapatkan larutan etanol yang telah larut tersebut, diambil 5,0 mL masukkan ke dalam flakon. Lakukan penguapan diatas waterbath suhu 70oC hingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental yang didapatkan ditambahkan KOH 1 M sebanyak 1,0 mL dan 4,0 mL aquabidest, diawadurakan hingga seluruh ekstrak kental terlarut. Pindahkan ke dalam tabung sentrifugasi, tambahkan 3,0 mL kloroform teknis, vortex selama 30 detik. Setelah divortex, sentrifugasi selama 24 menit kecepatan 4000 rpm. Didapatkan dua fase pemisahan, diambil fase kloroform (bagian bawah), tampung dalam flakon. Fase air ditambahkan 3,0 mL kloroform teknis, vortex selama 30 detik kemudian sentrifugasi selama 24 menit kecepatan 4000 rpm. Didapatkan kembali dua fase pemisahan, diambil fase kloroform (bagian bawah), tampung dalam flakon. Uapkan fase kloroform hingga seluruh pelarut menguap, tambahkan 5,0 mL fase gerak, awaudarakan hingga seluruh analit terlarut dalam fase gerak. Diambil 1,0 mL analit yang terlarut dalam fase gerak, milipore dan masukkan ke dalam vial KCKT, awaudarakan vial KCKT selama lebih kurang 2 menit. Analit siap diinjeksikan.

5. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Nikotin dan Asetanilida

a. Penentuan panjang gelombang pengamatan nikotin. Dilakukan screening larutan baku nikotin 20, 30 dan 40 µg/mL pada daerah panjang gelombang 225–300 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang pengamatan ditentukan berdasarkan spektra serapan maksimum yang dihasilkan.

b. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan asetanilida. Dilakukan screening larutan baku asetanilida 1, 5 dan 10 µg/mL pada panjang gelombang 225–300 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang pengamatan ditentukan berdasarkan spektra serapan maksimum yang dihasilkan.

6. Optimasi Metode KCKT Fase Terbalik

a. Optimasi pemisahan nikotin dalam sampel fraksi kloroform ekstrak etanolik tembakau rokok. Diambil 100 µL larutan baku nikotin 200 µg/mL, tambahkan 100 µL larutan internal standar asetanilida 100 µg/mL dan tambahkan 800 µL metanol 30%. Saring dengan milipore dan diawaudrakan selama 2 menit, diinjeksikan dalam sistem KCKT fase terbalik dengan pengaturan detektor pada panjang gelombang 260 nm. Dilakukan pengubahan kecepatan alir 0,5; 0,8 dan 1,0 mL/min dan komposisi fase gerak metanol : ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (50:50; 60:40; 70:30) pada sistem KCKT fase terbalik. Data kromatogram baku yang diperoleh diamati sehingga diperoleh kondisi sistem KCKT fase terbalik yang dapat memberikan pemisahan nikotin yang baik.

b. Reprodusibilitas retention time baku. Masing-masing seri larutan baku nikotin 20, 60 dan 100 µg/mL dan asetanilida dengan konsentrasi 10 µg/mL

diinjeksikan dalam sistem KCKT dengan komposisi fase gerak dan kecepatan alir optimal, dilakukan replikasi tiga kali. Retention time dari kromatogram yang didapatkan kemudian dihitung nilai CV-nya sebagai paramater reprodusibilitas.

c. Reprodusibilitas resolusi sampel. Sampel hasil ekstraksi diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan komposisi fase gerak dan kecepatan alir optimal, dilakukan repetisi tiga kali. Resolusi kromatogram yang didapat kemudian dihitung nilai CV-nya sebagai parameter reprodusibilitas. Penentuan reprodusibilitas sampel juga dilakukan pada sampel yang ditambahkan baku nikotin 20 µg/mL, dilakukan repetisi tiga kali.

Dokumen terkait