• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Cara Penelitian

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 54-60)

BAB III. METODE PENELITIAN

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L.

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan secara makroskopis tanaman Macaranga tanarius L. yang diperoleh dari Paingan, Maguwoharjo, Sleman dengan literatur. Determinasi dilakukan di bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius L. yang tumbuh di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Pengumpulan bahan uji dikerjakan oleh kelompok yang diketuai oleh Penina Kurnia Uly.

3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L.

Daun Macaranga tanarius L. disortasi basah untuk memisahkan daun yang tidak segar dan bagian dari daun yang tidak diinginkan, kemudian dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan daun dari kotoran seperti tanah dan

debu. Daun Macaranga tanarius L. yang lebar dirajang hingga menjadi ukuran yang lebih kecil untuk mempercepat proses pengeringan. Daun Macaranga

tanarius L. diangin-anginkan, kemudian dikeringkan menggunakan oven

dengan suhu 29oC selama lebih kurang 3 hari. Daun Macaranga tanarius L. yang kering disortasi kering untuk memisahkan bagian dan bahan lain yang tidak diinginkan, kemudian dilakukan penyerbukan dengan menggunakan

blender Miyako®. Serbuk diayak menggunakan Electric Sieve Shaker Indotest

Multi Lab® dengan ayakan nomor mesh 50 sehingga didapatkan serbuk daun

Macaranga tanarius L. yang halus dengan ukuran partikel lebih kecil dari 300

µm. Ukuran partikel serbuk yang terlalu kecil dikhawatirkan dapat mengkontaminasi filtrat karena serbuk tersebut dapat menembus filter, sehingga menyebabkan filtrat menjadi tidak murni.

4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L.

Sebanyak 5,0 gram serbuk kering daun Macaranga tanarius L. yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance. Bobot serbuk kering daun tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 105oC. Serbuk kering daun Macaranga tanarius L. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L.

5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.

Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dibuat dengan cara mengekstraksi serbuk kering daun Macaranga tanarius L. seberat 40,0 gram yang dilarutkan dalam 200 ml pelarut metanol 50% dimaserasi pada suhu kamar selama 24 jam menggunakan orbital shaker Optima® dengan putaran 140 rpm. Dilakukan remaserasi sebanyak 2 kali dengan menggunakan volume pelarut metanol 50% yang sama. Rendaman serbuk disaring menggunakan corong

buchner untuk memisahkan filtrat dari residunya. Filtrat yang diperoleh

diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator IKAVAC® dengan suhu 80oC. Ekstrak pekat yang diperoleh diuapkan di oven Memmert® dengan suhu 50oC selama 2-3 hari hingga menjadi ekstrak kental atau hingga memiliki bobot yang tetap yaitu perbedaan antara dua penimbangan dengan selang waktu 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

6. Pembuatan FHEMM

Ekstrak kental dilarutkan kembali dengan pelarut heksan-etanol 1:1 dengan perbandingan 1:5 yaitu 1 gram ekstrak kental dilarutkan dalam 5 mL pelarut heksan-etanol, dimaserasi pada suhu kamar selama 24 jam menggunakan orbital shaker Optima® dengan putaran 140 rpm. Dilakukan remaserasi sebanyak 2 kali dengan menggunaka volume pelarut heksan-etanol yang sama. Rendaman ekstrak disaring menggunakan corong buchner untuk memisahkan filtrat dengan residunya. Filtrat yang diperoleh diuapkan di oven Memmert® dengan suhu 50 oC selama 1 hari hingga menjadi fraksi kental atau

hingga memiliki bobot yang tetap yaitu perbedaan antara dua penimbangan dengan selang waktu 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

7. Pembuatan karbon tetraklorida dalam olive oil konsentrasi 50%

Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), larutan karbon tetraklorida dibuat dengan konsentrasi 50% sehingga perbandingan volume karbon tetrakloridadengan olive oil adalah 1:1. Hepatotoksin berupa karbon tetraklorida dilarutkan didalam olive oil Bertoli® dengan volume yang sama.

8. Pembuatan larutan CMC-Na 1%

Suspending agent CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5,0 gram serbuk CMC-Na, kemudian dilarutkan menggunakan

aquadest 400,0 mL dan didiamkan selama 24 jam hingga CMC-Na

mengembang. Larutan tersebut kemudian diadd dengan aquadest hingga 500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL.

9. Pembuatan suspensi FHEMM dalam CMC-Na 1 %

Suspensi FHEMM dibuat dengan konsentrasi 2,4 %. Sebanyak 0,6 gram FHEMM ditimbang secara seksama kemudian dilarutkan dengan larutan CMC-Na 1% hingga terlarut seluruhnya. Suspensi FHEMM dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL, dan diadd dengan larutan CMC-Na 1% hingga batas tanda, kemudian suspensi FHEMM digojog hingga homogen.

10. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie (2002). Pada

penelitian tersebut dijelaskan bahwa karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil 1:1 dengan dosis 2 mL/kgBB dapat menginduksi kerusakan hati pada tikus galur Wistar. Dosis tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas AST dan ALT, tetapi tidak menyebabkan kematian pada tikus galur Wistar.

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan waktu pencuplikan darah dilakukan melalui orientasi. Orientasi dilakukan pada tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu jam ke-0 sebelum pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida 50%, jam ke-24 dan ke-48 setelah pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida 50% secara intraperitoneal. Setiap kelompok perlakuan waktu terdiri dari masing-masing tiga ekor tikus. Pencuplikan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata tikus dan kemudian diukur aktivias AST dan ALT. Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), peningkatan aktivitas AST dan ALT pada tikus terinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive

oil 1:1 dengan dosis 2 mL/kgBB mencapai peningkatan maksimal pada jam

ke-24 setelah induksi, dan pada jam ke-48 perlahan menurun.

11. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Hewan uji tikus betina galur Wistar dibagi acak menjadi 6 kelompok, masing-masing 5 ekor. Pengelompokan tersebut sebagai berikut :

a. Kelompok I (Kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida). Hewan uji diberikan larutan karbon tetraklorida 50% secara intraperitoneal. Pada

jam ke-24 setelah pemberian larutan karbon tetraklorida, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

b. Kelompok II (Kelompok kontrol negatif CMC-Na 1%). Hewan uji diberikan larutan CMC-Na 1% secara peroral selama enam hari berturut-turut. Pada jam ke-24 setelah pemberian larutan CMC-Na 1%, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

c. Kelompok III (Kelompok kontrol dosis 137,14 mg/kgBB FHEMM). Hewan uji diberikan suspensi FHEMM secara peroral selama enam hari berturut-turut. Pada jam ke-24 setelah pemberian suspensi FHEMM, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

d. Kelompok IV ( Kelompok dosis 34,28 mg/kgBB FHEMM). Hewan uji diberikan suspensi FHEMM secara peroral selama enam hari berturut-turut. Pada jam ke-24 setalah pemberian suspensi FHEMM, hewan uji diberikan larutan karbon tetraklorida 50% secara intraperitoneal. Setelah 24 jam, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

e. Kelompok V (Kelompok dosis 68,57 mg/kgBB FHEMM). Hewan uji diberikan suspensi FHEMM secara peroral selama enam hari berturut-turut. Pada jam ke-24 setalah pemberian suspensi FHEMM, hewan uji diberikan larutan karbon tetraklorida 50% secara intraperitoneal. Setelah 24 jam, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

f. Kelompok VI (Kelompok dosis 137,14 mg/kgBB FHEMM). Hewan uji diberikan suspensi FHEMM secara peroral selama enam hari berturut-turut. Pada jam ke-24 setalah pemberian suspensi FHEMM, hewan uji diberikan

larutan karbon tetraklorida 50% secara intraperitoneal. Setelah 24 jam, dilakukan pencuplikan darah untuk diukur aktivitas ALP.

12. Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum pada orientasi

Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum pada orientasi dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

13. Pengukuran aktivitas ALP serum pada penelitian

Pengukuran aktivitas ALP serum pada penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 54-60)

Dokumen terkait