BAB III METODOLOGI PENELITIAN
E. Tata Cara Penelitian
a. Uji keseragaman bobot
Dua puluh tablet ditimbang satu-persatu lalu dihitung bobot rata-ratanya.
Untuk tablet yang bobotnya lebih besar dari 300 mg, tidak boleh lebih dari 2 tablet
yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5% dan tidak
ada 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari 10% (Anonim, 1979).
b. Uji kekerasan tablet
Tablet diletakkan pada alat hardness tester kemudian mesin dijalankan.
c. Uji kerapuhan tablet
Dua puluh tablet dibebas-debukan dari partikel halus yang menempel
kemudian ditimbang. Tablet dimasukkan ke dalam atrition tester (alat penguji
kerapuhan tablet), diputar selama 4 menit dengan laju 25 rpm. Kemudian tablet
dibebas-debukan dan ditimbang kembali. Setelah itu dihitung persen (%) kehilangan
bobot tablet dari bobot keseluruhan tablet semula. Menurut The United States
Pharmacopeia 28 (2005), tablet memenuhi syarat uji kerapuhan jika angka
persentase kerapuhan tidak lebih dari 1%.
d. Uji waktu hancur
Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, kemudian keranjang disisipkan di
tengah-tengah tabung kaca yang berisi air pada suhu antara 36°C-38°C. Tabung
dinaik-turunkan 30 kali setiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian
tablet yang tertinggal di atas jaring keranjang. Tablet dinyatakan memenuhi syarat uji
waktu hancur jika kelima tablet hancur dalam waktu kurang dari 15 menit (Anonim,
1979).
e. Uji disolusi
1) Pembuatan media disolusi (larutan dapar fosfat pH 5,8)
a) Larutan kalium dihidrogen fosfat 0,2M
Sejumlah lebih kurang 27,218 g kalium dihidrogen fosfat dilarutkan dengan
aquadest sampai volume 1000,0 ml.
b) Larutan natrium hidroksida 0,2M
Sejumlah lebih kurang 0,8 g natrium hidroksida dilarutkan dengan aquadest
c) Larutan dapar fosfat pH 5,8
Campur 50,0 ml larutan kalium dihidrogen fosfat 0,2M dengan 3,66 ml
larutan natrium hidroksida 0,2M, kemudian encerkan menjadi 200,0 ml (Vogel,
1990).
2) Pembuatan larutan parasetamol dalam larutan dapar fosfat pH 5,8
a) Pembuatan larutan persediaan parasetamol
Lebih kurang 50 mg parasetamol yang ditimbang seksama dilarutkan
dengan larutan dapar fosfat pH 5,8 sampai volume 50,0 ml.
b) Pembuatan larutan intermediet I parasetamol
Sebanyak 1,0 ml larutan persediaan parasetamol dimasukkan ke dalam labu
ukur 50,0 ml kemudian diencerkan dengan larutan dapar fosfat pH 5,8 sampai tanda
sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar 20 μg/ml. c) Pembuatan seri kadar larutan intermediet II parasetamol
Sebanyak 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 ml larutan intermediet I
parasetamol dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml kemudian diencerkan dengan
larutan dapar fosfat pH 5,8 sampai tanda sehingga diperoleh larutan parasetamol
dengan kadar 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; 8,0; dan 9,0 μg/ml.
3) Penentuan panjang gelombang maksimum
Serapan larutan parasetamol dalam larutan dapar fosfat pH 5,8 dengan kadar
6,0 μg/ml dibaca dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200 nm sampai dengan 300 nm. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang
4) Pembuatan kurva baku
Tiap-tiap kadar larutan intermediet II parasetamol dibaca serapannya dengan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang 243,1 nm (hasil penentuan panjang
gelombang maksimum). Kemudian dibuat persamaan kurva baku dengan analisis
regresi linier antara kadar parasetamol dalam media disolusi dengan serapan.
5) Uji disolusi parasetamol
Masukkan 900 ml media disolusi pada alat disolusi tipe 2. Setelah itu tablet
dimasukkan dan alat dijalankan dengan kecepatan 50 rpm. Suhu dijaga tetap 37°C.
Ambil 5,0 ml cuplikan pada menit ke-10, 20, dan 30. Setelah mengambil 5,0 ml
cuplikan, tambahkan 5,0 ml larutan dapar fosfat pH 5,8 ke dalam tabung. Ukur
serapan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 243,1 nm. Kadar
terukur dihitung dengan menggunakan persamaan kurva baku. Dalam waktu 30
menit, parasetamol harus larut tidak kurang dari 80% jumlah yang tertera pada etiket
(Anonim, 1995).
2. Pembuatan larutan
a. Larutan asam trikloroasetat 20%
Sejumlah lebih kurang 20 g asam trikloroasetat dilarutkan dengan aquadest
sampai volume 100,0 ml.
b. Larutan asam klorida 6N
Pipet lebih kurang 59,88 ml asam klorida 10,02N diencerkan dengan
c. Larutan natrium nitrit 10%
Sejumlah lebih kurang 10 g natrium nitrit dilarutkan dengan aquadest
sampai volume 100,0 ml.
d. Larutan asam sulfamat 15%
Sejumlah lebih kurang 15 g asam sulfamat dilarutkan dengan aquadest
sampai volume 100,0 ml.
e. Larutan natrium hidroksida 10%
Sejumlah lebih kurang 10 g natrium hidroksida dilarutkan dengan aquadest
bebas CO2 sampai volume 100,0 ml.
3. Pembuatan larutan parasetamol
a. Pembuatan larutan persediaan parasetamol
Lebih kurang 100 mg parasetamol yang ditimbang seksama dilarutkan
dengan aquadest sampai volume 100,0 ml.
b. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol
Sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; dan 8,0 ml larutan persediaan
parasetamol dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml kemudian diencerkan dengan
aquadest sampai tanda sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar 100,
200, 300, 400, 500, 600, 700, dan 800 μg/ml.
4. Cara perolehan plasma darah
Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga dan ditampung
disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm untuk memperoleh plasma darah,
yaitu bagian yang bening.
5. Optimasi metode
a. Penentuan operating time
Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 μg/ml dan 800 μg/ml diambil 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml
plasma. Pada tabung sentrifuge tersebut ditambahkan 2,0 ml larutan asam
trikloroasetat 20%, kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju
3000 rpm. Semua supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,
lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan
didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam
sulfamat (H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH
10% dan aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan
kemudian dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang
430 nm (panjang gelombang teoritis) sampai diperoleh serapan yang stabil pada
rentang waktu tertentu.
b. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetamol
Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 μg/ml dan 800 μg/ml diambil 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml
plasma. Pada tabung sentrifuge tersebut ditambahkan 2,0 ml larutan asam
trikloroasetat 20%, kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju
lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan
didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam
sulfamat (H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH
10% dan aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan
kemudian dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada waktu operating time
yang telah diperoleh pada panjang gelombang 380 nm sampai 580 nm.
c. Pembuatan kurva baku
Dari tiap-tiap kadar larutan intermediet parasetamol diambil 0,5 ml lalu
masing-masing ditambahkan ke dalam 8 tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml plasma.
Pada tabung sentrifuge tersebut ditambahkan 2,0 ml larutan asam trikloroasetat 20%,
kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm. Semua
supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu secara
berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan didiamkan
selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam sulfamat
(H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan
aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan kemudian
dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada waktu operating time yang telah
diperoleh pada panjang gelombang 433 nm (hasil penentuan panjang gelombang
maksimum). Kemudian dibuat persamaan kurva baku dengan analisis regresi linier
antara kadar dengan serapan.
d. Penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak
Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 μg/ml dan 800 μg/ml diambil 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml
plasma. Pada tabung sentrifuge tersebut ditambahkan 2,0 ml larutan asam
trikloroasetat 20%, kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju
3000 rpm. Semua supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,
lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan
didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam
sulfamat (H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH
10% dan aquadest sampai tanda. Setelah itu didegassing selama 10 menit. Serapan
kemudian dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada operating time yang
telah diperoleh pada panjang gelombang 433 nm (hasil penentuan panjang
gelombang maksimum). Kadar terukur dihitung dengan menggunakan persamaan
kurva baku.
6. Orientasi dosis dan waktu pengambilan sampel darah a. Pengambilan sampel darah
Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga sebagai
blangko (menit ke-0). Kemudian kelinci diberi larutan parasetamol dengan dosis
awal sebesar 10% LD50 parasetamol yaitu 625 mg/kgBB secara per oral dengan
bantuan mouth block. Dosis berikutnya adalah dosis awal yang dikalikan dengan
faktor tertentu. Kemudian darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu
telinga pada menit-menit yang telah ditentukan dan ditampung pada tabung effendorf
yang telah diberi 2 tetes heparin. Darah tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit
b. Penetapan kadar parasetamol
Dari tiap-tiap plasma diambil 0,5 ml lalu masing-masing dimasukkan ke
dalam tabung sentrifuge. Lalu ditambahkan 2,0 ml larutan asam trikloroasetat 20%,
kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm. Semua
supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu secara
berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan didiamkan
selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam sulfamat
(H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan
aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan kemudian
dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada operating time yang telah
diperoleh pada panjang gelombang 433 nm (hasil penentuan panjang gelombang
maksimum).
7. Perlakuan hewan uji a. Pengelompokan hewan uji
Penelitian ini menggunakan desain cross over sehingga hanya digunakan 1
kelompok hewan uji. Sebelum perlakuan pemberian parasetamol, hewan uji
dipuasakan selama 18 jam dari makanan dan minuman.
Tabel I. Konsep Desain Cross Over
Periode ke- Kelinci A Kelinci B Kelinci C
1 Generik Progesic® Pyrexin®
2 Pyrexin® Generik Progesic®
3 Progesic® Pyrexin® Generik
Setiap selang perlakuan, hewan uji diistirahatkan selama 1 minggu sebelum
b. Pengambilan sampel darah
Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga sebagai
blangko (menit ke-0). Kemudian kelinci diberi larutan parasetamol dengan dosis
1200 mg/kgBB (hasil orientasi dosis) secara per oral dengan bantuan mouth block.
Kemudian darah kelinci diambil dari vena marginalis telinga pada menit ke-5, 10,
15, 20, 25, 35, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210 dan ditampung pada tabung effendorf
yang telah diberi 2 tetes heparin. Darah tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit
pada laju 3000 rpm untuk mendapatkan plasma darah.
c. Penetapan kadar parasetamol
Dari tiap-tiap plasma diambil 0,5 ml lalu masing-masing dimasukkan ke
dalam tabung sentrifuge. Lalu ditambahkan 2,0 ml larutan asam trikloroasetat 20%,
kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm. Semua
supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu secara
berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan didiamkan
selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1,0 ml asam sulfamat
(H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan
aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan kemudian
dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada operating time yang telah
diperoleh pada panjang gelombang 433 nm (hasil penentuan panjang gelombang
F. Analisis Hasil