• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.7. Tata kelola Kawasan DAS

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas di daratan. Selanjutnya Sub DAS disebut sebagai bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama (Departemen Kehutanan, 2009).

Secara topografi, DAS dibagi atas daerah hulu, tengah, dan hilir yang saling terkait. Aktivitas yang terjadi pada daerah hulu akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap daerah hilir. Sebagai salah satu sumber daya alam, maka sumber daya yang ada pada suatu wilayah DAS dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Lahan di kawasan DAS dipergunakan untuk pembangunan pertanian baik yang berada di kawasan hulu maupun hilir.

Gambar 3. Kerangka kerja konseptual untuk analisis stakeholder dan manajemen konflik (Sumber : Ramirez, 1999)

Proposisi 5 :

Stakeholder dapat saja diidentifikasi, tetapi hanya yang mempunyai pengetahuan dan kapasitas saja yang berpartisipasi sebagai aktor sosial

Mulai dari sini ketika proaktif, dalam situasi non konflik

Proposisi 1 :

Analisis stakeholder harus mencakup 3 dimensi yang saling berkaitan : sifat permasalahan, batas-batasnya dan mereka yang “mempunyai permasalahan tersebut (own the problem)”

Proposisi 2 :

Kecenderungan stakeholder untuk diperhatikan dan dilibatkan adalah merupakan fungsi beberapa atribut termasuk diantaranya power, urgensi dan legitimasi

Proposisi 3 :

Group atau organisasi

manapun yang mencoba untuk memprakarsai stakeholder lain pertama-tama harus menganalisis peran dan tujuan serta hubungannya sendiri dengan stakeholder yang akan diundang

Proposisi 4 :

Atribut stakeholder merupakan fungsi jaringan sosial mereka dan multiperan yang mereka mainkan

Mulai dari sini ketika dalam sebuah reaksi, situasi konflik

Proposisi 6 :

Stakeholder akan membuat pilihan di antara 3 kelas prosedur yang berbeda-beda untuk menangani konflik sosial : pengambilan keputusan bersama, pengambilan keputusan pihak ketiga, dan tindakan terpisah

Proposisi 7 :

Stakeholder akan melakukan negosiasi bila menganggapnya sebagai alternatif terbaik bagi apa yang bisa mereka dapat “tanpa perundingan

Proposisi 8 :

Proses kerjasama melalui tiga fase utama : penetapan masalah, penetapan arah, dan pelaksanaan

Proposisi 9 :

Sistem resolusi perselisihan melibatkan penggunaan mediator dan menuntut agar pihak yang bersengketa menyingkirkan “posisi” dan menegosiasikan “interest”

30

Pada daerah hulu umumnya merupakan lahan kering seperti tegalan dan kebun. Adapun daerah hilir umumnya dipergunakan sebagai daerah persawahan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat (lihat Tabel 6). Oleh karena itu, ada keterkaitan yang sangat erat antara hulu dan hilir dalam DAS, dimana hulu sebagai daerah tangkapan air akan memberikan dampak dari pengelolaan yang dilakukan di hulu. Sementara hilir berperan sebagai penerima dampak kegiatan pengelolaan di hulu (dampak baik atau buruk). Namun, tidak selalu daerah hulu menerima dampak dari kegiatan atau aktivitas ekonomi di hilir. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumber daya di dalam DAS secara terpadu untuk dapat mengakomodir semua kepentingan (Cahyono dan Purwanto, 2006).

Berdasarkan topografi, dimana DAS dibagi atas daerah hulu, tengah, dan hilir dan memiliki keterkaitan yang erat, maka Gill (1979), memandang DAS sebagai suatu sistem. Oleh karena itu, menurut Gill (1979) dalam pembangunannya, harus diperlakukan sebagai suatu sistem, sehingga sasaran pengembangan DAS akan menciptakan ciri-ciri yang baik yaitu:

1. Mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi. Setiap bidang lahan harus memberikan produktivitas yang cukup tinggi sehingga dapat mendukung kehidupan yang layak bagi petani yang mengusahakannya. Produktivitas yang tinggi dapat diperoleh apabila lahan tersebut digunakan sesuai dengan kemampuannya. Untuk itu harus dipilih komoditas pertanian yang cocok dengan faktor biofisik setempat dan dikelola dengan agroteknologi yang memenuhi persyaratan, sehingga produktivitas tetap tinggi dan kualitas lahan terjaga secara lestari;

2. Mampu mewujudkan pemerataan produktivitas di seluruh DAS. Perencana pengelolaan DAS harus memberikan perhatian serius pada hal ini agar seluruh stakeholder di dalam DAS memperoleh pendapatan yang dapat mendukung kehidupan yang layak. Apabila keadaan seperti ini terwujud maka DAS tersebut akan bersifat lentur, sehingga walaupun ada kegagalan produksi di salah satu bagian DAS akibat bencana alam, maka bagian lain DAS akan dapat membantu bagian yang terkena bencana; dan

3. Dapat menjamin kelestarian sumber daya air. Salah satu faktor penting yang harus diwujudkan dalam setiap sistem pengelolaan DAS adalah menjaga fungsi

DAS sebagai pengatur tata air yang baik. Oleh sebab itu, fungsi hidrologis DAS harus dapat terjaga secara lestari yang dicirikan oleh ketersediaan sumber daya air yang meliputi kuantitas, kualitas dan distribusi yang baik sepanjang tahun di seluruh DAS.

Tabel 6. Perbandingan antara daerah hulu dan hilir

Hulu Hilir

Faktor-faktor biofisik Berlereng miring

Rentan terhadap erosi Relatif sedikit sedimentasi Beragam

Masih cukup banyak sisa hutan Lapisan olahnya dangkal, kritis Umumnya lahan kering Sistem usahatani beragam Pertanian ekstensif

Datar

Tidak rentan terhadap erosi Relatif banyak sedimentasi Seragam

Sedikit hutan yang tertinggal Lapisan olahnya tebal dan subur Umumnya lahan teririgasi Sistem usahatani sejenis, padi Pertanian intensif

Fakto-faktor Sosial Ekonomi keragaman etnis/suku besar

Kelompok etnis minoritas Terpencil

Infrastruktur yang buruk Pendidikan lebih rendah Pekerja keluarga

Kemampuan ekonomi rendah, miskin Kredit sukar diberikan

Berorientasi subsisten Bukan pusat aktivitas Hak kepemilikan tanah rumit Banyak tanah milik negara

Keragaman etnis/suku yang kecil Budaya mayoritas

Mudah dicapai

Infrastruktur yang baik Pendidikan lebih tinggi Pekerja buruh

Kemampuan ekonomi lebih baik Kredit lebih mudah diberikan Berorientasi pasar

Pusat aktivitas, pengambilan keputusan Hak kepemilikan tanah jelas

Kepemilikan tanah perseorangan Pendekatan Penyuluhan

Teknologi yang sederhana Pilihan teknologi

Proses difasilitasi

Relevan dengan tata guna lahan Pelayanan penyuluhan kurang baik

Teknologi yang kompleks Paket teknologi

Paket diberikan

Fokus pada sistem pertanian Pelayanan penyuluhan baik Teknologi yang menentukan

Konservasi tanah dan air Konservasi unsur hara

Pola tanam intercropping dengan tanaman tahunan

Penyediaan air/irigasi Jenis tanaman unggulan

Pengendalian hama penyakit, pemupukan berimbang

Sumber: Anonnymous, 1997

Senada dengan pandangan Gill (1979), Nugroho et.al (2008) memandang pengelolaan DAS sebagai sebuah sistem perencanaan produksi yang menggunakan pengelolaan input dengan input alam untuk menghasilkan output

32

berupa barang dan jasa, dengan konsekuensi efek pada sistem alam di on-site dan

off-site (lihat Gambar. 4). Nugroho et.al (2008) selanjutnya mengatakan bila

dilihat dari sisi ekonomi, sistem pengelolaan DAS adalah suatu cara proses produksi dengan mengeluarkan biaya untuk input dan pengelolaan serta mendapat manfaat ekonomi dari output yang dihasilkan.

Gambar 4. Sistem pengelolaan DAS secara umum (Sumber : Nugroho et.al, 2008)

Berbeda dengan Gill (1979) dan Nugroho et.al (2008), Sinakuban (2007) memandang pengembangan/pengelolaan DAS adalah rangkaian upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam DAS secara rasional guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup, seraya membina hubungan yang harmonis antara sumber daya alam dan manusia serta keserasian ekosistem secara lestari. Untuk itu maka setiap kegiatan dalam DAS harus juga memenuhi tujuan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable

development). Suatu kegiatan pembangunan dapat dikatakan berkelanjutan apabila

pembangunan itu dapat mewujudkan paling sedikit tiga indikator utama secara simultan yaitu pendapatan yang cukup tinggi, teknologi yang digunakan tidak mengakibatkan degradasi lingkungan dan teknologi tersebut dapat diterima

(acceptable) dan dapat dikembangkan oleh masyarakat (replicable) dengan sumber daya lokal yang dimiliki.

Sementara Tejowulan dan Suwardji, (2008), lebih menitik beratkan pengelolaan DAS pada bagian hulu. Mereka menyatakan bahwa perlakuan terhadap DAS hulu merupakan bagian terpenting dari keseluruhan pengelolaan DAS, karena hal itu akan menentukan keuntungan yang dapat diperoleh atau kesempatan yang terbuka dalam pengelolaan DAS hilir. Sementara pengelolaan DAS hilir menurut mereka, menentukan seberapa besar keuntungan yang secara potensial dapat diperoleh karena pengelolaan DAS hulu benar-benar terwujudkan. Dengan kata lain, pengelolaan DAS hilir bertujuan meningkatkan daya tanggapnya terhadap dampak pengelolaan DAS hulu. Hubungan ini dapat digambarkan pada Gambar 5. Dari bagian ini tampak, bahwa pengelolaan DAS hulu bertujuan rangkap: pertama, meningkatkan harkatnya sebagai lahan usaha dan atau lahan permukiman; dan kedua, memperbaiki dampaknya atas DAS hilir untuk memperluas peluang memperbaiki keadaan DAS hilir. Selanjutnya pengelolaan DAS hilir berperan melipatkan pengaruh perbaikan yang telah dicapai di DAS hulu. Menurut pandangan ekologi, maka daerah hulu dikelola sebagai daerah penyumbang bahan dan energi, atau boleh juga disebut sebagai

conditioning environtment. Sementara itu, daerah hilir merupakan daerah

penerima bahan dan energi, atau lingkungan konsumsi commanded environment. Dengan demikian, pengelolaan DAS harus bersifat menyeluruh dan dapat memadukan bagian hulu dan hilir menjadi satu sistem.

Gambar 5. Hubungan hulu-hilir dalam pengelolaan DAS terpadu (Sumber : Tejowulan dan Suwardji, 2008)

Dampak menguntungkan DAS hulu semula

Pengelolaan

DAS Hulu terbenahi Harkat meningkat

Harkat meningkat DAS hilir semula DAS hilir terbenahi

34

Selain konsep hulu-hilir dalam pengelolaan DAS terpadu yang digambarkan oleh Tejowulan dan Suwardji, (2008), di sisi lain Easter et.al (1986) memandang pengelolaan DAS terpadu adalah proses formulasi dan implementasi suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut sumber daya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan memperhitungkan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan faktor- faktor institusi yang ada di DAS tersebut dan sekitarnya untuk mencapai tujuan sosial yang spesifik. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan DAS ditujukan pada kesejahteraan manusia dengan mempertimbangkan kondisi sumber daya alam, sosial, politik, ekonomi, budaya, dan kelembagaan.

Disamping konsep pengelolaan DAS terpadu oleh Tejowulan dan Suwardji, (2008) dan Easter et.al (1986), Dharmawan et.al (2004) juga menyatakan bahwa dalam pengelelolaan DAS ada tiga model dalam Co-

Manajemen pengelelolaan DAS yaitu :

1. Model nested Ostrom

Dalam model ini semua ketegori sumber daya alam termasuk yang bersifat

common dimasukkan ke dalam sistem kepemilikan. Ini berarti sumber daya

alam yang sebelumnya menjadi hak ulayat masyarakat, akan terkooptasi pada

regime kepemilikan jenis ini. Akibatnya, hak ulayat lenyap dan hal ini bisa

menjadi penyebab semakin terancamnya tingkat pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan;

2. Model Vertical Harvard Ponsacs/watershead Center Program

Dalam model ini hak kepemilikan atas sumber daya alam dibagi mengikuti hirarki administrasi pemerintahan sedemikian rupa sehingga bisa saja terjadi bahwa sumber daya alam yang bersifat common pool, yang secara ekologik perlu di bawah satu ketatalaksanaan terbagi-bagi kedalam berbagai yuridiksi. Dan ini lebih lanjut akan mengakibatkan tidak singkronnya pola tata laksana atasnya. Ini juga bukanlah tawaran yang memberi solusi, karena bisa menjadi kontraproduktif; dan

3. Model Co-Existence

Model ini menganjurkan agar satuan-satuan administrasi dibentuk atas pertimbangan ekologik sedemikian rupa, sehingga memberikan lingkungan kebijakan pemanfaatan atasnya yang sekaligus sudah memperhitungkan syarat-

syarat ekologi, dan dengan demikian mampu menjamin tingkat pemanfaatan yang berkelanjutan.

Terlepas dari beberapa konsep pengelolaan DAS sebagaimana dijelaskan diatas, namun dalam beberapa kasus, pengelolaan DAS masih terbilang lemah dan intensitas konflik antar aktor masih tinggi. Hal ini terlihat, misalnya pada kasus pengelolaan DAS di Sembilan sungai yang tersebar di empat benua dan lintas negara. Kesembilan sungai tersebut yaitu : Mekong, Ganges-Brahmaputra, Niger, Danube, Indus, Senegal, Elbe, Colorado dan Rio Grande (Kartodihardjo et.al, 2004). Menurut Kartodihardjo et.al (2004), lemahnya pengelolaan DAS pada kesembilan sungai tersebut, karena masih menggunakan model ideal yang biasanya disebut sebagai kelembagaan dengan tujuan ganda yaitu berupaya memperlakukan seluruh wilayah DAS menjadi satu kesatuan dan seluruh wilayah itu dapat mencapai keseimbangan hubungan yang adil. Kartodihardjo et.al (2004) lebih lanjut menyatakan bahwa pembelajaran yang bisa diambil dari kasus pengelolaan DAS di sembilan sungai tersebut, adalah : pertama, institusi yang dibentuk dengan kewenangan yang sangat luas dengan yurisdiksi mencakup seluruh wilayah DAS tidak selalu berhasil, misalnya di Niger. Sebaliknya, institusi yang tidak mempunyai kewenangan terhadap seluruh kawasan DAS, seperti di Mekong, justru cukup efektif dalam menjalankan pengelolaan DAS dan dalam kasus Mekong, faktor penentu keberhasilan adalah tingginya spirit kerjasama; dan kedua, pentingnya pembedaan antara struktur formal dari kerangka institusi yang dibangun dengan fungsi mereka secara de facto. Di Niger misalnya, kerjasama institusional secara formal cukup kuat, tetapi secara de facto sebenarnya lemah. Di Mekong secara kontras menunjukkan tanda-tanda adanya konflik di kemudian hari, meskipun baik secara formal maupun de facto mempunyai kerjasama yang kuat, tetapi hanya menguntungkan sebatas di wilayah hilir Sungai Mekong. Sementara itu wilayah Cina yang menjadi bagian dari hulu sungai tetap menjalankan pembangunan ekonomi secara masif yang dapat mengancam wilayah hilir dan memungkinkan terjadinya konflik.

Dokumen terkait