• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOSIS RADIASI GAMMA DARI PRODUK SEMEN DI INDONESIA

2. TATA KERJA

Untuk mendapatkan nilai dosis radiasi gamma dari produk semen, dilakukan pencuplikan semen, pencacahan dengan spektrometer gamma, perhitungan konsentrasi 238U, 232Th, 40K, dan penghitungan dosis radiasi gamma.

2.1. Pencuplikan semen

satu semen putih diambil masing-masing 1 kg. Kesembilan cuplikan semen dikeringkan menggunakan lampu pemanas kemudian diayak dengan ayakan 40 mesh (425μm). Pengayakan dimaksudkan agar mendapatkan ukuran butiran lebih kecil sehingga cuplikan lebih homogen. Homogenitas dan ukuran butiran cuplikan akan mengurangi serapan diri sinar gamma oleh material cuplikan. Cuplikan hasil pengayakan ditimbang, diambil sebanyak 500 gram dan dimasukkan ke dalam wadah marinelli ukuran 500 mL. Wadah marinelli ditutup rapat menggunakan selotip hingga tidak dimungkinkan ada udara (gas radon) yang keluar. Sebelum dilakukan pencacahan, cuplikan didiamkan terlebih dahulu selama tiga hingga empat pekan untuk mendapatkan kondisi kesetimbangan (Tzortzis et al., 2003).

2.2 Pengukuran dengan spektrometer gamma

Cuplikan yang telah didiamkan selama empat minggu selanjutnya diukur radioaktivitasnya menggunakan spektrometer gamma. Pengukuran radioaktivitas dilakukan di lab Analisis Radioaktivitas Lingkungan (lab ARL) PTNBR-BATAN Bandung dengan detektor high purity germanium (HPGe) efisiensi relatif 30%, serta satu set multichannel analyzer (MCA). Resolusi energi atau full width at half maximum (FWHM) detektor 1,87 keV pada energi 1,33 MeV. Untuk penampilan dan analisis spektrum digunakan software PCA II Nucleus. Spektrum latar belakang diperoleh melalui pencacahan wadah marinelli kosong selama 80.000 detik. Diperoleh nilai batas deteksi pencacahan untuk pengukuran 238U dan 232Th adalah 0,6 Bq/kg; serta 1,9 Bq/kg untuk 40K.

Gambar 1. Spektrometer gamma lab ARL PTNBR

Pengukuran radioaktivitas dilakukan dengan menempatkan cuplikan dalam detektor HPGe. Cuplikan dicacah selama 80.000 detik (±22 jam). Perlakuan cuplikan saat pencacahan dibuat mendekati kondisi kalibrasi efisiensi menggunakan sumber standar. Karena spektrometri gamma merupakan metode pengukuran relatif maka untuk identifikasi jenis nuklida dan pengukuran radioaktivitas diperlukan kalibrasi, yaitu kalibrasi energi dan kalibrasi efisiensi menggunakan sumber standar.

2.2.1. Kalibrasi energi

Kalibrasi energi pada MCA, dimaksudkan untuk mengubah cacahan sebagai fungsi kanal (channel) menjadi cacahan sebagai fungsi energi. Untuk melakukan kalibrasi energi digunakan sumber standar titik multi energi yang berisi nuklida 241Am (59,5 keV); 137Cs (661,6 keV); dan 60Co (1173 keV dan 1332 keV). Hasil kalibrasi energi selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi nuklida 214Pb (352 keV), 214Bi (609 keV), 228Ac (911 keV), 212Pb ( 238 keV), dan 40K (1460 keV).

2.2.2. Kalibrasi efisiensi

Kalibrasi efisiensi dilakukan untuk mengetahui efisiensi cacahan detektor untuk energi gamma dari masing-masing nuklida. Nilai efisiensi cacahan detektor yang diperoleh digunakan untuk menghitung konsentrasi nuklida di dalam cuplikan. Untuk melakukan kalibrasi efisiensi dibutuhkan sumber standar dengan kondisi pencacahan yang sama, yaitu geometri, matrik, dan energi gamma yang dipancarkan. Untuk kalibrasi efisiensi digunakan material standar IAEA yaitu RGU-1 untuk pengukuran 238U, RGTh-1 untuk pengukuran 232Th, dan RGK-1 untuk pengukuran 40K (IAEA, 2003).

2.3 Konsentrasi 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, 40K

Radionuklida 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, dan 40K diidentifikasi berdasarkan energi karakteristik (puncak) yang muncul dalam spektrum gamma. Energi gamma nuklida 214Pb yang digunakan 352 keV dengan kelimpahan 37 %. Sementara energi gamma untuk 214Bi digunakan 609 keV (44,9 %), nuklida 228Ac dengan energi 911 keV (25 %), energi gamma untuk 212Pb digunakan 238 keV (43 %), dan identifikasi 40K digunakan energi 1460 keV (10,7 %). Masing-masing puncak pada spektrum gamma selanjutnya digunakan untuk menghitung aktivitas 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, dan 40K. Konsentrasi nuklida anak luruh (A) tersebut dihitung menggunakan persamaan;

m I cps A ⋅ ⋅ = γ ε (Bq/kg),... (1)

dengan cps adalah cacah per detik, ε adalah efisiensi dari masing-masing energi hasil kalibrasi efisiensi, Iγ adalah kelimpahan gamma dari masing-masing energi, dan m adalah massa cuplikan.

2.4 Konsentrasi 238

U, 232Th, dan 40K

Konsentrasi 238U dihitung dari nilai rata-rata konsentrasi 214Pb dan 214Bi. Konsentrasi 232Th dihitung dari nilai rata-rata konsentrasi 228Ac dan 212Pb. Adapun konsentrasi 40K langsung diperoleh dari hasil pencacahan. Penentuan konsentrasi 238U dan 232Th dari nilai rata-rata konsentrasi anak luruhnya adalah berdasarkan asumsi bahwa telah terjadi kesetimbangan sekular pada cuplikan (Ibrahim, 1999). Konsentrasi (A )T 238U dan 232Th dari dua anak luruhnya masing-masing dapat diperoleh dengan menghitung konsentrasi rata-rata anak luruhnya yaitu ;

= = n i i T A n A 1 1 (Bq/kg), ……….…..(2)

dengan Aiadalah konsentrasi anak luruh. 2.5 Perhitungan Dosis

Dosis serap rata-rata D (nGy/jam) diperoleh menggunakan persamaan berikut; K

Th

U A A

A

D=0,461 +0,623 +0,0414 ….(3)

dengan AU adalah konsentrasi 238U, ATh adalah konsentrasi 232Th, dan AK adalah konsentrasi 40K. Persamaan (3) ini mengasumsikan bahwa semua anak luruh 238U dan 232Th dalam keadaan setimbang dengan induknya (Sing et al., 2005). Dosis efektif (HE) diperoleh menggunakan persamaan berikut;

F T D

HE = × × , (mSv/tahun) ….…………...(4)

dengan T adalah waktu terimaan radiasi yang besarnya ±7008 jam/tahun dan F adalah faktor konversi dosis serap ke dosis efektif sebesar 0,7 Sv/Gy. Nilai T diambil dari perhitungan 0,8 x 24 jam x 365 hari, yang merupakan asumsi waktu manusia tinggal di dalam bangunan (Sing et al., 2005).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kesembilan cuplikan semen yang telah didiamkan selama empat minggu dicacah menggunakan spektrometer gamma untuk mendeteksi 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, dan 40K. Nilai cacahan yang diambil hanya yang memiliki ralat cacahan <10 %. Salah satu bentuk tampilan spektrum gamma dari cuplikan semen kode SM-09 diperlihatkan pada Gambar 2. Dengan Persamaan (1) dan substitusi nilai efisiensi detektor diperoleh konsentrasi 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, dan 40K dalam cuplikan semen. Konsentrasi nuklida 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, dan 40K selanjutnya dengan persamaan (2) digunakan untuk

menghitung konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K. Hasil perhitungan konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K diperlihatkan pada Tabel 1.

Gambar 2. Spektrum gamma dari cuplikan semen kode SM-09

Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K yang tinggi akan memberikan paparan radiasi gamma yang juga tinggi disamping potensi lepasan gas radioaktif radon (222Rn) yang merupakan anak luruh 238U. Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K yang berbeda dari masing-masing produk semen sangat dipengaruhi oleh kandungan radionuklida tersebut di dalam tanah dan batuan yang menjadi lokasi penambangan. Perbandingan konsentrasi antara 238U, 232Th, dan 40K di dalam tanah dan batuan juga tidak selalu sama. Ada lokasi penambangan yang memiliki konsentrasi 238U tinggi tetapi konsentrasi 232Th ataupun 40K rendah, demikian juga sebaliknya. Perbedaan konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K antar lokasi penambangan akan memberikan nilai dosis radiasi gamma yang berbeda sebagaimana dalam persamaan (3).

Tabel 1. Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K dalam cuplikan semen.

No. Kode cuplikan Konsentrasi (Bq/kg) 238 U 232Th 40K 1. SM-01 57 ± 2 13 ± 1 172 ± 5 2. SM-02 85 ± 2 9 ± 1 134 ± 4 3. SM-03 73 ± 2 44 ± 1 51 ± 4 4. SM-04 84 ± 2 12 ± 1 111 ± 4 5. SM-05 115 ± 4 13 ± 1 177 ± 5 6. SM-06 223 ± 4 36 ± 4 147 ± 3 7. SM-07 89 ± 2 14 ± 1 195 ± 5 8. SM-08 176 ± 2 23 ± 1 79 ± 4 9. SM-09 82 ± 4 12 ± 1 107 ± 4 Rata-rata 109 19,5 130

Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K yang diperoleh dari pengukuran cukup beragam. Hal ini dikarenakan sebaran radionuklida 238U, 232Th, dan 40K di alam tidak merata (Sing et al., 2005). Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K di lokasi penambangan bahan semen menentukan konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K di dalam semen. Konsentrasi tertinggi untuk 238U terdapat pada cuplikan semen SM-06 dimana daerah produksi dan pemasaran semen tersebut adalah di pulau Sumatra dan Sulawesi dan terendah pada semen SM-01. Konsentrasi 238U yang tinggi mengakibatkan besarnya lepasan gas radon (222Rn) di samping paparan radiasi gamma yang juga tinggi. Konsentrasi 232Th tertinggi pada cuplikan semen SM-03 yang merupakan semen putih. Ini menunjukkan tingginya 232Th di dalam gipsum karena komposisi kimia terbesar di dalam semen putih adalah gipsum. Konsentrasi 232Th yang tinggi berpotensi tingginya lepasan gas thoron (220Rn) di samping paparan radiasi gamma yang juga tinggi.

Adapun konsentrasi 40K tertinggi pada cuplikan semen SM-07 dan terendah pada semen SM-03. Tingginya konsentrasi 40K dapat disebabkan karena banyaknya senyawa karbonat di dalam komposisi kimia semen. Konsentrasi 40K akan berpengaruh terhadap tingginya paparan radiasi gamma dari semen. Namun secara umum konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K tertinggi adalah pada cuplikan semen SM-06 dan terendah pada cuplikan semen SM-03.

Tabel 2. Dosis radiasi gamma dari cuplikan semen

No. Kode cuplikan Dosis Serap (nGy/jam) Dosis Efektif (mSv/tahun) 1. SM-01 41,4 0,2 2. SM-02 50,7 0,2 3. SM-03 62,9 0,3 4. SM-04 50,7 0,2 5. SM-05 68,7 0,3 6. SM-06 131,2 0,6 7. SM-07 57,9 0,3 8. SM-08 98,3 0,5 9. SM-09 49,4 0,2 Rata-rata 67,9 0,3

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kisaran nilai dosis gamma dari semen adalah 0,2 – 0,6 mSv/tahun dengan rata-rata 0,3 mSv/tahun. Dosis radiasi gamma tertinggi dihasilkan dari semen dengan kode cuplikan SM-06 yang merupakan semen yang diproduksi di daerah Nusa Tenggara timur. Sebagaimana diperlihatkan pada persamaan 3 dan 4, konsentrasi 232Th adalah yang paling besar memberikan sumbangan terhadap dosis radiasi gamma. Hal ini karena 232Th memiliki anak luruh yang lebih banyak dengan jumlah energi dan kelimpahan sinar gamma yang juga besar. Kontribusi terhadap dosis gamma yang paling kecil adalah 40K karena hanya menghasilkan sebuah energi dengan kelimpahan kecil serta tidak menghasilkan anak luruh yang radioaktif.

Untuk ukuran dosis gamma dari suatu bahan bangunan maka nilai 0,2 – 0,6 mSv/tahun dengan rata-rata 0,3 mSv/tahun adalah termasuk rendah. Dosis radiasi gamma tersebut masih di bawah nilai dosis gamma untuk berbagai jenis material bangunan yaitu 1,5 mSv/tahun (Ibrahim, 1999). Meski demikian jika dibandingkan dengan dosis radiasi gamma dari produk semen di beberapa negara maka di Indonesia termasuk tinggi, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Dosis radiasi gamma dari produk semen di beberapa negara

Negara Dosis (mSv/th) Referensi

Indonesia 0.3

Malaysia 0.4 (Ibrahim, 1999)

Mesir 0.1 (Mahmoud, 2007)

Nigeria 0.1 (Farai, 2006)

Iran 0.2 (Fathivand et al., 2007)

Kuba 0.2 (Brigido, 2000)

Pakistan (Islamabad) 0.1 (Zaidi, 1999)

Serbia 0.2 (Popovic, 2006)

Swedia 0.3 (Gavrilovic, 1999)

Finlandia 0.2 (Gavrilovic, 1999)

Hongkong 0.2 (Tso, 1994)

China (Shaanxi) 0.3 (Xinwei, 2005)

BAPETEN tetapi hanya peraturan yang diterapkan di Amerika Serikat untuk baku mutu bahan bangunan. Secara khusus IAEA dan BAPETEN belum menetapkan batasan dosis radiasi gamma yang dihasilkan dari bahan bangunan. Hasil perhitungan dosis ini menunjukkan bahwa produk semen yang dipasarkan di Indonesia termasuk aman dalam penggunaannya sebagai bahan bangunan. Namun demikian penggunaan semen yang memberikan dosis gamma rendah sebagai bahan bangunan lebih dianjurkan untuk menurunkan potensi bahaya radiasi sekecil mungkin.