• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

E. Tatacara Penelitian

Tempe kedelai segar yang didapatkan dari SUPERINDO Babarsari merek MUCHLAR dipotong dadu kemudian diblender hingga didapatkan ukuran yang lebih halus. Sebanyak 150 g tempe yang sudah halus dilarutkan dengan menggunakan 300 mL (1:2) Petroleum Eter (PE) kemudian dimaserasi selama 24 jam. Hasil maserasi disaring kemudian diambil residu padat sedangkan larutan PE dibuang setelah itu residu padat yang didapatkan dikeringkan. Residu padat yang telah kering kemudian dimaserasi dengan menggunakan etanol 96% sebanyak 300 mL selama 3 hari. Hasil maserasi kemudian disaring sehingga didapatkan residu padat dan larutan berwarna kuning kecoklatan. Residu padat dibuang dan larutan yang berwarna kuning kecoklatan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 50C selama 1 jam dan ditimbang bobotnya. Hal ini dilakukan berulangkali hingga didapatkan bobot tetap.

2. Penetapan panjang gelombang maksimum dan pembuatan kurva baku standar genistein dengan pelarut etanol

Larutan stok dibuat dengan melarutkan 1,0 mg baku genistein ke dalam 1,0 mL etanol sehingga didapatkan konsentrasi 1000 µg/mL. Dibuat larutan intermediet baku genistein dengan mengambil 0,50 mL larutan stok dan diencerkan dengan etanol hingga 5,0 mL sehingga didapatkan konsentrasi 100 µg/mL. Pembuatan larutan seri kurva baku dilakukan dengan mengambil masing-masing 5,0; 25,0; 50,0; 250,0 dan 500,0 µL larutan intermediet kemudian masing-masing diencerkan dengan etanol hingga 5,0 mL sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 0,10; 0,50; 1,0; 5,0 dan 10,0 µg/mL. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan milipore dan didegassing selama 15 menit.

Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan seri baku 5,0 dan 10,0 µg/mL dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm. Spektro serapan yang dihasilkan akan menunjukkan panjang gelombang yang akan digunakan pada sistem KCKT fase terbalik, setelah didapatkan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan, dilakukan pembuatan kurva baku standar genistein dengan pelarut etanol yang sudah dibuat sebelumnya dengan konsentrasi 0,10; 0,50; 1,0; 5,0 dan 10,0 µg/mL dengan menggunakan sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam Oktadesilsilika dan fase gerak metanol : aquabidest (7:3). (Orhan, 2010).

3. Penetapan kadar isoflavon genistein ekstrak tempe

Ekstrak kental yang sudah didapatkan ditimbang sebanyak 1,0 g dan dilarutkan dalam 15 mL aquadest kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah untuk dilakukan ekstraksi cair-cair. Etil asetat sebanyak 15 mL ditambahkan ke dalam corong pisah dan digojog kuat kemudian didiamkan, setelah terbentuk dua fase, yaitu fase etil asetat dan fase air, fase etil asetat diambil sedangkan fase air diekstraksi dengan menggunakan 10 mL etil asetat. Langkah ini diulangi sebanyak dua kali.

Semua fase etil asetat yang didapatkan, dikumpulkan dalam cawan porselen dan diuapkan hingga didapatkan ekstrak kering. Ekstrak kering kemudian dilarutkan ke dalam etanol dan di masukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan etanol hingga tanda batas. Larutan stok sampel diambil sebanyak 1,0 mL dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL kemudian diencerkan dengan etanol hingga tanda batas. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan milipore dan didegassing selama 15 menit. Sampel diukur dengan menginjekkan sampel sebanyak 20,0 µL ke dalam sistem KCKT fase terbalik dengan detektor UV dengan panjang gelombang maksimum sehingga didapatkan kromatogram sampel dan dibaca AUC serta waktu retensi yang dihasilkan (Orhan, 2010).

4. Pemilihan formula dan eksipien

Formula standar yang digunakan mengacu pada International Journals of Pharmaceutical Compounding: Gel Compounding di dalam Lulu, (2010) dengan formula sesuai Tabel II

Tabel II Formula acuan

Formula standar R/ Carbopol Triethanolamin Propilenglikol Gliserin Aquadest 0,5 g 1,2 g 2,8 g 34,2 g ad 100g

Formula modifikasi yang akan digunakan adalah sebagai berikut sesuai dengan Tabel III

Tabel III. Formula gel anti-ageing ekstrak tempe

Formula I II III IV Carbopol 940 1% Isoflavon 0,2 % b/v Propilenglikol Gliserin Triethanolamin Parfume Metil paraben 0,2% Aquadest 2 g 10 mL 0 g 40 g 2,4 g q.s 0,2 g add 200 g 2 g 10 mL 20 g 40 g 2,4 g q.s 0,2 g add 200 g 2 g 10 mL 30 g 40 g 2,4 g q.s 0,2 g add 200 g 2 g 10 mL 40 g 40 g 2,4 g q.s 0,2 g add 200 g

5. Pembuatan sediaan gel anti-ageing ekstrak tempe

Carbopol 940 sebelumnya telah dikembangkan terlebih dahulu dicampur dengan aquadest sebanyak 100 mL selama semalaman. Propilenglikol dan ekstrak tempe dicampur hingga homogen dengan menggunakan mixer, kemudian ditambahkan dengan gliserin. Carbopol 940 ditambahkan dan dihomogenkan menggunakan mixer kecepatan satu selama 2 menit setelah itu ditambahkan metil paraben, sisa aquadest dan TEA

kemudian dihomogenkan menggunakan mixer skala kecepatan satu selama 2 menit, setelah campuran homogen kemudian ditambahkan parfume.

6. Uji sifat fisis sediaan gel anti-ageing ekstrak tempe

a. Uji daya sebar. Uji daya sebar sediaan gel dilakukan pada jam ke 48 jam dan 72 jam setelah pembuatan, dengan cara: Menimbang gel sebanyak 1,0 g kemudian diletakkan ditengah horizontal double plate. Di atas gel diletakkan horizontal double plate yang lain dan diberi beban dengan total 125 g dan didiamkan selama 1 menit kemudian dicatat diameter penyebarannya.

b. Uji viskositas. Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer seri VT 04 RION – Japan dengan cara: Gel dimasukkan ke dalam wadah kemudian dipasang pada portable viskotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan pada jam 48 jam dan 72 jam setelah pembuatan

c. Uji pH. Uji pH dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal pada jam ke 48 jam dan 72 jam setelah pembuatan.

7. Uji iritasi primer sediaan gel anti-ageing

Uji iritasi primer sediaan gel dilakukan dengan menggunakan metode Draize Rabbit Models dengan menggunakan hewan uji kelinci albino. Sejumlah 0,50 g gel anti-ageing ekstrak tempe dioleskan pada kulit punggung kelinci dengan ukuran 2,54 x 2,54 cm yang telah dicukur terlebih dahulu,

kemudian area tersebut ditutup dengan kasa atau perban dan dibiarkan selama 4 jam. Setelah 4 jam, kasa dibuka dan diamati terjadinya eritrma dan edema pada interval waktu 24 jam, 48 jam dan 72 jam dan diberikan skor sesuai Tabel IV.

Tabel IV. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit (Lu, 1995)

Jenis Iritasi Skor

Eritema Tanpa eritema 0

Eritema hampir tidak Nampak 1

Eritema berbatas jelas 2

Eritema moderat sampai berat 3

Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak

4

Edema Tanpa edema 0

Edema hampir tidak Nampak 1

Edema tepi berbatas jelas 2

Edema moderat (tepi naik ± 1mm) 3 Edema berat (tepi > 1mm dan meluas ke luar daerah pejanan)

4

Indeks iritasi primer untuk sediaan juga dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Indeks iritasi primer =

(3.1) Nilai akhir indeks iritasi primer dicocokkan dengan kriteria sesuai dengan tabel V:

Tabel V. Kriteria Iritasi (Lu,1995)

Indeks Iritasi Kriteria iritasi senyawa kimia

0 Tidak mengiritasi

<2 Kurang merangsang

2-5 Iritan moderat

8. Uji penetrasi dan penetapan kadar isoflavon yang terpenetrasi

a. Penetapan panjang gelombang maksimum dan pembuatan kurva baku standar genistein dengan pelarut buffer fosfat pH 7,4

Larutan stok dibuat dengan melarutkan 1,0 mg baku genistein ke dalam 1,0 mL etanol sehingga didapatkan konsentrasi 1000 µg/mL. Dibuat larutan intermediet baku genistein dengan mengambil 0,50 mL larutan stok dan diencerkan dengan larutan bufer fosfat pH 7,4 hingga 5,0 mL sehingga didapatkan konsentrasi 100 µg/mL. Pembuatan larutan seri kurva baku dilakukan dengan mengambil masing-masing 5,0; 25,0; 50,0; 250,0 dan 500,0 µL larutan intermediet kemudian masing-masing diencerkan dengan larutan bufer fosfat pH 7,4 hingga 5,0 mL sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 0,10; 0,50; 1,0; 5,0 dan 10,0 µg/mL. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan milipore dan didegassing selama 15 menit.

Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan seri baku 5,0 dan 10,0 µg/mL dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm. Spektro serapan yang dihasilkan akan menunjukkan panjang gelombang yang akan digunakan pada sistem KCKT fase terbalik, setelah didapatkan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan, dilakukan pembuatan kurva baku standar genistein dengan pelarut larutan bufer fosfat pH 7,4 yang sudah dibuat sebelumnya dengan konsentrasi 0,10; 0,50; 1,0; 5,0 dan 10,0 µg/mL dengan

menggunakan sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam Oktadesilsilika dan fase gerak metanol : aquabidest (7:3). (Orhan, 2010).

b. Uji penetrasi sediaan gel anti-ageing ekstrak tempe secara in vitro Uji penetrasi dilakukan dengan menggunakan metode sel difusi Franz. Uji ini menggunakan membran abdomen kulit mencit jantan galur Swiss usia 2-3 bulan. Mencit dibius dengan menggunakan eter hingga mati dan bulu pada bagian abdominal dicukur dengan hati-hati. Kulit bagian perut yang telah bersih dari bulunya disayat kemudian lemak pada bagian subkutan dihilangkan hingga bersih. Hasil sayatan tersebut direndam dalam larutan fisiologis NaCl 0,9% untuk mengembalikan kondisi kulit seperti semula selama penyimpanan sebelum kulit digunakan kemudian disimpan dalam suhu 4⁰C. Kulit yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan larutan medium bufer fosfat pH 7,4 agar mengalami pengkondisian terlebih dahulu.

Kompartemen reseptor diisi dengan menggunakan larutan bufer fosfat pH 7,4 dan etanol p.a dengan perbandingan 7:3 hingga penuh. Kulit yang telah mengalami pengkondisian diletakkan diantara kompartemen donor dan reseptor dengan bagian stratum corneum mengarah ke kompartemen donor dan dijaga agar tidak terjadi pusaran air atau gelembung udara di dalam kompartemen reseptor. Membran kulit yang telah berada di antara kedua kompartemen kemudian diaplikasikan sediaan gel anti-ageing sebanyak ± 1 g. Selama proses difusi di dalam kompartemen reseptor berlangsung, dilakukan

pengadukan dengan menggunakan magnetic stirer dengan kecepatan 250 rpm.

Pengujian sampel dilakukan selama enam jam dan dilakukan pencuplikan pada jam ke 0,5; 1; 2; 3; 4; 5 dan 6. Sampel diambil sebanyak 600 µL dari kompartemen reseptor dengan menggunakan syringe, setelah dilakukan pengambilan cuplikan sampel dari kompartemen reseptor, cairan medium reseptor ditambahkan kembali sebanyak 600 µL. Sampel disaring dengan menggunakan millipore dan dianalisis dengan menginjekkan sampel sebanyak 20 µL ke dalam sistem KCKT fase terbalik dengan detektor UV sehingga akan didapatkan kromatogram sampel dan nilai AUC. Dari hasil AUC ini didapatkan konsentrasi genistein yang terpenetrasi ke dalam kulit.

Dokumen terkait