• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.7 Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan diinput ke dalam perangkat lunak statistikuntuk keperluan analisis data.

Normalitas data dilihat dengan melakukan uji normalitas Kolmogorov-smirnov. Apabila data berdistribusi normal, ditampilkan rata-rata dan standar deviasi dari kategori data tersebul. Normalitas data dilihat dengan melakukan uji normalitas Kolmogorov-smirnov. Apabila data berdistribusi normal, dilakukan analisis korelasi pearson. Apabila data tidak berdistribusi normal, dilakukan analisis korelasi spearman.

Setelah itu, dilakukan analisis regresi linier sederhana untuk melihat persamaan linear yang dapat memprediksi KGD puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya, 2 bulan sebelumnya dan 3 bulan sebelumnya secara berturut-turut pada penderita DM tipe 2 dengan menggunakan kadar HbA1C sebagai prediktornya (Sastroasmoro dan Ismael, 2014).

3.8 ALUR PENELITIAN

Adapun alur pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Rekam medis pasien penderita DM tipe 2 di Pusat Rekam Medis RSUP H. Adam Malik

stambuk 2015

Identifikasi kelengkapan data HbA1C dan KGD Puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya,

2 bulan sebelumnya dan 3 bulan sebelumnya dari rekam

medis pasien penderita DM tipe 2

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Input Data

Analisis Data EthicalClearance

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross-sectional untuk melihat hubungan antara kadar HbA1C dengan KGD puasa pada pasien DM tipe 2 di RSUP H. Adam Malik. Karakteristik sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1 :

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian

No Karakteristik n = 123 ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Misdarina di RSUP H. Adam

Malik Medan (2012) ; Mohammad R. S. Utomo (2015) ; Ahmad Syauqi (2015) dan Kemas Ya’kub (2014) yang menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit DM tipe 2 lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Hal ini dianggap berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 pada laki-laki yang berkaitan lebih erat dengan Body Mass Index (BMI) jika dibandingkan dengan kejadian DM tipe 2 pada perempuan yang lebih berhubungan dengan Waist to Hip Ratio dan Waist Circumference dari tiap individu (Wang et al, 2005). Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nita Rachmawati (2015) ; Louis E.

Ugahari (2016) dan M. Hikmawan Priyanto (2017) yang menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit DM tipe 2 lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dianggap berhubungan dengan distribusi lemak pada perempuan yang lebih besar karena pengaruh dari hormon estrogen dalam metabolisme lemak serta perubahan regulasi tubuh selama kehamilan yang menyebabkan peningkatan berat badan. Beberapa faktor tersebut dianggap dapat meningkatkan risiko wanita untuk menderita DM tipe 2 lebih besar dari pada risiko laki-laki untuk dapat menderita DM tipe 2 (Ekpenyong et al, 2011). Variasi hasil yang didapat dari beberapa penelitian tersebut juga dapat disebabkan oleh pengaruh dari berbagai faktor lain yang mempengaruhi angka kejadian DM tipe 2 seperti ras, genetik dan gaya hidup (Ley et al, 2015).

Pada penelitian ini penderita DM tipe 2 di RSUP H. Adam Malik rata-rata berumur 55,9 8,9 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Misdarina di RSUP H. Adam Malik (2012) dan penelitian Mohammad R. S.

Utomo (2015) yang menunjukkan bahwa jumlah penderita DM tipe 2 rata-rata berusia 40-60 tahun. Ley et al (2015) mengatakan bahwa pertambahan usia merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya DM tipe 2. Pertambahan usia umumnya akan diikuti dengan perubahan pada fungsi-fungsi fisiologis tubuh yang semakin menurun, termasuk pada penurunan sensitivitas dari sel beta pankreas terhadap gula darah (Triplitt et al, 2005).

Berdasarkan analisis terhadap kadar HbA1C diperoleh rata-rata kadar HbA1C pada pasien penderita DM tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan sebesar 8,8

2,1%. Nilai tersebut dapat diinterpretasikan sebagai kadar HbA1C yang tinggi jika mengacu pada batas nilai normal pemeriksaan HbA1C yang telah ditetapkan di RSUP H. Adam Malik, yaitu 4,9-6%. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Guntur, Jeffrey dan Frans (2016) dimana diperoleh rata-rata kadar HbA1C pasien penderita DM tipe 2 sebesar 9,24% serta penelitian dari Mohammad R. S. Utomo (2015) yang juga menunjukkan angka distribusi proporsi pasien DM tipe 2 lebih banyak dengan kadar HbA1C di atas batas normal. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian oleh Hong et al (2014) dimana diperoleh rata-rata kadar HbA1C pasien penderita DM tipe 2 sebesar 6,3%. Hasil penelitian lain yang juga berbeda dengan hasil penelitian ini adalah penelitian dari Suprihartini (2017) yang menunjukkan kadar HbA1C yang normal lebih banyak pada penderita DM tipe 2. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik dari populasi penelitian, dimana kadar HbA1C akan cenderung lebih tinggi pada pasien lansia, wanita dan pasien dengan BMI tinggi (Hong et al, 2014). Variasi hasil ini juga dapat disebabkan beberapa hal lain seperti perbedaan gaya hidup, kepatuhan pengobatan pasien dan perbedaan standar cut-off HbA1C yang diterapkan di tiap rumah sakit.

Pada penelitian ini, rata-rata kadar gula darah puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya, 2 bulan sebelumnya dan 3 bulan sebelumnya, masing-masing secara berurutan adalah 189,1 83,3mg/dL ; 192,3 76,8mg/dL ; 205,1 75,1mg/dL dan 214,7 73,2mg/dL. Nilai tersebut dapat diinterpretasikan sebagai KGD puasa tinggi berdasarkan nilai normal pemeriksaan yang telah menjadi acuan RSUP H. Adam Malik, yaitu ≥ 126 mg/dL. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Misdarina di RSUP H. Adam Malik (2012) dan Nita Rachmawati (2015) yang menunjukkan bahwa KGD puasa yang tinggi lebih banyak ditemukan pada penderita DM tipe 2. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitianAmlan Barua (2014) dimana diperoleh rata-rata sebesar 135 30,6 mg/dL untuk KGD puasa terakhir ; 149,4 41,4 mg/dL untuk KGD puasa 1 bulan sebelumnya dan 190,8 61,2 mg/dL untuk KGD puasa 2 bulan sebelumnya.

4.1.2 ANALISIS KORELASI KADAR HBA1C TERHADAP KGD PUASA

Untuk mengetahui korelasi antara kadar HbA1C terhadap KGD puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya, 2 bulan sebelumnya dan 3 bulan sebelumnya pada penderita DM tipe 2 dilakukan analisis korelasi. Hasil uji normalitas data didapatkan data tidak berdistribusi normal. Maka metode analisis korelasi yang digunakan adalah korelasi spearman. Korelasi kedua variabel dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2Hasil Analisis Korelasi Spearman

Variabel Independen Variabel Dependen Koefisien Korelasi(r) P-Value (p) HbA1C KGD Puasa bulan sebelumnya (p<0,05). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terkait dengan masa hidup eritrosit yang berlangsung selama 120 hari, HbA1C atau sel darah merah terglikasi dianggap dapat merepresentasikan kualitas kadar glukosa darah untuk jangka panjang yaitu sekitar 2-3 bulan sebelumnya dan tidak terpengaruh oleh keadaan gula darah harian yang umumnya sangat fluktuatif (Paputungan dan Harsinen, 2014).

Koefisien korelasiantara kadar HbA1C terhadap KGD puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya,2 bulan sebelumnya, dan 3 bulan sebelumnya secara berturut-turut adalah 0,354 ; 0,366 ; 0,402 dan 0,398 yang menunjukkan korelasi positif. Hasil

ini didukung dengan penelitian sebelumnya oleh ADA (2011) yang menyatakan bahwa kadar HbA1C berkorelasi positif dengan rata-rata KGD puasa pada pasien penderita DM tipe 2 yang berarti setiap kenaikan persentase HbA1C bermakna kenaikan pula pada KGD puasa pasien penderita DM tipe 2.

Pada penelitian ini kekuatan korelasi antara kadar HbA1C dengan KGD puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya dan 3 bulan sebelumnya adalah lemah (0,2≤ r

<0,4). Sedangkan kekuatan korelasiantara kadar HbA1C terhadap KGD puasa 2 bulan sebelumnya menunjukkan kekuatan korelasi sedang (0,4≤ r <0,6) (Dahlan M. S., 2012). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Sherwani et al, (2016) yang menyatakan bahwa HbA1C berkorelasi kuat (r=0,685) dengan KGD puasa penderita DM tipe 2. Perbedaan hasil yang didapatkan tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan populasi penderita DM tipe 2 yang variatif, ada atau tidaknya komplikasi DM tipe 2 yang terjadi, gaya hidup dan kepatuhan pasien.

4.1.3. ANALISIS REGRESI LINIER KADAR HBA1C TERHADAP KGD PUASA

Untuk dapat dilakukan analisis regresi linier, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi terhadap data kadar HbA1C, KGD puasa terakhir, KGD puasa 1 bulan sebelumnya, KGD puasa 2 bulan sebelumnya dan KGD puasa 3 bulan sebelumnya. Pengujian asumsi yang dilakukan meliputi asumsi linieritas, normalitas residu, rata-rata residu nol, residu tidak ada outlier, residu konstan, independen dan tidak ada kolinieriti. Hasilnya didapat semua asumsi regresi linier terpenuhi. Hasil pengujian asumsi dapat dilihat pada Lampiran J, K, L, dan M.

Analisis regresi linier sederhana dilakukan untuk dapat memprediksi KGD puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya, 2 bulan sebelumnya dan 3 bulan sebelumnya pada pasien penderita DM tipe 2 dengan menggunakan kadar HbA1C sebagai prediktor. Hasil analisis regresi linier sederhana dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut :

Tabel 4.3Hasil Analisis Regresi Linier berarti bahwa HbA1C dapat berperan sebagai faktor yang menentukan KGD puasa terakhir sebesar 12,2% ; 11,4% pada KGD puasa 1 bulan sebelumnya ; 12,9% pada KGD puasa 2 bulan sebelumnya dan 13,9% pada KGD puasa 3 bulan sebelumnya. Dengan demikian, koefisien determinan terbesar pada penelitian ini adalah 13,9% yaitu pada KGD puasa 3 bulan sebelumnya dimana angka ini diinterpretasikan sebagai prediktor yang lemah (r2<0,3) (Moore et al, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Amlan Barua (2014) diperoleh koefisien determinan terbesar adalah antara kadar HbA1C dengan KGD puasa 2 bulan sebelumnya (r2=0,81), namun diinterpretasikan sebagai prediktor yang kuat (r2>0,7) (Moore et al, 2013). Hal ini disebabkan karena pada saat itu kestabilan kadar HbA1C masih sesuai dengan KGD puasa yang belum dipengaruhi oleh faktor lain seperti penggunaan obat-obatan anti diabetes. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa koefisien determinan antara kadar HbA1C dengan

KGD puasa pada pasien penderita DM tipe 2 untuk mengetahui terkontrol atau tidaknya pasien, tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan medis penyerta seperti anemia, kelainan darah, penyakit ginjal dan penyakit hepar (Nitin, 2010;

Paputungan dan Harsinen, 2014). Lama menderita DM tipe 2 dan lama pasien menjalani terapi juga perlu dipertimbangkan sebagai faktor yang mempengaruhi koefisien determinan (Barua, 2014).

Dari persamaan-persamaan regresi linier yang tertera pada Tabel 4.3, dapat dilakukan simulasi seperti contoh berikut : jika seorang laki-laki berusia 56 tahun merupakan seorang pasien penderita DM tipe 2, memiliki hasil pemeriksaan kadar HbA1C terakhir sebesar 8%. Maka hasil pemeriksaan KGD puasanya dapat diprediksi sebagai berikut:

KGD puasa terakhir (Y0) : 176,1 mg/dL

KGD puasa 1 bulan yang lalu (Y1) : 180,7 mg/dL KGD puasa 2 bulan yang lalu (Y2) : 193,1 mg/dL KGD puasa 3 bulan yang lalu (Y3) : 202,8 mg/dL

Pola persamaan regresi linier yang diperolehpada penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Amlan Barua (2014) yang meneliti hubungan kadar HbA1C pada pasien penderita DM tipe 2 yang baru terdiagnosis terhadap KGD puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya dan 2 bulan sebelumnya secara berturut-turut, dimana didapatkan persamaan regresi Y=2,60+0,64X untuk analisis regresi linier HbA1C terhadap KGD puasa 2 bulan sebelumnya atau pada saat sampel baru didiagnosis menderita DM tipe 2 dan memulai terapi. Dalam penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa persamaan linier antara kadar HbA1C baik untuk memprediksi terkontrolnya KGD puasa terutama pada pasien yang sudah lama didiagnosis menderita DM tipe 2. Sedangkan untuk pasien yang baru didiagnosis menderita DM tipe 2, persamaan linier kadar HbA1C terhadap KGD puasa terakhir dan 1 bulan sebelumnya dianggap masih memerlukan koreksi karena perubahan KGD

puasa yang terjadi akibat efek terapi yang baru diberikan tidak sejalan dengan kestabilan kadar HbA1C terkait 120 hari masa hidup eritrosit (Barua, 2014).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Rata-rata kadar HbA1C pasien penderita DM tipe 2 di RSUP H. Adam

Malik adalah 8,8 2,1%.

2. Rata-rata KGD puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya, 2 bulan sebelumnya dan 3 bulan sebelumnya pada pasien penderita DM tipe 2 di RSUP H.

Adam Malik secara berturut-turut adalah 189,1 83,3mg/dL ; 192,3 76,8 mg/dL ; 205,1 75,1 mg/dL ; 214,7 73,2 mg/dL.

3. Ada hubungan korelasi signifikan antara kadar HbA1C dengan KGD puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya, 2 bulan sebelumnya dan 3 bulan sebelumnya pada pasien penderita DM tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Antara kadar HbA1C dengan KGD puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya, 2 bulan sebelumnya dan 3 bulan sebelumnya terdapat pola hubungan yang positif dengan kekuatan hubungan yang lemah antara kadar HbA1C dengan KGD puasa terakhir, 1 bulan sebelumnya dan 3 bulan sebelumnya.

Sedangkan antara kadar HbA1C dengan KGD puasa 2 bulan sebelumnya menunjukkan kekuatan hubungan sedang.

5. Besar pengaruh kadar HbA1C untuk memprediksi KGD puasa 3 bulan sebelumnya adalah lemah.

5.2 SARAN

Dari hasil penelitian ini, dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kadar HbA1C

dengan KGD puasa terkait lama menderita dan lama menjalani terapi DM tipe 2.

2. Diperlukan penelitian lanjut mengenai hubungan antara kadar HbA1C dengan KGD puasa pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang berbeda-beda.

3. Diperlukan penelitian lanjut untuk menganalisis faktor-faktor lain yang mempengaruhi kadar HbA1C.

DAFTAR PUSTAKA

ADA. 2011. Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care. 34: 11-16.

ADA. 2014. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care.

37(1): 81-90.

ADA. 2017. Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus. Diabetes Care.

40(1): 11-24.

Anies. 2018. Penyakit Degeneratif :Mencegah & Mengatasi Penyakit Degeneratif dengan Perilaku & Gaya Hidup Modern yang Sehat.Nur Hidayah, ed. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Barua, A., Jhankar, A., Saroj, G., Pranay, G. 2014. The Relationship between Fasting Plasma Glucose and HbA1C during Intensive Periods of Glucose Control in Antidiabetic Therapy. Journal of Theoretical Biology. 363:

158-163.

Campbell, I. W.2000. Epidemiology & Clinical Presentation of Type 2 Diabetes.

International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research.

3(1): 3-6.

Dahlan, M. S. 2012. Analisis Multivariat Regresi Linear Disertai Praktik dengan SPSS : Seri 10. Jakarta : PT Epidemiologi Indonesia.

Dahlan, M. S. 2016. Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan : Seri 2, Edisi 4. Jakarta : PT Epidemiologi Indonesia.

DeFronzo, R. A. 2009. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 58:

774-795.

Ekpenyong, C. E., Akpan, U. P., Nyebuk, E. D., John, O. I. 2011. Predicting Incident Type 2 Diabetes Mellitus in South Eastern Nigeria : The Role of Adiposity Indices in Relation to Gender. Journal of Diabetes and Endocrinology. 2(5) : 62-67.

English, E. dan Garry, J. 2012. HbA1C (Glycated Haemoglobin). Association for Clinical Biochemistry.

Gens, S., Beyhan, O., Esra, A., Nurhan, I., Fatih, B., Figen, G. 2012. Evaluation of Turbidimetric Inhibition Immunoassay (TINIA) and HPLC Method for Glycated Haemoglobin Determination. Journal of Clinical Laboratory Analysis. 26(6).

Guariguata, L., Tim, N., Jessica, B., Ute, L., Oliver, J. 2013. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition. International Diabetes Federation.

Guntur, Jeffrey, O., Frans, E. W. 2016. Hubungan Asam Urat dan HbA1C pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang Dirawat Inap di RSUP Prof. Dr.

R.D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl). 4(2) : 1-5.

Gupta, S., Utkarsh, J., Nidhi, J. 2017. Laboratory Diagnosis of HbA1c: A Review. Journal of Nanomedicine Research. 5(4): 1-10.

Hare, M. J. L.,Shaw, J. E., Zimmet, P. Z. 2014. Current Controversies in The Use of Haemoglobin A1C. Journal of International Medicine. 271: 227-236.

Hong, L. F., Xiao, L. L., Yuan, L. G., Song, H. L., Cheng, G. Z., Ping, Q., Rui, X. X., Na, Q. W., Jian, J. L. 2014. Glycosilated Haemoglobin A1C as A Marker Predicting The Severity of Coronary Artery Disease. Lipids in Health and Disease. 13: 89.

Jeppsson, J. O., Uwe, K., John, B., Andreas, F., Wieland, H., Tadao, H., Kor, M., Andrea, M., Pierluigi, M., Rita, P., Linda, T., Masao, U., Cas, W. 2002.

Approved IFCC Reference Method for The Measurement of HbA1C in Human Blood. Clinical Chemistry and Laboratory Medicine. 40(1): 78-89.

John, W. G. 2012. Use of HbA1C in The Diagnosis of Diabetes Mellitus in The UK. The Implementation of World Health Organization Guidance 2011.

Diabetic Medicine. 1350-1357.

Karnchanasorn, R., Jean, H., Horng, Y. O., Wei, F., Lee, M. C., Ken, C. C., Raynald, S. 2016. Comparison of The Current Diagnostic Criterion of HbA1C with Fasting and 2-Hour Plasma Glucose Concentration. Journal of Diabetes Research.

Khaw, K. T., Wareham, N., Luben, R., Bingham, S., Oakes, S., Welch, A., Day, N. 2001. Glycated Haemoglobin, Dabetes & Mortality in Men in Norfolk Cohort of European Prospective Investigation of Cancer and Nutrition (EPIC-Norfolk). British Medical Journal. 322(7277): 15.

Kohei. 2010. Pathophysiology of Type 2 Diabetes and Its Treatment Policy.

Japan Medical Association Journal. 138(1): 28-32.

Kosasih, E. N. dan A.S. Kosasih. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik (Edisi 2). Tangerang: Karishma Publishing Group.

Ley, S. H., Matthias, B. S., Marie, F. H., James, B. M., Frank, B. H. 2015. Risk Factors for Type 2 Diabetes. Diabetes in America. 13: 1-37.

Misdarina, Yesi, A. 2012. Pengetahuan Diabetes Melitus dengan Kadar Gula Darah pada Pasien DM Tipe 2. Jurnal Keperawatan Klinis. 2(1) : 1-5.

Moore, D. S., Notz, W., Flinger, M. A. 2013. The Basic Practice of Statistic : 6th

Edition. New York : W. H. Freeman and Company.

Nagai, R., Masao, J., Masamitsu, I., Hidenori, K., Yasuhiko, Y. 2012. Advanced Glycation End Products and Their Receptors as Risk Factors for Aging.

Anti-aging Medicine. 9(4): 108-113.

Ndraha, S. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. 27(2): 9-16.

Nitin, S. 2010. HbA1C and Factors Other than Diabetes Mellitus Affecting It.

Singapore Med Journal. 51(8): 616-622.

PAPDI. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Siti Setiati, ed. Jakarta: Interna Publishing.

Paputungan, S. R. dan Harsinen, S. 2014. Peranan Pemeriksaan Hemoglobin A1c pada Pengelolaan Diabetes Melitus. Cermin Dunia Kedokteran. 41(9):

650-655.

Priyanto, M. H. 2017. Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu dan HbA1C dengan Derajat pH Saliva pada Pasien Diabetes Melitus di RSUDZA Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Unsyiah. 2(1): 28-34.

Rachmawati, N. 2015. “Gambaran Kontrol dan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang”. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Krishna, W. S., Hendra, Z. 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2014. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (Edisi 5). Jakarta: Sagung Seto.

Suprihartini. 2017. Hubungan HbA1C terhadap Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD. Abdul Wahab Syahranie SamarindaTahun 2016. Mahakam Medical Laboratory Technology Journal. 2(1): 18-26.

Syauqy, A. 2015. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Pengetahuan Gizi, Sikap dan Tindakan di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Islam Jakarta. 3(2): 60-67.

Triplitt, C. L., Reasner, C. A., Isley, W. L. 2005. Diabetes Mellitus, 1333 dalam

Dipiro, J. T., et al. Eds.Pharmacotherapy A Patophysiologic Approach : Edisi ke 6. McGraw-Hill Companies. USA.

Ugahari, L. E., Yanti, M. M., Stefana, H. M. K. 2016. Gambaran Kadar Glukosa Darah Puasa pada Pekerja Kantor. Jurnal e-Biomedik (eBm). 4(2) : 1-6.

Utomo, M. R. S., Herlina, W., Sylvia, M. 2015. Kadar HbA1C pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado. Jurnal e-Biomedik (eBm). 3(1) : 1-9.

Wang, Y., Rimm, E. B., Stampfer, M. J., Willett, W. C., Hu, F. B. 2005.

Comparison of Abdominal Adiposity and Overall Obesity in Predicting Risk of Type 2 Diabetes Among Men. The American Journal of Clinical Nutrition. 81(3) : 555-563.

WHO. 2011. Use of Glycated Haemoglobin (HbA1c) in the Diagnosis ofDiabetes Mellitus. World Health Organization.

Ya’kub, K., Partan, R. U., Habib, M. 2014. Korelasi Antara Gula Darah 2 Jam Post-prandial dan HbA1C di Laboratorium Klinik Graha Spesialis RSMH Palembang. Majalah Kedokteran Sriwijaya. 46(1) : 18-24.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nabila

NIM : 150100013

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 02 November 1997

Agama : Islam

Nama Ayah : Drs. Indra Maas

Nama Ibu : Dr. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes.

Alamat : Jalan Sari Gg. Mesjid No.76 B

Kel. Kedai Durian Kec. Medan Johor, Medan

Riwayat Pendidikan Formal :

1. SDN 3, Lubuk Pakam 2003 - 2007 2. SDN 060927, Medan 2007 - 2009

3. SMPN 2, Medan 2009 - 2012

4. SMAN 1, Medan 2012 - 2015

5. Fakultas Kedokteran USU 2015 - sekarang

Riwayat Pelatihan dan Seminar : 1. Pelatihan MMB FK USU 2015

2. Seminar Dokter Keluarga dan Workshop Sirkumsisi SCOPH FK USU 2015

3. Seminar dan Workshop Basic Life Support & Traumatology TBM FK USU 2016

Riwayat Kepanitiaan :

1. Anggota Seksie Konsumsi PORSENI FK USU 2016

2. Anggota Seksie Publikasi dan Dokumentasi TO FK USU 2016 3. Anggota Seksie Acara MMB FK USU 2016

4. Anggota Seksie Publikasi dan Dokumentasi KUMIS FK USU 2016 5. Anggota Seksie Publikasi dan Dokumentasi LKMM FK USU 2016 6. Wakil Koordinator Seksie Publikasi dan Dokumentasi IMO 2017 7. Steering Committee ICOSTEERR 2018

LAMPIRAN

Lampiran A. Pernyataan Orisinalitas

PERNYATAAN

Hubungan Kadar HbA1C terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa pada Pasien Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, maka penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis.

Penulis juga bersedia menerima sanksi lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, 02 Januari 2019 Penulis

Nabila NIM. 150100013

Lampiran B. Ethical Clearance

Lampiran C. Surat Izin Penelitian RSUP H. Adam Malik

Lampiran D. Normalitas Data

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Umur 0,066 123 0,200* 0,989 123 0,400

Kadar HbA1C 0,121 123 0,000 0,924 123 0,001

KGD Puasa Terakhir 0,101 123 0,003 0,934 123 0,001

KGD Puasa 1 Bulan

Sebelumnya 0,109 123 0,001 0,944 123 0,001

KGD Puasa 2 Bulan

Sebelumnya 0,116 123 0,001 0,938 123 0,001

KGD Puasa 3 Bulan

Sebelumnya 0,122 123 0,001 0,941 123 0,001

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Lampiran E. Distribusi Jenis Kelamin Sampel Penelitian

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Pria 75 61 61 61

Wanita 48 39 39 100

Total 123 100 100

Lampiran F. Analisis Univariat Karakteristik Sampel Penelitian

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

Lampiran G. Analisis Korelasi HbA1C terhadap KGD Puasa Terakhir

Kadar HbA1C KGD Puasa Terakhir

Kadar HbA1C

Spearman Correlation 1 0,354**

Sig. (2-tailed) 0,001

N 123 123

KGD Puasa Terakhir

Spearman Correlation 0,354** 1

Sig. (2-tailed) 0,001

N 123 123

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran H. Analisis Korelasi HbA1C terhadap KGD Puasa 1 Bulan Sebelumnya

Kadar HbA1C KGD Puasa 1 Bulan Sebelumnya

Kadar HbA1C

Spearman Correlation 1 0,366**

Sig. (2-tailed) 0,001

N 123 123

KGD Puasa 1 Bulan Sebelumnya

Spearman Correlation 0,366** 1

Sig. (2-tailed) 0,001

N 123 123

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran I. Analisis Korelasi HbA1C terhadap KGD Puasa 2 Bulan Sebelumnya

Kadar HbA1C KGD Puasa 2 Bulan Sebelumnya

Kadar HbA1C

Spearman Correlation 1 0,402**

Sig. (2-tailed) 0,001

N 123 123

KGD Puasa 2 Bulan Sebelumnya

Spearman Correlation 0,402** 1

Sig. (2-tailed) 0,001

N 123 123

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran J. Analisis Korelasi HbA1C terhadap KGD Puasa 3 Bulan Sebelumnya

Kadar HbA1C KGD Puasa 3 Bulan Sebelumnya

Kadar HbA1C

Spearman Correlation 1 0,398**

Sig. (2-tailed) 0,001

N 123 123

KGD Puasa 3 Bulan Sebelumnya

Spearman Correlation 0,39b** 1

Sig. (2-tailed) 0,001

Sig. (2-tailed) 0,001

Dokumen terkait