• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

3.5 Teknik Analisis Data

Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh (Sugiyono, 2016:246)

Analisis data model Miles dan Huberman dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:

1. Reduksi data (Data Reduction) Reduksi dat berarti merangkum, memilih hal pokok, memfokuskan pada hal penting, dicari pola dan temanya.

Reduksi data merupak proses pemilihan, pemusatan perhatian melalui penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data ―kasar‖ yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Tahapan-tahapan reduksi dsata meliputi: (1) membuat ringkasan (2) mengkode (3) menelusur tema (4) membuat gugus-gugus (5) membuat partisi (6) menulis memo.

2. Penyajian Data (Data Display) Penyajian data berarti mendisplay atau menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dsb. Penyajian data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif dalah bersifat naratif. Ini dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan Dan Verifikasi (Conclusion Drawing And Verification) Kesimpulan dalam penelitian mungkin dapat menjawab rumusan masalah, karena rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang setelah peneliti berada di lapangan. Kesimpulan penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang disajikan berupa deskripsi atau gambaran yang awalnya belum jelas

menjadi jelas dan berupa hubungan kausal atau interaktif dan hipotesisatau teori. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan setelah dari lapangan (Pujileksono, 2015:152).

Kegiatan analisis data dalam penelitian ini, akan dimulai dengan menelaah semua data yang terkumpul berupa wawancara, pengamatan, serta catatan lapangan. Hasil data yang diperoleh berdasarkan teknik analisis data yang telah dijelaskan sebelumnya, akan disususun membentuk laporan secara sistematis.

Sesuai dengan metodologi penelitian ini, maka hasil penelitian akan dijabarkan dalam bentuk deskripsi yang didukung dengan teori yang bersumber dari buku, jurnal ilmiah dan lainnya, kemudian peneliti akan menganalisisnya untuk mengetahui alasan menggunakan aplikasi Tinder, Keterbukaan diri para penggunanya, serta hambatan yang di dapat pengguna Tinder dalam mencari pasangan.

4.1 Hasil

4.1.1 Proses Penelitian

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai proses penelitian yang di lakukan dengan wawancara mendalam terhadap 6 orang informan yang memenuhi kriteria yang telah di paparkan pada bab III. Penelitian ini berlangsung kurang lebih 1 bulan mulai dari Januari 2019. Namun, proses pencarian informan telah dilakukan dari bulan Desember.

Ketika mengetahui bahwa judul skripsi yang terpilih mengenai keterbukaan diri pengguna Tinder, peneliti merasa sangat senang dan sedikit lega karena peneliti berpikir akan mudah untuk mendapatkan informan karena pada dasarnya peneliti adalah pengguna aktif aplikasi Tinder sejak tahun 2017. Namun faktanya sangat berbanding terbalik. Peneliti sedikit mengalami kesulitan saat mencari pengguna Tinder yang bersedia untuk dijadikan informan.

Pada awalnya peneliti melakukan observasi dengan cara mencari pengguna Tinder dan mencoba melakukan pendekatan dengan mereka melalui aplikasi Tinder sebelum meminta mereka untuk menjadi informan penelitian ini.

Pendekatan tersebut dimulai dengan peneliti yang melakukan ―match‖ dengan beberapa orang yang sesuai dengan kriteria penelitian. Setelah mulai berkomunikasi selama beberapa hari, peneliti mulai menanyakan kesediaan mereka untuk peneliti wawancara tentang aktivitas mereka di Tinder. Kebanyakan dari mereka menolak untuk di wawancara tanpa memberikan alasan yang jelas sehingga peneliti harus lebih bersabar dan mulai melakukan pendekatan dengan pengguna Tinder lainnya.

Sampai peneliti bertemu dengan seorang lelaki sebut saja ia adalah D. Ia bersedia untuk diwawancara dan dijadikan informan pada skripsi peneliti. Peneliti merasa kembali bersemangat untuk melanjutkan penelitian. Namun, hambatan kembali datang. Peneliti sulit untuk menyesuaikan jadwal dengan beliau karena jadwal pekerjaan beliau yang tidak beraturan. Sampai akhirnya ia tidak bisa diwawancara dikarenakan ia terkena musibah dan peneliti merasa tidak memungkinkan untuk bertemu dan memaksakan untuk mewawancarai beliau.

Ditengah keputusasaan pencarian informan, rara teman peneliti mengatakan bahwa teman abangnya merupakan pengguna aplikasi Tinder.

Langsung saja peneliti meminta tolong untuk dipertemukan teman abangnya. Dan syukurnya Bang Tama mau dijadikan informan.

Pada tanggal 8 Januari 2019 peneliti bertemu dengan Bang Tama (informan 1) ditemani oleh rara di sebuah warung kopi di kawasan dr. Mansyur.

Pada awalnya wawancara terkesan canggung karena ini merupakan pertama kalinya informan melakukan wawancara dengan orang yang belum dikenal sebelumnya. Namun, Bang Tama sangat ramah dan baik sehingga suasana canggung mulai mencair.

Setelah berhasil melakukan wawancara dengan informan pertama, peneliti kembali melakukan observasi dengan mencari pengguna Tinder langsung dari aplikasi Tinder. Saat memilih orang yang sesuai kriteria penelitian, peneliti menemukan akun Tinder orang yang peneliti kenal. Ia merupakan senior peneliti di kampus yang sekarang sudah menjadi alumni dan telah bekerja di salah satu kedai kopi Medan.

Peneliti langsung berinisiatif untuk menghubungi Bang Hamzah. Dibantu oleh Rizky teman peneliti, secara tidak sengaja kami bertemu Bang Hamzah di kampus. Langsung saja peneliti menanyakan kesediaan beliau untuk dijadikan informan dalam skripsi peneliti. Bang hamzah pun bersedia untuk di wawancara.

Lalu peneliti menyesuaikan jadwal dengan jam kerja beliau.

Wawancara dengan Bang Hamzah (informan kedua) dilakukan pada tanggal 15 Januari 2019 di salah satu kedai kopi tempat ia membuka usaha.

Wawancara dilakukan setelah ia menyiapkan pekerjaannya pada pukul 5 sore.

Peneliti ditemani teman-teman agar wawancara berjalan lebih santai. Bang Hamzah merupakan pribadi yang humoris sehingga pertanyaan-pertanyaan yang peneliti berikan dijawab dengan santai dan tidak kaku dan diselingi dengan beberapa candaan yang membuat proses wawancara terasa menyenangkan dan terbuka.

Selanjutnya, peneliti mulai bertanya kepada beberapa teman apakah mereka mempunyai kenalan yang berbain aplikasi Tinder. Lalu teman peneliti bunga, memberitahu bahwa salah satu temannya sudah lama menjadi pengguna

Tinder. Langsung saja peneliti meminta tolong agar ditanyakan kesediaan beliau untuk diwawancara. Setelah mendapat izin, peneliti dan teman peneliti menyambangi rumah beliau dan wawancara dilakukan di rumah dikarenakan beliau ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal.

Informan ketiga ini adalah seorang perempuan bernama Yopi. Ia seorang supplier sebuah produk kesehatan. Saat ingin wawancara ia masih menunggu barang dagangannya diambil oleh kurir sehingga kami harus wawancara dirumahnya. Awalnya peneliti merasa sungkan karena belum pernah mengenal Yopi tapi datang ke rumahnya. Tapi karena peneliti ditemani oleh beberapa teman peneliti, sehingga peneliti memberanikan diri untuk datang ke rumah Yopi.

Wawancara dengan Yopi berlangsung cukup panjang karena dilakukan dengan santai. Yopi merupakan pribadi yang terbuka. Ia dengan mudah menceritakan seluruh pengalaman yang ia dapat selama bermain Tinder kurang lebih 3 tahun.

Informan selanjutnya juga dikenalkan oleh teman peneliti. Karena peneliti merasa sangat sulit menawarkan orang yang langsung di dapat dari Tinder untuk dijadikan informan. Informan keempat ini adalah seorang perempuan bernama Rani ia merupakan teman sd dari salah satu teman peneliti. Setelah menyelesaikan kuliah di jenjang D3, Rani mulai mencari kesibukan dengan menyediakan jasa titip (jastip) yang saat ini banyak diminati orang-orang. Berawal dari hobi jalan-jalan, Rani berpikir untuk bisa liburan dan menghasilkan uang secara bersamaan.

Dimulai pada bulan agustus lalu, Rani pertama kali membuka jasa titip dari Kuala lumpur. Dan hasilnya lumayan, ia bisa membayar tiket pesawat dan biaya makan selama liburan dari hasil membelikan barang-barang titipan pembelinya.

Wawancara dilakukan disebuah warung makan di kawasan dr.mansyur pada tanggal 4 Februari 2019. Rasa canggung tidak peneliti rasakan karena sebelumnya peneliti sudah pernah bertemu dengan informan keempat ini. Rani menceritakan pengalaman baik dan buruk yang ia dapat dari Tinder. Ia juga menjawab seluruh pertanyaan peneliti dengan sangat terbuka. Ia merupakan pribadi yang humoris dan mudah bergaul dengan orang yang baru dikenalnya.

Informan kelima adalah teman dari Bang Tama yaitu informan pertama peneliti. Saat wawancara dengan bang tama, ia mengatakan bahwa ada teman di kantornya yang bermain Tinder seperti dirinya. Karena peneliti sudah merasa

buntu dalam pencarian informan, peneliti kembali menghubungi bang Tama dan meminta kontak temannya tersebut. Setelah memperkenalkan diri melalui Whatsapp dan menjelaskan sedikit maksud peneliti, peneliti bertanya apakah Bang Mahdi mau menjadi informan peneliti dan ia bersedia untuk diwawancara.

Wawancara dengan informan kelima ini berlangsung pada malam hari tanggal 8 Februari 2019 di sebuah warung kopi di daerah setiabudi. Ditemani oleh teman peneliti Rara, peneliti sempat merasa canggung saat awal bertemu dengan bang Mahdi. Wawancara sempat berlangsung kaku karena beliau merupakan pribadi yang kurang terbuka. Namun, lama-kelamaan berangsur mencair rasa canggung tersebut. Bang Mahdi menjawab pertanyaan informan dengan baik dan diselingi dengan beberapa candaan.

Informan terakhir penelitian ini adalah Jaja. Ia adalah seorang penyiar di salah satu radio. Kebetulan Bunga teman peneliti sedan magang di radio tersebut dan ia memberi informasi bahwa salah satu teman di kantornya ada yang bermain Tinder. Lalu peneliti meminta untuk dipertemukan dengan Jaja. Jadwal yang cukup padat sedikit menghambat peneliti dalam membuat janji bersama Jaja.

Namun, akhirnya wawancara dapat berlangsung di kantor radio tempat Jaja bekerja. Wawancara yang berlangsung antara peneliti dengan informan terakhir ini tidak berlangsung lama karena pada saat itu Jaja sudah memiliki janji lagi sehingga ia meminta untuk mewawancarai dengan singkat. Namun, tidak lupa peneliti meminta kontak yang bisa dihubungi sehingga apabila ada data yang kurang, peneliti masih bisa berkomunikasi dengan Jaja.

Dalam proses penelitian selama di Lapangan, peneliti sering mendapat kendala, terutama penolakan para pengguna Tinder yang langsung peneliti cari di aplikasi Tinder untuk dijadikan informan peneliti, hal tersebut karena kebanyakan dari mereka hanya iseng bermain Tinder dan tidak terlalu serius dalam menggunakannya sehingga saat diminta untuk di wawancarai mengenai Tinder mereka menolak dengan alasan baru saja menjadi pengguna Tinder dan tidak terlalu tau tentang aplikasi ini. Sehingga pada saat di lapangan peneliti menggunakan metode snowball (dalam Neuman, 2003 Teknik sampling snowball adalah suatu metode untuk mengidentifikasi, memilih dan mengambil sampel dalam suatu jaringan atau rantai hubungan yang menerus ) dan peneliti menilai

metode ini lebih efektif karena dibantu oleh teman peneliti yang memiliki kerabat yang bermain Tinder. Kendala itu juga yang membuat peneliti sedikit lama berada di Lapangan untuk mengumpulkan data. Demi kenyamanan dan atas permintaan dari informan yang tidak ingin privasinya terganggu, seluruh nama informan pada penelitian ini merupakan nama samaran. Ketika peneliti merasa data yang diperoleh sudah cukup maka peneliti menyusun data yang sudah ada sesuai dengan tujuan penelitian.

4.1.2 Hasil Wawancara 4.1.2.1 Informan 1 Nama : Tama Usia : 26 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Fotografer

Tama merupakan informan pertama pada penelitian ini. Lelaki yang berusia 26 tahun ini berprofesi sebagai fotografer di salah satu jasa fotografi di kota Medan. Berawal dari hobi motret, ia dan teman-temannya berinisiatif untuk meneruskan hobinya dan menjadikannya ladang bisnis dan pada tahun 2012 pekerjaan tetap sebagai penyedia jasa fotografi ini yang telah tama geluti sehari-hari.

Sebagai seorang fotografer tentunya informan tama tidak hanya mendapat klien dari dalam kota saja. Tama juga sering bekerja di berbagai kota dalam jangka waktu yang cukup lama. Dari sinilah pengalaman Tama bermain Tinder bermula. Awalnya tama mengenal Tinder dari sosial media. Tama melihat banyak orang yang membicarakan tentang aplikasi pencari jodoh ini. Tama pun tertarik untuk menggunakannya.

“Awalnya sih tau dari sosial media ya. Ngeliat banyak orang yang pake jadi penasaran”

Namun, saat awal mengunduh aplikasi Tinder, tama tidak langsung menggunakannya karena ia merasa lebih suka jika menggunakannya saat ia sedang perjalanan kerja ke luar kota. Ia berpikir jika ia main Tinder saat di

Medan, yang ia temukan hanyalah teman-teman dari sekelilingnya yang tidak lain sudah di kenal sebelumnya. Entah itu teman dekatnya ataupun sekedar mengetahui orang tersebut sebelumnya. Menurut Tama saat bermain Tinder di luar kota Medan, ia bisa mendapatkan banyak teman baru.

“Kalau downloadnya sih mungkin setahunan ya, tapi kalau menggunakannya baru sekitar 6 bulan lah. Itu juga karena waktu itu aku lagi ke jakarta buat kerjaan. Jadi pengen cari orang baru kan lumayan dapet teman baru di kota lain”

Alasan utama informan tama bermain Tinder bukan untuk mencari pasangan. Tama mengaku bermain Tinder hanya sekedar iseng untuk mengisi waktu luang tetapi kalau akhirnya bisa menjadi jodoh itu merupakan bonus. Ia juga ingin mencari teman baru di kota yang ia kunjungi untuk sekedar menemani ngobrol ditengah kepenatan bekerja.

“Pertamanya sih pengen cari temen yang manatau bisa jadi jodoh. Tapi bukan itu sih alasan utamanya. Alasan utamanya emang iseng cuma mau nyari temen aja.”

Selain itu informan Tama menggunakan aplikasi Tinder bukan karena ia kesulitan dalam mendapatkan pasangan di lingkungan sekitarnya. Tama hanya ingin mencoba sesuatu yang baru, yang sebelumnya belum pernah ia coba. Ia ingin tahu bagaimana bisa berkenalan dan chat dengan orang baru yang ia temukan secara acak melalui sebuah aplikasi.

Dalam memilih perempuan yang akan ia swipe kanan (pertanda suka), informan tama memiliki kriterianya sendiri. Ia melihat terlebih dahulu informasi yang tertera di profil orang yang ia temui. Setelah dirasa orang tersebut bukan pengguna palsu (fake) barulah tama memilih orang tersebut dan menunggu apakah mereka bisa cocok / match atau tidak. Setelah match dengan seseorang, tama akan memulai komunikasi dengan mengucapkan salam seperti halo atau hai.

“Ya standart seperti orang yang baru mengenal di sosial media. Hanya sekedar “hai” trus nanya asal darimana, kuliah atau kerja. Cuma gitu gitu aja sih.”

“paling ya biasa kalo match aku tanya boleh kenalan atau ngga, asal mana, kuliah atau kerja. Gitu sih, kalo responnya bagus ya paling sejalannya aja

tanya hobi apa, selera musik mungkin, itu aja sih ga pernah nanya lebih dari itu karena menurutku itu privasi yang ga bisa aku ganggu apa lagi sama orang baru kan.”

Komunikasi yang terjalin antara tama dan teman Tinder-nya hanya sebatas di aplikasi saja. Tama mengaku tidak berani untuk meminta nomor whatsapp atau Line teman Tinder-nya karena menurutnya itu sudah mengganggu privasi seseorang. Tama berkata bahwa ia tidak berani mencampruri privasi dari orang yang baru di kenalnya apalagi ini melalu dunia maya.

“Cuma sekedar chat biasa aja sih, itu juga ga sampai pindah ke roomchat lain kayak line atau WA karena menurut saya itukan totally stranger ya dan karena emang cuma iseng-iseng jadi ya ga berani untuk terlalu

mengganggu privasi orang apalagi ngajak ketemuan dll.”

Selama proses wawancara berlangsung, peneliti melihat Tama adalah orang yang ramah dan terbuka. Namun, Tama mengatakan ia tidak begitu membuka diri dengan orang-orang yang ia jumpai di Tinder. Tama merasa tidak terlalu percaya dengan orang-orang yang baru ia jumpai. Informasi yang ia berikan pun hanya berupa nama, usia, pekerjaan, dan foto profil yang tertera pada akun Tinder-nya. Tama juga mengaku tidak pernah bertemu atau sekedar mengajak teman Tinder-nya untuk kopi darat. Karena menurutnya itu merupakan privasi seseorang, dan kembali lagi ia tidak mau mengusik privasi orang terlalu jauh. Di tambah lagi karena ia bermain Tinder hanya sekedar iseng.

“Nggak pernah, karena emang cuma iseng aja jadi ga berani terlalu mendalami privasi orang”

“karena ini dunia maya ya, apa saja sekarang bisa di salah gunakan.

Termasuk identitas seseorang. Jadi saya ga terlalu percaya dengan orang yang baru saya kenal apalagi via media sosial. Jadi sekedar nama, usia, kerjaan, sama foto profil Tinder saya aja lah. Paling hal-hal biasa kayak hobi gitu.”

Tama mengisi waktu kosongnya di malam hari atau saat sedang menunggu klien dengan bermain Tinder. Meskipun tama bermain Tinder hanya sekedar iseng, ia berpendapat bahwa aplikasi ini bukanlah hal yang buruk untuk digunakan. Tama juga merasa tidak menemukan hal-hal negatif selama

menggunakan Tinder. Walaupun manfaat yang di dapat tama tidak sebanyak orang lain di luar sana yang bisa menemukan jodohnya, ia tetap merasa puas dengan Tinder karena bisa membantu mengisi waktu-waktu kosong, juga menghilangkan rasa penatnya setelah bekerja.

“So far, Tinder is good. Karena emang saya ga nemuin yang aneh-aneh ya. Jadi oke lah digunain untuk yang lagi iseng dan kosong haha”

“..Manfaatnya di saya mungkin ga se-wow orang orang diluar sana yang sampai pacaran bahkan nikah. Tapi ya sedikit banyaknya pasti ada manfaatnya lah. Saya jadi banyak mengenal orang baru. ..”

4.1.2.2 Informan 2 Nama : Hamzah Usia : 22 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wirausaha

Informan kedua adalah Hamzah. Ia merupakan laki-laki berusia 22 tahun dengan postur tubuh kurus dan tinggi. Memiliki sifat humoris, membuat percakapan dengan hamzah terasa ringan dan santai. Hamzah baru saja menyelesaikan kuliahnya di salah satu perguruan tinggi negeri di Medan. Saat ini ia sedang merintis usaha sebagai seorang pedagang di salah satu kedai kopi.

Hamzah pertama kali mengenal Tinder dari teman satu kampusnya. Saat itu teman Hamzah dengan semangat mempromosikan dan menyarankan Hamzah untuk mencoba Tinder. Merasa penasaran dengan usulan temannya, saat itu juga Hamzah mengunduh aplikasi Tinder.

“Awalnya dari temen kuliah ya. Karena dia main jadi di rekomendasiin sama dia”

Tujuan Hamzah bermain Tinder hanya karena iseng dan ingin melihat cewek-cewek cantik saja, karena pada saat mulai bermain Tinder status Hamzah tidaklah single. Ia sedang berpacaran dan sudah berjalan selama lebih dari 3 tahun. Tapi karena dirasa memang Hamzah hanya iseng dan tidak ada niat untuk selingkuh, jadi ia tetap melanjutkan bermain Tinder.

“Kebetulan sih aku punya pacar ya. Udah lama juga lah pacaran. Tapi emang main Tinder ini karena cuma iseng jadi emang gaada niat selingkuh atau apalah.”

Hamzah mengatakan Tinder menjadi tempat ia bisa ‗mencuci‘ mata melihat-lihat cewek yang ia rasa cantik. Saat menemukan yang dirasa cantik dan match, Hamzah tidak pernah memulai percakapan terlebih dahulu. Ia selalu mendapat sapaan dari teman-teman Tinder yang match dengannya. Sapaan yang dikirim biasanya berupa emoji atau lambang berbentuk ‗hai‘. Setelah itu barulah Hamzah merespon dengan sapaan juga.

“Awalnya kalo match itu biasa lawannya duluan yang kirim gif, baru deh aku respon. Aku sih ga pernah mulai duluan ya”

Bicara tentang kriteria, Hamzah banyak menemukan orang-orang yang sesuai dengan kriterianya. Tapi, menurut Hamzah banyak juga dari mereka yang memasang foto profil yang palsu atau terlalu banyak mengedit foto sehingga yang terlihat tidak sesuai dengan keadaan aslinya.

“Sesuai kriteria ya ada, cuma kadang kan di Tinder itu suka banyak yang pake data palsu. Kayak fotonya terlalu palsu lah, edit lah, atau pake foto orang lain gitu.”

Komunikasi yang terjalin antara Hamzah dengan teman Tinder nya pun tidak mendalam. Pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan standart saja seperti asal darimana, kesibukan sehari-hari, usia,dll. Hamzah mengaku tidak mau mencampuri terlalu dalam kehidupan orang yang baru di kenalnya. Ia juga tidak terlalu percaya dengan teman Tindernya karena menurut Hamzah saat ini banyak penipuan yang bermula dari media sosial.

Informasi yang dibagikn hamzah di akun Tinder pun hanya sekedar nya saja. Ia hanya mencantumkan foto, nama panggilan dan usianya. Ia tidak mencantumkan pekerjaan layaknya pengguna Tinder yang lain. Menurutnya pekerjaan adalah suatu hal yang tidak perlu di umbar ke orang asing. Tapi jika ada teman chat Hamzah ada yang bertanya mengenai pekerjaan, ia akan menceritakannya secara terbuka.

“kalo di Tinder aku cuma cantumin foto aku kan. Ga banyak juga 2 aja.

Kan ada orang yang sampe dibuatnya kayak galeri foto di Tinder itu kan.

Ya paling sama umur lah. Kalo kerjaan gitu nggak aku masukkan karena menurutku ga perlu juga orang tau. Tapi kalo ada yang nanya via chat ya aku jawab seadanya aja.”

Hamzah juga tidak berani untuk mengajak teman Tinder-nya bertemu.

Selain karena ia takut ketahuan pacarnya, ia merasa hal itu tidak perlu dilakukan.

Menurutnya, Tinder hanya tempat ia iseng-iseng dan mencari teman chat yang baru. Ia tidak mau orang asing mengusik privasi nya terlalu dalam juga. Bertemu dengan orang dari Tinder itu terlalu mengusik privasi menurut Hamzah.

Menurutnya, Tinder hanya tempat ia iseng-iseng dan mencari teman chat yang baru. Ia tidak mau orang asing mengusik privasi nya terlalu dalam juga. Bertemu dengan orang dari Tinder itu terlalu mengusik privasi menurut Hamzah.

Dokumen terkait