• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sugiyono (2015: 335) mengungkapkan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam ketegori, menjabarkan ke dalam unit- unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Teknik analisis data

78 yang digunakan oleh peneliti berdasarkan data yang digunakan adalah data kualitatif dan kuantitatif.

1. Data Kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan guru kelas IV. Selain itu, data kualitatif juga diperoleh dari hasil validasi produk yang berupa saran serta masukan yang diberikan dua ahli matematika dan tiga guru. Peneliti melakukan analisis data kualitatif dengan menyimpulkan data yang telah diperoleh dari wawancara dengan guru dan saran serta masukan dari ahli matematika dan guru.

2. Data Kuantitatif

Data kuantitatif dalam penelitian ini diperoleh dari kuesioner penilaian validasi desain produk dan analisis butir soal yang mencakup tingkat kesukaran, daya pembeda dan pengecoh. Peneliti melakukan analisis butir soal menggunakan aplikasi TAP (Test Analysis Program) (version 14.7.4).

Teknik analisis data dilakukan melalui langkah-langkah berikut. a. Kuesioner

Analisis data pada kuesioner didapat dari hasil validasi produk oleh dua ahli matematika dan tiga guru SD. Kuesioner yang digunakan tersusun atas 17 pernyataan. Peneliti menggunakan rentang skor berdasarkan skala likert yaitu dengan menggunakan model empat pilihan dengan rentang skor 1-4. Hasil validasi ahli

79 dan guru kemudian dianalisis dan dikategorikan ke dalam tabel berikut (Widoyoko, 2015: 69).

Tabel 3. 4 Klasifikasi Hasil Validasi Ahli Menggunakan Skala 4 Menurut Widoyoko

Skor akhir Klasifikasi

3.25 < M ≤ 4.00 Sangat baik

2.50 < M ≤ 3.25 Baik

1.75 < M ≤ 2.50 Kurang Baik 1.00 < M ≤ 1.75 Tidak Baik Keterangan :

M = rerata skor pada aspek yang dinilai

Hasil skor yang diperoleh kemudian dijadikan acuan dalam memberikan kesimpulan mengenai kelayakan tes hasil belajar untuk diujicobakan atau tidak. Peneliti menyediakan 4 pilihan kesimpulan yaitu (1) tidak layak untuk digunakan/uji coba lapangan (2) kurang layak untuk digunakan/uji coba lapangan (3) layak untuk digunakan/uji coba lapangan dengan perbaikan sesuai saran (4) layak untuk digunakan/ujicoba lapangan. Penetapan kesimpulan diambil berdasarkan dengan skor akhir dan klasifikasi yang diperoleh. Jika perolehan skor akhir 1.00 < M ≤ 1.75 dan termasuk ke dalam klasifikasi tidak baik maka kesimpulan yang diberikan adalah tidak layak untuk digunakan/uji coba lapangan. Perolehan skor akhir 1.75 < M ≤ 2.50 dan termasuk ke dalam klasifikasi kurang baik maka kesimpulan yang diberikan adalah kurang layak

80 untuk digunakan/uji coba lapangan. Perolehan skor akhir 2.50 < M ≤ 3.25 dan termasuk ke dalam klasifikasi baik maka kesimpulan yang diberikan adalah layak untuk digunakan/uji coba lapangan dengan perbaikan sesuai saran. Perolehan skor akhir 3.25 < M ≤ 4.00 dan termasuk ke dalam klasifikasi sangat baik maka kesimpulan yang diberikan adalah layak untuk digunakan/ujicoba lapangan.

b. Analisis Butir Soal

Data kuantitatif dari hasil uji coba tes dianalisis dengan menggunakan bantuan aplikasi Test Analysis Program (TAP) version 14.7.4.

1) Validitas

Suatu tes dikatakan memiliki validitas bila hasilnya sesuai dengan maksud dilakukannya tes. Hasil dari suatu tes merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur. Dengan demikian, alat ukur yang valid untuk tujuan tertentu ialah alat ukur yang mampu mengukur apa yang hendak diukur (Hamzah, 2014: 216). Yusuf (2015: 70) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya validitas soal secara keseluruhan berhubungan erat dengan validitas tiap butir soal tersebut.

Teknik untuk menganalisis tingkat validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi biserial. Rumus korelasi biserial adalah sebagai berikut (Arikunto 2005: 79) :

81 Ypbi = −

� √ Keterangan:

Ypbi = koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor pada tes dari peserta tes yang memiliki jawaban benar

Mt = rerata skor total

St = standar deviasi skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar (p= � � � � � � � �

ℎ � ℎ �

q = proporsi siswa yang menjawab salah (q= 1-p)

Jihad&Haris (2012: 180) mengklasifikasikan tingkatan validitas menjadi lima yaitu:

Tabel 3. 5 Kriteria Validitas

No. Rentang Nilai Kategori

1 0,80 < sampai ≤ 1,00 Sangat Tinggi 2 0,60 < sampai ≤ 0,80 Tinggi

3 0,40 < sampai ≤ 0,60 Cukup 4 0,20 < sampai ≤ 0,40 Rendah

5 r < sampai ≤ 0,20 Sangat Rendah

Hasil analisis validitas pada penelitian ini dapat diihat melalui hasil point biserial pada TAP. Point biserial atau korelasi point biserial adalah korelasi product moment yang

82 diterapkan pada data, dimana variabel-variabel yang dikorelasikan sifatnya masing-masing berbeda satu sama lain.

Item yang dapat dikatakan valid adalah item yang mempunyai nilai rhitung > rtabel dengan atas dasar taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5% atau 0.05 (Sugiyono, 2010: 257). Berdasarkan tabel signifikansi, rtabel atas dasar signifikasi 5% untuk n=30 adalah 0.360. Soal dikatakan valid jika nilai itemnya mencapai minimal 0.360. Hasil analisis validitas menggunakan teknik point bisserial pada TAP (Test Analysis Program) dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3. 3 Hasil validitas pada TAP (Test Analysis Program) Hasil point biserial menunjukkan besarnya tingkat validitas setiap butir soal. Point biserial kemudian dibandingkan dengan rtabel yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu 0.36. Jika point biserial butir soal menunjukkan hasil > 0.36 maka butir soal tersebut dikatakan valid.

83 2) Reliabilitas

Yusuf (2015: 74) mengemukakan bahwa suatu alat ukur dikatan reliabel apabila alat ukur itu diujikan kepada objek atau subjek yang sama secara berulang-ulang, hasilnya akan tetap sama, konsisten, stabil atau relatif sama. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode belah dua atau Split-half Method untuk melakukan uji reliabilitas. Peneliti menggunakan metode ini karena tes hasil belajar hanya diujicobakan satu kali. Uji reliabilitas belah dua dilakukan dengan cara membelah atas pembelahan ganjil-genap. Pembagian ganjil-genap ini dilakukan oleh peneliti karena dalam pembagian tingkat kesukaran soal lebih merata. Langkah pertama menggunakan rumus product moment dengan angka kasar menurut Arikunto (2013: 213) sebagai berikut:

r

xy

=

∑ − ∑ ∑

√{ ∑ − ∑ }{ ∑ − ∑ }

keterangan:

r

xy

=

koefisien korelasi antara variabel x dan y dua variabel

yang dikorelasikan.

Langkah kedua menggunakan formula Spearman-Brown sebagai berikut (Arikunto, 2013: 223-224):

r

11

=

84 keterangan:

r1/2 ½ = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes r11 = koefisien realibilitas yang sudah

disesuaikan

Guilford (dalam Jihad dan Haris, 2012:181) mengemukakan bahwa interpretasi reliabilitas dibagi menjadi 5 yaitu:

Tabel 3. 6 Kriteria Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kualifikasi r11 ≤ 0.20 Sangat rendah 0.20 < r11 ≤ 0.40 Rendah 0.40 < r11 ≤ 0.70 Sedang 0.70 < r11 ≤ 0.90 Tinggi 0.90 < r11 ≤ 1.00 Sangat tinggi

Hasil reliabilitas yang dianalisis menggunakan TAP (Test Analysis Program) kemudian dianalisis menggunakan tabel 3.6 kriteria reliabilitas. Berdasarkan kriteria reliabilitas pada tabel 3.6 maka peneliti menetapkan kualifikasi sedang dengan koefisien korelasi 0.40 < r11 ≤ 0.70, tinggi dengan koefisien korelasi 0.70 < r11 ≤ 0.90 dan sangat tinggi dengan koefisien korelasi 0.90 < r11 ≤ 1.00 untuk menyatakan reliabilitas produk.

Hasil analisis reliabilitas pada TAP (Test Analysis Program) dapat dilihat pada gambar berikut:

85 Gambar 3. 4 Hasil uji reliabilitas pada TAP (Test Analysis

Program)

Hasil analisis reliabilitas pada TAP (Test Analysis Program) kemudian dibandingkan dengan tabel 3.6 untuk menentukan kriteria reliabilitas.

3) Daya Pembeda

Widoyoko (2014: 136) mengemukakan daya beda butir soal adalah indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan butir soal membedakan antara peserta tes yang pandai (kelompok atas) dengan peserta tes yang kurang pandai (kelompok bawah) diantara peserta tes. Waridjan (1991: 386) menambahkan bahwa daya pembeda soal tes hasil belajar dapat direntang ke dalam jenjang-jenjang daya pembeda, mulai dari jenjang berdaya pembeda maksimum negatif (-1) dimana soal dapat dikerjakan dengan benar oleh seluruh peserta tes berprestasi belajar rendah namun tidak dapat dikerjakan dengan benar oleh seluruh peserta tes berprestasi belajar tinggi; jenjang tidak

86 berdaya pembeda (0) dimana suatu soal dapat dikerjakan dengan benar baik semua peserta tes berprestasi rendah maupun semua peserta berprestasi tinggi; sampai dengan jenjang berdaya pembeda maksimum positif (+1). Dalam daya pembeda mengenal tanda negatif (-) yang digunakan jika soal “terbalik” menunjukkan kualitas peserta tes. Terbalik maksudnya adalah soal yang berdaya beda negatif dianggap sulit oleh siswa yang pandai dan dianggap mudah oleh siswa yang kurang pandai.

Berikut adalah rumus untuk menghitung indeks daya beda menurut Widoyoko:

D = � −� Keterangan:

D = daya beda

Ba = jumlah jawaban benar kelompok atas Bb = jumlah jawaban benar kelompok bawah N = jumlah peserta tes dalam kelompok atas

dan bawah

Widoyoko (2014: 137 ) mengklasifikasi daya pembeda sebagai berikut:

87 Tabel 3. 7 Klasifikasi Daya Pembeda

Koefisien Korelasi Kualifikasi

0.00 – 0.20 Tidak baik, dibuang atau diganti 0.21 – 0.30 Kurang baik, perlu pembahasan dan revisi 0.31 – 0.40 Cukup baik, dapat digunakan dengan revisi 0.41 – 1.00 Sangat baik, dapat digunakan

Berdasarkan kriteria daya pembeda tersebut, peneliti menetapkan kriteria cukup baik yang berkisar 0.31 – 0.40 dan kriteria sangat baik yang berkisar 0.41 – 1.00 untuk menyatakan soal dapat membedakan kelompok atas dan kelompok bawah.

Daya pembeda pada analisis TAP (Test Analysis Program) dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3. 5 Hasil uji daya pembeda pada TAP (Test Analysis Program)

Discrimination Index pada TAP (Test Analysis Program) menunjukkan besarnya indeks daya pembeda setiap soal.

88 Besarnya discrimination index kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan tabel 3.7 dan ketetapan kriteria daya pembeda yang telah ditetapkan peneliti untuk menyatakan butir soal mampu membedakan siswa kelompok atas dengan siswa kelompok bawah.

4) Tingkat Kesukaran

Arikunto (2012: 222) mengungkapkan bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya, sedangkan bila soal dibuat terlalu sukar maka akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya (Arikunto 2012: 222). Widoyoko (2015: 132) mengungkapkan bahwa tingkat kesulitan adalah proporsi peserta tes menjawab dengan benar terhadap suatu butir soal. Angka yang menunjukkan sulit atau mudahnya suatu butir soal dinamakan dengan indeks kesukaran yang dilambangkan dengan p (proportion correct). Tingkat kesulitan butir soal berkisar antara 0.0 yang berarti tidak ada satu pun peserta tes yang dapat menjawab dengan benar butir soal tersebut sampa dengan 1.0 yang berarti semua peserta tes dapat menjawab dengan benar butir soal itu.

Berikut adalah rumus untuk menghitung indeks kesukaran menurut Arikunto (2005: 208) :

89 P = �

�� Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Berikut adalah kualifikasi indeks kesukaran menurut Arikunto (2005: 210).

Tabel 3. 8 Klasifikasi Indeks Kesukaran Koefisien korelasi Kualifikasi

0.00 – 0.30 Sukar

0.31 – 0.70 Sedang

0.71 – 1.00 Mudah

Berdasarkan tabel 3.8 di atas maka dapat diketahui bahwa soal termasuk ke dalam kategori sukar bila memiliki indeks kesukaran 0.00 – 0.30, soal termasuk ke dalam kategori sedang bila memiliki indeks kesukaran 0.31 – 0.70 dan soal termasuk ke dalam ketegori mudah bila memiliki indeks kesukaran 0.71 – 1.00. Berdasarkan proporsi mudah-sedang-sukar yang baik menurut Widoyoko (2014: 136) yaitu 25% mudah, 50% sedang dan 25% sukar maka tingkat kesukaran pada tes hasil belajar yang disusun oleh peneliti diharapkan dapat sesuai dengan kurva normal yaitu 25% mudah, 50% sedang dan 25% sukar.

90 Hasil analisis tingkat kesukaran pada TAP (Test Analysis Program) dapat dilihat dapa gambar berikut:

Gambar 3. 6 Hasil tingkat kesukaran pada TAP (Test Analysis Program)

Item difficulty pada TAP (Test Analysis Program) berisi tentang angka bentuk desimal yang menunjukkan tingkat kesukaran setiap soal. Besarnya Item Difficulty setiap butir soal kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan tabel 3.8 untuk menyatakan soal termasuk ke dalam kategori mudah, sedang atau sukar.

5) Analisis Pengecoh

Arikunto (2005: 220) mengemukakan bahwa suatu distraktor (pengecoh) dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh peserta tes menunjukkan bahwa pengecoh itu jelek. Sebaliknya sebuah pengecoh dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang

91 besar bagi peserta tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skor 5% atau 0.05 sebagai batas minimal kriteria pengecoh yang baik. Hasil analisis pengecoh pada TAP (Test Analysis Program) dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3. 7 Hasil analisis pengecoh pada TAP (Test Analysis Program)

Pengecoh dalam hasil analisis pengecoh pada TAP (Test Analysis Program) dikatakan berfungsi jika paling sedikit dipilih 5% peserta tes. Dalam penelitian ini, pengecoh dikatakan berfungsi jika dipilih paling sedikit oleh 2 siswa peserta tes.

92 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait