BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4. Bahan Pengawet
2.4.3. Teknik Pengawetan Makanan
Menurut Potter (1986), pengawetan makanan dapat dibagi menjadi dua cara
berdasarkan lama waktu penyimpanan yaitu :
1. Pengawetan untuk waktu yang singkat
Cara pengawetan ini dapat dilakukan dengan menjaga bahan makanan agar
tetap segar, contohnya pada beberapa restoran seafood yang tetap menjaga bahan
makanannya tetap hidup pada akuarium dan akan diambil untuk diolah bila ada
pelanggan yang memesan. Hal ini juga dapat diaplikasikan pada ikan, hewan
ternak, buah-buahan dan sayur-sayuran pada kondisi yang memungkinkan.
Jika hal diatas tidak memungkinkan untuk dilaksanakan maka bahan makanan
dapat segera dibersihkan dan disimpan pada lemari pendingin. Cara ini hanya akan
menghambat sementara kerusakan pada bahan makanan karena mikroorganisme
dan enzim alami yang ada pada bahan makanan tidak akan mati atau tidak aktif
2. Pengawetan untuk waktu yang lama
Teknik pengawetan makanan untuk waktu yang lama dapat dibagi menjadi
dua cara yaitu dengan pengendalian pada mikroorganisme dan pengendalian enzim
beserta faktor-faktor lainnya.
a. Pengendalian pada Mikroorganisme
1) Pemanasan
Bakteri, ragi dan jamur akan tumbuh secara optimal pada suhu 16-38 oC.
Secara umum bakteri akan mati pada suhu 82-93 oC namun bakteri berspora
tidak akan mati pada air yang direbus dengan suhu 100 oC selama 30 menit.
Maka untuk benar-benar memastikan agar semua bakteri mati sebaiknya
bahan makanan disterilkan pada suhu 121 oC selama 15 menit atau lebih.
Teknik ini biasanya dilakukan pada proses pengalengan makanan dan
pasteurisasi pada susu.
2) Pendinginan
Pada suhu -10 oC, pertumbuhan bakteri akan melambat dan akan semakin
melambat dengan makin turunnya suhu ruangan. Saat air yang terkandung
dalam bahan makanan membeku, maka aktifitas multiplikasi bakteri pun
akan terhenti. Prinsipnya, semakin rendah suhu ruangan maka akan semakin
lambat aktifitas dan pertumbuhan bakteri sehingga proses pembusukan
makanan pun dapat dihindari.
3) Pengeringan
Pada bakteri yang tumbuh secara optimal terdapat kandungan 80 % air di
mereka tumbuh. Jika air yang terkandung dalam makanan dihilangkan, maka
air yang terkandung pada bakteri juga akan hilang dan proses multiplikasi
bakteri menjadi terhenti. Hal ini yang menjadi dasar dalam proses
pengeringan.
4) Pengasaman
Asam yang cukup kuat dapat merubah struktur protein bakteri seperti proses
denaturasi protein pada bahan makanan. Pada proses fermentasi, asam yang
dihasilkan satu bakteri dapat menghalangi proses kerja bakteri lainnya.
Asam yang ada di makanan dapat berasal dari kultur asam tertentu atau asam
yang langsung ditambahkan ke makanan contohnya asam sitrat yang
ditambahkan pada minuman ringan. Pengasaman yang dikombinasikan
dengan pemanasan dapat membuat pengawetan menjadi lebih efektif.
5) Pemanisan dan Pengasinan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bakteri mengandung 80 % air di
dalam tubuhnya. Aktifitas bakteri akan terganggu saat bahan makanan
dicelupkan ke dalam sirup gula atau air garam karena akan mengganggu
proses osmosis yang terjadi di dalam sel bakteri. Air akan bergerak ke luar
tubuh bakteri saat terjadi perbedaan kandungan air pada tubuh bakteri
dengan sirup gula atau air garam yang hanya mengandung 30-40 % air di
dalamnya.
6) Pengasapan
Proses pengawetan ini telah terlebih dahulu ada dibandingkan dengan teknik
mengawetkan makanan. Faktor pengawetan pertama berasal dari asap yang
merupakan hasil pembakaran dari kayu yang dibakar dimana di dalam asap
ini terkandung bahan pengawet kimia seperti formaldehid dalam jumlah
yang kecil dan bahan-bahan pengawet alami lainnya. Faktor pengawetan
lainnya dikaitkan dengan panas yang dapat membunuh mikroorganisme.
Pemanasan ini cenderung mengeringkan makanan yang kemudian
melahirkan teknik pengawetan lainnya. Pengasapan di atas api cukup efektif
untuk mengawetkan bahan makanan tertentu. Saat ini pengasapan umumnya
dilakukan dengan tujuan untuk menambah cita rasa pada bahan makanan.
7) Pengendalian Jumlah Udara
Mikroorganisme dibagi dua berdasarkan kebutuhannya akan oksigen yaitu
mikroorganisme aerob dan mikroorganisme anaerob. Untuk mikroorganisme
aerob diberi perlakukan penghilangan udara dan untuk mikroorganisme
anaerob diberi perlakuan pemberian udara dengan begitu mikroorganisme ini
tidak dapat bertahan untuk hidup.
8) Pemberian Bahan Kimia
Penggunaan bahan kimia pada bahan makanan bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme dan menghentikan pertumbuhannya sehingga makanan
memiliki daya simpan yang lebih lama. Namun tidak semua bahan kimia
dapat ditambahkan ke dalam bahan makanan. Bahan kimia yang
diperbolehkan ditambahkan ke dalam bahan makanan memiliki takaran
9) Radiasi
Mikroorganisme akan tidak aktif bila mendapatkan penyinaran pada tingkat
tertentu. Sinar X, gelombang mikro, sinar ultraviolet, dan radiasi melalui
ionisasi adalah jenis-jenis radiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang berbeda yang digunakan untuk mengawetkan makanan. Namun
perlu diperhatikan jika terlalu lama melakukan penyinaran akan
mengakibatkan perubahan pada rasa, warna, tekstur dan nutrisi yang
terkandung pada bahan makanan.
b. Pengendalian pada Enzim dan Faktor Lainnya
Enzim merupakan penyebab rusaknya bahan makanan selain
mikroorganisme. Pengendalian terhadap enzim yang berada di dalam makanan
memiliki cara yang sama seperti halnya pengendalian pada mikroorganisme.
Contohnya, pendinginan yang dilakukan bertujuan untuk memperlambat
aktifitas mikroorganisme juga memperlambat aktifitas enzim alami yang ada di
dalam bahan makanan.
Namun, beberapa enzim ini mungkin resisten terhadap teknik di atas.
Pemanasan atau radiasi dapat menghancurkan bakteri secara efektif tapi tidak
mempengaruhi enzim ini dan akhirnya tetap akan mengakibatkan kerusakan
pada bahan makanan.
Pengemasan bahan makanan dengan baik dapat menghindarkan bahan
makanan dari kerusakan yang diakibatkan oleh serangga dan tikus. Selain itu,
bahan pencemar dari industri, pestisida dan residu radioaktif juga dapat
Selain teknik pengawetan makanan di atas, beberapa bahan alami juga
memiliki senyawa yang dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan makanan antara lain
seperti bawang putih memiliki senyawa antimikroba yang disebut dengan allicin,
ekstrak inulin pada bawang merah, minyak atsiri pada jahe dan lengkuas, senyawa
kurkumin pada kunyit, dan senyawa kapsaisin pada cabai merah (Rosiana, 2011).