• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian harus melalui pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua hal yaitu validitas isi dan validitas konstruk.

1. Uji Validitas Instrumen

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai

validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. (Azwar, 2008: 5-6).

a. Validitas Isi

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment (Azwar, 2008: 45). Validitas isi pada penelitian ini menggunakan pendapat dari tim ahli (judgement experts). Dalam hal ini instrumen yang akan dilakukan validasi adalah instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka, setelah instrumen dikonstruksi tentang prinsip-prinsip yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan tim ahli. Validitas isi diberikan oleh para ahli yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun. Setelah dikonsultasikan kemudian dilihat apakah instrumen tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan apakah instrumen dirombak total.

Peneliti memberikan rentang skor atas komentar para ahli menjadi data interval saat melakukan validasi. Skala penilaian terhadap lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi meliputi: sangat baik (4), baik (3), cukup (2), tidak baik (1). Untuk menyusun tabel klasifikasi, dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval.

Skor Tertinggi (ideal) = 4 (sangat baik) Skor Terendah = 1 (sangat tidak baik)

Jumlah kelas = 4 (sangat tidak baik sampai sangat baik) Jarak interval = (4-1)/3 = 1

Skor yang sudah didapat kemudian dikonversikan menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan skala Likert. Skala Likert berisi pernyataan yang sistematis untuk menunjukkan sikap seorang responden terhadap pernyataan itu (Prasetyo dan Jannah, 2005: 110). Lembar penilaian dalam penelitian ini dibuat berdasarkan indikator-indikator dan hasil akhirnya akan diakumulasi kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Ketentuan pelaksanaan revisi terhadap instrumen diatur dalam tabel berikut.

Tabel 3.3 Skala Likert

Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan

5 Sangat Baik

4 Baik

2 Tidak Baik

1 Sangat Tidak Baik

Dari tabel 3.3 di atas dapat diketahui bahwa jika soal mendapat nilai 4 atau kurang dari 4 serta mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal tersebut perlu direvisi. Jika soal mendapat nilai 4 dan kurang dari 4 dan mendapat komentar baik maka mungkin ada soal yang perlu direvisi dari sisi bahasanya (ejaan EYD). Jika soal yang divalidasi mendapat nilai lebih dari 4 tetapi mendapat saran untuk diperbaiki,

maka soal perlu direvisi. Jika soal lebih dari 4 dan mendapat komentar baik, maka soal tidak perlu direvisi.

Validator yang digunakan oleh peneliti untuk memvalidasi instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka adalah dua orang dosen dari Universitas Sanata Dharma yang menjadi dosen pengampu di Program Studi Bimbingan dan Konseling. Validator pertama adalah validator ahli A. Validator ahli A memberi nilai 5 pada setiap aspek penilaian validasi instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka yang tertulis pada blue print. Validator ahli A telah memberikan nilai 5 untuk setiap aspeknya, namun beliau memberikan komentar beberapa saran untuk memperbaiki instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka agar lebih baik lagi. Saran yang diberikan adalah beberapa soal perlu direvisi karena ada beberapa kesalahan pengetikan kata dan kekonsistenan untuk menggunakan kata inklusi atau inklusif.

Validator kedua adalah validator ahli B. Validator ahli B memberi nilai 4 pada setiap aspek penilaian validasi instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka yang tertulis pada blue print. Validator ahli B memberikan komentar pada setiap aspeknya, komentar yang diberikan berupa saran agar instrument kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka ini bisa lebih mudah dipahami oleh responden dan peneliti bisa mendapatkan jawaban dari responden lebih mendalam lagi. Saran yang diberikan berupa kalimat perlu disesuaikan dengan

kaidah EYD, contohnya ada beberapa kalimat pertanyaan yang belum memiliki susunan SPOK dengan jelas dan masih ada kalimat pertanyaan yang tidak efektif dalam penggunaan kata. Revisi lain dari validator ahli B adalah beberapa soal harus lebih dipertajam agar jawaban yang diharapkan dari responden dapat tercapai, sehingga beliau memberikan saran untuk menambahkan beberapa pertanyaan untuk memperdalam jawaban yang diperoleh dari responden.

Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator ahli A dan validator ahli B, skor yang didapatkan adalah 5 (sangat baik) dan 4 (baik), revisi dari hasil validasi bisa menjadi pertimbangan dan masukan bagi peneliti untuk memperbaiki agar saat menggunakan instrumen kuesioner tersebut bisa layak digunakan. Peneliti kemudian melakukan revisi sesuai saran dan komentar dari para ahli yang akhirnya dari 96 item pertanyaan menjadi 100 item pertanyaan yang siap digunakan dan dianggap valid untuk disebarkan di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

b. Validitas Konstrak

Validitas konstrak adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana tes mengungkapkan suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukurnya (Allem & Yen dalam Azwar, 1990: 48). Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka. Peneliti akan mendapatkan jawaban yang bervariasi dari hasil penelitian yang dilakukan. Jawaban yang bervariasi dari respon

kemudian dikelompokkan atau dikagetorikan yang memiliki jawaban atau kata kunci yang sama dan dihitung jumlah yang menjawabnya. Hasil jawaban yang diperoleh akan direkap menggunakan microsoft excel yang kemudian disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang telah peneliti pilih untuk dipetakan menjadi beberapa pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang telah peneliti kembangkan, kemudian dilakukan uji validitas konstruk berdasarkan prinsip dan indikatornya.

Prinsip pertama adalah penerimaan peserta didik baru yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa indikator seperti menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus, mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, mempersiapkan sarana dan prasarana, dan merencanakan sumber daya biaya dengan tujuan agar peneliti mendapatkan informasi tentang kesiapan dari sekolah dasar inklusi dalam penerimaan peserta didik baru.

Prinsip kedua adalah identifikasi, peneliti kemudian mengembangkan prinsip identifikasi menjadi indikator mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus. Peneliti menggunakan indikator ini untuk mengetahui bagaimana cara guru mengidentifikasi anak yang mengalami hambatan, juga mencari tahu bagaimana pelaksanaan identifikasinya, penanganannya, dan juga cara guru menyikapi pelaksanaan identifikasinya. Peneliti ingin mencari

informasi secara jelas bagaimana identifikasi yang dilaksanakan oleh guru-guru di sekolah dasar inklusi. Hingga akhirnya peneliti mendapat informasi yang jelas terkait prinsip identifikasi yang menjadi salah satu prinsip dalam penyelenggaraan sekolah inklusi.

Prinsip ketiga yang digunakan oleh peneliti adalah adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel) yang kemudian dikembangkan menjadi indikator menyusun kurikulum. Dari indikator ini peneliti ingin mengetahui kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut, adakah tim tersendiri yang menyusun kurikulum, dan juga apakah untuk siswa berkebutuhan khusus dan tidak berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum yang sama atau tidak. Informasi ini digunakan peneliti untuk mengetahui bagaimana kurikulum yang dilaksanakan di sekolah dasar inklusi bagi siswa yang berkebutuhan khusus dan siswa yang tidak berkebutuhan khusus.

Prinsip keempat adalah merancang bahan ajar. Peneliti mengembangkan prinsip ini menjadi indikator menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa dan menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Indikator ini digunakan peneliti untuk mencari informasi mengenai perencanaan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus apakah berbeda dengan siswa yang tidak berkebutuhan khusus ataukah sama. Selain itu, peneliti juga ingin mencari informasi tentang bahan ajar yang digunakan untuk memenuhi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Hal tersebut untuk

mengetahui penyelenggaraan sekolah inklusi yang dilaksanakan sekolah dalam menyesuaikan perencanaan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus.

Prinsip kelima adalah penataan kelas yang ramah anak, peneliti mengembangkan prinsip ini menjadi indikator mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar dan mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas. Indikator ini digunakan peneliti untuk mengetahui penataan ruang kelas, penataan pencahayaan di dalam kelas, desain dinding kelas, lantai untuk mobilitas siswa di sekolah, penyimpanan media pembelajaran, dan juga pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru.

Prinsip keenam yang digunakan peneliti adalah asesmen. Prinsip ini dikembangkan menjadi beberapa indikator, diantaranya adalah upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan, melakukan screening, melakukan diagnosis, melakukan penempatan program, melakukan penempatan kurikulum, melakukan evaluasi pengajaran, dan melakukan evaluasi program. Indikator ini digunakan peneliti untuk mencari informasi bagaimana pelaksanaan pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan yang digunakan oleh guru terkait memantau kemajuan pada siswa berkebutuhan khusus dan alat ukur apa yang digunakan oleh guru.

Prinsip ketujuh yang digunakan peneliti adalah pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, yang peneliti kembangkan

menjadi indikator memahami pentingnya media pembelajaran adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran. Dari indikator ini peneliti ingin mengetahui bagaimana penggunaan media pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa dalam memahami materi juga efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran, dan juga pembuatan media yang digunakan. Sekolah inklusi terdapat berbagai macam tipe siswa, dari berbagai macam tipe siswa ini, dalam menangkap materi juga memahami materi ada perbedaan daya tangkap yang dimiliki siswa. Adanya media pembelajaran diharapkan dapat memudahkan penangkapan materi oleh siswa.

Prinsip kedelapan yang digunakan peneliti adalah penilaian dan evaluasi pembelajaran yang dikembangkan menjadi indikator menentukan KKM, menjelaskan karakteristik evaluasi, dan menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi. Dari indikator ini peneliti akan mencari informasi berkaitan dasar/patokan KKM yang digunakan oleh guru, dan adakah perbedaan KKM antara siswa berkebutuhan khusus dan siswa tidak berkebutuhan khusus, mengingat siswa memiliki daya tangkap berbeda. Selain itu, peneliti juga akan mencari informasi yang berkaitan dengan kegiatan evaluasi terkait dengan manfaat evaluasi yang dilakukan, tindakan selanjutnya setelah melakukan kegiatan evaluasi, hingga peran serta orang tua dalam kegiatan evaluasi.

Dari kedelapan prinsip tersebut peneliti menjadikannya sebagai acuan untuk membuat daftar pertanyaan yang digunakan untuk mencari informasi bagaimana penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman dan apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip juga indikator-indikator yang dijadikan patokan/acuan oleh peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah mengacu pada kedelapan prinsip tersebut telah dilakukan expert judgment (validasi dengan tim ahli) yang mendapatkan hasil bahwa daftar pertanyaan tersebut sudah baik. Dari hasil validasi dengan tim ahli tersebut maka daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah mengacu pada prinsip dan indikator dinyatakan sudah baik (valid) untuk memenuhi validitas konstruk. 2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008: 04). A number of techniques are available for measuring the reliability of questionnaire items, but the methods for maximizing reliability are pretty straightforward. Ask people only questions they are likely to know the answers to, ask about things relevant to them, and be clear in what you’re asking (Babbie, 1990: 33).

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional dan instrumen yang

digunakan pada penelitian ini adalah instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka. Peneliti akan melakukan penelitian dengan banyak responden yang akan diteliti, dengan memberikan beberapa pertanyaan terbuka peneliti tidak bisa memberikan batasan pada jawaban setiap pertanyaan. Akibat dari penelitian yang dilakukan pada banyak responden yang berbeda-beda tidak memungkiri hasil yang didapatkan oleh peneliti juga berupa jawaban yang berbeda-beda karena setiap responden memiliki sikap dan tindakan yang berbeda.

Teknik untuk menilai kepercayaan/reliabilitas dari item kuesioner ini melalui jawaban dari responden terhadap pertanyaan yang hanya responden ketahui atau yang relevan terhadap sikap dan tindakan responden. Peneliti perlu memberikan pertanyaan dengan jelas agar responden mampu memberikan jawaban yang dapat dipercaya. Namun hal ini juga dapat membahayakan bagi peneliti, karena responden akan memberikan jawaban yang dapat dipercaya atau tidak, jika tidak dapat dipercaya maka akan membahayakan bagi peneliti karena akan menurunkan derajat kepercayaan/reliabilitas dari item pertanyaan tersebut.

Dokumen terkait