• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.9. Teknik Pengujian Instrumen

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui valid tidaknya butir

pertanyaan dalam kuesioner atau angket penelitian. Kemampuan angket atau kuesioner sebagai alat ukur dalam mengukur objek penelitian dibuktikan dengan uji validitas. Untuk melakukan uji validitas, peneliti menggunakan metode korelasi pearson. Metode korelasi Pearson merupakan satu metode korelasi yang bertujuan untuk mengukur kekuatan serta arah hubungan linier dari dua variabel. Kekuatan hubungan linier antara kedua variabel dapat dijelaskan dengan ukuran statistik yang disebut dengan koefisien korelasi (r2).

Metode korelasi adalah metode pengukuran yang dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi (rxy) dan nilai signifikansinya atau

probabilitas statistiknya. Sebuah butir pertanyaan dikatakan valid dengan syarat rhitung lebih besar dari rtabel. Pada uji validitas ini, peneliti menggunakan metode plot testing dengan jumlah sampel try out sebanyak N=30 orang dengan tingkat signifikansi atau α = 5%. Pemilihan jumlah sampel try out ini berdasarkan asumsi bahwa sampel try out terdistribusi secara normal.

Untuk itu, setiap butir pernyataan akan dikatakan valid apabila rhitung

lebih besar dari rtabel. Nilai dari rhitung didapatkan dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS versi 26.0. Selain itu, uji korelasi pearson dapat diuji secara manual dengan rumus di bawah ini:

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi r pearson (rhitung) n = jumlah sampel

X = variabel independen

Y = variabel dependen 2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan stabilitas dari skala pengukuran. Uji reliabilitas dilakukan pada item yang sudah dinyatakan valid karena menunjuk pada pengertian bahwa satu instrumen dapat dipercaya karena instrumen tersebut sudah dianggap baik. Uji reliabilitas dilakukan dengan metode Cronbach’s Alpha dengan bantuan aplikasi SPSS versi 26.0. tingkat reliabilitas satu instrumen adalah sebagai berikut (Bahri dan Zamzam,2015):

a. Jika nilai Cronbach’s Alpha lebih besar daripada 0,60, maka variabel tersebut diaggap baik atau reliabel.

b. Jika nilai Cronbach’s Alpha lebih kecil daripada 0,60, maka variabel tersebut diaggap tidak baik atau realiabel.

3. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah sebaran data yang ada pada sebuah variabel terdistribusi secara normal atau tidak. Dalam metode statistik klasik, sebuah populasi atau sebaran data dapat dikatakan normal jika jumlahnya lebih dari 30 (N>30). Namun, seiring berkembangnya jaman, uji normalitas diperlukan sebab belum tentu data dengan jumlah lebih dari 30 dinyatakan normal.

Ada begitu banyak metode yang digunakan dalam uji normalitas, diantaranya metode chi-square, liliefors, saphiro wilk, dan kolmogorov

smirnov. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode

Kolmogorov Smirnov. Uji Kolmogorov Smirnov sendiri dinilai lebih sederhana

dan tidak menimbulkan persepsi karena output bersifat eksak. Data penelitian ini juga telah memenuhi syarat uji Kolmogorov Smirnov yaitu:

a. Data bersifat interval atau rasio (kuantitatif).

b. Data tunggal atau belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi.

c. Memiliki nilai N besar (N>200)

Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji moralitas Kolmogorov Smirnov adalah sebagai berikut:

a. Sebaran data terdistribusi normal jika nilai signifikansi (Sig.) lebih besar dari 0,05.

b. Sebaran data tidak terdistribusi normal jika nilai signifikansi (Sig.) lebih kecil dari 0,05.

Pada penelitian ini, hipotesis utama yang akan diuji disajikan dalam uji F. Uji F dalam analisis linier berganda bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel X secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel Y. Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji F adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai signifikansi (Sig.) kurang dari 0,05, maka hipotesis diterima.

b. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih dari 0,05, maka hipotesis ditolak.

5. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi biasa disebut dengan R Square atau R kuadrat didefinisikan sebagai makna sumbangan pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Koefisien determinasi dilambangkan dengan simbol R2 dan berfungsi untuk memprediksi seberapa besar kontribusi pengaruh variabel X secara simultan terhadap variabel Y.

Nilai koefisien determinasi hanya dapat dimaknai dengan syarat hasil uji F dalam analisis linier berganda bernilai signifikan. Sebab, dalam uji F diketahui apakah secara simultan variabel X berpengaruh terhadap variabel

Y. Jika uji F terbukti tidak signifikan, maka nilai koefisien determinasi tidak

dapat diinterpretasikan atau digunakan untuk memprediksi kontribusi pengaruh variabel X terhadap variabel Y.

6. Uji Heterokedastisitas

Salah satu bagian dari uji asumsi klasik adalah uji heterokedastisitas. Tujuan dari uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji kesamaan

variance atau variasi dari nilai residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika nilai residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain

memiliki nilai variance yang tetap, maka terdapat kondisi yang disebut homoskedastisitas. Sedangkan jika nilai residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain memiliki nilai variance yang berbeda, maka terdapat kondisi yang disebut heteroskedastisitas.

Sebuah model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya adalah uji glejser. Metode uji glejser dilakukan dengan meregresikan variabel independen terhadap nilai absolute residual atau Abs_RES. Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji heteroskedastisitas menggunakan metode uji glejser adalah sebagai berikut: a. Terdapat gejala heteroskedastisitas dalam model regresi jika nilai

signifikansi (Sig.) lebih besar dari 0,05.

b. Tidak terdapat gejala heteroskedastisitas dalam model regresi jika nilai signifikansi (Sig.) lebih besar dari 0,05.

7. Uji Multikolinearitas

Bagian lain dalam uji asumsi klasik adalah uji multikolinearitas. Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah terdapat korelasi atau hubungan kuat antara variabel bebas atau variabel independen dalam model regresi. Gejala multikolinearitas terjadi jika terdapat korelasi diantara

variabel bebas. Suatu model regresi yang baik memiliki variabel bebas yang tidak berkorelasi atau tidak terjadi gejala multikolinearitas.

Gejala multikolinearitas dalam model regresi dapat dilihat melalui beberapa cara, yaitu:

b. Melihat nilai condition index dan eigenvalue.

c. Melihat tolerance dan variance inflating factor (VIF).

Penelitian ini akan mendeteksi geja amultikolinearitas dalam model regresi dengan melihat tolerance dan variance inflating factor (VIF). Adapun dasar pengambilan keputusan pada uji multikolinearitas dengan tolerance dan VIF adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai VIF kurang dari 10,00, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas dalam model regresi. b. Jika nilai VIF lebih dari 10,00, maka terdapat gejala

multikolinearitas dalam model regresi. Atau

a. Jika nilai tolerance lebih dari 0,10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas dalam model regresi.

b. Jika nilai tolerance kurang 0,10, maka terdapat gejala multikolinearitas dalam model regresi.

8. Uji T Parsial

Salah satu uji hipotesis penelitian dalam analisis regresi linear

sederhana dilakukan dengan uji T. Tujuan dari uji T adalah untuk mengetahui apakah variabel independen (X) secara parsial (sendiri-sendiri) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji T adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai Signifikansi (Sig.) kurang dari probabilitas 0,05, maka terdapat pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Dengan kata lain hipotesis diterima.

b. Jika nilai Signifikansi (Sig.) lebih dari probabilitas 0,05, maka tidak terdapat pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Dengan kata lain hipotesis ditolak.

Dokumen terkait