• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Pengukuran Kinerja

B. Pengukuran Kinerja

3. Teknik Pengukuran Kinerja

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja industri secara cepat adalah teknik “studi kapabilitas jangka pendek (short term capability study)”. Studi kapabilitas jangka pendek merupakan dasar dari statistical process control (SPC) dan total quality management (TQM). Studi ini berguna untuk mempelajari kondisi suatu proses seiring berjalannya waktu apakah tetap akurat dan tetap berada dalam spesifikasi (standar) yang telah ditentukan (Alsup et al., 1993). Studi kapabilitas jangka pendek dapat digunakan untuk menentukan ukuran tingkat penyimpangan sistem (measurement system error) dan ukuran kapabilitas suatu mesin atau proses dalam memenuhi standar.

Menurut Alsup, et al. (1993), studi kapabilitas jangka pendek dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut:

1. Terlalu banyak inspeksi yang diperlukan.

2. Menentukan ukuran penyimpangan dengan cepat.

3. Menemukan penyebab khusus dari masalah kontrol dengan cepat. 4. Menemukan sumber-sumber penyimpangan sistem dengan cepat. 5. Mengurangi waktu dan biaya studi.

Terdapat empat langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan studi kapabilitas jangka pendek:

1. Mengumpulkan data 2. Kalkulasi data 3. Analisis hasil

48 Salah satu parameter sederhana yang sering digunakan dalam studi kapabilitas jangka pendek adalah akurasi (Alsup et al., 1993). Dalam PBM- SIG (1995), akurasi didefinisikan sebagai kedekatan nilai pengukuran terhadap nilai standar. Semakin kecil perbedaan antara nilai pengukuran dengan nilai standar, maka nilai tersebut akan semakin akurat. Dalam Alsup, et al. (1993) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average) dengan nilai standar (true value). Akurasi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

Selanjutnya nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai standar kualitas yang dapat diterima (acceptability).

Acceptability adalah persen maksimum variasi yang masih dapat diterima (Besterfield, 1990). Nilai acceptability biasanya ditentukan berdasarkan kontrak kerja atau karena sebagai tanggung jawab produsen. Menurut Besterfield (1990) secara teoritis nilai acceptability dapat ditentukan berdasarkan:

1. Data historis

2. Pengalaman (Empirical judgment)

3. Informasi Teknik (engineering information) 4. Percobaan

5. Kemampuan produsen, dan 6. Keinginan konsumen.

Dalam praktek rentang nilai acceptabiltas bervariasi antara ±0.01% sampai dengan ±10% (Besterfield, 1990). Jika akurasi masih berada dalam rentang standar maka nilai variasi diterima, dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai standar maka nilai variasi tidak diterima.

TrueValue Average

49 C. Pendekatan Sistem

Pada dasarnya sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan elemen- elemen yang saling berhubungan melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang berguna. Berdasarkan pengertian ini, maka perumusan ciri-ciri atau karakteristik sistem, yaitu : (Gaspersz, 2001)

1. Terdiri dari elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan 2. Adanya tujuan dan saling ketergantungan

3. Adanya interaksi antar elemen

4. Mengandung mekanisme, kadang-kadang disebut juga sebagai transformasi

5. Adanya lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem.

Tujuan sistem adalah menciptakan atau mencapai sesuatu yang berharga, memiliki nilai, dengan memadukan dan mendayagunakan berbagai macam bahan atau masukan dengan suatu cara tertentu (Amirin et al., 1993 dalam Budihardjo, 1995). Tujuan sistem biasanya lebih dari satu yang sering disebut dengan tujuan jamak (multiple purposes), sekalipun ada urut-urutan prioritasnya. Untuk menentukan peringkat tujuan yang dicapai oleh suatu sistem, digunakan empat tolak ukur, yaitu kualitas atau mutu, kuantitas, waktu, dan biaya. Dalam menentukan tujuan sistem harus memperhatikan kepentingan sistem sebagai keseluruhan harus lebih diutamakan daripada kepentingan subsistemnya.

Keadaan sistem, selain dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam sistem juga dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di luar sistem. Lingkungan sistem digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan suatu lingkungan di luar sistem yang merupakan tempat bagi terjadinya perubahan-prubahan yang dapat mempengaruhi sistem. Aktifitas-aktifitas yang terjadi di dalam sistem disebut

endogenus, sedangkan aktifitas-aktifitas yang terjadi di luar sistem disebut

eksogenus (Sushil, 1993).

Ditinjau dari hubungan antara objek maupun unsur objek yang ada dalam suatu sistem, maka sifat hubungannya dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :

50 1. Sistem yang mempunyai hubungan searah yang sering disebut

nonfeedback system. Sifat hubungan antara objek yang satu dengan objek- objek yang lain ataupun unsur-unsur dari objek tersebut merupakan hubungan yang searah.

2. Sistem yang mempunyai hubungan bolak balik (feedback system). Sifat hubungan antara objek yang satu dengan objek-objek yang lain ataupun unsur-unsur dari objek tersebut bukan merupakan hubungan yang searah. Antara satu objek dengan yang lain mempunyai hubungan bolak balik yang disebabkan adanya aksi yang datang darisesuatu objek, dimana timbulnya aksi tersebut akan diikuti oleh reaksi yang kembali ke arah objek semula (Gambar 6).

Gambar 6. Feedback system (Sabari et al., 1991)

Menurut Marimin (2004), terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok dalam menganalisis suatu permasalahan menggunakan pendekatan sistem yaitu:

1. Cybernetic, artinya cara pandang berorientasi tujuan

2. Holistic, artinya cara pandang yang menyeluruh terhadap keutuhan sistem 3. Efectiveness, yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna operasional

serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan.

Pengkajian permasalahan menggunakan pendekatan sistem ditandai dengan ciri-ciri : (Marimin, 2004)

1. Mencari faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan permasalahan.

2. Adanya model kuantitatif untuk membantu menyelesaikan permasalahan secara rasional.

51 Metodologi pendekatan sistem erat kaitannya dengan prinsip dasar ilmu manajemen, yaitu merupakan aktivitas yang mentransformasikan sumber daya (input) menjadi hasil yang dikehendaki (output), secara sistematis dan terorganisasi guna mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang dirancang (Eriyatno, 1999). Dalam aplikasi manajemen, teknik pendekatan sistem dipersyaratkan menggunakan beberapa teori dasar yang bersifat kuantitatif meliputi : (1) model matematik, (2) analisis fungsi terhadap model matematik yang digunakan, (3) teori kontrol, (4) teori estimasi, dan (5) teori keputusan.

Model adalah simplifikasi atau penyederhanaan sistem. Model harus memiliki 3 elemen penting dalam proses rancang bangunnya, yaitu pemahaman proses, peramalan, dan mampu membantu stakeholders dalam mengambil kebijakan. Pemahaman proses merupakan kegiatan yang dilakukan agar model yang dibangun mampu mewakili sistem dengan verifikasi dan validitas yang baik. Peramalan merupakan salah satu alat untuk melakukan simulasi yang berarti menirukan tingkah laku sistem. Apabila suatu model mampu melakukan simulasi dengan baik dan akurasi yang tepat maka model tersebut dapat dinilai baik. Model juga harus mampu memberikan informasi kepada para stakeholders sehingga dapat membantu dalam hal pengambilan kebijakan/keputusan.

Metode untuk menyelesaikan persoalan menggunakan pendekatan sistem terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut meliputi analisis, rekayasa model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang guna mengetahui apakah hasil dari masing-masing tahap telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Diagram alir metode pendekatan sistem disajikan dalam Gambar 7.

52 Gambar 7. Tahap Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1999)

Metodologi pendekatan sistem pada prinsipnya dilakukan melalui enam tahap analisis sebelum tahap rekayasa, meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan finansial. Langkah pertama sampai keenam umumnya dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang disebut sebagai analisis sistem. Model tahap analisis sistem disajikan dalam Gambar 8.

53 Gambar 8. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno, 1999)

54 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2006 hingga bulan April 2007 sedangkan tempat penelitian dilakukan dibeberapa tempat, yaitu Bogor, Medan, dan Teluk Siak (Riau). Di PT Perkebunan Negara IV Medan dan PT Aneka Inti Persada Teluk Siak dilakukan verifikasi dan validasi terhadap model penilaian cepat penanganan limbah pabrik yang dihasilkan.

B. Kerangka Pemikiran

Pabrik kelapa sawit merupakan industri pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Rendemen yang dihasilkan kedua produk tersebut adalah 30%, artinya ada 70% dari bahan baku yang merupakan limbah pabrik. Semakin rendah rendemen yang dihasilkan maka semakin besar limbah pabrik yang dihasilkan. Limbah tidak hanya berasal dari bahan baku, bahan penunjang seperti air pengolahan juga merupakan sumber limbah pabrik yang besar. Apabila limbah pabrik kelapa sawit tidak ditangani dengan baik dan benar maka buangan limbah dapat merusak kelestarian lingkungan bahkan mengganggu kehidupan masyarakat sekitar pabrik.

Kualitas buangan limbah atau produk olahannya bergantung pada karakteristik dan sistem penanganan yang digunakan pada pabrik kelapa sawit. Berdasarkan hal tersebut maka dibuat suatu model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Karakteristik, kinerja penanganan, dan nilai tambah produk olahan limbah dibangun menjadi nilai-nilai standar sebagai bahan ukuran kinerja penanganan pabrik. Dengan memasukkan nilai-nilai parameter tersebut maka model mampu mengukur kinerja suatu penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Kerangka pemikiran penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 9 berikut.

55 Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian

Dokumen terkait