• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

THOMAS MAILINTON

F34102008

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH

(2)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

THOMAS MAILINTON F34102008

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

THOMAS MAILINTON F34102008

Dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1984

Tanggal lulus : Agustus 2007

Menyetujui, Bogor, Agustus 2007

Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Ir. Chamidun Daim, MM Pembimbing I Pembimbing II

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH

(4)

Thomas Mailinton. F34102008. Rapid Assesment Model for Waste Management in Palm Oil Mill. Supervised by Hartrisari Hardjomidjojo and Chamidun Daim. 2007

SUMMARY

Palm oil mill is an industrial sector that has good potential to develop as one of leading industry in Indonesia. In 2005 noted, palm crop field in Indonesia reach 4.2 millions acre and among 2.9 millions acre has been productive field. At the end of 2007, Indonesia has been predicted will be the largest producer of palm crop and crude palm oil in the world.

In 2005, amount of palm oil mill in Indonesia is 320 units with any production capacity. Total production capacity of palm oil mill in Indonesia is 13520 tones/hour. At the side of produce crude palm oil and palm kernel oil as main product, palm oil mill also produces waste mill that are palm oil mill effluent, empty fruit bunch, shell, and fiber. Shell and fiber have been used by palm oil mill as alternative energy but palm oil mill effluent and empty fruit bunch not used very well yet. Annually, palm oil mill in Indonesia produced palm oil mill waste water 5.678 millions m3, sludge 1.135 millions ton, and empty fruit bunch 1.869 millions ton. The outsized amount of waste palm oil mill pushed each palm oil mill has a good waste management that will keep the environmental sustainability.

The objective of this research is to identify the variety and the amount of waste at palm oil mill and build a rapid assesment model for waste management in palm oil mill.

Waste management technology that usually used at palm oil mill in Indonesia could be categorized as three group of waste management technology. First, palm oil mill effluent treats by pond technology and empty fruit bunch used as mulsa. Second, palm oil mill effluent treats by land application technology to be liquid fertilizer and empty fruit bunch use as mulsa. Third, palm oil mill effluent an empty fruit bunch used as compost by composting technology.

Rapid assesment model for waste management in palm oil mill implemented into computer software that called MPC LIKESWIT 1.0. This software contains fifteen sub-model penilaian kinerja (SMPK), (1) SMPK waste water characteristic, (2) SMPK waste water substances, (3) SMPK sludge characteristic, (4) SMPK empty friut bunch characteristic as group of variety and waste characteristic; (5) SMPK pond technology, (6) SMPK land application technology, (7) SMPK mulsa technology, (8) SMPK composting technology as group of waste management technology; (9) SMPK waste water product, (10) SMPK liquid organic fertilizer, (11) SMPK mulsa product, (12) SMPK compost as group of waste management product; (13) SMPK Economic, (14) SMPK Social, dan (15) SMPK Environmental.

(5)
(6)

Thomas Mailinton. F34102008. Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Dibawah bimbingan Hartrisari Hardjomidjojo dan Chamidun Daim. 2007

RINGKASAN

Industri pengolahan kelapa sawit merupakan sektor industri yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai salah satu industri unggulan Indonesia. Tahun 2005 tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,2 juta ha, dengan lahan produktif mencapai 2,9 juta. Pada akhir tahun 2007, Indonesia diprediksi akan menjadi produsen tanaman kelapa sawit dan produk olahan CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia.

Pada tahun 2005, jumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia mencapai 320 unit dengan berbagai kapasitas produksi pabrik. Total kapasitas olahan pabrik kelapa sawit di Indonesia adalah 13520 ton/jam. Selain menghasilkan CPO dan PKO (Palm Kernel Oil) sebagai produk utama, pabrik kelapa sawit juga menghasilkan limbah produksi berupa air limbah dan lumpur (Palm Oil Mill Effluent), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Cangkang dan serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan bakar industri tetapi penanganan limbah cair kelapa sawit dan tandan kosong sawit masih belum optimal. Apabila dilakukan konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di Indonesia maka setiap tahunnya akan dihasilkan air limbah sebanyak 5,678 juta m3, lumpur sebanyak 1,135 juta ton, dan 1,869 juta ton tandan kosong sawit. Banyaknya limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit menuntut adanya instalasi penanganan limbah yang dapat menjaga kelestarian lingkungan.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dalam pabrik kelapa sawit dan membangun model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit.

Teknologi penanganan limbah yang lazim digunakan pada pabrik kelapa sawit di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga jenis kelompok penanganan limbah. Pertama, air limbah dan lumpur ditangani dengan teknologi sistem kolam dan tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai mulsa. Kedua, air limbah dan lumpur dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik dan tandan kosong sawit digunakan sebagai mulsa. Ketiga, air limbah dan lumpur serta tandan kosong sawit diolah menjadi kompos dengan menggunakan teknologi pengomposan.

(7)

Penentuan kinerja dilakukan dengan menghitung nilai penyimpangan (deviasi). Pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini penyimpangan maksimal yang dapat diterima adalah 10%. Jika penyimpangan suatu kriteria kurang dari atau sama dengan 10% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘baik’. Jika penyimpangan kriteria lebih besar dari 10% dan kurang dari atau sama dengan 30% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘kurang baik’. Jika penyimpangan kriteria lebih dari 30% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘buruk’.

(8)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen pembimbing atau dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Agustus 2007 Yang menyatakan,

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 11 Mei 1984 dan merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara dari pasangan Yosia Rutgers Sera dan Barbara Shinta Gerson.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SD Negeri Langkai 6 Palangkaraya pada tahun 1996, selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 4 Selat Kuala Kapuas dan selesai pada tahun 1999. Setelah lulus pada tahun 2002 dari SMU Negeri 5 Palangkaraya, penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah skripsi ini dapat diselesaikan. Banyak pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama pelaksanaan penelitian dan juga penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

• Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, selaku dosen pembimbing I atas segala dorongan, masukan, arahan, dan nasehat selama masa perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini.

• Bapak Ir. Chamidun Daim, MM, selaku dosen pembimbing II yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

• Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.

• Ayah, Ibu, dan seluruh anggota keluarga penulis atas doa, dukungan serta bantuan moril dan materiil sampai selesainya skripsi ini.

• Ferryza, Iwal, Askam, Wahyu, Amin, Parlan, Sanz, Berry, Tedy, Nope, dan Ednan atas persahabatan dan suasana kekeluargaan yang telah terjalin selama ini.

• Rekan-rekan TIN 39 atas kebersamaan dan semangatnya selama ini. • Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.

Semoga karya ini dapat berkenan dan bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2007

(11)

Oleh :

THOMAS MAILINTON

F34102008

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH

(12)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

THOMAS MAILINTON F34102008

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

THOMAS MAILINTON F34102008

Dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1984

Tanggal lulus : Agustus 2007

Menyetujui, Bogor, Agustus 2007

Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Ir. Chamidun Daim, MM Pembimbing I Pembimbing II

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH

(14)

Thomas Mailinton. F34102008. Rapid Assesment Model for Waste Management in Palm Oil Mill. Supervised by Hartrisari Hardjomidjojo and Chamidun Daim. 2007

SUMMARY

Palm oil mill is an industrial sector that has good potential to develop as one of leading industry in Indonesia. In 2005 noted, palm crop field in Indonesia reach 4.2 millions acre and among 2.9 millions acre has been productive field. At the end of 2007, Indonesia has been predicted will be the largest producer of palm crop and crude palm oil in the world.

In 2005, amount of palm oil mill in Indonesia is 320 units with any production capacity. Total production capacity of palm oil mill in Indonesia is 13520 tones/hour. At the side of produce crude palm oil and palm kernel oil as main product, palm oil mill also produces waste mill that are palm oil mill effluent, empty fruit bunch, shell, and fiber. Shell and fiber have been used by palm oil mill as alternative energy but palm oil mill effluent and empty fruit bunch not used very well yet. Annually, palm oil mill in Indonesia produced palm oil mill waste water 5.678 millions m3, sludge 1.135 millions ton, and empty fruit bunch 1.869 millions ton. The outsized amount of waste palm oil mill pushed each palm oil mill has a good waste management that will keep the environmental sustainability.

The objective of this research is to identify the variety and the amount of waste at palm oil mill and build a rapid assesment model for waste management in palm oil mill.

Waste management technology that usually used at palm oil mill in Indonesia could be categorized as three group of waste management technology. First, palm oil mill effluent treats by pond technology and empty fruit bunch used as mulsa. Second, palm oil mill effluent treats by land application technology to be liquid fertilizer and empty fruit bunch use as mulsa. Third, palm oil mill effluent an empty fruit bunch used as compost by composting technology.

Rapid assesment model for waste management in palm oil mill implemented into computer software that called MPC LIKESWIT 1.0. This software contains fifteen sub-model penilaian kinerja (SMPK), (1) SMPK waste water characteristic, (2) SMPK waste water substances, (3) SMPK sludge characteristic, (4) SMPK empty friut bunch characteristic as group of variety and waste characteristic; (5) SMPK pond technology, (6) SMPK land application technology, (7) SMPK mulsa technology, (8) SMPK composting technology as group of waste management technology; (9) SMPK waste water product, (10) SMPK liquid organic fertilizer, (11) SMPK mulsa product, (12) SMPK compost as group of waste management product; (13) SMPK Economic, (14) SMPK Social, dan (15) SMPK Environmental.

(15)
(16)

Thomas Mailinton. F34102008. Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Dibawah bimbingan Hartrisari Hardjomidjojo dan Chamidun Daim. 2007

RINGKASAN

Industri pengolahan kelapa sawit merupakan sektor industri yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai salah satu industri unggulan Indonesia. Tahun 2005 tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,2 juta ha, dengan lahan produktif mencapai 2,9 juta. Pada akhir tahun 2007, Indonesia diprediksi akan menjadi produsen tanaman kelapa sawit dan produk olahan CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia.

Pada tahun 2005, jumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia mencapai 320 unit dengan berbagai kapasitas produksi pabrik. Total kapasitas olahan pabrik kelapa sawit di Indonesia adalah 13520 ton/jam. Selain menghasilkan CPO dan PKO (Palm Kernel Oil) sebagai produk utama, pabrik kelapa sawit juga menghasilkan limbah produksi berupa air limbah dan lumpur (Palm Oil Mill Effluent), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Cangkang dan serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan bakar industri tetapi penanganan limbah cair kelapa sawit dan tandan kosong sawit masih belum optimal. Apabila dilakukan konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di Indonesia maka setiap tahunnya akan dihasilkan air limbah sebanyak 5,678 juta m3, lumpur sebanyak 1,135 juta ton, dan 1,869 juta ton tandan kosong sawit. Banyaknya limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit menuntut adanya instalasi penanganan limbah yang dapat menjaga kelestarian lingkungan.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dalam pabrik kelapa sawit dan membangun model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit.

Teknologi penanganan limbah yang lazim digunakan pada pabrik kelapa sawit di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga jenis kelompok penanganan limbah. Pertama, air limbah dan lumpur ditangani dengan teknologi sistem kolam dan tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai mulsa. Kedua, air limbah dan lumpur dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik dan tandan kosong sawit digunakan sebagai mulsa. Ketiga, air limbah dan lumpur serta tandan kosong sawit diolah menjadi kompos dengan menggunakan teknologi pengomposan.

(17)

Penentuan kinerja dilakukan dengan menghitung nilai penyimpangan (deviasi). Pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini penyimpangan maksimal yang dapat diterima adalah 10%. Jika penyimpangan suatu kriteria kurang dari atau sama dengan 10% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘baik’. Jika penyimpangan kriteria lebih besar dari 10% dan kurang dari atau sama dengan 30% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘kurang baik’. Jika penyimpangan kriteria lebih dari 30% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘buruk’.

(18)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen pembimbing atau dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Agustus 2007 Yang menyatakan,

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 11 Mei 1984 dan merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara dari pasangan Yosia Rutgers Sera dan Barbara Shinta Gerson.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SD Negeri Langkai 6 Palangkaraya pada tahun 1996, selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 4 Selat Kuala Kapuas dan selesai pada tahun 1999. Setelah lulus pada tahun 2002 dari SMU Negeri 5 Palangkaraya, penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK.

(20)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah skripsi ini dapat diselesaikan. Banyak pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama pelaksanaan penelitian dan juga penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

• Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, selaku dosen pembimbing I atas segala dorongan, masukan, arahan, dan nasehat selama masa perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini.

• Bapak Ir. Chamidun Daim, MM, selaku dosen pembimbing II yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

• Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.

• Ayah, Ibu, dan seluruh anggota keluarga penulis atas doa, dukungan serta bantuan moril dan materiil sampai selesainya skripsi ini.

• Ferryza, Iwal, Askam, Wahyu, Amin, Parlan, Sanz, Berry, Tedy, Nope, dan Ednan atas persahabatan dan suasana kekeluargaan yang telah terjalin selama ini.

• Rekan-rekan TIN 39 atas kebersamaan dan semangatnya selama ini. • Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.

Semoga karya ini dapat berkenan dan bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2007

(21)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Ruang Lingkup ... 3

C. Tujuan ... 3

D. Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Pabrik Kelapa Sawit ... 5

1. Tanaman Kelapa Sawit ... 5

2. Pabrik Kelapa Sawit ... 7

3. Proses Produksi ... 7

4. Jenis dan Karakteristik Limbah Pabrik Kelapa Sawit ... 10

5. Sistem Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit ... 12

B. Pengukuran Kinerja ... 21

1. Definisi ... 22

2. Ukuran Kinerja ... 23

3. Teknik Pengukuran Kinerja ... 25

C. Pendekatan Sistem ... 27

III. METODOLOGI ... 32

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

B. Kerangka Pemikiran ... 32

C. Pendekatan Sistem ... 33

1. Analisis Kebutuhan ... 33

2. Formulasi Permasalahan ... 35

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tahap proses, fungsi dan limbah pengolahan minyak sawit ... 10 Gambar 2. Konsep pengolahan limbah terpadu ... 16 Gambar 3. Teknologi penanganan sistem kolam ... 17 Gambar 4. Teknologi aplikasi lahan ... 19 Gambar 5. Teknologi Pengomposan ... 21 Gambar 6. Feedback system ... 28 Gambar 7. Tahap Pendekatan Sistem ... 30 Gambar 8. Tahapan Analisis Sistem ... 31 Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 33 Gambar 10. Diagram input-output sistem penanganan limbah PKS ... 36 Gambar 11. Konfigurasi Model ... 41 Gambar 12. Struktur Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah PKS ... 42 Gambar 13. Arsitektur Model Aliran Limbah Pabrik Kelapa Sawit ... 45 Gambar 14. Arsitektur Model Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit... 47 Gambar 15. Arsitektur Model Faktor Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan ... 51 Gambar 16. Halaman pengguna MPC LIKESWIT 1.0... 53 Gambar 17. Form Lingkup Informasi MPC LIKESWIT 1.0... 53 Gambar 18. Form Tahapan I, II, III ... 54 Gambar 19. Form Profil Pabrik atau Perusahaan... 56 Gambar 20. Kesimpulan kinerja MPC LIKESWIT 1.0 ... 57 Gambar 21. Kajian faktor sosial model penilaian cepat limbah PKS ... 71 Gambar 22. Kinerja Keseluruhan Penanganan Limbah PTPN IV Medan ... 83 Gambar 23. Kinerja Keseluruhan Penanganan Limbah PT AIP Teluk Siak ... 84

(24)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi kimia tandan kosong sawit ... 11 Tabel 2. Karakteristik lumpur limbah cair industri kelapa sawit ... 12 Tabel 3. Analisa kebutuhan stakeholders sistem penanganan limbah PKS ... 34 Tabel 4. Kriteria karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit ... 59 Tabel 5. Kriteria kandungan hara limbah cair pabrik kelapa sawit ... 59 Tabel 6. Kriteria karakteristik drab lumpur pabrik kelapa sawit ... 60 Tabel 7. Kriteria karakteristik tandan kosong pabrik kelapa sawit ... 61 Tabel 8. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1) ... 62 Tabel 9. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1I) ... 62 Tabel 10. Kriteria penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan ... 63 Tabel 11. Kriteria penilaian kinerja teknologi mulsa ... 63 Tabel 12. Kriteria penilaian kinerja teknologi pengomposan ... 65 Tabel 13. Kriteria parameter mutu buangan sistem kolam ... 65 Tabel 14. Kriteria penilaian produk pupuk cair organik ... 66 Tabel 15. Kriteria penilaian produk pupuk mulsa ... 67 Tabel 16. Kriteria penilaian produk pupuk kompos ... 68 Tabel 17. Kriteria penilaian investasi teknologi penanganan limbah ... 69 Tabel 18. Kriteria penilaian biaya penanganan limbah dan peningkatan

keuntungan ... 70 Tabel 19. Kriteria penilaian faktor lingkungan ... 72 Tabel 20. Penilaian karakteristik limbah cair PTPN IV Medan ... 73 Tabel 21. Penilaian karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak ... 74 Tabel 22. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PTPN IV Medan ... 75 Tabel 23. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PT AIP Teluk Siak... 75 Tabel 24. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet) 1 PTPN IV Medan ... 76 Tabel 25. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet 2) PTPN IV Medan ... 76 Tabel 26. Penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan PT AIP Teluk Siak ... 77 Tabel 27. Penilaian kinerja teknologi mulsa PTPN IV Medan ... 77 Tabel 28. Penilaian kinerja teknologi mulsa PT AIP Teluk Siak ... 78

(25)
(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pohon industri tanaman kelapa sawit ... 91 Lampiran 2. Proses produksi minyak kelapa sawit ... 92 Lampiran 3. Diagram alir implementasi model penilaian cepat pabrik kelapa sawit ... 93 Lampiran 4. Contoh hardcopy kinerja keseluruhan MPC LIKESWIT 1.0 ... 94 Lampiran 5. Investasi dan biaya penanganan teknologi sistem kolam ... 95 Lampiran 6. Investasi, biaya operasional, dan keuntungan pada teknologi pengomposan ... 96 Lampiran 7. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PTPN IV Medan ... 97 Lampiran 8. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak ... 98 Lampiran 9. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PTPN IV Medan ... 99 Lampiran 10. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak ... 100 Lampiran 11. Hasil penilaian kinerja sosial PTPN IV Medan ... 101 Lampiran 12. Hasil penilaian kinerja sosial PT AIP Teluk Siak ... 102 Lampiran 13. Hasil Kinerja Keseluruhan PTPN IV Medan ... 103 Lampiran 14. Hasil Kinerja Keseluruhan PT AIP Teluk Siak ... 104

(27)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai

peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberi

manfaat sebagai bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah

di dalam negeri dan untuk ekspor sebagai penghasil devisa negara. Perkebunan

dan industri pemanfaatan kelapa sawit menyediakan kesempatan kerja bagi lebih

dari 2 juta tenaga kerja di berbagai subsistem. Dari sisi upaya pelestarian

lingkungan hidup, tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan

berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan dalam penyerapan efek gas rumah kaca seperti (CO2), dan mampu menghasilkan O2.

Keunggulan komperatif berupa sumber daya alam dengan lahan yang luas dan subur, Indonesia berpotensi untuk menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Tahun 2003 tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,9 juta hektar, dengan lahan produktif mencapai 2,9 hektar (Dirjen Perkebunan-Deptan, 2006). Diprediksi akhir tahun 2007 atau awal 2008, Indonesia akan menjadi produsen tanaman kelapa sawit dan produk olahan CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia. Ekspor CPO pada tahun 2005 memberikan devisa negara sebesar US$ 2,348 milyar serta peningkatan nilai hingga diatas 10% setiap tahunnya (Dirjen Perkebunan-Deptan, 2006).

(28)

akan dihasilkan limbah cair sebanyak 5,678 juta m3, lumpur sebanyak 1,135 juta ton, dan 1,865 juta ton TKS. Banyaknya limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit menuntut adanya instalasi penanganan limbah yang dapat menjaga kelestarian lingkungan.

Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat dunia tentang pelestarian lingkungan hidup serta adanya persaingan pada pasar global, maka mutu produk tidak hanya dilihat dari aspek fisik dan kimianya saja, tetapi juga aspek lingkungan. Sampai saat ini kebijakan pengelolaan lingkungan di bidang industri perkebunan, khususnya industri minyak sawit masih belum mampu menyentuh akar permasalahan. Banyak kendala masalah lingkungan yang muncul di lapangan dan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan pada jangka panjang. Bila kondisi ini berlanjut, tidak saja kualitas sumberdaya alam dan lingkungan yang seharusnya dapat dijaga kelestariannya akan rusak, tetapi juga hambatan-hambatan non tarif pada perdagangan dunia khususnya untuk minyak sawit akan sangat sulit diatasi dimasa-masa mendatang.

(29)

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian model penilaian cepat (rapid assessment) penanganan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) adalah pada lingkup sistem penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) dan limbah padat berupa tandan sawit kosong (TKS). Model penilaian cepat yang disusun akan dibatasi pada empat alternatif penanganan limbah, yaitu teknologi sistem kolam, teknologi mulsa, teknologi aplikasi lahan, dan teknologi pengomposan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dalam pabrik kelapa sawit.

2. Membangun model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang dikembangkan dalam sebuah perangkat lunak aplikatif.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan penilaian terhadap kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alat (tool) untuk melakukan pengukuran tentang kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit di Indonesia. Beberapa manfaat dari keluaran model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah :

1. Bagi pemerintah, secara umum dapat dijadikan sebagai masukan dan sebagai dasar evaluasi penentuan strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit pada masa mendatang.

(30)

3. Bagi lembaga penelitian, hasil penilaian kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menyusun program kerja pada masa yang akan datang, sehingga dapat diperoleh teknologi penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang paling tepat dan ekonomis.

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pabrik Kelapa Sawit 1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili

Palmae dan berasal dari Afrika Barat. Meskipun demikian, kelapa sawit dapat tumbuh di luar daerah asalnya, termasuk di Indonesia. Hingga kini tanaman ini telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit (Fauzi et al., 2006). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) termasuk dalam kelas tanaman keras dengan produk primer buah dari tanaman ini adalah minyak nabati dan sumber vitamin A (Mangoensoekarjo et al., 2003).

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20 - 75 cm. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15 – 18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30 m. Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20 – 22 tandan/tahun (Fauzi et al., 2006).

Buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikarpium yang terdiri dari epikaprium dan mesokarpium, sedangkan yang kedua adalah biji, yang terdiri dari endokaprium, endosperm, dan lembaga atau embrio. Epikaprium adalah kulit buah yang keras dan licin, sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi. Endokaprium merupakan tempurung berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan penghasil inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal tanaman (Fauzi et al., 2006).

(32)

mengalami penurunan produksi TBS dan terkadang pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa sawit mati (Anonim, 2005).

Pada tahun 1968, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia baru 120 ribu ha dan menjadi 4,926 juta ha pada tahun 2003. Selain dari pertumbuhan areal yang cukup besar tersebut, hal lain yang lebih mendasar lagi adalah penyebarannya, yang semula hanya ada pada 3 propinsi saja di Sumatera, tetapi saat ini telah tersebar di 17 propinsi di Indonesia. Sumatera masih memiliki areal terluas di Indonesia, yaitu mencapai 75,98% diikuti Kalimantan dan Sulawesi, masing-masing 20,53% dan 2,81%. Komposisi pengusahaan kelapa sawit juga mengalami perubahan, yaitu dari sebelumnya hanya perkebunan besar, tetapi saat ini telah mencakup perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%). Sumatera mendominasi ketiga jenis pengusahaan, sedangkan Kalimantan dan Sulawesi menjadi lokasi pengembangan perkebunan swasta dan perkebunan rakyat (Goenadi et al., 2005).

Tanaman kelapa sawit menghasilkan tandan buah sawit (TBS) yang merupakan bahan baku bagi industri pengolahan di pabrik kelapa sawit. Pabrik kelapa sawit (PKS) mengolah TBS menjadi produk minyak sawit mentah (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) merupakan bahan baku industri hilir kelapa sawit, industri hilir ini dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, pertama

(33)

2. Pabrik Kelapa Sawit

Pabrik kelapa sawit adalah industri pengolahan tanaman kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit. Tidak semua usaha perkebunan kelapa sawit mempunyai pabrik untuk mengolah tandan buah segar (TBS). Dalam hal ini menurut luas atau kapasitas pabriknya usaha perkebunan kelapa sawit dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu :

Perusahaan besar : kapasitas pabrik lebih dari 10 ton TBS/jam Perusahaan menengah : kapasitas pabrik kurang dari 10 ton TBS/jam Perusahaan kecil : tanpa pabrik, luas perkebunan kurang dari 200 ha (Mangoensoekarjo et al.,2003).

3. Proses Produksi Minyak Sawit (CPO) dan Minyak Inti Sawit (PKO) Proses produksi minyak kelapa sawit diawali dengan penerimaan TBS di pabrik, perebusan, penebahan, pengadukan, pemisahan dan pemurnian minyak, pengambilan minyak dari sludge dan pengolahan inti (Lampiran 2). 3.1 Penerimaan TBS di Pabrik

TBS yang sudah ditimbang di looding ramp dan selanjutnya dicurahkan pada lori-lori (kapasitas 2,5, ton) sebelum dibawa ke tempat perebusan. Letak looding ramp lebih tinggi dari pada letak lori.

3.2 Perebusan

Rebusan merupakan bejana besar terbuat dari besi yang dapat memuat beberapa lori. TBS dalam lori yang telah selesai direbus diangkat dengan hoisting crane ke bak penebah. Tujuan perebusan adalah agar enzim sebagai katalis yang dapat menguraikan minyak menjadi asam lemak bebas (ALB) dan gliserin rusak. Lendir dikeluarkan agar minyak lebih mudah terpisah dari air dalam proses pemurnian minyak. Lama perebusan 90 menit dengan suhu 135-150 oC dan tekanan uap 2,5-3,0 atm. 3.3 Penebahan

(34)

3.4 Pengadukan

Di tempat pengadukan, buah dilumatkan untuk melepaskan daging buah dari biji. Selanjutnya dilakukan pemanasan dengan suhu 85-95 oC untuk menjaga minyak tidak membeku.

3.5 Pengempaan

Minyak yang berbentuk bubur yang masuk dari tangki pengadukan kemudian dikempa. Alat yang dipakai adalah scew press dengan tekanan 50 kg/cm, suhu 85-90 oC, selama 6-10 menit. Pada tekanan 50 kg/cm minyak dapat terpisah dari ampasnya dengan baik dan biji yang pecah akan minimal. Minyak kasar yang keluar dari mesin kempaan ditampung pada tangki setelah melalui saringan getar untuk memisahkan sabut dan biji. Biji dan serat akan dikirim ke deperikarper.

Mengingat pengoperasian scew press berpengaruh terhadap presentase biji yang pecah, yang menyebabkan rendemen inti sawit menjadi rendah, maka untuk meningkatkan ekstraksi minyak dan inti pada saat ini sudah diterapkan pengempaan dua tahap (double pressing). Penerapan pengempaan dua tahap dapat meningkatkan ektraksi inti sebesar 23,02% atau 1,15% terhadap TBS, selain itu metode ini dapat menurunkan kadar minyak dalam ampas (Naibaho, 1998).

3.6 Pemisahan dan pemurnian minyak

(35)

settling tank. Minyak pada bagian atas tangki ini dialirkan ke tangki minyak sebelum masuk ke pemurnian. Pada bagian bawah continous settling tank akan terkumpul lumpur yang akan dialirkan ke tangki lumpur. Untuk menghindari hidrolisis, minyak yang keluar dari pemurnian masuk ke alat pengering, sedangkan kotoran dialirkan ke fat pit (tempat pengutipan minyak dari kotoran).

3.7 Pengambilan minyak dari lumpur

Lumpur yang berasal dari continous settling tank masih mengandung minyak. Suhu lumpur pada tangki lumpur dinaikkan menjadi 95 oC, lalu dialirkan ke tabung penyaring minyak dari serabut (self cleaning strainer) dan diteruskan ke pemisah minyak dari pasir (desanding cyclone). Minyak yang sudah bebas serabut dan pasir sebelum masuk ke

continous settling tank, disaring lagi dari kotoran pada pemisah lumpur. Air dan kotoran dari pemisah lumpur, pemurnian dan rebusan yang masih mengandung minyak dialirkan ke fat pit. Dengan cara pemanasan, minyak dapat dipisahkan dari lumpur, sedangkan air dan kotoran dialirkan ke kolam limbah.

3.8 Pengolahan inti sawit

Ampas yang nerupakan campuran serat dan biji dibawa ke

deperikarper dengan alat cake breaker conveyor. Ampas halus dikeluarkan melalui fibre cyclone, yang selanjutnya dipakai sebagai bahan bakar ketel uap, sedangkan biji dikeluarkan melalui polishing drum. Biji yang bersih diangkut ke silo biji dan dipanaskan agar inti mudah lepas dari cangkang. Selanjutnya bijih dipecah, dipisahkan dan keringkan.

(36)

4. Jenis dan Karakteristik Limbah Pabrik Kelapa Sawit

[image:36.612.153.511.212.509.2]

Industri minyak kelapa sawit yang beroperasi saat ini pada umumnya sudah berusaha meminimumkan limbah yang dihasilkan, akan tetapi masih menghasilkan limbah yang cukup potensial mencemari lingkungan, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahap proses, fungsi dan limbah pengolahan minyak sawit (Anonim, 1998)

Limbah industri minyak sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Fauzi et al., 2006).

a. Limbah Padat (tandan kosong sawit)

(37)

dalam jumlah yang lebih kecil. Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit yang terbesar adalah tandan kosong sawit (TKS). Komposisi kimiawi TKS terlihat seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia tandan kosong sawit Jenis Komponen Komposisi (%) Kadar abu

Selulosa Lignin hemiselulosa

15 40 21 24 Sumber : Pratiwi, et al. (1995)

b. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (air limbah dan lumpur)

Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan juga limbah cair (palm oil mill effluent) yang berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi dan dari hidrosiklon. Sebagaimana hasil limbah pertanian lainnya, limbah cair kelapa sawit mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Salah satu limbah cair industri kelapa sawit yang penting karena diduga sebagai penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge) yang berasal dari proses klarifikasi atau disebut lumpur primer (Sa’id, 1996).

Seperti halnya limbah cair industri hasil pertanian lainnya, limbah cair industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi, sehingga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi. Limbah cair industri minyak kelapa sawit umumnya mengandung minyak dan lemak. Hal ini disebabkan proses ekstraksi minyak kelapa sawit menggunakan uap air, sehingga air buangan dari proses ini akan mengandung minyak, disamping itu, sifatnya yang cenderung asam jika dibiarkan lama pH akan turun mencapai lebih kecil dari empat (Anonim, 1998). Semakin banyak bahan-bahan organik pada limbah cair, maka semakin besar pula nilai biological oxygen demand

(BOD) limbah tersebut (Anonim, 1995).

(38)

pengurangan kadar oksigen di dalam badan air yang menerimanya sebagai akibat dari terjadinya pemecahan bahan-bahan organik (Anonim, 1995). Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan makhluk hidup yang membutuhkan oksigen di dalam air akan terganggu dan menghambat perkembangannya (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).

Nurcahyo (1993) dalam Sa’id (1996) menyebutkan karakteristik lumpur limbah cair industri minyak sawit seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik lumpur limbah cair industri kelapa sawit Parameter Kolam primer Kolam sekunder pH

Padatan tersuspensi (ppm) Padatan volatil (ppm) COD (ppm) Nitrat (ppm) Fosfat (ppm) 3,75 80.720 64.760 28.220 31 106 4,54 243.670 233.730 16.320 3 3 Sumber : Nurcahyo (1993) dalam Sa’id (1996)

5. Sistem Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Perhitungan besarnya beban pencemaran yang masuk ke lingkungan tergantung pada kegiatan yang ada disekitar lingkungan tersebut. Untuk daerah pemukiman beban pencemaran biasanya diperhitungkan melalui kepadatan penduduk dan rata-rata perorang membuang limbah. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan ukuran industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, dan derajat pengolahan air limbah yang ada. Selain limbah cair, limbah padat (sampah) juga merupakan beban pencemaran yang dapat masuk ke lingkungan baik secara langsung maupun tak langsung.

(39)

dan aerobik dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari (Wulfert et al., 2000). Keuntungan dari cara ini antara lain adalah:

• Sederhana

• Biaya investasi untuk peralatan rendah • Kebutuhan energi rendah

Akan tetapi bila ditelaah lebih lanjut, sistem kolam mempunyai beberapa kerugian antara lain :

• Kebutuhan areal untuk kolam cukup luas, yaitu sekitar 5 ha untuk pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas 30 ton/jam.

• Perlu biaya pemeliharaan untuk pembuangan dan penanganan Lumpur dari kolam. Untuk PKS yang menggunakan separator 2 fase, praktis semua lumpur (sludge) yang berasal dari buah mengalir ke kolam. Padatan tersuspensi dari Lumpur ini tidak akan/sedikit didegradasi sehingga konsentrasinya akan semakin meningkat dan akan mengendap di dasar kolam akan semakin menurun sehingga waktu retensi limbah akan turun dan kapasitas perombakkan kolam juga turun. Disamping itu pembuangan lumpur juga tidak dapat dilakukan pada semua bagian kolam karena luas dan dalamnya kolam.

• Hilangnya nutrisi

Semua nutrisi yang berasal dari limbah (N, P, K, Mg, Ca) akan hilang pada waktu limbah dibuang ke sungai.

• Emisi gas metana ke udara bebas

Hampir semua bahan organik terlarut dan sebagian bahan organik tersuspensi didegradasi secara anaerobik menjadi gas metana dan karbondioksida. Emisi gas metana ke udara bebas dapat menyebabkan efek rumah kaca yang besarnya 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan karbon dioksida. Jumlah gas metan yang diproduksi kolam limbah anaerobik sekitar 10 m3 setiap ton TBS diolah.

(40)

Konsep Alternatif Pengolahan LCPKS

Pada tahap pertama, lumpur/padatan tersupsensi dipisahkan dengan

dekanter atau dissolved air floatation dengan tujuan : • Mengurangi kandungan COD, BOD, nitrogen dan pasir

• Mengurangi masalah pada proses pengolahan berikutnya seperti foaming, sedimentasi dan penyumbatan pipa outlet reaktor karena adanya lumpur.

Setelah lumpur dipisahkan, limbah cair yang kandungan utamanya adalah padatan terlarut di pompakan ke reaktor anaerobik (unggun tetap/fixed bed, up flow anaerobic sludge blanket atau lainnya), dimana akan terjadi : • Perombakan bahan organik menjadi biogas

• Proses perombakan terjadi dalam waktu yang singkat dengan kinerja yang tinggi

• Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dan disimpan

LCPKS yang telah didegradasi secara anaerobik dapat digunakan sebagai air irigasi (aplikasi lahan/land application) untuk :

• memanfaatkan nutrisi dalam limbah • menghemat areal untuk kolam

• meminimalisasi pencemaran dan konsumsi energi

Apabila aplikasi lahan tidak dapat dilakukan, limbah dapat diolah lebih lanjut secara aerobik (kolam aerobik atau activated sludge system) sampai memenuhi baku mutu lingkungan sebelum dibuang ke sungai.

(41)
(42)
[image:42.792.82.706.105.432.2]

16 Gambar 2. Konsep pengolahan limbah terpadu (PKS dengan separator 2 fase)

(43)

39 Pengelolaan limbah cair dan lumpur dengan teknologi sistem kolam

[image:43.612.132.509.234.476.2]

Teknologi sistem kolam merupakan penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang dianggap paling mudah dan murah bagi pabrik kelapa sawit karena limbah diolah dengan menggunakan prinsip instalasi penanganan air limbah (IPAL) yang bersifat end of pipe. Gambar 3 menunjukkan proses penanganan limbah cair kelapa sawit dengan menggunakan teknologi sistem kolam (PPKS, 2000).

Gambar 3. Teknologi penanganan sistem kolam (PPKS, 2000) • Recovery Tank

Berfungsi untuk mengurangi kadar minyak dari dalam limbah. • Deoiling Pond

Berfungsi untuk menangkap minyak yang masih tersisa di dalam limbah, sehingga hanya tersisa 0,4% - 0,6%.

Cooling Pond

Berfungsi untuk menurunkan suhu limbah menjadi 20-40 0C, agar mikroorganisme dapat menguraikan limbah. Cooling Pond dapat digantikan dengan Cooling Tower, yang memiliki fungsi sama namun lebih menghemat lahan.

Recovery Tank

Deoiling Tank

Cooling Pond/Tower

Netralization

Seedling Pond

Primary Anerobic Pond

Secondary Anerobic Pond Facultative Pond

Aerobic Pond FinalPond

(44)

40 • Netralization Pond

Berfungsi untuk menaikan pH limbah dari 4 menjadi 7,0 – 7,5, dengan menambahkan kaustik soda (NaOH) atau kapur tohor (CaO).

Seedling Pond

Berfungsi untuk mengembangbiakan bakteri. Jika sudah siap akan dialirkan ke kolam anaerobik.

Primary Anaerobic Pond

Berfungsi untuk mengubah bahan organik majemuk oleh bakteri menjadi asam-asam organik yang mudah menguap.

Secondary Anaerobic Pond

Merupakan kelanjutan dari Primary Anaerobic Pond, yang berfungsi untuk mengubah asam organik mudah menguap terutama asam asetat menjadi gas seperti metan, karbondioksida dan hidrogen sulfida. • Facultative Pond

Berfungsi untuk menguraikan limbah oleh bakteri fakultatif yang pada penguraian sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh bakteri obligat. Dan sebagai kolam transisi sebelum masuk ke aerobic pond.

Aerobic Pond

Berfungsi untuk menguraikan senyawa kompleks menjadi sederhana oleh aktivitas mikroorganisme yang memiliki. Bahan organik disintesis menjadi sel-sel baru, dan hasilnya berupa produk akhir (CO2, H2O, dan

NH3) yang stabil.

Final Pond

Berfungsi sebagai penampungan sementara limbah yang telah diolah, dan untuk menguji apakah baku mutunya sesuai dengan peraturan pemerintah pusat dan atau daerah, sebelum dikeluarkan dari sistem pengolahan air limbah.

Pengelolaan limbah cair dengan teknologi aplikasi lahan

(45)

41 komposisi limbah cair yang masih banyak mengandung unsur-unsur hara yang tinggi.

[image:45.612.158.473.292.502.2]

Proses pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dialirkan ke lahan-lahan (flat bed) perkebunan sama dengan teknologi sistem kolam hingga pada proses pengendapan di kolam anaerobik. Penanganan ini dilakukan bertujuan untuk menurunkan nilai parameter limbah cair seperti BOD (< 5000 ppm) dan COD (< 10000 ppm) sehingga lahan dapat menyerap limbah tersebut sebagai pupuk cair organik. Gambar 4 berikut ini adalah yang menunjukkan teknologi yang menggunakan aplikasi lahan (PTPN IV, 2004).

Gambar 4. Teknologi aplikasi lahan (PTPN IV, 2004)

Pengelolaan limbah padat dengan teknologi mulsa

(46)

42 agar tidak memicu pembususkan pada tanaman kelapa sawit (PPKS, 2000).

Selain pemanfaatan nilai haranya, dengan teknologi mulsa juga dapat diperoleh keuntungan sebagai berikut.

• Perbaikan struktur tanah oleh mikroorganisme pada pelapukan tandan buah sawit

• Pengurangan erosi tanah karena pembentukan lapisan pelindung

• Perbaikan penahanan air dan pengurangan penguapan oleh lapisan yang terbentuk.

Ada beberapa kerugian pemanfaatan mulsa sebagai pengganti pupuk anorganik, yaitu dapat terjadinya pembentukan jamur karena masih memiliki nilai hara yang tinggi sehingga menimbulkan pencemaran bau pada areal perkebunan. Kontrol yang kurang terhadap nilai-nilai parameter juga dapat memicu proses anaerob yang menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit.

Pengelolaan limbah cair dan limbah padat (TKS) dengan teknologi pengomposan

Teknologi pembuatan kompos (Gambar 5) pada pabrik kelapa sawit terdiri dari 5 tahapan proses, yaitu : (PTPN IV, 2003)

i) Pencacahan Tandan Kosong Sawit

Pencacahan dilakukan untuk mengecilkan ukuran tandan kosong sawit sehingga bidang kontak proses dapat menjadi lebih besar dan proses pengomposan dapat berjalan dengan baik.

ii) Pembuatan Tumpukan

Pembuatan tumpukan dimaksudkan agar bahan pembuatan dapat ditangani dengan mudah dan bahan tidak bercecer ke mana-mana. Pembuatan tumpukan umunya memiliki lebar 3 meter dan tinggi mencapai 1,2 meter, sedangkan panjangnya tergantung ketersediaan lahan dan produksi kompos.

iii)Pembalikan

(47)

43 Pembalikan dilakukan 3 – 5 kali dalam seminggu.

iv) Penyiraman Limbah Cair PKS

Penyiraman dengan menggunakan limbah cair PKS bertujuan untuk menambah unsur hara dalam produk pengomposan. Penyiraman dilakukan 3 - 5 kali seminggu.

v) Pengeringan/Penjemuran

Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dimaksudkan untuk mengurangi kadar air pada produk kompos yang diproduksi.

[image:47.612.158.499.344.554.2]

Beberapa keuntungan penggunaan teknologi kompos, yaitu proses terjadi secara aerobik, tanpa penambahan mikroorganisme, waktu pengomposan 6-8 minggu, mutu produk tinggi dan homogen, resiko kegagalan kecil, memanfaatkan limbah cair, dan kebutuhan tenaga kerja rendah.

Gambar 5. Teknologi Pengomposan (PPKS, 2000)

B. Pengukuran Kinerja

(48)

44 1919. Sistem pengukuran kinerja tersebut dikenal dengan nama skema Dupont. Pengukuran kinerja Dupont adalah pengukuruan kinerja yang berkaitan dengan penilaian kinerja keuangan, yaitu kinerja pada pengembalian investasi (return on investment). Metode pengukuran kinerja berkembang dengan pesat pada periode 1980an sampai 1990an. Pesatnya perkembangan ini ditandai dengan munculnya berbagai teknik pengukuran kinerja perusahaan, baik kinerja ekonomi maupun kinerja proses. Berberapa teknik pengukuran kinerja yang sering digunakan adalah: Activity-Based-Costing (ABC), Blanced Score Card (BSC), Self-assestment, Competitive Benchmarking, Statitistical Process Control (SPC),

Work-flow Based Monitoring, Capability Maturity Model, dan lain-lain (Krueng

et al., 2004).

1. Definisi

Sistem pengukuran kinerja adalah suatu cara atau alat (tools) yang terorganisasi untuk mendefinisikan (defining), mengumpulkan (collecting), menganalisis (analyzing), melaporkan (reporting), dan membuat keputusan berkenaan dengan ukuran-ukuran kinerja dalam suatu proses atau produk. Ukuran kinerja merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan basis kuantitatif dari penilaian atau pengukuran kinerja suatu proses atau produk terhadap tujuan dan standar yang telah ditetapkan (PBM-SIG, 1995). Ukuran-ukuran kinerja merupakan bagian penting dari konsep Total Quality Management (TQM).

(49)

45 a. Mengukur hanya yang penting.

b. Fokus kepada kebutuhan pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.

c. Melibatkan karyawan dalam proses desain dan implementasi sistem pengukuran kinerja.

Salah satu fungsi penting pengukuran kinerja adalah untuk mengurangi atau menghilangkan variasi yang terjadi di dalam proses atau produk kerja. Target pengukuran kinerja adalah sampai pada tahap pengambilan keputusan tindakan atau perbaikan proses dan outputnya. Keuntungan pengukuran kinerja adalah :

a. Mengetahui apakah proses atau produk telah sesuai dengan permintaan konsumen.

b. Membantu mengetahui masalah dan keadaan yang terjadi di dalam proses.

c. Membantu mengambil keputusan berdasarkan fakta. d. Mengatahui peningkatan-peningkatan aktual yang terjadi.

2. Ukuran Kinerja

Ukuran kinerja tersusun atas nilai dan satuan. Nilai berfungsi untuk menunjukkan besar atau jarak, dan satuan berfungsi untuk memberi arti pada nilai. Ukuran-ukuran kinerja selalu berhubungan dengan target (objective) dan tujuan (goal). Secara umum ukuran kinerja dapat dikelompokkan menjadi enam kategori:

a. Efektivitas : karakteristik proses yang menunjukkan derajat pemenuhan output atau proses terhadap permintaan (spesifikasi).

b. Efisiensi : karakteristik yang menunjukkan derajat dimana proses menghasilkan output pada tingkat biaya minimum.

(50)

46 d. Timeliness : menunjukkan ketepatan waktu, yaitu ukuran apakah

sebuah unit kerja telah dikerjakan dengan benar dan tepat waktu.

e. Produktivitas : ukuran besarnya nilai tambah yang dihasilkan proses dibagi dengan jumlah modal dan tenaga kerja yang dikonsumsi.

f. Keamanan : keseluruhan ukuran aspek kesehatan dari organisasi dan lingkungan kerja untuk karyawan.

Hasil pengukuran kinerja diperlukan untuk mengontrol suatu aktivitas atau proses, tanpa pengukuran yang akurat dan terpercaya maka kita tidak akan dapat membuat keputusan dengan baik. Terdapat tiga dasar teknik pengukuran kinerja (PBM-SIG, 1995), yaitu:

1. Perencanaan dan pengembangan standar operasi yang akan dicapai. 2. Pendeteksian penyimpangan (deviasi) terhadap ukuran kinerja yang telah

ditetapkan.

3. Memperbaiki kinerja proses sehingga kembali memenuhi tingkat standar kinerja yang telah ditetapkan.

Prinsip-prinsip dan dasar teknik pengukuran kinerja selanjutnya dijabarkan dalam pedoman (guideline) langkah-langkah umum proses pengembangan sistem pengukuran kinerja. Pedoman berikut merupakan pedoman umum proses pengembangan sistem pengukuran kinerja yang disusun oleh PBM-SIG (1995):

1. Identifikasi aliran proses 2. Identifikasi aktivitas kritis

3. Mengembangkan standar atau tujuan kinerja yang ingin dicapai 4. Mengembangkan ukuran kinerja

5. Identifikasi bagian yang bertanggung jawab dalam proses pengukuran kinerja

6. Mengumpulkan data

(51)

47 8. Membandingkan kinerja aktual dengan tujuan atau standar

9. Identifikasi apakah diperlukan tindakan perbaikan, dan 10.Tindakan perbaikan jika diperlukan.

Menurut PBM-SIG (1995), langkah-langkah yang telah dikembangkan tersebut bukanlah suatu kerangka kerja yang bersifat mutlak, setiap organisasi dapat memodifikasi dan mengembangkan kerangka tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

3. Teknik Pengukuran Kinerja

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja industri secara cepat adalah teknik “studi kapabilitas jangka pendek (short term capability study)”. Studi kapabilitas jangka pendek merupakan dasar dari statistical process control (SPC) dan total quality management (TQM). Studi ini berguna untuk mempelajari kondisi suatu proses seiring berjalannya waktu apakah tetap akurat dan tetap berada dalam spesifikasi (standar) yang telah ditentukan (Alsup et al., 1993). Studi kapabilitas jangka pendek dapat digunakan untuk menentukan ukuran tingkat penyimpangan sistem (measurement system error) dan ukuran kapabilitas suatu mesin atau proses dalam memenuhi standar.

Menurut Alsup, et al. (1993), studi kapabilitas jangka pendek dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut:

1. Terlalu banyak inspeksi yang diperlukan.

2. Menentukan ukuran penyimpangan dengan cepat.

3. Menemukan penyebab khusus dari masalah kontrol dengan cepat. 4. Menemukan sumber-sumber penyimpangan sistem dengan cepat. 5. Mengurangi waktu dan biaya studi.

Terdapat empat langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan studi kapabilitas jangka pendek:

1. Mengumpulkan data 2. Kalkulasi data 3. Analisis hasil

(52)

48 Salah satu parameter sederhana yang sering digunakan dalam studi kapabilitas jangka pendek adalah akurasi (Alsup et al., 1993). Dalam PBM-SIG (1995), akurasi didefinisikan sebagai kedekatan nilai pengukuran terhadap nilai standar. Semakin kecil perbedaan antara nilai pengukuran dengan nilai standar, maka nilai tersebut akan semakin akurat. Dalam Alsup, et al. (1993) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average) dengan nilai standar (true value). Akurasi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

Selanjutnya nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai standar kualitas yang dapat diterima (acceptability).

Acceptability adalah persen maksimum variasi yang masih dapat diterima (Besterfield, 1990). Nilai acceptability biasanya ditentukan berdasarkan kontrak kerja atau karena sebagai tanggung jawab produsen. Menurut Besterfield (1990) secara teoritis nilai acceptability dapat ditentukan berdasarkan:

1. Data historis

2. Pengalaman (Empirical judgment)

3. Informasi Teknik (engineering information) 4. Percobaan

5. Kemampuan produsen, dan 6. Keinginan konsumen.

Dalam praktek rentang nilai acceptabiltas bervariasi antara ±0.01% sampai dengan ±10% (Besterfield, 1990). Jika akurasi masih berada dalam rentang standar maka nilai variasi diterima, dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai standar maka nilai variasi tidak diterima.

TrueValue Average

(53)

49 C. Pendekatan Sistem

Pada dasarnya sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan elemen-elemen yang saling berhubungan melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang berguna. Berdasarkan pengertian ini, maka perumusan ciri-ciri atau karakteristik sistem, yaitu : (Gaspersz, 2001)

1. Terdiri dari elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan 2. Adanya tujuan dan saling ketergantungan

3. Adanya interaksi antar elemen

4. Mengandung mekanisme, kadang-kadang disebut juga sebagai transformasi

5. Adanya lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem.

Tujuan sistem adalah menciptakan atau mencapai sesuatu yang berharga, memiliki nilai, dengan memadukan dan mendayagunakan berbagai macam bahan atau masukan dengan suatu cara tertentu (Amirin et al., 1993 dalam Budihardjo, 1995). Tujuan sistem biasanya lebih dari satu yang sering disebut dengan tujuan jamak (multiple purposes), sekalipun ada urut-urutan prioritasnya. Untuk menentukan peringkat tujuan yang dicapai oleh suatu sistem, digunakan empat tolak ukur, yaitu kualitas atau mutu, kuantitas, waktu, dan biaya. Dalam menentukan tujuan sistem harus memperhatikan kepentingan sistem sebagai keseluruhan harus lebih diutamakan daripada kepentingan subsistemnya.

Keadaan sistem, selain dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam sistem juga dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di luar sistem. Lingkungan sistem digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan suatu lingkungan di luar sistem yang merupakan tempat bagi terjadinya perubahan-prubahan yang dapat mempengaruhi sistem. Aktifitas-aktifitas yang terjadi di dalam sistem disebut

endogenus, sedangkan aktifitas-aktifitas yang terjadi di luar sistem disebut

eksogenus (Sushil, 1993).

(54)

50 1. Sistem yang mempunyai hubungan searah yang sering disebut

nonfeedback system. Sifat hubungan antara objek yang satu dengan objek-objek yang lain ataupun unsur-unsur dari objek-objek tersebut merupakan hubungan yang searah.

2. Sistem yang mempunyai hubungan bolak balik (feedback system). Sifat hubungan antara objek yang satu dengan objek-objek yang lain ataupun unsur-unsur dari objek tersebut bukan merupakan hubungan yang searah. Antara satu objek dengan yang lain mempunyai hubungan bolak balik yang disebabkan adanya aksi yang datang darisesuatu objek, dimana timbulnya aksi tersebut akan diikuti oleh reaksi yang kembali ke arah objek semula (Gambar 6).

Gambar 6. Feedback system (Sabari et al., 1991)

Menurut Marimin (2004), terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok dalam menganalisis suatu permasalahan menggunakan pendekatan sistem yaitu:

1. Cybernetic, artinya cara pandang berorientasi tujuan

2. Holistic, artinya cara pandang yang menyeluruh terhadap keutuhan sistem 3. Efectiveness, yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna operasional

serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan.

Pengkajian permasalahan menggunakan pendekatan sistem ditandai dengan ciri-ciri : (Marimin, 2004)

1. Mencari faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan permasalahan.

2. Adanya model kuantitatif untuk membantu menyelesaikan permasalahan secara rasional.

(55)

51 Metodologi pendekatan sistem erat kaitannya dengan prinsip dasar ilmu manajemen, yaitu merupakan aktivitas yang mentransformasikan sumber daya (input) menjadi hasil yang dikehendaki (output), secara sistematis dan terorganisasi guna mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang dirancang (Eriyatno, 1999). Dalam aplikasi manajemen, teknik pendekatan sistem dipersyaratkan menggunakan beberapa teori dasar yang bersifat kuantitatif meliputi : (1) model matematik, (2) analisis fungsi terhadap model matematik yang digunakan, (3) teori kontrol, (4) teori estimasi, dan (5) teori keputusan.

Model adalah simplifikasi atau penyederhanaan sistem. Model harus memiliki 3 elemen penting dalam proses rancang bangunnya, yaitu pemahaman proses, peramalan, dan mampu membantu stakeholders dalam mengambil kebijakan. Pemahaman proses merupakan kegiatan yang dilakukan agar model yang dibangun mampu mewakili sistem dengan verifikasi dan validitas yang baik. Peramalan merupakan salah satu alat untuk melakukan simulasi yang berarti menirukan tingkah laku sistem. Apabila suatu model mampu melakukan simulasi dengan baik dan akurasi yang tepat maka model tersebut dapat dinilai baik. Model juga harus mampu memberikan informasi kepada para stakeholders sehingga dapat membantu dalam hal pengambilan kebijakan/keputusan.

(56)
[image:56.612.215.409.79.476.2]

52 Gambar 7. Tahap Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1999)

(57)
[image:57.612.260.392.79.463.2]
(58)

54 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2006 hingga bulan April 2007 sedangkan tempat penelitian dilakukan dibeberapa tempat, yaitu Bogor, Medan, dan Teluk Siak (Riau). Di PT Perkebunan Negara IV Medan dan PT Aneka Inti Persada Teluk Siak dilakukan verifikasi dan validasi terhadap model penilaian cepat penanganan limbah pabrik yang dihasilkan.

B. Kerangka Pemikiran

Pabrik kelapa sawit merupakan industri pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Rendemen yang dihasilkan kedua produk tersebut adalah 30%, artinya ada 70% dari bahan baku yang merupakan limbah pabrik. Semakin rendah rendemen yang dihasilkan maka semakin besar limbah pabrik yang dihasilkan. Limbah tidak hanya berasal dari bahan baku, bahan penunjang seperti air pengolahan juga merupakan sumber limbah pabrik yang besar. Apabila limbah pabrik kelapa sawit tidak ditangani dengan baik dan benar maka buangan limbah dapat merusak kelestarian lingkungan bahkan mengganggu kehidupan masyarakat sekitar pabrik.

(59)

55 Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian

C. Pendekatan Sistem

Metode penelitian yang digunakan dalam membuat model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini adalah pendekatan sistem. Pendekatan sistem terdiri atas beberapa tahapan kegiatan, yaitu analisa kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan, verifikasi dan validasi serta implementasi. Penelitian ini dibatasi hanya pada tahap verifikasi dan validasi. 1. Analisa Kebutuhan

(60)

56 Tabel 3. Analisa Kebutuhan Stakeholders Sistem Penanganan Limbah PKS

No. Pelaku Sistem Kebutuhan Pelaku Sistem 1. Pemerintah Pusat dan

Daerah

• Kesejahteraan masyarakat • Peningkatan devisa negara

• Pemanfaatan sumberdaya lingkungan secara optimal dan tidak terjadi pencemaran

2. Pabrik Kelapa Sawit • Keamanan investasi

• Biaya pengelolaan limbah rendah • Peraturan atau regulasi yang jelas • Fasilitas sarana atau prasarana memadai • Tersedia teknologi yang tepat

• Profit yang lebih tinggi 3. Perguruan Tinggi dan

Akedemisi

• Mampu memberikan masukan untuk diaplikasikan kepada pihak industri kelapa sawit

• Adanya network antara akademisi dengan dunia usaha dan pemerintah

4. Masyarakat dan Lembaga Swadaya

• Tidak terjadi konflik sosial

• Kepercayaan atau dukungan masyarakat • Infrastruktur fisik yang memadai

• Sarana pembuangan limbah • Tingkat pencemaran rendah • Kelestarian lingkungan hidup • Produk yang ramah lingkungan • Air bersih

(61)

57 2. Formulasi Permasalahan

Formulasi permasalahan merupakan tahapan untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi stakeholders berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi. Berdasarkan hasil analisa kebutuhan yang dibandingkan dengan keadaaan yang sekarang maka permasalahan-permasalahan yang timbul dalam sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah sebagai berikut.

• PKS belum menggunakan teknologi penanganan limbah yang efektif dan efisien.

• Keterbatasan sarana dan prasarana, SDM , modal, mekanisme dan informasi transfer teknologi dalam sistem penanganan limbah PKS.

• Terjadi pencemaran lingkungan (penurunan kualitas lingkungan) di sekitar lokasi PKS.

• Peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup yang tidak operasional.

3. Identifikasi Sistem

(62)
[image:62.612.132.510.78.343.2]

58 Gambar 10. Diagram Input-Output Sistem Penanganan Limbah PKS

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data pengukuran pada proses penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Data primer ini berasal dari dua pabrik kelapa sawit, yaitu PT Perkebunan Negara IV Medan dan PT Aneka Inti Persada Teluk Siak. Data primer ini digunakan untuk melakukan verifikasi dan validasi terhadap model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Data sekunder diperoleh dari badan-badan yang melakukan pengumpulan data, pusat penelitian, studi pustaka, dan publikasi hasil penelitian. Data sekunder ini digunakan sebagai nilai standar kriteria pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit.

E. Teknik Analisis

Ukuran kinerja aktivitas atau proses dapat dianalisis menggunakan parameter tingkat akurasi. Akurasi merupakan perbedaan antara rata-rata data

Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Input Tidak Terkontrol

— Jenis Limbah PKS — Kualitas Limbah — Cuaca dan Iklim — Kondisi Kebun

Input Terkontrol

— Teknologi Penanganan & Pemanfaatan Limbah — Biaya Penanganan Limbah

— Sarana & Prasarana — Kuantitas Limbah — Kapasitas Produksi Pabrik Kelapa Sawit

Output Dikehendaki

— Tidak Ada Pencemaran — Biaya Penanganan Limbah yg Rendah — Profit lebih Tinggi — limbah yg Minimal — Limbah Termanfaatkan

Output Tidak Dikehendaki

— Terjadi Pencemaran — Biaya Penanganan Limbah yg Tinggi — Kerusakan Lingkungan — Limbah yang tidak Dimanfaatkan — Limbah yang Banyak Input Lingkungan

— Kebijakan Pemerintah — Globalisasi

— Kondisi SDA

(63)

59 aktual (average) dengan nilai standar (true value). Akurasi dihitung menggunakan persamaan:

S X

A= − …... Persamaan 1

Dimana:

A = Akurasi

X = Rata-rata hasil pengukuran S = Standar pabrikasi

Variasi (penyimpangan) maksimum akurasi dihitung menggunakan persamaan berikut:

S VS

Amax=± %* ...…… Persamaan 2

Dimana:

max

A = Akurasi maksimum

VS = Variasi standar yang masih dapat diterima (%) S = Standar pabrikasi

Persentase variasi yang digunakan adalah 10%. Nilai 10% merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Jika nilai akurasi (A) kurang dari atau sama dengan ± akurasi maksimum (Amax) maka variasi dari suatu aktivitas yang diukur dinyatakan diterima (baik),

dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai variasi maksimum maka variasi dari aktivitas yang diukur dinyatakan ditolak (kurang baik atau buruk).

(64)

60 Justifikasi baik atau tidaknya suatu proses penanganan limbah pada pabrik kelapa sawit (PKS) dihitung berdasarkan nilai rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas yang terdapat dalam sistem penanganan limbah tersebut. Jika nilai rata-rata persentase variasi tiap aktivitas kurang dari atau sama dengan VS maka kinerja penanganan limbah tersebut dinyatakan baik. Sebaliknya jika rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas lebih dari VS maka kinerja stasiun tersebut dinyatakan kurang baik atau buruk.

Persentase variasi aktivitas dihitung menggunakan persamaan berikut:

(

)

S S X V act act − =

% ...…… Persamaan 3

Dimana:

%Vact = Persentase variasi aktivitas act

X = Rata-rata hasil pengukuran variasi aktivitas S = Standar pabrikasi

Persentase variasi stasiun produksi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: n V V n i act st i

= = 1 %

% ...…… Persamaan 4

Dimana:

%Vst = Persentase variasi stasiun produksi

i

act

V

% = Persentase variasi aktivitas yang ke-i n = Jumlah aktivitas

Persentase variasi pada tingkat PKS dihitung menggunakan persamaan berikut:

m V V m j pg pg j

= = 1 %

% ...…… Persamaan 5

Dimana:

%Vst = Persentase variasi stasiun produksi

j

st

V

(65)

61 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konfigurasi Model

Konfigurasi model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terdiri atas basis data dan model penilaian kinerja. Model basis data dan model penilaian kinerja akan diolah pada pengolahan terpusat yang membentuk rancangan antarmuka pengguna (user interface). Antarmuka pengguna selanjutnya yang menghubungkan antara penguna dengan model yang dibuat sehingga antarmuka pengguna merupakan salah satu faktor yang penting dalam implementasi model dalam sebuah perangkat lunak.

Basis data pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terdiri dari 4 elemen data, yaitu data pabrik kelapa sawit, data kriteria, data nilai ideal, dan data pengukuran. Data pabrik kelapa sawit meliputi profil pabrik sebagai informasi umum dan kapasitas pabrik sebagai input dalam perhitungan neraca massa. Data kriteria adalah jenis-jenis kriteria yang menjadi parameter-parameter penilaian dalam penentuan kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Data nilai ideal merupakan nilai kriteria yang menjadi standar dalam perhitungan nilai deviasi dengan nilai pengukuran. Data pengukuran adalah data yang dimiliki pabrik kelapa sawit yang akan menjadi input untuk menilai kinerja tiap-tiap kriteria.

Model penilaian cepat merupakan bagian yang berfungsi sebagai kerangka model yang akan menganalisis input data pengukuran dengan data nilai ideal sehingga dapat diketahui u

Gambar

Gambar 1. Tahap proses, fungsi dan limbah pengolahan minyak sawit  (Anonim, 1998)
Gambar 2. Konsep pengolahan limbah terpadu (PKS dengan separator 2 fase)
Gambar 3. Teknologi penanganan sistem kolam (PPKS, 2000)
Gambar 4. Teknologi aplikasi lahan (PTPN IV, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

User dapat mengetahui nama anggota beserta alamat anggota yang belum mengembalikan buku beserta tanggal buku tersebut harus di kembalikan Sistem harus dapat melakukan

u Mensuplai 40 - 55% energi yang dimakan oleh bayi u Merupakan komponen gizi yang penting karena :. mensuplai energi, pelarut vitamin adek, sumber asam lemak esensial, memberikan

Dalam hal ini O‟Neil (2001:24-25) mengkritik teori penggolongan ideologi pendidikan dari pendahulunya itu memiliki empat kelemahan utama: pertama, bahwa penggolongan yang

Analisis Hujan Bulan September dan Prakiraan hujan bulan November, Desember dan Januari 2018 disusun berdasarkan hasil analisis data hujan yang diterima dari stasiun dan

[r]

Proporsi tepung beras merah yang lebih tinggi menyebabkan kadar amilosa dalam adonan kerupuk menjadi lebih tinggi seperti yang dapat dilihat pada Tabel

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat

Terkait dengan pengaturan pengujian materiil oleh MA selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 20 ayat (2) huruf b dan ayat