• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Pengumpulan Data

BAB II STUDI PUSTAKA

METODE PENELITIAN

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan guna mencapai tujuan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Wawancara merupakan salah satu bentuk teknik pengumpulan data dengan jalan bertanya langsung kepada informan (Sugiyono, 2010). Teknik wawancara ini diperoleh langsung dari informan

penelitian melalui serangkaian tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait langsung dengan pokok permasalahan (Sugiyono, 2010). Dalam wawancara ini peneliti berusaha menggali sebanyak mungkin data dan informasi dari informan penelitian. Wawancara dilakukan pada informan yang merupakan mahasiswa aktivis di organisasi BEM/DPM dan wawancara dilakukan secara mendalam dan berulang-ulang.

a. Wawancara Semi Terstruktur

Wawancara semi terstruktur adalah wawancara bebas terpimpin. Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara yang merupakan kombinasi wawancara terpimpin dan tidak terpimpin yang menggunakan beberpa inti pokok pertanyaan yang akan diajukan. Pertanyaan ini menggunakan garis besar pokok-pokok pembicaraan, namun dalam pelaksanaannya peneliti mengajukan pertanyaan secara bebas, tidak berurutan, dan tidak baku. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan (Djam‟an Satori, 2011).

Wawancara ini bersifat luwes, dan disesuaikan dengan keadaan pada saat wawancara. Bentuk pengetahuan yang diperoleh dan validitas analisisnya didasarkan pada pemahaman yang „dalam‟. Ini

dikarenakan kerangka humanistik mendukung pemahaman bermakna atas perilaku manusia dan keutuhan penelitian manusia. Wawancara seperti ini adalah metode yang selaras dengan perspektif interaksionisme simbolik, karena hal tersebut memungkinkan pihak yang diwawancarai untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya, untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang diteliti, tidak sekedadr menjawab pertanyaan (Deddy Mulyana, 2004).

Seperti dalam pengamatan berperan-serta, dalam wawancara mendalam, peneliti berupaya mengambil peran pihak yang diteliti dan secara intim menelam ke dalam dunia psikologis dan sosial mereka. Wawancara ini sering digunakan untuk mengungkapkan pengalaman hidup subyek penelitian yang menekan konstruksi simbolik dan kontekstual identitas subyek (Deddy Mulayana, 2004).

b. Analisis Tematik Data

Analisis tematik digunakan untuk mengidentifikasi isu-isu utama dalam penelitian, meringkas data secara kolektif. Berikut penjelasan cara melakukan analisis tematik menurut Brikci (2007): 1) Membaca dan membubuhi keterangan pada transkrip

Peneliti membaca dan membubuhi keterangan pada transkrip. Bagian ini adalah bagian paling mendasar. Peneliti menyediakan gambaran ikhtisar pada data dengan melakukan

observasi terlebih dahulu. Hal ini penting karena untuk melihat transkrip, peneliti harus mendapatkan perasaan khusus pada data.

2) Mengidentifikasi tema

Peneliti mencari setiap detail pada data yang telah terkumpul untuk diidentifikasi tema-tema yang muncul. Peneliti mencari tahu “apa yang sedang terjadi di sini”, dan meringkasnya ke dalam sebuah catatan. Transkrip akan memuat catatan-catatan berupa keterangan yang didapatkan dari subyek. 3) Mengembangkan data penelitian dengan menandai skema

Tema yang telah dikembangkan kemudian digabungkan dengan skema-skema yang menunjukkan indikasi dari suatu perilaku. Berikut ini adalah contoh daftar semua tema yang

terkumpul dengan “kode” yang akan diaplikasikan dalam

penelitian kecemasan pada anak: - Gejala-gejala awal (Kode 1)

- Mencari bantuan nonformal (Kode 2)

- Memberi saran apa yang harus dilakukan (Kode 3) - Memberi bantuan formal (Kode 4)

- Tanggung jawab untuk mengambil anak (Kode 5)

Peneliti kemudian mulai mengembangkan penelitian dengan menandai skema-skema segera setelah data awal

dikumpulkan. Analisis ini akan membantu pengumpulan data selanjutnya seperti umpan balik yang diberikan oleh subyek kepada peneliti.

Jika memungkinkan, peneliti mengembangkan data penelitian dengan menandai skema dengan seorang teman. Hal ini akan membantu peneliti menjauhi bentuk analisis yang dangkal dan dapat menangkal terjadinya bias.

4) Menandai data

Langkah selanjutnya untuk mengaplikasikan kode pada data adalah dengan menulis tanda-tanda (berdasarkan teori yang menjadi acuan) pada transkripsi atau catatan-catatan yang mendukung data. Dasar penandaan untuk kategori-kategori yang bersifat reflektif dikembangkan dengan analisis tema-tema yang lebih meluas.

Berikut ini adalah contoh bentuk pendandaan awal pada sebuah studi:

Tabel 3. Menandai Data

1. Dia mengalami demam tinggi setiap malam - Kode 1 – Gejala awal

2. Kita telah memperingatkan ketika dia bangun dalam keadaan menangis

3. Dan tidak ingin kembali tidur

4. Itu sangat menyakitkan dan menyakitkan 5. Aku memanggil ibu tiriku dari dia

- Kode 2 – Bentuan nonformal- mencari 6. Ruangan, aku juga takut

7. Dia bilang, dia menunggu sampai pagi, itu sangat 8. Tidak serius, aku harus di sini setiap malam

9. Aku tetap di sini setiap malam dengan dia yang selalu menangis

- Kode 1 – Gejala awal 10. Kalau pagi, suamiku dan

- Kode 5 – Pertanggungjawaban 11. Ibu tiriku bilang bahwa kita seharusnya

- Kode 3 – Saran

- Kode 5 – Pertanggungjawaban untuk sebuah keputusan

12. Mengambil dia untuk saya bawa ke klinik

- Kode 4 – Bantuan formal- mencari

Ketika semua data telah ditandai, peneliti

menggunakan metode “cut and paste” untuk tanda-tanda

yang akan dijelaskan dalam ulasan hasil penelitian. Peneliti mengambil poin untuk diekstrak pada konteks asli penelitian.

c. Analisis Naratif

Sebagaimana tema-tema yang diperoleh dari pengumpulan data, peneliti juga perlu mengambil perhatian secara naratif pada sebuah kasus, kisah atau kejadian yang dialami oleh individu dalam sebuah lingkungan. Ketika peneliti telah melakukan metode “cut and paste”, peneliti perlu mengambil detail pada sebuah kasus yang dijadikan sorotan untuk mendalami tema berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan (Brikci, 2002).

d. Pedoman Wawancara

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perilaku organisasi mahasiswa melalui orientasi karakter Erich Fromm. Orientasi karakter Erich Fromm dibagi menjadi dua bipolaritas yang merujuk pada orientasi produktif dan orientasi nonproduktif individu. Peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur, sehingga dalam penelitian ini fungsi pedoman wawancara adalah untuk mengarahkan informasi yang diminta oleh peneliti. Kemudian informasi yang diperoleh diperluas berdasarkan temuan-temuan budaya dalam proses pengambilan data.

Aspek-aspek dalam pedoman wawancara menunjukkan perilaku individu yang dapat diamati. Aspek digunakan sebagai acuan untuk melakukan pertanyaan terbuka secara terarah. Aspek dalam pedoman wawancara bersifat singkat, sehingga memudahkan dalam proses analisisnya. Pemberian skala tidak dilakukan dengan

serta merta, akan tetapi peneliti perlu mendalami informasi yang muncul dari diri individu (Fransella, 2004). Kemudian, peneliti menggunakan skala -1 sampai 1 sebagai representasi informasi yang dimunculkan. Skala kemudian dijumlahkan pada setiap subyek. Setelah dijumlah, peneliti menentukan kriteria dalam proses penilaian dengan presentase (Fransella, 2004). Setelah mendapatkan presentase yang mewakili seluruh aspek pada masing-masing subyek, peneliti dapat menyimpulkan orientasi karakter pada analisis karakter orientasi Erich Fromm. Pedoman wawancara berikut ini merupakan hasil menerjemahkan konstruk teori dikotomi eksistensial Erich Fromm dan perilaku organisasi. Kisi pedoman wawancara terlampir (Lampiran 37).

e. Reliabilitas dan Validitas Instrumen (Murchison, 2010)

Penelitian ini menggunakan observasi partisipan yang sering dinilai—baik berupa kritikan maupun pujian—dalam pencerahan argumen-argumen tentang pemuasan kriteria pada reliabilitas, validitas dan kemampuan generalis. Reliabilitas merujuk pada kemampuan pengulangan pada penemuan dalam penelitian dan kemampuan penemuan dapat diakses oleh peneliti lain dalam lingkup budaya yang sama dengan mengantarkan permasalahan pada sebuah penyelesaian. Validitas merujuk pada kebenaran dan ketepatan pada penemuan-penemuan.

Observasi partisipan memuaskan lebih banyak orang pada kriteria formal untuk menetapkan validitas. Pada pendapat umum, validitas lebih seperti variasi metode yang digunakan, yang telah tercatat, obervasi partisipan adalah metode yang alami; peneliti dalam lapangan sebagai pengamat dan penjelajah subyek. Sumber lain pada validitas datang dari sisi partisipasi peneliti dalam konteks sosial yang sedang dipelajari. Peneliti memahami aturan-aturan sosial, interaksi dan bagian-bagian terpenting termasuk pengalaman, pola komunikasi sehingga dapat mendapatkan validitas pada praktik pemecahan masalah dan interpretasi data. Pada kenyataannya, validitas pada penelitian ini lebih fokus pada isu-isu epistemologi, berdasarkan fakta-fakta. Validitas instrumen dilakukan dengan mempertanyakan tingkatan yang peneliti telah ketahui sesuai dengan ekspresi sudut pandang personal, dan pengalaman-pengalaman sebagaimana peneliti telah mencapai persetujuan intersubyektif bahwa penelitiannya reliabel karena dapat digeneralisir dan mendapatkan signifikansi yang lebih luas.

Peneliti mendapatkan reliabilitas data dengan melakukan pengecekan informasi yang didapatkan secara berkelanjutan dan mengembangkan interpretasi data yang didapatkan. Reliabilitas data akan lebih tepat ketika peneliti mengembalikan pertanyaan pada tema-tema yang sama, selalu mempertanyakan pertanyaan yang sama, memverifikasi dengan melakukan pengecekan pada

sumber-sumber lain dan meneliti penyerapan kata-kata dengan melakukan observasi.

2. Observasi

Nasution (1988, dalam Sugiyono, 2010: 64) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu menganai dunia kenyataan yang diperoleh melelui observasi. Marshall, 1995 (Sugiyono, 2010: 64) juga menyatakan bahwa melalui observasi, peneliti dapat belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.

Penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipatif pasif. Jadi dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan (Sugiyono, 2010). Observasi ini dibantu dengan menggunakan deskripsi naratif dan catatan anekdot. Berikut penjelasan dari deskripsi naratif dan catatan anekdot yang dikutip dari Sulisworo (2015):

a. Deskripsi Naratif

Deskripsi naratif merupakan suatu teknik pencatatan observasi yang memiliki karakteristik dasar berupa deskripsi tingkah laku yang digambarkan dalam bentuk narasi/cerita. Dalam proses pencatatannya, tingah laku digambarkan secara detail dan terperinci di mana sebelumnya sudah ditentukan kriteria yang akan digunakan. Apa yang digambarkan dalam uraian naratif haruslah memuat, (1) tingkah laku yang menjadi target observasi, (2)

konteks, mencangkup latar belakang dan situasi di mana tingkah laku itu terjadi, dan (3) rangkaian bagaimana tingkah laku terjadi.

Dengan demikian, dimungkinkan observer memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai perilaku yang menjadi target observasi. Penggambaran dalam deskripsi naratif dianggap baik jika pembaca dengan mata tertutup mendapatkan gambaran mental mengenai keseluruhan yang terjadi seolah kejadian itu ada di hadapannya.

b. Catatan Anekdot

Catatan anekdot berisi gambaran secara naratif kejadian atau peristiwa yang terjadi secara beberapa detik atau beberapa menit. Kejadian tersebut dapat merupakan kejadian yang biasa terjadi atau tidak biasa terjadi. Proses pencatatannya perlu ditekankan gambaran/deskripsi dari perilaku secara faktual. Catatan anekdot digunakan untuk mencatat perilaku yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya, atau perilaku yang terjadi secara spontan. Sifatnya yang spontan membuat catatan anekdot dikatakan sangat tidak terstruktur.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, cerita-cerita, biografi,

peraturan, dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2010).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua macam dokumen yang akan mendukung data pada hasil penelitian. Berikut ini jenis dokumen yang digunakan:

a. Dokumen hasil penelitian terdahulu oleh Estu Miyarso, M. Pd (2009).

Dokumen ini menjelaskan tentang pelaksanaan pendidikan politik di UNY. Sistem politik organisasi ekstra kampus dipaparkan hingga pada isu-isu sensitif seperti keterlibatan KAMMI dalam Pemilu 2009.

b. Dokumen Draft Tema Besar OSPEK 2015

Dokumen ini berisi draft rancangan kegiatan Ospek dalam misi pengkaderan yang dilakukan oleh KAMMI. Draf mengandung isi tema besar Ospek, pre-pelaksanaan Ospek, pelaksanaan Ospek, dan pasca-pelaksanaan Ospek. Draf ini menjadi bukti otentik penemuan Estu Miyarso (2009) tentang pengkaderan KAMMI melalui kegiatan Ospek di UNY.

Dokumen terkait