• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBJEK AS Tempat: Ruang Pribadi Informan

Dalam dokumen ORIENTASI KARAKTER PERILAKU AKTIVIS MAHASISWA. (Halaman 193-197)

BAB II STUDI PUSTAKA

SUBJEK AS Tempat: Ruang Pribadi Informan

Tanggal: 25 Maret 2016 Pukul : 16:00 WIB

“Hallo mbak S, sekarang lagi sibuk apa nih?”

“Lagi sibuk biasa mbak, masih ikut beberapa komunitas..”

“Wah piagamnya banyak ya.. ini nih bedanya mapres sama mahasiswa kupu-kupu,

hehehe”

“Ah itu mah apaan.. Cuma piagam mbak”

“Oh iya, jadi begini.. saya sekarang lagi ada penelitian mbak. Penelitian saya tentang perilaku organisasi mahasiswa yang akan saya eksplorasi melalui pemisahan karakter Erich Fromm,”

“Erich Fromm itu tokohnya anak BK ya mbak haha. Oke.. penelitiannya keren ya hehehe”

“Ahahah.. doakan lancar ya mbak. Oh ya, metode yang saya gunakan etnografi, pendekatan yang saya lakukan adalah kualitatif. Mungkin nanti kita akan melakukan 6-8 kali wawancara, sampai data saya jenuh mbak. Saya tau informasi tentang apa yang telah mbak S ini alami dari teman saya yang namanya „W‟, dia yang memberitahukan kepada saya kalau mbak S ini pernah mengalami benturan prinsip dengan organisasi di UNY. Mungkin, mbak S bisa cerita sedikit, benturan apa yang dimaksud?”

“Begini mbak. Dulu kan saya ikut organisasi X (organisasi rohaniah), baru ikut kegiatannya sih. Aktif ngaji juga di sana. Setelah udah nyaman di sana, saya disuruh ikut organisasi X (organisasi eksternal kampus). Pada saat itu kan saya juga ngaji di HTI, tapi mereka belum tau kalau saya di sana. Saya dikejar-kejar, bahkan sering di sms pakai sms motivasi, kata-kata penyemangat dan selalu ditanyain mau gabung di sana enggak. S kan tipe orang yang nggak saklek ya mbak, maksudnya nggak terlalu fanatik harus ikut ini, ikut itu.. S kan masih belajar ilmu agama, jadi yang dicari memang cuman ilmunya. Sedangkan yang mereka maksud dengan tarbiyah itu tidak

sesuai dengan nilai-nilai agama. Organisasi X itu kan hanya politik yang berkedok islam. Mereka menggunakan demokrasi dan islam untuk sampai ke puncak tujuan. Ketika saya sudah capek dikejar-kejar, akhirnya saya menolak dan bilang maaf karena saya sudah ngaji di HTI, eh orang yang ngajak-ngajak saya masih tetap berusaha mengajak untuk ke organisasi X itu. Saya malah semakin banyak menemukain prinsip-prinsip yang semakin berlawanan, karena dalam Islam dakwah tidak harus dipaksakan. Akhirnya saya bilang ke orang yang mengajak kalau organisasi X itu tidak seprinsip dengan saya. Saya mengatakan kalau organisasi X itu menggunakan Islam dan demokrasi untuk mencapai kekuasaan. Setelah saya mengatakan itu orang yang mengajak saya langsung bersikap berbeda. Yaa intinya saya dijauhi, jadi merasa terintimidasi”

“Lalu bagaimana mbak bisa berpendapat kalau organisasi X itu memiliki kecenderungan untuk seperti itu sedangkan mbak saja belum pernah masuk di dalamnya?”

“Penerimaannya mbak. Orang-orang yang seperti ini itu mengeksklusifkan diri. Orang-orang disana berkelompok dengan orang-orang yang penampilannya sama kayak mereka. Mereka nggak mau berbaur dengan orang lain yang mungkin dari segi penampilan ilmu agamanya kurang. Tapi kalau saya cenderung terbuka mbak orangnya. Meskipun pakaian saya seperti ini saya tetap main kok sama mereka yang masih biasa saja”

“Juga dari cara mereka meminta saya masuk saya tidak suka. Kesannya seperti memaksa. Saya memperhatikan ketika pemilwa misalnya, mereka mengcover calon yang mereka usung jauh-jauh hari. Bahkan calon yang di usung „diharuskan‟ untuk dipilih oleh massa mereka. Tanpa mempertimbangkan calon yang lain. Dan yang lebih lagi, saya pernah mau mempertemukan organisasi X dengan HTI. HTI sudah setuju untuk bertemu diskusi bersama, namun organisasi X menolak. Itu kan berarti organisasi X ini menolak paham islam yang lain. Ada egoismenya”

“Berarti mereka kesannya masih seperti memberikan sekat ya mbak di kalangan

mahasiswa yang bukan termasuk dari kelompok mereka.. Lalu apa yang membedakan organisasi X ini dengan organisasi islam yang lain mbak?”

“Saya tipe orangnya memang suka menjajal, terutama kalau ilmu agama saya memang haus akan itu. Hampir semua organisasi islam saya sudah pernah memasuki. Termasuk di HTI, di Muhammadiyah, dan di salafi, Kammi juga pernah. Tapi di sana saya bukan langsung terus jadi anggota. Tapi menguji diri dulu dan mengkaji mana organisasi yang cocok. Pemahaman setiap organisasi kan berbeda. Misalnya HTI, demokrasi kan suatu sistem yang dibuat oleh manusia. Jelas itu nggak boleh kan. Kita mau mempertahankan Indonesia kita harus menerapkan sistem khilafah. Jadi kalau HTI lebih berpikir untuk membuat sistem islam, menerapkan dan mendakwahkan sistem islam di Indonesia gitulah istilahnya. Tapi yang membedakan

itu kalau Kammi menggunakan demokrasi untuk mencapai kekuasaan. Mereka berpikirnya mau nggak mau harus seperti itu. Mereka menggunakan sistem yang ada. Sistem demokrasi setelah jatuh ke tangan orang mereka akan diubah menjadi sistem islam. Kalau muhammadiyah.. karena muhammadiyah ini lebih fokus ke pendidikan, mereka lebih memperbaiki tarbiyah (pendidikan). Salafi juga beda lagi, tapi goal akhirnya juga sama. Intinya kita harus mentarbiyah diri sendiri dulu, baru keluarga, masyarakat dan Indonesia. Karena kita belum bisa terjun ke politik sebelum kita ngerti ilmu agama. Jadi kita tu harus beneer-beneer berpegangan ke situ. Contohnya cadaran”

“Waah berarti pengalaman organisasi ekstranya banyak yaa..”

“Iya soalnya saya juga mencari sih mana yang cocok untuk saya. Dan sekarang saya ada di salafi”

“Mbak berarti kalau Kammi pakai demokrasi sebagai kendaraan politik mereka juga berafiliasi dengan parpol dong? Lalu HTI, Salafi dan NU atau Muhammadiyah juga seperti itu dong?”

“Walaupun kita tujuannya mau menguasai pemerintahan tapi jangan sampai kita menggunakan demokrasi untuk mencapai kekuasaan. Yang kelihatan banget itu ya gesekan antara Kammi dengan HTI mbak. Kalau salafi dan yang lain itu lebih ke ya tadi menekankan diri sendiri dulu baru negara. Kalau NU saya kurang tahu, karena memang tidak pernah di sana sih mbak”

“Menurut mbak S ini, apakah banyak yang merasakan hal yang sama dengan yang mbak S rasakan? Seperti merasa terintimidasi dan berbeda prinsip itu tadi?”

“ada, banyak. Namun mereka cenderung mengungkapkan rasa tidak sukanya terhadap organisasi X dengan frontal”

“Dengan frontal? Misalnya seperti apa mbak?”

“Misalnya dengan menyindir, tidak mengikuti program kerja bersama, kehilangan partisipasi, bahkan sampai tindakan yang tidak rasional seperti mengobrak-abrik sekretariat. Ketidaksukaan mereka ungkapkan dengan cara yang tidak manusiawi. Dengan mengucilkan dan menyebarkan virus sinisisme, stereotype”.

“Oh iya, mengenai sekre yang diobrak-abrik itu, mbak juga tahu ya kasusnya? Kalau

kasus yang di Fakultas X sewaktu penyelenggaraan Ospek mbak S juga tau?”

“Walaupun saya tidak terlibat tapi saya juga mengikuti, kasus yang fakultas X itu tidak diperbolehkan masuk ke GOR kan?”

“Iya mbak, kebetulan waktu itu saya juga bertugas meliput berita, jadi yaa sekalian mengamati. Banyak yang terlalu frontal dan vulgar menyampaikan ketidaksepakatan dan kehendak, ini fenomena yang saya temukan di lapangan”.

“Baik mbak, saya sudah dapat poinnya, karena ini baru permulaan saya rasa kita lanjutkan wawancara lagi untuk sesi berikutnya saja ya? Ternyata yang mbak S ini alami sesuai dengan penelitian saya. Setelah ini saya akan menindaklanjuti. Mbak S berhak mendapatkan laporan penelitian dari saya ketika sudah selesai nanti, agar hasilnya lebih baik”

LAMPIRAN 5

TRANSKRIP

Dalam dokumen ORIENTASI KARAKTER PERILAKU AKTIVIS MAHASISWA. (Halaman 193-197)

Dokumen terkait