• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSKRIP WAWANCARA II

Dalam dokumen ORIENTASI KARAKTER PERILAKU AKTIVIS MAHASISWA. (Halaman 197-200)

BAB II STUDI PUSTAKA

TRANSKRIP WAWANCARA II

SUBJEK AS

Tempat: Garden Cafe Tgl. : 29 Maret 2016 Pkl. : 18:30-20:00 WIB

“Bawa jas hujan?”

“Bawa mbak, tapi percuma sih saya nggak pakai helm soalnya” “Mbak maaf ya nunggu lama, ini tadi habis kumpul sama komunitas”

“Iya nggak papa mbak.. Silakan dilanjutkan kalau belum selesai, saya ini sambil baca-baca kok”

“Udah kok udah, itu cuman lagi pada diskusi aja, bisa ditinggal. Yap jadi gimana mbak?”

“Oh iya, kemarin ini kan kita sudah bersepakat ya mbak mengenai penelitian saya tentang organisasi di UNY. Nah hari ini saya ingin tanya-tanya lagi”

“Iya, nggak papa, silahkan mbak”

“Mbak S ini kan mahasiswa yang aktif di organisasi universitas ya.. mungkin bisa cerita sedikit bagaimana kondisi di sana mbak? Saya kan juga pengen tahu aktivitas yang dilakukan mbak S ini apa saja.. hehe..”

“Kalau di organisasi saya kan ini lebih kekeluargaan ya mbak. Jadi, orang lain itu bakalan menilai kita bagus kalau kita ada. Itu yang saya rasakan..”

“Iklim?”

“Iklimnya itu bagus, jadi tidak ada saling menjatuhkan. Tujuannya adalah untuk memberikan kontribusi untuk masyarakat. Jadi misalnya ada anggota yang nggak aktif itu ditanya, kalau ada yang sakit rame-rame dijenguk. Kalau ada anggota yang pasif yang kurang kontributif nanti akan dibimbing dari awal. Saya merasa bisa jadi mahasiswa berprestasi itu ya karena organisasi ini”

“Hubungan antara senior atau orang-orang yang ada distruktur atas dengan yang

dibawah itu bagaimana ya mbak?”

“Ada program yang mempertemukan kita dengan alumni. Tapi komunikasi diantara mereka kurang baik. Alumni merasa kurang dianggap. Itu pas pengurusan saya” “Kalau masalah interpersonal mbak yang pernah dialami?”

“Masalahnya ya masalah yang lucu mbak, masalah kecemburuan. Kecemburuan misalnya ketika saya deket sama siapa, itu ada yang cemburu”

“Ketika mbak S ini melihat fenomena di organisasi UNY kira-kira ada yang senasib

sama mbak dalam hal menarik diri atau disingkirkan dalam organisasi?”

“Jelas.. banyaknya malah dia malah orang-orang yang sudah paham tentang masalah agama dengan mengikuti organisasi agama yang lain. Kecuali memang orang-orang yang mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan di kajian atau organisasi itu, yaudah akhirnya dia meninggalkan organisasi itu. Ini juga berkaitan dengan ideologi sih”

“Ada seorang key informan saya yang saya tanya, mereka dan organisasi yang lain itu kan memperjuangkan nilai yang sama lalu kenapa dia malah terkesan tidak segaris, padahal sama-sama organisasi ekstra islam”

“Ini berbicaranya organisasi islam kan? ya jelas berbeda. Pasti ada yang membedakan, walaupun sebenarnya tujuan organisasi itu sama, untuk negara islam. Jadi kalau HTI itu kan menganggap demokrasi itu sistem yang dibuat oleh manusia, jadi nggak baik. Kalau Kammi itu menggunakan demokrasi sebagai alat untuk mencapai kekuasaan, jadi kita menggunakan sistem untuk menciptakan sistem yang baru, sistem agama islam. Jadi kalau HTI itu kalalu diibaratkan, kita masuk di kandang macan. Untuk masuk ke kandang macan dan mencuri emas di sana kita harus terjun langsung, berani kotor. Kalau muhammadiyah itu kan lebih ke pendidikan. Kalau di salafi beda lagi, kita intinya harus mentarbiyah diri sendiri dulu baru keluarga baru masyarakat. Harus bener dan berpegangan ke alquran dan assunah dulu. Misalnya cara memakai cadar. Dan sekarang saya lagi ngaji di salafi” “Tapi yang kelihatan bertentangan banget dan kelihatan itu HTI sama Kammi, karena ya mereka berbeda cara, itu saja sih”

“Islam itu kan meliputi berbagai macam segi kehidupan, yang membuat gesekan terjadi itu ya tadi. Kalau HTI itu itu dia sama sekali tidak mau menggunakan sistem demokrasi”

“Pertama saya nggak larut-larut dalam kebencian ya. Kedua kita bisa belajar dari organisasi tersebut. Saya kadang juga capek mencari-cari organisasi yang terlepas dari kepentingan seperti itu”

“Melihat kecenderungan untuk berkubu dalam mencapai kekuasaan melalui power and status, mbak sendiri ada usaha untuk mencerahkan mahasiswa yang ada di bawah mbak nggak?”

“Kontribusiku ya? Aku juga memberikan itu, suka diskusi dengan mereka juga. Saya juga jelaskan sama mereka. Saya kasih tau, aku ngomong sesuai dengan apa yang aku alami”

“Kalau ada kebijakan yang mbak S ini tidak setujui?”

“Itu biasa, jadi di organisasi saya juga sering menemukan. Jadi dulu ada di X (organisasi intra agama kampus), tapi karena aku jadi minoritas suaraku ya kurang di dengar. Saya kasih tau dia”

“yang membuat saya serem itu sikap yang ditampakkan mereka itu tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Ada oknum yang menjaga pandangan lah, tapi di belakang sms an, pegangan tangan yaa gitu”

“Mbak, aku boleh tau tentang masa lalu dan latar belakang mbak? Dulu pas di smp atau sma suka berorganisasi?”

“Iya saya suka ikut organisasi, dari mulai SD malah, SMP ikut OSIS, pramuka, jadi aktivis sekolah lah. Kalau SMA juga ikut organisasi, misalnya keagamaan, pustakawan, pramuka sama badminton. Aku lebih suka sama kegiatan yang non akademik. Di SMA beberapa kali menjabat”

“Kalau di keluarga posisi mbak gimana?”

“Kalau bapak ibu memang pola asuhnya keras ya. Aku akhirnya jadi anak yang tidak suka dimanja. Saya itu sudah ditanamkan oleh orang tua untuk mandiri. Saya anak pertama dari empat bersaudara. Cuman, ya tidak sepenuhnya saya menjadi sosok yang bisa dibanggakan. Kadang masih kayak anak kecil”

“Pengalaman masa kecil yang paling menguras pikiran mbak S?”

“Orang tua kan nikahnya karena terpaksa. Mereka memiliki masalah yang imbasnya pasti akan ke anak-anak juga sampai berimbas juga ke ekonomi. Masa kecil saya sudah dilepas. Udah mulai bringas karena kurang mendapat perhatian dari orang tua. Saya itu seperti ditelantarkan orang tua, kayak nggak punya orang tua. Aku selalu ingin membuktikan pada orang-orang meskipun aku punya masalah kayak gini tapi aku bisa lhoo. Dulu saya sering dianggap bodoh, masuk sekolah belum bisa baca belum bisa nulis. Gimana caranya saya bisa baca. Itu sampai aku ngumpulin

bahan-bahan bacaan. Terus dulu waktu SMA, mau masuk kuliah, orang tua saya bersedia membiayai kuliah kedokteran. Tapi malah ibu yang tadinya memberikan harapan dengan uang tabungannya. Cuman karena uang tabungannya kepakai buat sesuatu saya kecewa. Selama ini aku udah belajar giat sampai akhirnya keterima tapi ibu bilang nggak bisa membiayai. Aku sempet marah sama ibu gara-gara kedokteran terpaksa harus dilepas. Bahkan aku nggak punya kesempatan lagi untuk kuliah. Aku sempet kabur juga waktu itu. Aku mikir kenapa orang tua selalu menjanjikan sesuatu ke anak anaknya tapi pada akhirnya nggak bisa memenuhi janji itu. Lalu saya ke guru BK dan dibuka pikiranku, apa sih yang selama ini aku kejar. Dan akhirnya aku sadar itu ambisiku saja, akhirnya walaupun nggak di kedokteran aku mengarahkan diri untuk menerima dan menyadari kalau cita-citaku konvensional banget. Aku pengen jadi dokter yang bidangnya kesehatan itu. Akhirnya aku diajak untuk masuk ke slb sama temen, lalu tiba-tiba aku pengen masuk ke PLB. Aku waktu itu nggak bisa lanjutin kuliah terus ikut bidikmisi. Aku bawa lembar surat tidak mampu. Tapi ibu itu bilang kamu ngapai ikut ikut begituan? Memangnya ibu nggak bisa membiayai? Ibu bisa biayai kamu kuliah tapi tahun depan. Aku nggak diijinin. Terus akhirnya aku nekat sendiri. Ngurus semua sendiri. Sampai ketemu pak lurah aku nangis buat minta surat keterangan tidak mampu. Aku malah curhat sama pak lurah. Tapi pak lurah nyaraninnya aku harus bilang sama bapak. Yaudah aku mohon sama bapak sampai nangis dan akhirnya bapak mau ke kelurahan untuk bikin surat keterangan tidak mampu. Akhirnya aku keterima”

Dalam dokumen ORIENTASI KARAKTER PERILAKU AKTIVIS MAHASISWA. (Halaman 197-200)

Dokumen terkait