• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Teknologi Produksi Tepung Jagung

Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Pada proses penggilingan, ukuran bahan diperkecil dengan cara diremuk yaitu bahan ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggilingan. Mekanisme pada proses penggilingan diikuti dengan peremukan bahan dan energi yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh kekerasan bahan dan kecenderungan bahan untuk dihancurkan (Riyani 2007).

Jagung yang digunakan dalam pembuatan tepung umumnya merupakan tipe jagung warna putih, sedangkan yang berwarna kuning digunakan sebagai pakan. Jenis biji jagung tergantung pada komposisi bagian endospermanya. Jagung

dengan tipe jagung tepung (floury corn) sebagian besar terdiri atas bagian lunak dan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung.

Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses memisahkan endosperma dari lembaga, kulit ari, dan tudung pangkal biji. Endosperma merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat paling tinggi. Kulit ari memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga harus dipisahkan dari endosperma karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tudung pangkal biji merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila pemisahan tudung pangkal biji tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada tepung (Riyani 2007). Proses produksi tepung jagung diawali dengan pemisahan biji jagung dari berbagai kotoran berupa kerikil, sisa-sisa tongkol, maupun logam. Selanjutnya dilakukan pemisahan tudung pangkal biji, kulit ari dan lembaga pada biji jagung dengan endospermanya. Pemisahan tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan lemak, serat, abu, maupun sebagian protein yang terletak pada lembaga, tudung pangkal biji maupun kulit ari. Selanjutnya endosperma yang diperoleh dihaluskan dengan penggilingan dan pengayakan (Wahyudi 2003). Dengan prinsip dasar proses tersebut, maka tepung jagung pada umumnya masih mempunyai kandungan protein yang tinggi. Disamping itu, juga masih terdapat sebagian kecil lemak, abu maupun serat. Efektifitas proses degerminasi akan menghasilkan tepung dengan rendemen tinggi dan kandungan lemak, abu maupun serat yang kecil.

Pada proses penggilingan kering dihasilkan jagung pecah (grits) dalam berbagai ukuran, yaitu flaking grits, coarse grits, brewers grits, snack grits. Di samping itu, juga dihasilkan cornmeal, corn flour, dan lembaga. Grits biasanya mengandung kurang dari 1% lemak, 1-1,5% fine meal, dan 2% flour. Lembaga biasanya digunakan untuk pakan ternak dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk makanan. Grits digunakan untuk membuat makanan sereal atau untuk makanan ringan yang dibuat dengan metode ekstrusi (Johnson 1991).

Pengolahan biji jagung dengan alkali (alkali cooked milling) adalah proses pembuatan tepung jagung dengan penambahan Ca(OH)2 sebanyak 1% kemudian direbus dan dikeringkan baru kemudian digiling untuk mendapatkan tepung jagung. Tujuan dari penambahan Ca(OH)2 adalah untuk meningkatkan kandungan kalsium pada tepung jagung. Pengolahan dengan alkali ini biasanya digunakan pada industri pangan dengan tujuan untuk menghasilkan produk pangan tertentu (Gomez et al. 1989; Johnson 1991; Toro-Vazquez dan Gomez-Aldapa 2001; Eckhoff et al. 1999; Bangun et al. 2005). Secara umum skema proses produksi tepung jagung metode kering ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Di samping dalam skala besar, produksi tepung jagung juga dapat dilakukan pada skala kecil dan rumah tangga. Perbedaan keduanya terdapat pada tahapan proses dan jenis peralatan yang digunakan. Pada proses produksi skala kecil, sebelum dilakukan pemisahan endosperma dari lembaga, tudung pangkal biji dan kulit ari (degerminasi atau penyosohan) terlebih dahulu dilakukan perendaman biji jagung selama 10 hingga 60 menit. Setelah direndam, biji jagung ditiriskan dan

selanjutnya dilakukan proses degerminasi dengan menggunakan peralatan penyosoh jagung ataupun dengan menggunakan polisher gabah. Proses penyosohan berlangsung berulang-ulang hingga diperoleh endosperma yang bersih. Jagung pecah (flaking grits) hasil degerminasi, selanjutnya direndam 1 (satu) malam sebelum pada keesokan harinya digiling dengan hammer mill

maupun disk mill atau keduanya.

Silo Utama Silo

Sementara Timbangan otomatis Pembersih biji Pembersih biji dari kerikil Degerminator Plant Sifter Pemisah endosperm

berdasar berat (gravity)

Hammer Mills Silo Bahan Jadi Silo Penampungan Roller Mills Penyaringan Silo Bahan Jadi Plant Sifter

Tepung jagung hasil penggilingan ada yang langsung dijual sebagai bahan baku nasi jagung, ada juga yang dipisahkan ukurannya antara yang kasar dan halus dengan tujuan untuk memudahkan konsumen memilih ukuran tepung sesuai dengan peruntukkannya. Selama ini masyarakat menggunakan tepung jagung hanya untuk campuran nasi beras dan bahan campuran kue kering dan kue tradisional. Secara umum skema proses produksi tepung jagung pada skala kecil dan rumah tangga ditunjukkan pada Gambar 2.4.

- Penimbangan - Pembersihan biji Perendaman Awal Degerminasi Perendaman Kedua Air Air Pengayakan Produk Penggilingan Jagung Pipil Kering Germ, Tip cap, Pericarp Grits Jagung Tepung Jagung

Gambar 2.4 Skema produksi tepung jagung skala kecil (BPPT 2009) 2.7 Potensi Pemanfaatan dan Syarat Mutu Tepung Jagung

Menurut Asosiasi Roti, Biskuit dan Mie Instan (Arobim), telah terjadi peningkatan utilisasi pabrik mi instan hingga 10% dari kapasitas terpasangnya, sehingga dapat meningkatkan produksi mi instan dari 16,5 miliar bungkus tahun 2012 menjadi 18 miliar bungkus pada tahun 2013. Peningkatan tersebut ditopang oleh masih terus terjadinya tren konsumsi mi instan sebagai makanan alternatif pengganti nasi (Arobim 2013). Terjadinya tren konsumsi mi instan dan banyaknya penelitian-penelitian tentang penggunaan tepung jagung untuk mensubstitusi penggunaan tepung terigu sebagai bahan baku mi (Waniska et al. 2000; Juniawati 2003; Budiah 2004; Fitriani 2004; Rianto 2006; Muhandri dan Subarna 2009; Ekafitri 2009; BPPT 2010), pasta (BPPT 2010), cookies (Azman 2000; Suarni 2005; BPPT 2008; Suarni 2009; Marissa 2010; Mariana 2010) , biscuit (Lopulalan 2008; BPPT 2009), bakery (Mudjisihono 1994; Richana et al. 2010) maupun produk olahan pangan tradisional lainnya (Fransiska 2010) menjadi daya dukung dan membuka peluang yang lebih luas penggunaan tepung jagung.

Upaya peningkatan mutu tepung jagung diharapkan dapat menghasilkan tepung jagung dengan mutu sebagaimana yang dipersyaratkan dalam SNI No.01- 3727-1995 tentang standar mutu tepung jagung, yang mensyaratkan ukuran partikel tepung jagung adalah minimal 99% lolos ayakan ukuran 60 mesh, dan minimal 70% lolos ayakan ukuran 80 mesh (BSN 1995). Di samping itu, untuk tujuan penggunaan yang lebih luas, ukuran kehalusan partikel tepung jagung juga harus memenuhi standar mutu tepung terigu berdasarkan SNI No. 3751-2009, yaitu minimal 95% lolos ayakan 212 µ m atau 70 mesh maupun tepung beras sesuai SNI No. 3549-2009 tentang syarat mutu tepung beras, yaitu minimal 90% lolos ayakan 80 mesh (BSN 2009). Di samping ukuran partikelnya, tepung jagung yang dihasilkan diharapkan mempunyai kadar lemak maksimal 1,5%. Uraian persyaratan mutu tepung jagung, tepung terigu, dan tepung beras, disajikan pada Lampiran 1, 2, dan 3.