• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. TEKSTUR DAN KEKENYALAN BAKSO

3. Rancangan percobaan

Dalam penelitian, dilakukan tiga tahapan percobaan. Pada tahapan pertama, dilakukan penentuan formula dengan tekstur terpilih menggunakan uji objektif (penetrometer). Selanjutnya, dilakukan penentuan produk formula terbaik dari produk-produk yang diperoleh dari pengujian sebelumnya (uji organoleptik). Pada tahapan terakhir, dilakukan pembandingan antara bakso formula terbaik dengan bakso kontrol dan bakso komersial. Tahapan percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.

25 Tabel 4. Tahapan percobaan dan rancangan / metode penelitian

Tahap Percobaan Rancangan / Metode Penelitian a. Penentuan formula dengan

tekstur terpilih

Rancangan acak lengkap faktorial, dilakukan pengukuran kekerasan dengan penetrometer b. Penentuan produk formula

terbaik dari produk-produk dengan tekstur terpilih

Uji organoleptik dengan uji rating hedonik dan uji ranking hedonik

c. Pembandingan antara bakso formula terbaik dengan bakso kontrol dan bakso komersial

Rancangan acak lengkap dengan uji TPA dan beberapa uji tekstur dari ketiga produk

Uji objektif terhadap kekerasan bakso dengan penetrometer dalam penelitian didesain dengan dua faktor, yaitu faktor A adalah persentase pati sagu HMT sebagai pengenyal dalam adonan 0% (A1), 5% (A2), 10% e(A3), dan 15% (A4), dan faktor B adalah persentase STPP 0.05% (B1), 0.1% (B2), 0.2% (B3) dan 0.3% (B4). Formula dengan penambahan 0% STPP tidak dimasukkan dalam rancangan percobaan karena terbukti tidak dapat menghasilkan bakso yang kompak pada percobaan pendahuluan. Setiap kombinasi perlakuan mempunyai dua kali ulangan sehingga jumlah unit percobaan dalam penelitian ini adalah 4 x 4 x 2 (ulangan) = 32 unit percobaan untuk setiap jenis bakso.

Rancangan percobaan yang digunakan pada pengukuran kekerasan dengan penetrometer adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan dengan model matematik sebagai berikut:

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij +

ε

k(ij)

Keterangan:

Yijk = peubah yang diukur µ = rata-rata yang sebenarnya

Ai = pengaruh persentase pati sagu HMTdalam adonan Bj = pengaruh persentase STPP dalam adonan

ABij = pengaruh interaksi antara persentase pati sagu HMT dalam adonan dan persentase STPP dalam adonan

26

εk(ij)

= kekeliruan karena anggota ke-k dari persentase pati

sagu HMT dalam adonan ke-i dan persentase STPP dalam adonan

Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan model linear general (GLM) untuk ANOVA menggunakan Statistical Analysis System 6.12 untuk Windows (SAS Institute Inc., Cary, NC). Data dianalisa berdasarkan faktor kekerasan dengan dua perlakuan, yaitu konsentrasi penambahan pati sagu HMT dan konsentrasi STPP.

Untuk uji selanjutnya, yaitu uji pembanding antara kontrol, bakso komersial, dan bakso HMT, digunakan rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan program SPSS dengan ANOVA. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan dengan model matematik sebagai berikut:

Yij = µ + Bi +

ε

ij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan taraf ke-i ulangan ke-j µ = komponen aditif dari rataan

Bi = pengaruh utama perlakuan ke-i

ε

ij = galat perlakuan ke-i, ulangan ke-j

a. Penentuan formula dengan tekstur terpilih

Formula bakso daging sapi ditentukan berdasarkan kualitas teksturnya. Tekstur terpilih adalah tekstur dengan kualitas yang terbaik, yaitu yang memiliki tingkat kekerasan dan kekenyalan yang baik (Elviera, 1988). Tekstur terpilih adalah yang memiliki tingkat kekerasan tertinggi. Selain itu, konsentrasi STPP dan pati sagu HMT juga menentukan pemilihan fomula. Pemilihan formula ditentukan berdasarkan konsentrasi penambahan STPP dan pati sagu HMT terendah. Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan pengurangan penggunaan STPP pada bakso dan tingginya biaya produksi dengan

27 substitusi pati sagu HMT. Formulasi penambahan STPP dan pati sagu HMT pada adonan bakso dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Formulasi penambahan STPP dan pati sagu HMT Jenis formula Konsentrasi STPP Konsentrasi pati sagu HMT Formula 1 0.05% 0% Formula 2 0.1% 0% Formula 3 0.2% 0% Formula 4 0.3% 0% Formula 5 0.05% 5% Formula 6 0.1% 5% Formula 7 0.2% 5% Formula 8 0.3% 5% Formula 9 0.05% 10% Formula 10 0.1% 10% Formula 11 0.2% 10% Formula 12 0.3% 10% Formula 13 0.05% 15% Formula 14 0.1% 15% Formula 15 0.2% 15% Formula 16 0.3% 15%

Bakso yang telah diperoleh dari ke-12 formula dengan penambahan pati sagu HMT dan 4 formula kontrol dibandingkan tekstur kekerasannya menggunakan penetrometer. Kontrol adalah formula dengan penambahan STPP pada konsentrasi yang sama dengan formula yang diujikan, namun tidak ditambahkan pati sagu HMT. Semakin rendah penetrasi jarum penetrometer dalam sampel, menandakan bahwa sampel semakin keras. Kekerasan diukur sebagai mm/10 detik, yaitu tingkat kedalaman penetrasi jarum selama 10 detik pada bakso. Pengukuran tekstur menggunakan penetrometer dengan minimal pengujian triplo sebanyak dua kali ulangan.

Pemilihan formula berdasarkan tingkat kekerasan bakso, yaitu bakso dengan tingkat kekerasan tertinggi (penetrasi jarum terendah), dan konsentrasi STPP serta pati sagu HMT terendah. Hal ini didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Andayani (1999) bahwa konsumen cenderung menganggap bahwa bakso yang keras memiliki tekstur yang lebih baik. Dari uji ini, akan dipilih empat formula

28 terbaik untuk diujikan pada uji organoleptik. Formula terpilih akan diuji lebih lanjut dengan uji organoleptik.

b. Penentuan produk formula terbaik dari produk-produk dengan tekstur terpilih

Pengujian organoleptik terhadap bakso dilakukan terhadap kesukaan tekstur secara keseluruhan. Pengujian dilakukan secara hedonik terhadap sampel yang telah terpilih dari uji kekerasan sebelumnya. Sampel yang diujikan hanya terdiri dari empat sampel (dari formula sebelumnya sebanyak 16 sampel). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan agar tidak menimbulkan bias pada panelis.

Uji yang dilakukan adalah uji rating hedonik dan uji ranking hedonik. Kedua uji ini dilakukan untuk menetapkan produk yang paling disukai. Pengujian dilakukan terhadap 30 orang panelis tidak terlatih. Panelis adalah mahasiswa berusia 21-23 tahun, dengan perbandingan panelis wanita dan pria seimbang.

c. Pembandingan antara bakso formula terbaik dengan bakso kontrol dan bakso komersial

Analisis dilakukan untuk menentukan karakteristik fisik bakso sapi dengan formula terbaik, terutama terhadap karakteristik teksturnya. Penelitian dilakukan dengan analisis tekstur secara objektif. Selanjutnya, dilakukan pembandingan dengan kontrol berupa bakso sapi tanpa penambahan pati sagu HMT dan bakso sapi komersial.

Bakso komersial digunakan sebagai pembanding karena bakso tersebut laku di pasaran dan dianggap memiliki tekstur yang baik oleh konsumen (keras dan kenyal). Pembandingan dengan produk komersial dilakukan agar dapat mengetahui apakah bakso yang dihasilkan memiliki kualitas tekstur sebaik bakso yang telah laku di pasaran, sehingga membuka peluang bila bakso akan dipasarkan.

29 4. Metode analisis

a. Uji kekerasan dengan penetrometer (Muhibuddin, 2007)

Prinsip pengukuran bahan pangan dengan penetrometer adalah dengan memberikan gaya tusuk dengan beban tertentu pada selang waktu tertentu. Bakso diletakkan di atas meja sampel. Probe diatur sedemikian rupa sehingga bagian ujungnya tepat menyentuh permukaan sampel, sedangkan jarum skala menunjukkan angka nol. Pada pangkal jarum ditambah beban 10 g. Waktu penetrasi diatur sebesar 10 detik. Kunci jarum penetrometer ditekan dan pengatur jarum skala ditekan perlahan sampai menyentuh jarum. Kunci jarum penetrometer dilepaskan sehingga jarum akan menembus bahan. Angka yang didapat dicatat sebagai kedalaman penetrasi jarum penetrometer selama 10 detik. Semakin rendah penetrasi jarum pada bahan menandakan tekstur bahan yang semakin keras.

b. Uji rating hedonik (Stone dan Sidel, 2004)

Uji rating hedonik dilakukan untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur sampel bakso secara keseluruhan. Uji dilakukan terhadap 30 orang panelis tidak terlatih. Data yang diperoleh diolah dengan SPSS untuk Windows (1995) pada program ANOVA. Uji dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui formula terbaik yang terpilih. Skala untuk uji rating hedonik yang digunakan terdiri dari 5 skala dengan urutan menurun menurut tingkat kesukaan sebagai berikut :

1 = sangat suka 2 = suka 3 = netral 4 = tidak suka 5 = sangat tidak suka

30 c. Uji ranking hedonik (Stone dan Sidel, 2004)

Uji ranking hedonik dilakukan untuk menentukan urutan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur sampel. Uji dilakukan terhadap 30 orang panelis tidak terlatih. Data yang diperoleh diolah dengan uji Friedman untuk mengetahui perbedaan formula terhadap ranking sampel. Apabila hasil analisis berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji least significant difference (LSD) untuk mengetahui formula yang memiliki ranking terbaik.

d. Texture profile analysis (Huidobro et al., 2005)

Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan dengan texture analyzer adalah dengan memberikan gaya kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga profil tekstur bahan pangan tersebut dapat diukur. Texture profile analysis bakso dapat diukur menggunakan texture analyzer TA-XT2i. Bakso dengan formula terpilih, yaitu formula dengan penambahan STPP 0.2% dan pati sagu HMT 10% dibuat dengan ukuran yang seragam (diameter 4 cm), lalu dianalisis menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i (TA plus, LLOYD Instruments, Ametek Inc.)yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Texture Analyzer TA-XT2i

Pada percobaan ini, digunakan probe silinder berdiameter 35mm untuk kompresi bahan. Texture Analyzer TA-XT2i dihubungkan dengan program TEXTURE EXPERT (Szczesniak, 1990). Hasil

31 pengujian TPA akan menghasilkan grafik dengan dua kurva. Penghitungan nilai TPA diperoleh melalui kurva hubungan plot gaya dan waktu pada grafik.

Nilai untuk kekerasan / hardness (gaya maksimum yang diperoleh dari kurva pertama = H), elastisitas / elasticity (perbandingan jarak yang ditempuh selama penekanan pertama dan penekanan kedua = L2/L1), daya kohesif/ cohesiveness (perbandingan antara luas kurva positif pada penekanan pertama dan kedua = A2/A1), stickiness (nilai kekerasan dikalikan dengan daya kohesif), daya kunyah / chewiness (nilai kekerasan dikalikan dengan stickiness dan daya kohesif) diperoleh pada akhir pengujian (Gambar 5).

Gambar 5. Kurva TPA yang diperoleh dari TA-XT2i

Kelima parameter di atasdiukur dengan kondisi pengukuran untuk produk daging seperti dijelaskan pada Huidobro et al (2005) sebagai berikut :

• Kecepatan probe 2 mm/ detik sebelum kontak • Kecepatan probe 2 mm/ detik selama kontak • Kecepatan probe 10 mm/ detik setelah kontak

L1 L2

(H )

32 • Gaya yang dikenakan 20 gram

• Jarak probe 30 mm sebelum kontak • Gaya tekan 25 kgf

e. Daya iris (Caine et al., 2003)

Uji fisik daya iris (shear) dilakukan dengan Texture Analyzer TA-XT2i menggunakan probe jenis Warner-bratzler meat shear (Anonymous, 2003) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Bakso dikenai irisan pisau sampai terbelah dua. Nilai daya iris ditentukan dengan membaca puncak grafik shear pada sumbu vertikal grafik yang terekam selama pemotongan bakso. Nilai shear ditentukan dengan satuan gf (gram force). Pengujian daya iris dilakukan menggunakan program measure force in compression pada Texture Analyzer dengan kondisi pengukuran sebagai berikut :

• Kecepatan probe 2 mm/ detik sebelum kontak • Kecepatan probe 2 mm/ detik selama kontak • Kecepatan probe 10 mm/ detik setelah kontak • Gaya yang dikenakan 20 gram

• Jarak probe 30 mm sebelum kontak • Gaya tekan 25 kgf

33 f. Uji Porositas (Channagern dan Suriyaphan, 2005)

Uji porositas dilakukan dengan Texture Analyzer TA-XT2i. Sampel bakso yang digunakan berdiamater 4cm. Sampel bakso ditekan dengan sebuah probe silinder berkode p/35. Sebelum proses penekanan dimulai, dilakukan pengaturan alat agar sesuai dengan kriteria pengukuran. Hold until time digunakan selama 60 detik. Penekanan dilakukan hanya sekali. Proses penekanan dilakukan secara otomatis dengan grafik hasil proses penekanan dapat terbaca di layar komputer. Data yang diperoleh terdiri dari dua data, yaitu pada saat max force dan specified time force, yaitu gaya tertinggi yang diberikan pada bahan dan gaya pada waktu tertentu. Pada saat max force, bakso masih dapat memberikan gaya untuk menahan penekanan yang diberikan alat atau sampai bakso tepat akan pecah. Proses ini ditunjukkan dengan grafik yang semakin meningkat sampai pada titik puncak tertentu. Lalu, gaya pada saat waktu yang telah ditentukan (60 detik) juga dilihat. Alat tetap melakukan penekanan selama hold until time, kemudian secara otomatis kembali ke posisi semula. Nilai porositas merupakan perbandingan specified timeforce dan max force.

g. Daya ikat air (Ockerman, 1985)

Nilai daya ikat air (WHC) diperoleh dengan metode pengepresan. 0,3 gram sampel bakso dipres dengan beban 35 kg pada kertas saring Whatman No.1 di antara dua plat kaca selama 5 menit. Area yang tertutup sampel bakso yang telah menjadi pipih, dan area basah di sekelilingnya pada kertas saring ditandai dengan planimeter (Planix 8; Sokkia Corp., Overland Park, KS, USA) kemudian diukur luasannya (dalam inci2). Area basah diperoleh dengan mengurangkan area yang tertutup bakso dan area total yang meliputi pula area basah pada kertas saring. WHC bakso berupa air terikat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% air bebas = .

x 100%

34 h. Berat jenis spesifik (Hermanianto dan Aulia, 2001)

Pengukuran berat jenis spesifik dilakukan dengan memasukkan bakso yang telah ditimbang dalam gelas piala berisi air. Nilai berat jenis spesifik ditentukan dengan membandingkan berat sampel dengan peningkatan volume air setelah contoh dimasukkan ke dalam gelas piala.

i. Kadar air (AOAC, 2006)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 2 g dalam cawan (B). Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 100oC selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C).

Perhitungan : Kadar Air (% bb) = ( ) x100% B A C B ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − −

j. Kadar abu (AOAC, 2006)

Siapkan cawan untuk melakukan pengabuan, kemudian

dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 3 g dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C).

Perhitungan :

Kadar Abu (% bb) = x100% B

A C

35 k. Kadar lemak (AOAC, 2006)

Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Ditimbang sebanyak ± 5 g sampel (B) dalam kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator kemudian labu beserta lemak ditimbang (C) dan dilakukan perhitungan kadar lemak.

Perhitungan :

Kadar Lemak (%) = x100% B

A Cl. Kadar protein total (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak ± 100-250 mg dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambah dengan 1 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0.1 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan jernih. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi dan bilas 5-6 kali dengan air destilata sebanyak 1-2 ml dan tambahkan 8-10 ml campuran larutan 60 % NaOH- 5 %Na2S2O3. Sambungkan labu tadi dengan alat destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan penampung yang berisi larutan H3BO3. Destilasi sampai volume destilat 15 ml kemudian titrasi dengan NaOH 0.1N sampai larutan kuning (titik akhir).

36 Perhitungan :

Total Nitrogen = x N HCl x 14.007 x 100%

Kadar protein = Total Nitrogen (%) x faktor konversi Ket : faktor konversi = 6.25

m. Kadar karbohidrat (by difference)

Karbohidrat dihitung by difference dengan perhitungan: Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (P + A + Ab +L) P = kadar protein (% bb)

A = kadar air (% bb) Ab = kadar abu (% bb) L = kadar lemak (% bb)

37 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait