• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Mentoring

Mentoring telah menjadi topik pada bidang manajemen karir pada

umumnya dan sebagai alat manajemen sumber daya manusia pada khususnya (Carrlol et al., 1990). Mentoring adalah sebuah mekanisme individu bersosialisasi dalam empat domain yaitu tugas, peran, kelompok, dan organisasi, terutama menyediakan belajar untuk peran domain (bekerja dengan supervisor) dan domain organisasi (politik, kekuasaan dan nilai-nilai organisasi) (Ostroff & Kozlowski, 1993). Mentoring merupakan suatu mekanisme transfer pengetahuan penting didalam organisasi yang sering dibahas pada dekade terakhir ini (Swap et al.,2001). Mentoring dan kepuasan kerja adalah kunci sukses dari organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif (Lo dan Ramayah, 2010).

Mentoring adalah hubungan antara senior dan anggota yang lebih junior di dalam suatu organisasi dengan senior mengarahkan dan memberikan dukungan anggota junior menuju kemajuan. program mentoring memiliki peran penting di dalam meningkatkan kinerja dan membangun sikap terhadap organisasi pada pegawai baru (Fowler & Gorman, 2005). Levinson di dalam Fowler (2005) berpendapat bahwa mentoring adalah salah satu hubungan yang paling penting di dalam awal karir seseorang dan digunakan untuk meningkatkan pengembangan pribadi dan profesional individu sepanjang karier mereka.

12 Mentoring menurut Mulyana (2008) adalah suatu alat yang digunakan organisasi untuk memelihara dan mengembangkan karyawannya, hal ini bisa berupa latihan praktis dan program formal.

Wong & Premkumar (2007) mendefinisikan Mentoring merupakan proses belajar mengenai aspek personal, hubungan timbal balik yang dibangun berfokus pada prestasi serta dukungan emosional yang merupakan elemen kunci. Di dalam hubungan mentoring, protégé belajar melalui percakapan dengan mentor yang lebih berpengalaman untuk berbagi pengetahuan dan keterampilan yang kemudian untuk dipraktekan.

Mentoring memerlukan komunikasi informal, biasanya tatap muka selama periode waktu yang berkelanjutan antara orang yang dianggap memiliki pengetahuan yang relevan, kebijaksanaan, dan pengalaman (mentor) dengan orang yang dianggap memiliki lebih sedikit pengetahuan (protégé) (en.wikipedia.org.,2011). Mentoring merupakan penyampaian pengetahuan kelembagaan untuk pegawai baru perusahaan. Mentoring difokuskan untuk protégé yang berorientasi pada karirnya yang berguna baik jangka panjang ataupun jangka pendek (Reinstein et al.,2011).

Kreitner dan Kinicki di dalam Cahyono (2008) mendefinisikan mentoring sebagai proses membentuk dan mempertahankan hubungan yang berkembang dan yang berlangsung secara intensif antara karyawan senior (mentor) dan karyawan junior. Mentoring merupakan bagian dari pengembangan budaya prestasi kerja yang penting karena tiga alasan, yakni sebagai berikut :

13 1. mentoring menyumbangkan pembentukan rasa kesatuan dengan meningkatkan penerimaan nilai dasar organisasi di dalam organisasi. 2. aspek sosialisasi mentoring juga meningkatkan rasa keanggotaan 3. mentoring dapat meningkatkan hubungan antar pribadi di antara

anggota organisasi.

Menurut Messmer (1988) salah satu cara membangun budaya organisasi adalah melalui program mentoring yang diberikan kepada pekerja baru, program mentoring adalah bagian dari proses sosialisasi. Informasi yang disampaikan dalam hubungan mentoring mencakup tujuan organisasi dan nilai-nilai serta informasi tersebut tentang harapan perusahaan (Stallworth, 2003).

Semua efek positif dari mentoring berdampak pada kesuksesan karier protégé dan harus menjadi perhatian tersendiri bagi protégé (wang et al.,2006). Kepemilikan mentor akan berhubungan secara langsung dengan dua hasil pekerjaan yakni hubungan positif dengan kinerja pekerjaan dan hubungan negatif dengan turnover intentions (Viator.,2000).

Teori mentoring menyebutkan bahwa mentor memberikan pengaruh positif pada protégé dan membantunya menyesuaikan diri dengan peran organisasionalnya. Mentor dipandang sebagai sumber penting untuk mendapatkan informasi-informasi tentang proses-proses organisasi, untuk menjalin hubungan dengan anggota-anggota penting dalam organisasi, memberikan umpan balik pada masa-masa penugasan

14 yang sulit, dan sebagai tempat belajar untuk mengatur kelompok-kelompok kerja, rekan-rekan kerja ataupun atasan (Dreher Ash.,1990).

Tabel II.1

Keuntungan yang didapat dari program Mentoring

Keuntungan Bagi Organisasi Keuntungan Bagi Mentor Keuntungan Bagi protégé

1. Dapat meningkatkan Produktivitas

2. Penilaian capaian individu lebih baik

3. Kecakapanteknis dan Manajemen yang ditingkatkan

4. Dapat menemukan Bakat tersembunyi 5. Dapat meningkatkan Kualitas kepemimpinan 6. Dapat meningkatkan target kinerja 7. Menantang pimpinan untuk bertumbuh 8. Meningkatan Perekrutan yang lebih baik

9. Dapat meningkatkan Komunikasi

10. Memantapkan jaringan dukungan untuk karyawan 11. Dapat Peningkatan layanan jasa 12. Meningkatan komitmen pegawai 13. Meningkatan pengetahuan perusahaan 14. Peningkatan budaya organisasi 15. Pengenalan kontribusi individual 1. kepuasan 2. Peningkatan semangat kerja 3. Penghargaan instrisik 4. Meningkatkan

perasaan untuk selalu dibutuhkan

5. Pengakuan profesional

6. Kesempatan untuk memberikan ide baru 7. Peningkatan sharing

pengalaman dan pengetahuan 8. Kesempatan untuk

mereflesikan peran 9. Sebagai tempat untuk

diskusi dengan orang yang mempunyai perspektif segar dan

bagian dari pemikir organisasi 10. Peningkatan harga diri 11. Peningkatan komunikasi dan kepemimpinan 12. Pertumbuhan persnal 1. Dapat mengakses jaringan mentor 2. Memperoleh

pengetahuan dan skill 3. Peningkatan promosi 4. Kesempatan dan mobilisi karir 5. Status 6. Memperoleh role model 7. Pengertian yang mendalam mengenai budaya dan peraturan yang tidak tertulis 8. Dukungan

lingkungan 9. Pengembangan

kepribadian yang lebih profesional dan konfiden 10. Pengenalan dan kepuasan kerja 11. Empowerement 12. Pertumbuhan personal 13. Peningkatan komunikasi

14. Visi yang lebih luas

Sumber : Alleman, 1993), Carrel, Kuzmits dan Elbert (1992), Spencer (1996) dan Lecey (1999) dan Rolfe dan Flett (2002) Mathew (2006) di dalam Cahyono (2008).

15

B. Fungsi Mentoring

Kram (1985) mengidentifikasikan fungsi mentoring menjadi dua jenis yaitu Psychosocial support dan Career Development, kemudian Viator di dalam Miller et al,(2007) menambahkan role modeling didalam fungsi mentoring sebagai aspek dari fungsi mentoring yang pada saat ini sudah diterima luas didalam penggunaannya.

Psychosocial support menyediakan protégé dengan pembinaan antarpribadi, konseling, persahabatan melalui berbagi pengalaman pribadi, mendorong diskusi tentang masalah pekerjaan, peningkatan profesional dan pengembangan pribadi (Kram.,1983,1985). Persahabatan di dalam fungsi Psychosocial support disediakan oleh interaksi informal dan kemauan untuk membahas berbagai topik di dalam tempat kerja (weng et al.,2010). Fungsi Psychosocial support membantu individu untuk mengembangkan perasaan percaya diri dan penerimaan dalam melakukan pekerjaan (Siegel et al.,1995), selain itu Psychosocial support menjadi suatu aspek hubungan yang dapat meningkatkan rasa kompetensi, kejelasan identitas dan efektivitas dalam profesional peran (Carten,1994).

Kram (1985) memaparkan terdapat lima fungsi karir yang dapat meningkatkan Career Development protégé yaitu dukungan pengetahuan, pandangan, pelatihan, perlindungan dan tugas yang menantang. Sedangkan weng et al, (2010) memaparkan fungsi Career Development meliputi promosi, perlindungan, pemberian tugas yang menantang, paparan dan visibilitas. Pemberian dukungan di dalam Career Development merupakan

16 pembelajaran pekerjaan agar menunjang protégé di dalam mempelajari pekerjaannya serta mempersiapkan protégé untuk kemajuan karier, meningkatkan visibilitas protégé di dalam perusahaan, membantu protégé mendapatkan tugas penting, pembinaan protégé, dan melindungi protégé dari politik dan konsekuensi merugikan.

Role Modeling merupakan suatu cara berperilaku dan bertindak dengan cara lain yakni dengan meniru sebuah model peran yang menampilkan sikap sesuai nilai dan perilaku untuk belajar dan di ikuti. Dengan kata lain, Role Modeling fokus pada fakta bahwa protégé akan mencoba untuk meniru perilaku mentor karena mereka menghormati dan memiliki kepercayaan pada mentor (Weng et al.,2010). Role Modeling juga merupakan hasil identifikasi pribadi dan profesional antara mentor dan protégé sehingga protégé memodel dirinya seperti mentor (Ragins & Cotton, 1991).

C. Keadilan Prosedural

Norma yang membentuk suatu dasar dari respon keadilan dapat dibagi menjadi dua kategori; salah satu kategori berhubungan dengan hasil akhir sosial (keadilan distributif) dan kategori satunya berhubungan dengan proses sosial (keadilan prosedural). Keadilan prosedural umumnya mengacu pada persepsi individu tentang prosedur resmi yang mengatur keputusan dengan melibatkan mereka. Hal ini mendasar pada perlakuan yang adil kepada individu terhadap suatu keputusan (Lind & Tyler,1988).

17 Robbins (2005:249) mengemukakan bahwa teori keadilan telah terfokus pada keadilan prosedural dan keadilan distributif. Keadilan distributif adalah keadilan yang dipersepsikan dari jumlah imbalan yang terdapat pada individu-individu, sedangkan keadilan prosedural adalah persepsi keadilan yang digunakan oleh pihak yang berwenang untuk menilai kinerja karyawan dan untuk menentukan rewards mereka, seperti promosi dan kenaikan gaji.

Keadilan prosedural mengacu pada kewajaran proses bagaimana suatu keputusan diambil (Konovsky,2000). Keadilan prosedural berkaitan dengan prosedur-prosedur yang digunakan organisasi untuk mendistribusikan hasil-hasil dan sumber daya organisasi kepada para anggotanya (Nugraheni & Wijayanti, 2009). Konsep keadilan prosedural berasal dalam literatur organisasi dan dipusatkan pada penerimaan prosedur yang digunakan di dalam pengambilan keputusan (Fearne,2004). keadilan prosedural merupakan keadilan yang dirasakan melalui kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam membuat keputusan dalam lingkungan kerja (Greenberg, 1990). Keadilan prosedural berhubungan dengan persepsi bawahan akan suatu bentuk keadilan dari semua proses yang diterapkan oleh pihak atasan dalam perusahaan tersebut yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja mereka, mengkomunikasikan umpan balik kinerja dan menentukan penghargaan yang mereka terima seperti promosi atau kenaikan jabatan dan peningkatan gaji (McFarlin & Sweeny di dalam Lutfi 2007). Keadilan prosedural yang bernilai tinggi

18 atau rendah akan terjadi saat pihak bawahan merasakan bahwa prosedur dalam perusahaan dan proses yang terjadi dalam perusahaan adalah adil atau tidak adil. Moorman (1991) menyarankan bahwa keadilan prosedural dilakukan dengan kewajaran prosedur untuk menentukan suatu hasil bagi karyawan.

Keadilan prosedural berkaitan dengan keadilan di dalam suatu aturan dan mekanisme yang digunakan untuk mengalokasikan sumber daya, misalnya evaluasi kinerja (Alexander & Ruderman dalam Miller, 2010). Keadilan prosedural juga mempengarui institusi atau keinginan bekerja, kepercayaan supervisor dan komitmen organisasi (Folger & konovsky,1989). Keadilan prosedural juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja, komitmen dan keinginan untuk keluar seseorang (Amborse & Schminke., 2009) serta memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja seseorang di dalam suatu organisasi ( Nugraheni & Wijayanti, 2009).

Prosedur yang digunakan oleh organisasi akan dipersepsikan lebih adil manakala individu yang terpengaruh suatu proses keputusan memiliki kesempatan untuk mempengaruhi proses penetapan keputusan atau memberikan suatu masukan (Thibaut & Walker dalam Mariani, 2011 ). persepsi keadilan prosedural dipengaruhi oleh sejauh mana aturan-aturan prosedural tersebut dipatuhi atau dilanggar (Gilliland, 1993).

19 Penilaian keadilan prosedural yang dapat mempengaruhi persepsi akan sebuah keadilan diidentifikasi menjadi empat kriteria oleh Leventhal di dalam Lutfi (2007), yakni sebagai berikut :

1. konsistensi atau kesesuaian, yang artinya adalah prosedur yang ada harus diterapkan secara konsisten antar individu dan terjadi sepanjang waktu.

2. penekanan terhadap bias, yang artinya adalah pengambil keputusan tidak boleh memiliki kepentingan pribadi.

3. Akurasi informasi yang menjadi dasar suatu keputusan 4. kesepakatan terhadap standar etika personal dan moralitas.

Empat kriteria ini, menjadi dasar keadilan prosedural, menjelaskan bahwa partisipasi dalam proses tunggal tidak akan mencukupi untuk meyakinkan persepsi pihak bawahan akan keadilan sebuah prosedur dalam perusahaan.

Menurut Leventhal dalam Lee ( 2000) keadilan prosedural memiliki dua aspek, yaitu:

1. Aspek Struktural meliputi aturan dan kebijakan formal mengenai keputusan yang berkaitan dengan karyawan, input karyawan dalam proses pengambilan keputusan, pemberitahuan yang layak sebelum pengimplementasian keputusan serta penerimaan informasi yang akurat.

20 2. Aspek Sosial meliputi kualitas dari perlakuan interpersonal dalam pengalokasian sumber daya, termasuk didalamnya cara memperlakukan karyawan dengan baik, tersedianya informasi tentang sebuah keputusan tersebut dibuat.

Sedangkan Menurut McFarlin & Sweeney (1992) terdapat empat faktor yang mempengaruhi keadilan prosedural, yaitu :

1. Karakteristik Tugas. Sifat pelaksanaan tugas karyawan beserta segala konsekuensinya yang diterima. Kejelasan dari karakteristik tugas dan proses evaluasinya akan meningkatkan persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural.

2. Tingkat Kepercayaan Bawahan. Sejauh mana kepercayaan karyawan terhadap atasan (peran dan kepemimpinan). Semakin tinggi kepercayaan karyawan pada atasan maka akan meningkatkan persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural.

3. Frekwensi Feedback. Semakin sering feedback dilakukan maka akan semakin meningkatkan persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural.

4. Kinerja Manajerial. Sejauh mana peraturan yang ada diterapkan secara jujur dan konsisten serta menghargai karyawan tanpa adanya bias personel, dengan begitu akan semakin meningkatkan persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural .

21 5. Budaya Perusahaan. Persepsi mengenai sistem dan nilai yang dianut dalam suatu organisasi juga akan berpengaruh pada meningkatnya persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural.

D. Kualitas Hubungan Auditor-supervisor

Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi (wikipedia.org). The Auditing Practice Committee (1980) memberikan ringkasan mengenai tanggung jawab auditor antara lain :

1. Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.

2. Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.

3. Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.

4. Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu.

5. Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

22 Supervisor adalah jabatan yang sangat strategis dalam suatu organisasi. supervisor memiliki peran ganda disatu sisi adalah pemimpin yang harus membimbing, memotivasi dan mengendalikan karyawan dii sisi lain, merupakan wakil dari manajemen yang harus mempertanggungjawabkan semua tugas yang diberikan perusahaan pada divisinya.

Kualitas Hubungan (Relationship Quality) berarti kualitas yang dipersepsikan berdasarkan kehangatan suatu hubungan. Kualitas hubungan dipengaruhi oleh faktor kepercayaan, kepuasan, persepsi, komunikasi dan ikatan sosial atau persahabatan (Hiyanti,2011). Semakin tinggi tingkat kepercayaan, empati, personalisasi, komunikasi, dan kemampuan penanganan konflik, semakin tinggi pula tingkat kualitas hubungan dirasakan (Ndubisi et al.,2008). Kualitas hubungan positif berpengaruh pada kinerja karyawan. Kualitas hubungan yang tinggi antara karyawan dengan manajer ditunjukkan dengan karyawan yang selalu siap dalam menerima tugas dari manajer (Vance.,2010).

Kualitas hubungan menyangkut pada ikatan hubungan dan dampak keseluruhan pada hasil. Kualitas hubungan diukur tidak dari kualitas hubungan kerjasama saja tetapi diukur dari lama tidaknya hubungan itu terjalin (Johnson di dalam Nyaga 2011). Kepercayaan dan komitmen dipandang sebagai dasar untuk menjalin hubungan yang stabil dan lama (Hennig-thurau dan klee di dalam Hewett 2010).

23 Dimensi kualitas hubungan menurut Nyaga dan Whipple (2011) adalah sebagai berikut :

1. Komitmen

Komitmen dilakukan dengan menciptakan upaya maksimal untuk menjaga suatu hubungan. tingkat komitmen dalam suatu hubungan merupakan indikator kunci dari kualitas hubungan yang baik.

2. Kepercayaan

Kepercayaan mendorong sikap keterbukaan, pencapaian tujuan bersama dan mengurangi ketidakpastian. Kepercayaan dapat meningkatkan kualitas hubungan yang lebih baik.

3. Kepuasan

Kepuasan mendorong seseorang untuk bekerja sama dan mencapai tujuan bersama dalam jangka waktu yang lama untuk meningkatkan kualitas hubungan.

Kualitas hubungan atasan-bawahan berpengaruh pada komitmen karyawan (Suryanto.,2011). Xin di dalam suryanto (2011) menemukan bahwa karyawan yang mudah menyesuaikan perilakunya ketika ia mendeteksi perilaku atasannya dalam rangka memperoleh kesan yang baik dari atasannya, maka orang itu akan mendapatkan kualitas hubungan yang tinggi dengan atasannya.

Kualitas hubungan merupakan penentu utama terhadap penerimaan dari pengaruh-pengaruh yang diberikan oleh pemimpin

24 terhadap pengikutnya dalam membangun kepuasan kerja dan komitmen organisasional dari bawahan (Djatmika.,2005).

Hoy dan Miskeldi dalam Djatmika (2005) mengungkapkan bahwa hubungan atasan-bawahan mencerminkan sampai seberapa jauh para pemimpin diterima dan dihormati oleh anggota kelompok atau organisasi. Dua faktor penting yang mewarnai hubungan atasan-bawahan adalah: kualitas hubungan interpersonal antara atasan dan bawahan, dan tingkat otoritas informal yang dimiliki oleh para pemimpin. Kondisi tersebut merupakan hal yang bertolak belakang terhadap kekuasaan (power) dari posisi yang secara mutlak ditentukan oleh struktur formal yang berlaku dalam organisasi. Kualitas hubungan atasan-bawahan ditentukan terutama oleh kepribadian pemimpin maupun perilaku oleh para pengikutnya, dalam ha1 ini adalah warga organisasi.

Mentoring dan keadilan organisasional akan terasosiasi dengan tingkat kualitas hubungan antara auditor protégé dengan supervisor yang lebih tinggi (Miller et al., 2010). Auditor akuntan publik bekerja dengan beberapa supervisor didalam kariernya dan hanya dalam waktu beberapa saat saja sehingga menimbulkan kesulitan dalam membentuk hubungan auditor dengan supervisor (Kaplan et al.,2001).

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang membahas mentoring pada kantor akuntan publik yang terkait dengan hubungan antara mentor dengan

25 protégé diantaranya adalah penelitian Siegel et al., (1995), Kaplan et al., (2001), Patten (1995) dan Viator (2001) dan Miller et al.,(2007);(2010). Siegel et al., (1995) menganalisis perbedaan dalam proses mentoring di kantor akuntan publik dengan program mentoring formal dengan informal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program mentoring formal dalam organisasi lebih memiliki kelebihan dari pada program mentoring informal di dalam pengembangan pribadi protégé. Program mentoring formal adalah program dimana staf profesional baru ditugaskan oleh manajer yang lebih tua untuk dibimbing dalam menyesuaikan budaya organisasi dan memberikan fungsi pengembangan karir.

Pengaruh program mentoring formal telah terbukti bermanfaat pada agen-agen pemerintah federal Amerika Serikat (Klauss, 1981) dan pada beberapa tipe industri swasta tertentu. Kaplan et al., (2001) di dalam penelitiannya memberikan bukti hambatan yang dirasakan dalam hubungan mentoring dan rekan kerja di dalam akuntan publik. Analisis respon menunjukkan tiga faktor ditafsirkan mewakili hambatan untuk membentuk hubungan mentoring yakni perbedaan gender, kesediaan mentor yang merupakan penghalang besar oleh beberapa perusahaan, serta peserta tanpa mentor dianggap menjadi hambatan yang lebih besar dari pada akses ke mentor dan dari kesediaan mentor.

Penelitian Patten (1995) menunjukkan sejauh mana aspek kepemimpinan, pengawasan mentoring, kondisi kerja dan penugasan dalam

26 kantor akuntan publik akan positif mempengarui tingkat kepuasan kerja bagi auditor baru. Sedangkan penelitian Viator (2001) menguji hubungan mentoring formal dan informal dengan tiga ukuran role stress yaitu konflik peran, ambiguitas peran dan persepsi ketidakpastian lingkungan serta dua job outcome antara lain kinerja kerja dan niat ingin pindah. Hasil penelitian ini menemukan hubungan signifikan pada pegawai yang didampingi mentoring informal mengalami tingkat ambiguitas peran lebih rendah, temuan ini konsisten dengan Ostroff dan Kozlowski (1993) yang menemukan bukti bahwa mentor dapat menjadi sumber informasi organisasi dan pegawai baru yang didampingi mentor bisa lebih banyak belajar tentang praktek-praktek organisasi dibandingkan dengan pegawai baru yang tidak punya mentor.

Viator (2001) menemukan bahwa mentor dapat membantu pegawai dalam mengatur dan mengatasi konflik-konflik peran yang terjadi pada protégé, untuk itu diperlukan sudut pandang alternatif dalam mengatasi masalah proses mentoring ini.

Miller et al., (2007;2010) menunjukkan bahwa dari ketiga fungsi mentoring yaitu carrer development, psychosocial support, dan role modeling hanya fungsi psychosocial support yang terkait dengan persepsi keadilan prosedural dan kualitas hubungan auditor-supervisor. kualitas hubungan dari auditor-supervisor yang lebih positif terjadi tidak dari program mentoring secara langsung tetapi dimediasi oleh persepsi keadilan

27 prosedural auditor yang timbul dari penyediaan program mentoring yang baik.

Penelitian Miller et al., (2010) menunjukkan bagaimana mentoring dan keadilan organisasi yang mencakup keadilan prosedural dan keadilan distributif berhubungan dengan kualitas hubungan auditor-supervisor dan menunjukkan hasil bahwa memiliki seorang mentor akan signifikan terkait dengan kualitas hubungan auditor-supervisor sehingga auditor yang memiliki mentor (protégé) akan lebih memiliki kualitas hubungan yang lebih tinggi dengan supervisor non-mentor dari pada auditor yang tidak memiliki mentor (non-protégé). Miller et al., (2010) juga memaparkan bahwa persepsi keadilan prosedural auditor akan menghasilkan kualitas hubungan yang lebih tinggi dengan supervisor, sedangkan persepsi keadilan distributif tidak memiliki pengaruh pada kualitas hubungan di dalam lingkup literature keadilan organisasi tersebut.

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis (Sugiyono,1999:49). Penelitian ini menguji pengaruh status dan fungsi

28 mentoring pada kualitas hubungan auditor-supervisor dengan keadilan Prosedural sebagai variabel pemediasi.

Berdasarkan uraian tersebut, maka model penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :

Gambar II.1: Kerangka Pemikiran

G. Pengembangan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pernyataan yang dikemukakan dalam perumusan masalah. Hipotesis yang dibentuk dalam penelitian ini didasarkan pada teori dan beberapa penelitian sebelumnya sehingga diharapkan hipotesis akan cukup valid untuk diuji. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh status dan fungsi mentoring pada kualitas hubungan

auditor-supervisor secara langsung

Penelitian Viator dan Scandura (1999) menemukan protégé di dua tingkat kelompok yakni protégé dengan mentoring informal dan protégé Status Mentoring 1= protégé 2= non-proteges Keadilan Prosedural Kualitas Hubungan Auditor-Supervisor Fungsi Mentoring Carrer Development Role Modeling Psychosocial support commit to user

29 dengan mentoring formal akan menimbulkan hubungan kerja dengan supervisor yang semakin baik. Kepemilikan mentor juga dapat menciptakan hubungan kerja yang sukses antara bawahan dan supervisor ketika supervisor adalah mentor.

Penelitian Fagensons (1994) menunjukan bahwa studi persepsi protégé dan non-protégé di dalam hubungannya dengan supervisor ditemukan bahwa hubungan yang positif dengan supervisor disebabkan oleh konseling dan dukungan pribadi mentor yang diberikan kepada protégé. Supervisor mengevaluasi kinerja auditor untuk setiap keterlibatan, sehingga kualitas hubungan auditor-supervisor merupakan hal penting untuk kemajuan karir auditor. Auditor yang memiliki mentor berhubungan positif dan signifikan pada kualitas hubungan auditor-supervisor (Miller., et al 2010).

Dokumen terkait