• Tidak ada hasil yang ditemukan

Telaah Pustaka

Dalam dokumen Yoga Sinung Kristianto F1209062 (Halaman 26-36)

TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Telaah Pustaka

1. Kepemimpinan

a. Pimpin

Konsep ”pemimpin” berasal dari kata asing ”leader” dan ”kepemimpinan” dari ”leadership”. Pemimpin adalah orang yang paling berorientasi hasil di dunia, dan kepastian dengan hasil ini hanya positif kalau seseorang mengetahui apa yang diinginkannya. Suwanto dan priansa (2011), mengatakan bahwa pemimpin adalah pionir sebagai orang yang bersedia melangkah ke dalam situasi yang tidak diketahui. Pemimpin yang mempunyai visi yang jelas dapat menjadi penuntun dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin. Kartono (2005:51), menyatakan pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakkan orang lain melakukan usaha bersama guna mencapai sasaran tertentu.

b. Kepemimpinan

Kepemimpinan atau leadership termasuk kelompok ilmu terapan atau applied sciences dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusan-rumusannya bermanfaat daalam meningkatkan kesejahteraan manusia. Sebagai langkah awal untuk mempelajari dan memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan aspek-aspek kepemimpinan dan

commit to user

diantara orang-orang tidak pasif. Selain itu, pengaruh didesain untuk mencapai beberapa hasil akhir atau tujuan. Oleh karena itu, kepemimpinan (leadership) seperti yang didefinisikan disini adalah kemampuan mempengaruhi orang-orang untuk untuk mencapai tujuan organisasi. Definisi ini memiliki ide bahwa para pemimpin terlibat dengan orang-orang lain dalam pencapaian tujuan. Menurut Daft (2006), kepemimpinan adalah resiprokal, muncul diantara orang-orang. Kepemimpinan adalah sebuah aktivitas ”orang-orang”, berbeda dari pekerjaan administratif dengan kertas atau aktivitas penyelesaian masalah. Kepemimpinan adalah dinamis dan melibatkan penggunaan wewenang. Kartono (2005), menyatakan kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Veithzal Rivai (2005), menyatakan kepemimpinan adalah peranan dan juga suatu proses untuk mempengaruhi orang lain.

Kepemimpinan dan manajemen adalah dua istilah yang sering dikacaukan. Manajemen berkaitan dengan penanganan kerumitan. Manajemen yang baik menghasilkan tatanan dan konsistensi dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat, dan memantau hasil melalui pembandingan dengan rencana. Kepemimpinan sebaliknya, menyangkut penanganan perubahan. Para pemimpin menetapkan arah dengan menyusun satu visi masa depan; kemudian mereka menyatukan orang-orang dengan mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami mereka agar mampu mengatasi rintangan-rintangan.

commit to user

Kepemimpinan menurut Robbins (2008), didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran.

c. Kepemimpinan Versus Manajemen

Manajemen dan kepemimpianan merupakan hal yang penting bagi organisasi. Para manager yang efektif juga harus menjadi pemimpin karena ada karakteristik-karakteristik khusus yang berkaitan dengan manajemen dan kepemimpinan yang memberikan kekuatan berbeda bagi organisasi tersebut. Salah satu perbedaan utama antara karakteristik manajer dan pemimpin berkaitan dengan sumber wewenang dan tingkat pemenuhan yang ditimbulkan di antara para pengikutnya. Menurut Daft (2006), Kekuatan

(power) adalah kemampuan yang berpotensi untuk memengaruhi perilaku orang lain. Kekuasaan manajemen datang dari posisi individu dalam suatu organisasi. Karena kekuasaan manajer dating dari struktur organisasional, kekuasaan tersebut mendorong adanya stabilitas, ketertiban, dan penyelesaian masalah dalam dalam struktur tersebut. Kekuasaan kepemimpinan disisi lain, di sisi lain, datang dari sumber-sumber pribadi yang tidak diinvestasikan dalam organisasi, seperti minat, tujuan, dan nilai pribadi. Kekuasaan kepemimpinan mendorong adanya visi, kreativitas, dan perubahan dalam organisasi.

Tabel 1.

Kualitas-kualitas pemimpin dan manajer KARAKTERISTIK PEMIMPIN KARAKTERISTIK MANAJER JIWA PIKIRAN Visioner Rasional

commit to user

Penuh gairah Berkonsultasi

Kreatif Persisten

Fleksibel Menyelesaikan masalah

Penuh inspirasi Berwatak keras

Inovatif Analitikal

Berani Terstruktur

Imaginative Tenang

Suka mencoba Berkuasa

Mencetuskan perubahan Menstabilisasi Kekuasaan pribadi Kekuasaan posisi

Sumber : berdasarkan pada Genevieve Capowski, Anatomy of a leader : Where Are the Leader of Tomorrow?” Management Review, 12 Maret 1994

d. Perilaku Pemimpin

Sewaktu nampak bahwa pemimpin yang efektif tidak mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan mereka yang tidak efektif, para peneliti mencoba meneliti perilaku para pemimpin tersebut. Bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dan memotivasi bawahan mereka. Perilaku pimpinan ini sering disebut juga sebagai gaya kepemimpinan (style of leadership).

Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Husnan dan Ranupandojo (2002) misalnya, membagi berbagai gaya kepemimpinan menjadi 3, yaitu :

commit to user

Seorang pemimpin yang otokratik menganggap bahwa semua kewajiban untuk mengambil keputusan, untuk menjalankan tindakan, dan untuk mengarahkan, memberimotivasi dan mengawasi bawahannya terpusat di tangannya. Seorang pemimpin otokratik mungkin memutuskan bahwa ialah yang berkompeten untuk memutuskan, dan punya perasaan bahwa bawahannya tidak mampu untuk mengarahkan diri mereka sendiri. Seorang otokrat mengawasi pelaksanaan pekerjaan dengan maksud untuk meminimumkan penyimpangan dari arah yang ia berikan.

Penggunaan gaya kepemimpinan “autocratic” cocok apabila para bawahan tidak mengetahui tujuan dan sasaran perusahaan, apabila perusahaan menggunakan ketakutan dan hukuman sebagai cara pendisiplinan, dimana para karyawan tidak terlatih, para pimpinan ingin lebih dominan dalam pengambilan keputusan, dan hanya ada sedikit “maaf” untuk melakukan kesalahan.

2. The Paticipative leader

Apabila seorang pemimpin menggunakan gaya partisipatif ia menjalankan kepemimpinannya dengan konsultasi. Ia tidak mendelegasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada bawahannya, tetapi ia mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari para bawahannya mengenai keputusan yang akan diambil. Ia akan segera serius mendengarkan dan menilai pikiran-pikiran para bawahannya dan menerima sumbangan pikiran mereka, sejauh pemikiran tersebut

commit to user

dipraktekkan dan tentunya akan mendorong kemampuan mengambil keputusan dari para bawahannya sehingga pikiran-pikiran mereka akan selalu meningkat dan makin matang.

Gaya kepemimpinan “participative” cocok apabila tujuan perusahaan telah dikomunikasikan dan para bawahan telah menerimanya. Perusahaan menggunakan hadiah dan ketertiban sebagai alat motivasi utama, pimpinan benar-benar menginginkan untuk mendengar pendapat dan ide-ide dari para bawahan sebelum mengambil keputusan. Dimana pimpinan menginginkan untuk mengembangkan kemampuan analitis dan “self control” dari para bawahan, para bawahan cukup berpengetahuan dan berpengalaman, para bawahan menginginkan ketertiban dalam pengambilan keputusan dan waktu untuk menyelesaikan tugas memungkinkan untuk partisipasi.

3. The Free Rein leader

Dalam gaya kepimpinan “free rein”, pemimpin mendelegasikan wewenang untuk mengambil keputusan kepada para bawahan dengan agak lengkap. Pada prinsipnya pimpinan akan mengatakan “Inilah pekerjaan yang akan saudara lakukan. Saya tidak peduli bagaimana kalau mengerjakannya, asalkan pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik”. Di sini pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada para bawahan, dalam artian pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri, dituntut untuk memiliki kemampuan/ keahlian yang tinggi di dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.

commit to user

Gaya kepemimpinan free rein nampaknya paling cocok apabila tujuan perusahaan telah dikomunikasikan dengan baik dan telah diterima dengan baik pula oleh para bawahan. Yang pada kenyataannya, tujuan organisasi dan tujuan karyawan merupakan hal yang selaras. Demikian juga apabila pimpinan benar-benar ingin mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada para bawahannya, para bawahan benar-benar ahli dan berpengalaman dalam menjalankan pekerjaannya serta mempunyai keinginan untuk mengendalikan diri sendiri dalam melakukan pekerjaan, punya keinginan yang besar untuk independen, memperoleh kepuasan dari pelaksanaan pekerjaan, dan akibatnya yang ditimbulkan karena kesalahan pelaksanaan mempunyai “ruang:” yang cukup besar.

e. Kepemimpinan Otentik

Menciptakan dan mempertahankan usaha bisnis baru agar tetap sukses tidak hanya menuntut visi dan modal keuangan, tetapi juga untuk mengarahkan dan mewujudkan visi dan modal finansial menjadi kesuksesan yang nyata. Meskipun pendiri usaha baru sering disebut sebagai pengusaha, kami berpendapat bahwa ketika pendiri ini menjadi ujung tombak pengembangan ide dan sumber daya (terutama sumber daya manusia) sehingga dapat mewujudkan kesuksesan, pengusaha ini barulah bisa disebut pemimpin.

Kepemimpinan otentik didefinisikan sebagai, Sebuah proses yang menarik baik dari psikologis yang positif dan konteks organisasi yang sangat maju, yang menghasilkan perilaku positif yang lebih besar dan baik. Hal ini dapat berwujud kesadaran diri dan pengendalian diri baik sebagai

commit to user

pemimpin maupun karyawan, dan juga dapat mendorong pengembangan yang positif dari dirinya maupun orang lain. Pemimpin otentik adalah pribadi yang pasti, penuh harapan, optimis, tangguh, transparan, menjunjung moral / etika, berorientasi masa depan, dan memberikan prioritas kepada karyawan agar dapat berkembang menjadi pemimpin (Luthans dan Avolio, 2003).

Kepemimpinan otentik diibaratkan sebagai sumber utama yang dapat menciptakan kondisi dimana anggota organisasi memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, serta masing-masing dapat membantu orang lain untuk membangun kekuatan mereka serta menjadi lebih positif, untuk memperluas pemikiran mereka, untuk menambah nilai akan keputusan mereka, dan untuk meningkatkan kinerja keseluruhan organisasi mereka dari waktu ke waktu (Avolio dkk., 2004). Oleh karena itu, pengusaha yang menampilkan kepemimpinan otentik tersebut dapat lebih siap untuk menghadapi tantangan yang biasanya selalu dialami oleh perusahaan baru. Pemimpin otentik dapat mengubah tantangan tersebut hingga menjadi hal yang memiliki dampak positif pada karyawan melakukan pekerjaan, dan menyadari potensi penuh dari visi mereka.

Pemimpin otentik juga memimpin dari depan, serta turut melayani. Hal ini bisa dijadikan contoh perilaku yang bisa menginspirasi karyawan mereka, dan mendorong karyawan untuk berprestasi dan mengembangkan perusahaan yang bersangkutan. Dalam argumennya mengenai mengapa ada pengusaha sering tidak memandang "derajat", Hamm (2002) menyebutkan, bahwa hal ini boleh jadi karena pendiri yang memiliki fokus sempit

commit to user

memiliki kepentingan perusahaan yang sangat banyak. Pemimpin sejati juga digambarkan sebagai pribadi yang memiliki kemampuan utnutk mengembangkan kapasitas moral, serta bisa menilai, mengeksplorasi permasalahan dari berbagai sudut, dan mengidentifikasi cara untuk mengatasi masalah tanpa mnyebabkan masalah lain (Avolio dan Gardner, 2005; Avolio dan Luthans, 2006; Luthans dan Avolio, 2003).

Singkatnya, dengan menggunakan teori kepemimpinan otentik seperti yang diusulkan oleh Avolio, Luthans dan rekan sebagai pedoman kerangka kerja, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana pendiri melihat kepemimpinan otentik pengusaha (seperti yang dirasakan oleh karyawan) dan melihat kaitannya dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan pekerjaan kebahagiaan karyawan di perusahaan kecil yang relative baru. Penelitian menunjukkan bahwa ketika karyawan diperlakukan secara adil dan merasa lebih diperhatikan oleh atasan, mereka lebih berkomitmen dan lebih cenderung memiliki sikap positif (Dirks dan Ferrin, 2002; Rhoades et al, 2001).

2. Komitmen Karyawan

Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam suatu organisasi atau perusahaan. Siagian (1995) menyatakan bahwa sebagai sumber daya yang menggerakkan dan mengarahkan organisasi, sumber daya manusia harus selalu diperhatikan, dijaga, dipertahankan, serta dikembangkan oleh organisasi. Sementara itu ditinjau dari sudut karyawan sebagai sumber daya manusia itu sendiri, (Santamaria,1991) menyatakan bahwa saat ini karyawan

commit to user

tidak hanya mengharapkan imbalan atas jasa yang diberikannya kepada organisasi, tetapi juga mengharapkan kualitas tertentu dari perlakuan dalam tempat kerjanya. Karyawan mencari martabat, penghargaan, kebajikan yang mempengaruhi kerja dan karir mereka, rekan kerja yang kooperatif, serta kompensasi yang adil. Tuntutan karyawan yang semakin tinggi terhadap organisasi serta apa yang dilakukan oleh organisasi akan menentukan bagaimana komitmen atau keterikatan karyawan terhadap organisasi, yang pada akhirnya mempengaruhi keputusannya untuk tetap bergabunng dan memajukan organisasinya atau memilih temmpat kerja lain yang lebih menjanjikan.

Komitmen adalah sikap karyawan untuk tetap berada dalam organisasi dan terlibat dalam upaya-upaya mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan organisasi (Alwi, 2001). Lebih lanjut dijelaskan, bahwa komitmen merupakan suatu bentuk loyalitas yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauh mana. Sedangkan menurut (Robbins, 2008) berpendapat bahwa komitmen organisasi adalah sampai tingkat mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dsalam organisasi itu. Dessler, (1994), juga berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kekuatan identifikasi dari keterlibatasn individu dengan organisasi.

Karakteristik karyawan yang tinggi komitmen kepada organisasi menurut (Mowday, Porter, dan Steers, 1982) antara lain memiliki keyakinan yang kuat terhadap organisasi serta menerima tujuan dan nilai organisasi; memiliki keinginan untuk bekerja; serta memiliki keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi. Oleh karena itu, semakin organisasi mampu menimbulkan keyakinan dalam diri karyawan, bahwa apa yang menjadi nilai dan tujuan

commit to user

pribadi karyawan memiliki kesamaan dengan nilai dan tujuan organisasi, akan semakin tinggi pula komitmen karyawan pada organisasi tempat ia bekerja.

Mondy and Noe (1993) mendefinisikan pengelolan sumber daya manusia sebagai pemanfaatan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran organisasi. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya manusia merupakan bidang yang seharusnya tidak hanya dikelola oleh bagian tertentu saja tetapi disadari pentingnya oleh pemimpin puncak dan didukung oleh manajemen lini.

Dalam dokumen Yoga Sinung Kristianto F1209062 (Halaman 26-36)

Dokumen terkait